Membangun Pribadi Muslim melalui Tazkiyah

Share

Tugas utama manusia adalah memurnikan jiwa atau tazkiyah, mencapai derajat jiwa yang tenteram, tunduk perintah Allah, menerima takdir-Nya dengan ridha, dan berakhlak mulia  

Hidayatullah.com | JIWA merupakan hakikat manusia secara keseluruhan. Manusia memiliki misi penting yang telah ditentukan oleh Allah saat menciptakannya, yaitu menjalankan tugah kekhalifahan di bumi atas nama-Nya. Allah Swt. berfirman:

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS: Al-Baqarah  [2]:30)

هُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ

Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Oleh karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. (QS: Hud [11]: 61)

Manusia juga diberi amanat berupa ibadah kepada Allah Swt. dalam tata cara Islam yang menyeluruh. Yakni, ketundukan dalam arti penyerahan kepada Allah secara lahir dan batin, jasmani dan rohani, fisik, akal, dan hati. Ini dilakukan dalam kesediaan melaksanakan dan menerima apa saja yang telah Allah tetapkan kepada manusia, berupa tuntunan-tuntunan-Nya. Allah Swt. berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS: Aż-Żāriyāt [51]:56)

Dan, manusia dianugerahi fitrah, yaitu kecenderungannya kepada Islam secara alami (sejak awal penciptaannya). Allah Swt. berfirman:

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ  اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini. (QS: Al-A‘rāf [7]:172)

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ  لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.588) Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS: Ar-Rūm [30]:30)

Jiwa manusia sebagaimana dideskripkan di atas selalu berada dalam persimpangan tiga panggilan, yaitu:

  • Panggilan fitrahnya, yaitu panggilan yang selalu ada dalam diri, dan/atau seruan yang selalu dilakukan oleh, para nabi, para pengikutnya (sahabat mereka yang satu masa dengan mereka), dan orang-orang yang mengimani mereka (yang tidak berjumpa dengan para nabi itu, namun mengimani dan meyakini bahwa mereka adalah utusan Allah yang diberi wahyu).
  • Panggilan  nafsu syahwatnya, yaitu bisikan setan yang tidak dapat memengaruhi manusia, kecuali melalui hawa nafsunya.
  • Pengaruh lingkungan, yaitu faktor-faktor eksternal yang memengaruhi jiwa, seperti yang dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad ﷺ:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ على الفِطْرَةِ، فأبَواهُ يُهَوِّدانِهِ، أوْ يُنَصِّرانِهِ، أوْ يُمَجِّسانِهِ

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)

Jiwa manusia merespons salah satu dari tiga bentuk panggilan di atas. Kemudian, hal ini menentukan jenis dan karakteristik jiwa manusia, yaitu:

Al-Nafsu Al-Ammarah Bis Suu’ (jiwa yang memerintahkan kepada kejahatan). Ialah jiwa yang paling rentan terhadap bisikan setan dan pengaruh lingkungan yang buruk. Allah Swt. berfirman:

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS: Yūsuf [12]:53)

Al-Nafsu Al-Lawwaamah (Jiwa yang suka menyalahkan diri). Dinamakan demikian sebab, jiwa tersebut terpengaruh faktor-faktor keburukan dan terjerumus, namun ia menyesali, kemudian mencela dirinya, dan bertaubat.

Ini artinya jiwa tersebut terombang-ambing antara kebaikan dan keburukan, tetapi berusaha kembali ke jalan yang benar dengan mencela diri dan bertaubat. Allah Swt. berfirman:

لَآ اُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيٰمَةِۙ ۝ وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Aku bersumpah demi hari Kiamat. Aku bersumpah demi jiwa yang sangat menyesali (dirinya sendiri). (QS: Al-Qiyamah [75]: 1-2)

Al-Nafsu Al-Muthma’innah (jiwa yang tenteram). Ialah jiwa yang iman kepada Allah. Jiwa yang berjalan menuju pada dan melaksanakan syariat-Nya tanpa keberatan.

Jiwa yang ridha terhadap takdir-Nya. Jiwa tersebut percaya dan meyakini bahwa, semua tuntunan dan ketentuan-Nya adalah baik, dan balasan atas melaksanakannya adalah surga. Allah Swt. berfirman:

يَـٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ ٢٧ ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةًۭ مَّرْضِيَّةًۭ ٢٨ فَٱدْخُلِى فِى عِبَـٰدِى ٢٩ وَٱدْخُلِى جَنَّتِى ٣٠

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai. Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku! (QS: Al-Fajr [89]: 27-30)

Tazkiyah secara bahasa

Tazkiyah secara bahasa berarti ‘membersihkan’ dan ‘mengembangkan’. Abdul Aziz bin Muhammad dalam Ma’alim Fi Al-Suluk Wat Tazkiat Al-Nufus-Nya mendeskripsikannya dengan memperbaiki dan menyucikan jiwa melalui ilmu yang bermanfaat, amal shaleh, mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah Swt.

Tazkiyah dilakukan  untuk membawa jiwa manusia kepada derajat Al-Nafsu Al-Muthma’innah (jiwa yang tenteram). Hal ini dilakukan dengan:

  • Membersihkan jiwa dari penyakit hati, malapetaka (penyakit tersebut), dan hawa nafsu,
  • Menghiasinya dengan akhlak yang mulia.

Puncak dari tazkiyah ini adalah penanaman akhlak mulia. Dan ini adalah tujuan dari diutusnya Nabi Muhammad ﷺ. Beliau bersabda:

إنَّما بعثتُ لأتمِّمَ مَكارِمَ الأخلاقِ”

Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnkan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)

Allah Swt. berfirman:

قُلْ اِنَّنِيْ هَدٰىنِيْ رَبِّيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ەۚ دِيْنًا قِيَمًا مِّلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۚ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku telah membimbingku ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS: Al-An‘ām  [6]:161)

Berdasarkan sabda Nabi ﷺ. dan firman Allah di atas, Islam merupakan diin yang mengandung dan mengajarkan nilai-nilai yang mulia. Oleh karena itu, Nabi Muhammad ﷺ  menjadikan amalan manusia yang paling berat saat ditimbang pada Hari Kiamat adalah akhlak yang baik.

Akhlak dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak personal dan akhlak masyarkat. Akhlak personal adalah akhlak yang secara khusus berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah Swt.

Akhlak ini dimulai dengan kemurnian akidah, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ikhlas karena-Nya, takwa kepada-Nya, tawakal kepada-Nya, dan takut kepada-Nya.

Kemudian, sucinya jiwa dari sifat sombong dan membanggakan diri sendiri, serta terhiasnya jiwa dengan akhlak, seperti zuhud, malu, sabar, dan istikamah dalam beribadah.

Adapun akhlak masyarakat adalah akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama. Hal ini meliputi, akhlak yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya, baik yang muslim maupun non-muslim.

Kemudian, akhlak yang berkaitan dengan dengan hubungan muslim dengan keluarga, saudara, kerabat, tetangga, dan putra-putrinya yang muslim, seperti kasih sayang, jujur, toleransi, tawadhu, adil, dermawan, dan lain sebagainya.

Dapat kita katakan bahwa, “tuntunan akhlak yang diajarkan Islam mengarah kepada Allah, kepada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, bahkan alam raya dan benda-benda tidak bernyawa.

Akhlak dan sopan santun yang diajarkan Islam mencakup sekian banyak nilai luhur yang hendaknya menghiasi kepribadian muslim. Pada prinsipnya kaidah umum sopan santun terhadap sesama, bukan sekadar memanusiakannya, tetapi jugga memperlakukannya sebagaimana Anda ingin diperlakukan, baik sekarang maupun nanti, “ demikian tulis Muhammad Quraish Shihab dalam Islam yang  Saya Anut-nya.

Di antara akhlak masyarakat tersebut ada beberapa macam yang dibutuhkan oleh seorang pendakwah Islam, yaitu:

Memberi nasihat

Mencegah kemunkaran dalam masyarakat memiliki beberapa tingkatan, yaitu: Tingkatan tertinggi, ialah mengubah kemunkaran dengan tangah. Yakni, menyingkirkannya. Ini hanya sedikit yang mampu melakukannya.

Dalam tingkatan terendah, ialah mencela keburukan dengan hati. Ini hanya orang yang tidak berdaya dann terpaksa yang mampu melakukannya.

Dalam tingkatan tengah, ia mencela keburukan dengan lidah. Ini dilakukan dalam bentuk nasihat. Dan ini adalah salah satu sikap penting yang harus dimiliki oleh seorang pendakwah Islam.

Melayani masyarakat

Seorang pendakwa sejati tidak hanya memberikan nasihat dan ceramah-ceramah, tetapi juga ia adalah seseorang yang merasakan perasaan orang lain dan melayani mereka tanpa pamrih dan pilih kasih.

Dalam, konteks ini, kisah Rasulullah Muhammad ﷺ dengan seorang Badui yang datang ke Makkah, di mana ia memiliki hak atas Abu Jahal, tetapi Abu Jahal mengingkarinya.

Lalu, orang Badui itu meminta bantuan kepada Rasulullah ﷺ Beliau pun membantunya hingga Abu Jahal menunaikan kewajibannya atas orang Badui itu.

Kisah ini dapat menjadi bukti bahwa seorang pendakwah harus memiliki akhlak melayani masyarakat tanpa pamrih dan pilih kasih.

Mempelajari adab berselisih pendapat, prinsip-prinsip dialog dan diskusi. Kisah Usamah bin Zaid yang ditegur oleh Rasulullah ﷺ saat ia membunuh seorang musyrik dapat menjadi dalil untuk akhlak ini.

Kisah itu adalah Usamah bin Zaid membunuh seorang musyrik setelah ia menyatakan keislamannya dan berkata: laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah).

Rasulullah ﷺ menegurnya atas tindakan tersebut dan berkata: “Apakah kamu telah membunuhnya setelah ia mengucapkan laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah)?”. Usamah menjawab: “Wahai Rasulullah, ia mengatakannya karena takut pada pedangku. Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Apakah kamu membelah dadanya?”.

Jadi, meskipun semua tampak menunjukkan bahwa dia mengatakan laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah) karena takut dibunuh, Allah tidak mengizinkan kita menunduh (tanpa alasan yang jelas).

Tujuan dari tazkiyah adalah kesuksesan dan kebahagiannya di akhirat, sebagaimana firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠

Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS: Al-Syams [91]: 9-8)

Tazkiyah memilih peran yang besar dalam gerakan Islam. Tujuan pertama gerakan Islam adalah membangun pribadi muslim.

Ini hanya dapat terwujud dengan tazkiyah. Tazkiyah yang dilakukan oleh seorang pendakwah Islam akan menjadikannya lebih aktif dan semangat dalam pekerjaannya.

Sementara itu, hidup dan aktifnya gerakan Islam adalah hidup dan aktifnya individu-individunya.

Tujuan kedua dari gerakan Islam adalah membangun masyarakat muslim. Hal ini hanya dapat diwujudkan jika akhlak masyarakat Islam berlaku. Dan ini hanya dapat diwujudkan oleh individu-individu muslim.

Ketika gerakan Islam menyajikan kepada masyarakat gambaran nyata tentang masyarakat Islam yang diserukannya, yang didalamnya terkandung makna sikap kasih sayang, toleransi, kerjasama, kerendahan hati, dan lain sebagainya, maka masyarakat zaman sekarang akan mendapat serta memiliki pengaruh yang besar dari ceramah-ceramah dan nasihat-nasihat yang diberikan.

Penutup

Jiwa manusia merupakan pusat hakikat dan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi, sebagaimana diamanatkan  oleh Allah Swt. Perjalanan jiwa iini selalu berada di persimpangan tiga panggilan, yaitu panggilan fitrah, hawa nafsu, dan pengaruh lingkungan.

Tugas utama manusia adalah memurnikan jiwa (tazkiyah), mencapai derajat jiwa yang tenteram, yang sepenuhnya tunduk kepada perintah Allah Swt., menerima takdir-Nya dengan ridha, serta menjadikan akhlak mulia sebagai pijakan hidupnya.

Proses tazkiyah ini menjadi kunci keberhasilan hidup di dunia dan akhirat. Lebih dari itu, tazkiyah memainkann peran penting dalam gerakan Islam, karena hanya dengan individu-individu yang memiliki jiwa bersih dan akhlak mulia, cita-cita untuk membangun masyarakat Islam yang sejati dapat terwujud.

Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk melaksanakan perintah Allah Swt., menjauhi larangan-larangan-Nya, dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Dengan demikian, kita mampu memberikan teladan kepada sesama, menjadi agen perubahan yang positif, dan mencapai kebahagiaan yang hakiki di sisi-Nya. Wallahu a’lam bish-shawab.*/Zuhaili Zed, tulisan saduran artikel yang Syaikh Faishal Maulawi di ikhwanonline.com

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News