BANYAK aksi demonstrasi dengan tutup mulut dan tidak makan. Namun di Gaza, rakyatnya berjihad dengan tetap di tenda-tenda pengungsiannya. Mereka tetap di tanah airnya, walaupun dikepung dengan tembakan bom dari darat dan udara. Adakah yang setegar ini?
Setiap saat ditembaki dan bom, baik malam maupun siang. Setiap saat bersiap untuk mati syahid. Setiap saat ditangkap dan disiksa. Setiap saat menyaksikan mayat bergelimpangan dan berserakan di setiap sudut mata memandang. Mengapa tetap bertahan?
Inilah perjuangan terakhirnya. Inilah puncak perjuangan setelah 76 tahun dijajah tanpa ada negara yang mau membantunya. Semua negara disekitarnya justru menjadi pembela para penjajah. Begitu pun para negara adi daya dunia.
Saat tak ada yang membela, bukankah lebih terhormat membela tanah airnya? Saat tak ada teman yang membantu, bukankah tanah airnya menjadi teman dan tempat tinggal terakhirnya?
Tetap diam di tanah airnya, seperti Omar Mukhtar yang kokoh berdiri di tiang gantungan di negrinya, Libya. Seperti Sayid Qutb, yang kokoh berdiri di tiang gantungan penjara, walaupun dibujuk untuk dikeluarkan dari penjara.
Tetap tanah airnya, seperti Abdullah bin Zubair, cucu Abu Bakar Shidiq yang tetap kokoh bertahan di Mekah hingga syahid, walaupun pasukan Hajjaj Ats-Tsaqafi terus mengepung dan menghujani kota Mekah dengan mezanik, panah dan tombak.
Seperti Rasulullah ﷺ dan Sahabatnya yang tetap bertahan di Madinah, walaupun seluruh kabilah Arab, Yahudi dan Munafikin mengepungnya. Syahid di tanah air dengan segala kondisinya, merupakan kehormatan daripada keluar dari negrinya.
BACA JUGA: Allah Sendiri yang Menghancurkan Kezaliman Yahudi
Diam di tanah Palestina bagian dari gerakan jihad. Memperkokoh semangat faksi perlawanan. Keluar dari tanah Palestina berarti desersi dari peperangan. []
Sumber Klik disini