Kekalahan Diplomatik Zionis dalam Perang Taufan Al-Aqsha

Share

Sejatinya diplomasih Zionis ‘Israel’ sudah kalah selama Perang Taufan Al-Aqsha, sudah selayaknya negeri Muslim tak menaruh harapan pada hukum internasional yang sudah mandul

Oleh: Ali Mustofa

Hidayatullah.com | SECARA diplomatik, Zionis ‘Israel’ benar-benar kalah pada Perang Taufan (Banjir) Al-Aqsha kali ini disebabkan serangan brutal mereka yang banyak menelan korban wanita dan anak-anak termasuk menyerang rumah sakit, sekolahan, dan fasilitas umum lainnya. Kecaman muncul dari berbagai negara termasuk Indonesia.

Kecaman santer datang dari banyak pihak, bahkan beberapa negara memutuskan hubungan diplomatik dengan ‘Israel’. Mereka menuntut ‘Israel’ diseret ke mahkamah internasional PBB. “Mereka (zionis) yang melakukn kejahatan perang harus dihadapkan ke hukum internasional” ujar Erdogan dalam official akun Instagramnya @RTErdogan.

Demikian pula salah satu rekomendasi hasil KTT OKI pada 11 November di Riyadh, Arab Saudi yakni mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bertindak menghasilkan resolusi, sehingga kekejaman dapat segera diakhiri.

Hukum Internasional

Mahkamah International adalah bagian integral dari PBB yang kemudian melahirkan produk hukum untuk dunia internasional yang disebut Hukum Internasional.

Awalnya hukum internasional dicetuskan dalam konferensi Westphalia, 1648 M. Mengatur hubungan antar negara kristen di Eropa atas respon atas perang Belanda Vs Spanyol (1568-1648), dan perang 30 tahun atau Thirty Years’ War (1618-1648) yang mengakibatkan jatuh korban jutaan orang di Eropa dengan melibatkan Katolik vs Kristen.

Ensiklopedia Britanica menulis serangkaian perang yang dilakukan oleh berbagai negara karena berbagai alasan, termasuk persaingan agama, dinasti, teritorial, dan komersial. Kampanye dan pertempuran destruktifnya terjadi di sebagian besar Eropa, dan ketika berakhir dengan Perjanjian Westphalia pada tahun 1648. (https://www.britannica.com/event/Thirty-Years-War)

Walhasil tujuan hukum internasional tersebut adalah untuk menjaga kepentingan negara-negara kristen Eropa. Dipaparkan oleh Dr. Muhammad Jailani dalam Adawatu Shiro’ biyadil kafır, bahwa kesepakatan Westhpalia ini juga bertujuan untuk melawan kekhalifahan Ustmani. Namun ketika meletus Perang Dunia I, rumah internasioanal Eropa ini bubar.

Pasca perang, Inggris dan Prancis menginisisasi berdirinya LBB (Liga Bangsa-Bangsa) yang mengadopsi hukum Internasional Westphalia. Sebelumnya, hukum internasional tidak mencakup negara Islam namun baru masuk pada tahun 1856 dengan persyaratan ketat, termasuk melarang negara Islam menerapkan politik luar negrinya sesuai hukum Islam.

Namun LBB tidak mampu meredam perang di berbagai belahan bumi, seperti perang Tiongkok-Jepang, Invasi Jerman ke Ceko dan Poland,  hingga meletus perang dunia II. Pasca perang dunia II, Sekutu sebagai pemenang membangun kembali rumah bernama PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

PBB membentuk struktur baru yang dinamai Dewan Keamanan PBB untuk menjaga negara-negara tersebut sebagai kekuatan besar. Hukum Internasional dirumus ulang berdasar prinsip sama dengan hukum internasional sebelumnnya.

Untuk itu PBB mendirikan Mahkamah Internasional, juga membentuk Organisasi Perdagangan Internasional, serta membentuk institusi keuangan internasional seperti World Bank dan Dana Moneter International untuk kepentingan negara-negara big’s capitalism.

Itulah gambaran singkat sejarah hukum internasional, yang di masa ini tampak tidak benar-benar antusias dalam pengeboman genosida di Gaza, pengeboman rumah sakit, pemberhentian sumber air, bahan bakar, dst. Namun sangat terlibat dalam konflik di Rusia dan Ukraina karena melibatkan orang-orang Kristen.

Demikian pula tidak benar-benar memperhatikan peristiwa Hiroshima, maupun jatuhnya ratusan ribu korban di Korea (1950-1953) dan Vietnam (1957 dan 1975), perang Aghanistan, Irak, dan serupa.

Sejak penjajahan Zionis di Palestina, umat Islam senantiasa terjebak dalam lorong-lorong Dewan Keamanan PBB, dipersilakan untuk mengadu dan mengecam. Namun penyelesaian tidak pernah terwujud keadilan.

Apa yang dilakukan Zionis tak terhitung lagi yang jelas melanggar aturan hukum internasional, tapi zionis tetap leluasa melakukan kejahatannya atas dukungan Sekutu.

Sebab dalam sejarahnya, negara-negara Eropa sendiri yang menciptakan entitas dan melayaninya untuk kepentingan negara-negara kristen Eropa. Walhasil hukum internasional selama ini terbukti tidak berlaku untuk mereka.

Harus Lebih Berani

Oleh karena itu, sudah selayaknya negeri-negeri Muslim tak menaruh harapan di pundak hukum internasional yang nyata-nyata mandul. Sudah saatnya lebih berani karena memang layak untuk berani.

Ada beberapa langkah strategis yang bisa membuat Zionis ‘Israel’ semakin tak berdaya seperti; stop ekspor minyak, putus hubungan diplomatik, boikot produk-produk mereka yang akan lebih efektif diprakarsai negara, buka perbatasan negri muslim, blokade jalur laut untuk menyetop suplai persenjataan Zionis, dst.

Sedangkan solusi ideologisnya ialah bersatunya umat Islam dengan satu kepemimpinan, yang biidznillah menyatukan kekuatan potensi umat untuk mengusir Zionis yang dibacking Amerika dan sekutu. Wallahu A’lam.*

Pemerhati politik  

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News