Panduan Membaca Gaza (Part 9) Iman dan Konvensi Jenewa

Share

<img width="1024" height="671" src="https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?fit=1024%2C671&ssl=1" class="attachment-full size-full wp-post-image" alt="" decoding="async" fetchpriority="high" srcset="https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?w=1024&ssl=1 1024w, https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?resize=300%2C197&ssl=1 300w, https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?resize=768%2C503&ssl=1 768w, https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?resize=750%2C491&ssl=1 750w" sizes="(max-width: 1024px) 100vw, 1024px" data-attachment-id="461482" data-permalink="https://www.arrahmah.id/panduan-membaca-gaza-part-2-pahami-s-o-p-baru/qassam7/" data-orig-file="https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?fit=1024%2C671&ssl=1" data-orig-size="1024,671" data-comments-opened="1" data-image-meta="{"aperture":"0","credit":"","camera":"","caption":"","created_timestamp":"0","copyright":"","focal_length":"0","iso":"0","shutter_speed":"0","title":"","orientation":"0"}" data-image-title="qassam7" data-image-description="" data-image-caption="

Mujahidin Gaza

” data-medium-file=”https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?fit=300%2C197&ssl=1″ data-large-file=”https://i0.wp.com/www.arrahmah.id/wp/images/stories/2023/11/qassam7.jpeg?fit=1024%2C671&ssl=1″ />

(Arrahmah.id) – Mencermati agresi yang dilakukan “Israel” terhadap Gaza yang brutal tanpa batas mengingatkan kita pada firman Allah ini:

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ ٦ إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ خَيۡرُ ٱلۡبَرِيَّةِ ٧ جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ ٨

6. Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk. 7. Sesungguhnya orang-orang beriman dan mengerjakan kebajikan (keshalihan), mereka itulah sebaik-baik makhluk. 8.  Balasan mereka di sisi Tuhannya adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.  (Al-Bayyinah/98:6-8)

Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang kafir baik dari golongan Ahlulkitab (Yahudi dan Nasrani) maupun musyrik (Hindu, Budha, Komunis, Majusi dll) adalah seburuk-buruk makhluk. Atau dengan kata lain, manusia terburuk.

Sebaliknya, orang-orang yang beriman (Islam) dan beramal shalih adalah sebaik-baik makhluk. Atau dengan kata lain, manusia terbaik.

Kita sudah lama tahu ungkapan ayat ini. Tapi kita menerimanya sambil lalu tidak tergelitik lebih jauh untuk mencari bukti konkrit dalam kehidupan aktual manusia, baik yang tercatat dalam sejarah maupun yang terpampang sebagai berita saat ini.

Apa buktinya bahwa orang-orang kafir itu (Yahudi, Kristen, Hindu, Budha dll) memang layak disebut manusia terburuk. Bukan dalam pandangan Allah – karena teks ayat sudah mewakili pandangan Allah – tapi dalam pandangan manusia. Sebaliknya, apa buktinya orang-orang beriman (Islam) itu layak disebut sebagai manusia terbaik dalam pandangan manusia pula.

Mencari Tolok Ukur Iman

Istilah iman mengandung makna rasa percaya, pasrah, tunduk, loyal dan trust. Iman kepada Allah bermakna rasa diawasi Allah, percaya, trust, tunduk, pasrah dan loyal kepada Allah.

Iman itu wujud atau tidak pada diri manusia tolok ukurnya pada saat manusia memiliki pilihan terbuka untuk berbuat sesuai iman atau mengabaikan iman. Bukan pada saat manusia tak punya pilihan lain kecuali berbuat yang sesuai dengan iman.

Contoh kasus, seseorang terkurung jeruji besi. Ia tak punya pilihan untuk mencuri atau berzina atau menenggak miras. Ia dipaksa keadaan untuk tidak mencuri, berzina atau mabuk. Sedangkan tidak mencuri, tidak berzina dan tidak mabuk “kebetulan” sesuai dengan aturan iman. Dalam kondisi demikian tidak bisa orang itu disebut sebagai mukmin yang baik. Sebab, ketidak-mencuriannya itu bukan karena kendali iman yang sedang bekerja, tapi kendali jeruji besi yang bekerja.

Contoh kasus kebalikannya, seseorang berada di rumah yang sepi bersama seorang wanita yang bukan istrinya. Ia berkesempatan untuk berzina tanpa ada orang yang melihat. Tapi ia menahan nafsunya sehingga tidak berzina. Berarti imannya yang menjadi pembeda. Saat itulah ia sah disebut sebagai mukmin yang baik.

Orang beriman yang benar imannya bukan klaim semata, adalah manusia terbaik. Sebab ia bisa menjadi manusia dewasa, bijaksana dan adil meski tanpa paksaan dari orang lain, tapi hanya menggunakan kendali batinnya. Sebaliknya, orang yang tidak punya iman (kafir) adalah manusia terburuk, sebab ia harus dipaksa oleh keadaan untuk mengendalikan dirinya. Karena itu, ia layak disamakan dengan hewan, yang harus dikurung atau diikat tali untuk bisa terkendali.

Konvensi Jenewa

Konvensi Jenewa adalah aturan internasional tentang penegakan sisi kemanusiaan dalam perang. Sudah 196 negara yang meratifikasinya, sehingga mengikat tindak-tanduk mereka dalam perang agar tidak brutal tanpa batas. Konvensi ini ditegaskan pada tahun 1949 setelah perang dunia kedua, meski bibit gagasan soal ini sudah lama muncul.

Isinya mirip dengan konsep Islam tentang akhlaq dalam perang. Ada larangan menyiksa tawanan. Relawan kemanusia dilarang dijadikan sasaran. Wanita dan anak-anak harus dilindungi. Tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit dilindungi, tak boleh dihancurkan. Tawanan tak boleh dihalangi ibadahnya, ekspresi adat budayanya atau diperlakukan secara hina. Wartawan yang meliput perang juga harus dilindungi. Dan banyak lagi detail aturannya.

“Israel” meratifikasi Konvensi Jenewa pada 6 Juli 1951, tapi fakta di lapangan sama sekali tak mengindahkan isinya. Apalagi “Israel” sengaja tidak mengakui yurisdiksi pengadilan kriminal internasional (ICC – International Criminal Court) yang bermarkas di Den Haag sehingga pengadilan tersebut tak bisa menjangkau “Israel”.

Selain “Israel”, AS dan Rusia adalah diantara negara yang tidak mengakui yurisdiksi ICC. Bisa ditebak, negara yang merasa kuat tidak mau tindakannya diadili karena cara untuk mempertahankan kekuasaan mereka adalah dengan menebar horor yang melanggar Konvensi Jenewa.

Kekuasaan merupakan ruang gelap yang tak mampu ditembus undang-undang. Apalagi jika penguasanya yang menciptakan undang-undang itu. Tak ada gunanya Konvensi Jenewa diperbaiki dan ditambahkan muatannya dari waktu ke waktu agar lebih rinci mengatur soal sisi kemanusiaan dalam perang jika ada kelompok yang karena kekuasaannya merasa berada di atas undang-undang.

“Israel” mengadopsi Konvensi Jenewa hanya mengikuti kepantasan diplomatik. Bukan dengan niat tulus ingin menerapkannya di lapangan. Karena itu tak heran jika kejahatan kemanusiaan dipertontonkan di Gaza dengan tanpa malu kepada publik dunia, seolah mengatakan: Gue maunya begini, loe mau apa !

Sebelumnya AS juga menganggap Konvensi Jenewa hanya ada dalam dokumen tapi tak ada di lapangan. Kebrutalan perang yang ia pertontonkan tak terhitung, sejak bom atom terhadap Jepang, perang Vietnam, perang Iraq, perang Afghanistan dan lain-lain. Demikian pula dengan Rusia, apalagi dulu saat masih bernama Uni Soviet. Juga Cina, India dan semuanya.

Ketika mereka terhadap aturan Allah saja melanggar, apalagi terhadap aturan buatan mereka sendiri. Bukan hanya melanggar, bahkan merubah aturan Allah agar sesuai dengan nafsu mereka. Sejarah Bani Israel penuh dengan intrik semacam itu, sehingga Taurat dan Injil menjadi rusak karenanya.

Kekufuran mereka yang membuat mereka hidup tanpa kendali apapun. Apalagi saat di tangan mereka ada senjata canggih, dana berlimpah dan kekuasaan absolut. Mereka berubah menjadi drakula yang haus darah, barbar tak kenal kemanusiaan. Dengan demikian penyebutan Ahlulkitab dan musyrik sebagai manusia terburuk menemukan buktinya. Yaitu saat mereka bisa memilih karena posisi berkuasa, apakah akan bertindak horor atau mengekang tangannya dengan kendali kemanusiaan, tapi justru memilih jalan horor.

Jika kendali syariat Allah mereka tolak, bahkan mereka rusak, lalu kendali hukum internasional juga mereka abaikan, bukanlah mereka lebih sadis dari binatang? Mereka adalah seburuk-buruk makhluk bahkan dibanding binatang.

Iman Mengendalikan Kekuasaan

Berbeda sekali dengan orang beriman – dengan catatan imannya benar mengikuti Rasulullah dan kaum salaf yang shalih. Kelompok Taliban yang sangat menjunjung tinggi syariat Islam menunjukkan bahwa mereka berperang dengan kendali iman dan akhlak Islam. Padahal mereka bisa saja berbuat angkara murka ketika berhadapan dengan pihak yang lemah.

Seorang wartawati Inggris bernama Yvone Ridley pernah tertangkap oleh pejuang Taliban. Ia menyangka akan habis diperkosa dan disiksa. Tapi faktanya justru diperlakukan baik. Karenanya setelah keluar ia masuk Islam dan menjadi pembela Islam yang terkenal di Inggris. Padahal jika mau, pejuang Taliban bisa saja menyiksa dan melampiaskan dendam karena Inggris – negara asalnya – ikut dalam koalisi AS melawan Afghan.

Pejuang Taliban saat itu jelas punya dua pilihan, yaitu menyiksa atau memperlakukannya dengan baik. Ketika mereka memilih untuk memperlakukannya dengan baik, itu merupakan kendali iman yang ada di hati mereka. Mereka tahu menyiksa tawanan itu dilarang dalam Islam. Berarti, iman berhasil mengendalikan tangan (kekuasaan) mereka.

Ketika Taliban merebut kekuasaan dan AS pulang dengan hina, Taliban langsung mengumumkan pengampunan umum. Berlaku untuk siapapun penduduk Afghan yang sebelumnya menjadi boneka dan kaki tangan AS dalam menjajah Afghan. Padahal jika dipikir, itulah kesempatan emas untuk mengeksekusi mereka sebagai bentuk pelampiasan dendam. Taliban memilih itu karena mencontoh apa yang dahulu dilakukan Nabi SAW terhadap penduduk Makkah ketika Nabi SAW menaklukkannya. Inilah akhlaq Islam dan kendali iman yang membuat orang yang sedang punya kesempatan mengurungkan niat jahatnya karena adanya kendali iman.

Demikian pula yang dicontohkan Hamas. Mereka dikendalikan iman dan akhlaq Islam sehingga memperlakukan tawanan “Israel” dengan manusiawi. Hamas orang Palestina, Taliban orang Afghan mengapa bisa menampilkan kebaikan yang sama? Jawabannya, karena sama-sama dikendalikan iman dan akhlaq Islam. Kalau ISIS bagaimana? Mereka beriman tapi tidak meniru Nabi SAW. Sehingga patokan dalam menilai bukan dengan ISIS tapi dengan perilaku Nabi SAW dan penerusnya yang mencontoh Nabi SAW.

Karena itu, benarlah pernyataan ayat bahwa orang-orang beriman (yang imannya benar bukan seperti ISIS) dan beramal shalih itu manusia terbaik atau sebaik-baik makhluk. Narasi ayat dibuktikan dengan realita lapangan.

Solusi Menurut Allah dan Logis

Lalu bagaimana cara membuat dunia damai, aman dan bahagia ketika dunia dikuasai oleh koalisi Ahlulkitab dan musyrikin? Membiarkan mereka berkuasa lebih lama niscaya akan membuat umat manusia di dunia terus dihantui horor. Mereka terbukti tak punya kasih sayang saat berkuasa, apalagi terhadap kaum beriman.

Solusi pertama, mengekang tangan penguasa dunia dengan sejumlah konvensi dan pengadilan internasional. Terbukti itu tak berguna. Mereka mengabaikan Konvensi Jenewa dan menolak yurisdiksi ICC. Solusi ini bisa disimpulkan impossible.

Solusi kedua, memasukkan iman ke dalam hati mereka agar dengan iman itu mereka terkendali tangannya. Masalahnya, iman itu hanya masuk ke hati jika si hati menerima dengan sukarela. Iman tak bisa dipaksakan. Kekuasaan yang ada di tangan akan membuat mereka tinggi hati, karenanya sulit untuk menerima konsep iman. Meski ada beberapa tokoh yang sedang berkuasa tapi mau menerima iman. Berarti solusi ini bisa dipraktekkan melalui dakwah, tapi hasilnya sangat sulit dikalkulasi. Meski peluangnya kecil tapi tidak sampai impossible. Sebab menerima iman sama artinya menerima Islam. Fanatisme terhadap aqidah mereka membuat mereka sangat berat menerima Islam.

Solusi ketiga, mengengekang tangan penguasa dengan kekuasaan yang lebih tinggi. Mereka dipaksa tunduk kepada kekuatan yang mengalahkan mereka, sehingga tak bisa lagi leluasa menebar horor kepada umat manusia. Inilah makna firman Allah:

وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ ‌كُلُّهُۥ ‌لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٣٩ – الأنفال

Dan perangilah mereka sampai hilang fitnah dan semua ketundukan manusia hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari berbuat fitnahnya) maka sesungguhnya Allah Maha Melihat atas apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Anfal: 39)

Ayat ini mengandung makna, jika mereka tak bisa tunduk secara sukarela kepada penguasa tertinggi jagat raya melalui pintu iman (Islam), maka tundukkan mereka secara paksa, agar dengan itu tangan mereka terbelenggu tidak bisa lagi menebar horor kepada umat manusia. Perintah menundukkan mereka dengan perang tertuju kepada para hamba Allah yang loyal kepada-Nya seperti para pejuang Gaza itu.

Jika ini berhasil, maka itu bermakna seluruh ketundukan manusia di muka bumi terhimpun pada Allah Raja Langit dan Bumi, melalui perantaraan khalifah-Nya. Bagi yang memilih iman, mereka tunduk kepada Allah secara sukarela. Sementara bagi yang kafir, mereka tunduk kepada Allah secara terpaksa. Lengkap.

Jika kondisi ini tercapai, barulah Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh penghuni bumi (Islam rahmatan lil alamin). Semuanya mendapat kucuran kebaikan dari para penguasa yang tangannya dikendalikan iman (Islam). Bukan seperti sekarang, dunia dipimpin orang-orang kafir, maka seluruh penghuni bumi jadi rusak, jiwa menderita dan penuh dengan horor. Semoga periode kufur ini segera berganti menjadi periode iman. Wallahul-musta’an.

والله أعلم بالصواب

@elhakimi – Kamis (28/12/2023)

(Rafa/arrahmah.id)

Sumber Klik disini

Read more

Local News