Tag:

Ragam

Sejarah Ilmu Qira’ah Sab’ah

Di penghujung abad ketiga Hijrah, Ibnu Mujahid mencetuskan istilah qira’ah sab’ah, tujuh jenis qira’ah yang mempunyai sanad bersambung pada SahabatHidayatullah.com | SEBAGIAN orientalis seperti Arthur Jeffery beranggapan Al-Quran memiliki banyak versi. Adanya ragam bacaan menurut orientalis dari Inggris ini merupakan bukti mengenai hal tersebut. Tentu saja pendapat ini salah. Adanya perbedaan bacaan bukan berarti Al-Quran memiliki banyak versi. Bacaan-bacaan tersebut sudah dimaklumi di kalangan ulama Al-Quran berdasar sabda Rasulullah ﷺ yang artinya; “Sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.”(Riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam kitab al-Burhan, Imam al-Zarkasi menjelaskan, al-Qira’ah (bacaan) berbeda dengan Al-Quran (yang dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Al-Quran wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, sedang qira’ah adalah perbedaan cara membaca lafaz-lafaz wahyu tersebut dalam bentuk tulisan huruf-huruf. Ilmu qira’ah merupakan bagian dari ulum Al-Quran atau ilmu-ilmu tentang Al-Quran yang membicarakan kaidah membacanya. Ia merupakan cara membaca ayat-ayat Al-Quran yang dipilih seorang imam ahli qira’ah yang berbeda dengan ulama lainnya, berdasar riwayat-riwayat mutawatir. Bacaan tersebut juga selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan tulisan Al-Quran dalam salah satu mushaf Ustman. Cara pengambilannya dengan talaqi, yaitu memperhatikan bentuk mulut, lidah dan bibir guru ketika melafazkan ayat-ayat tersebut. Perbedaan qira’ah itu berkisar pada lajnah (dialek), tafkhim (penyahduan bacaan), tarqiq (pelembutan), imla (pengejaan), madd (panjang nada), qasr (pendek nada), tasydid (penebalan nada), dan takhfif (penipisan nada). Contoh perbedaan qira’ah yang paling sering kita jumpai adalah imaalah. Pada beberapa lafal, sebagian orang Arab mengucapkan vocal ‘e’ sebagai ganti ‘a’. Misalnya, ucapan ‘wadl-dluhee wallaili idza sajee. Maa wadda’aka rabuka wa maa qolee’. Meski masing-masing imam punya beberapa lafal bacaan yang berbeda, namun tanda bacaan tersebut tidak terdapat dalam tulisan mushaf sekarang ini. Perbedaan itu hanya ada dalam kitab-kitab tafsir klasik. Dalam kitab tersebut ada penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca masing-masing lafal itu. Ibnu Taimiah mengatakan, mengetahui qira’ah dan menghafalnya termasuk sunnah yang turun-temurun. Maka dari itu, mengetahui bacaan sebagaimana Rasulullah ﷺ membaca, atau bacaan yang diakui kebenarannya oleh Rasulullah ﷺ, atau bacaan yang diizinkan oleh beliau dan diakuinya adalah sunah. Dan orang yang memiliki pengetahuan dalam qira’ah dan hafal, dia mempunyai keistimewaan di atas orang yang tidak memiliki pengetahuan tentangnya atau hanya mengetahui satu qiraat saja. Mengumpulkannya dalam shalat atau dalam membaca Al-Quran adalah bid’ah yang makruh. Sedangkan mengumpulkannya dengan tujuan untuk dihafal dan dipelajari, hal ini merupakan ijtihad yang dilakukan oleh beberapa kelompok dalam bidang qira’ah. Kendati ilmu qira’ah berhubungan dengan pelafalan ayat-ayat Al-Quran, tapi tidak memiliki kaitan dengan melagukan bacaan al-Quran. Masalah melagukan al-Quran dijelaskan dalam nazam, yaitu seni membaca Al-Quran. Keberadaan ilmu ini diterangkan secara jelas dalam firman Allah SWT dalam surat Al Muzzammil ayat 4, ”Bacalah al-Qur`an itu secara tartil.” Di berbagai wilayah negeri Islam, berkembang aneka ragam seni membaca al-Quran. Dalam pelajaran nazam, dikenal berbagai jenis seni membaca al-Quran, seperti Nahawan, Bayati, Hijaz, Shaba, Ras, Jiharkah, Syika, dan lainnya. Semua jenis lagu atau irama itu tidak ada kaitannya dengan ilmu qira’ah sab’ah. Semata-mata hanya seni membaca secara tartil (indah) dan tak ada kaitannya dengan bagaimana melafalkan ayat Al-Quran. Ia termasuk seni membaca Al-Quran yang sering kali diperlombakan dalam acara musabaqah tilawatil quran (MTQ). Sejarah Timbulnya Qira’ah Menurut ahli sejarah, munculnya perbedaan qira’ah terjadi pada masa Khalifah Usman bin Affan. Ketika itu mushaf-mushaf Al-Quran tidak bertitik dan berbaris, dan bentuk kalimat di dalamnya mempunyai beberapa kemungkinan berbagai bacaan. Kalau tidak, kalimat itu harus ditulis dengan satu wajah yang lain. Kalangan Sahabat sendiri berbeda-beda dalam pengambilannya dari Nabi Muhammad ﷺ. Tiap-tiap golongan mempunyai lahjah (bunyi suara atau sebutan) yang berlainan satu sama lainnya. Manakala mereka menyebut pembacaan atau membunyikan dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, itu satu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah SWT yang Maha Bijaksana menurunkan Al-Quran dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraish dan oleh golongan-golongan lain di tanah Arab. Karena itu, jadilah Al-Quran beberapa macam bunyi lahjah. Di antara para Sahabat yang terkenal mengajarkan qira’ah ialah Ubai, Ali, Zaid bin Sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa al-Ash’ari dan lain-lain. Segolongan Sahabat mempelajari qiraat dari Ubai, di antarnya Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan Abdullah bin Sa’ib. Ibnu Abbas juga belajar pada Zaid. Dari mereka itulah sebagian besar Sahabat dan tabi’in di berbagai negara belajar qira’ah. Ketika Khalifah Usman mengirim Al-Quran ke seluruh penjuru kota, disertai juga dengan para tokoh qira’ah tersebut. Para sahabat tersebut kemudian mengajarkan kepada umat dengan bacaan masing-masing. Dengan demikian, maka timbullah beraneka ragam bacaan yang kemudian diterima oleh pata tabi’in. Demikian seterusnya sampai munculnya imam qurra’. Begitu banyaknya jenis qira’ah sehingga seorang imam, Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam, tergerak untuk menjadi orang pertama yang mengumpulkan berbagai qira’ah dan menyusunnya dalam satu kitab. Menyusul kemudian ulama lainnya seperti Abu Khatim As-Sajistani, Abu Ja’afar menyusun berbagai kitab qira’ah dengan masing-masing metode penulisan dan kategorisasinya. Melalui pembukuan tersebut, para ilmuwan kemudian mulai membuat kajian dan meringkas pembukuan ilmu qira’ah untuk lebih diminati orang banyak. Di antara mereka ada yang menyusunnya dalam bentuk prosa dan ada pula yang berbentuk syair agar mudah dihafal. Orang yang termasuk dalam kriteria tersebut di antaranya ialah Imam Ad-Dani dan Al-Syatibi. Pada peringkat ini, mereka hanya mengangkat sejumlah qiraat yang banyak ke dalam karangan mereka. Pada penghujung abad ketiga Hijrah, Ibnu Mujahid mencetuskan istilah qira’ah sab’ah. Ia mengumpulkan tujuh jenis qira’ah yang mempunyai sanad bersambung kepada Sahabat terkemuka. Jenis qira’ah sab’ah ini sebetulnya sudah akrab dikalangan ulama pada abad 2 H. Namun, ia belum dikenal secara luas di kalangan umat Islam. Ini karena kecenderungan ulama-ulama saat itu hanya memasyarakatkan satu jenis qira’ah dengan mengabaikan qira’ah lainnya, baik yang tidak benar maupun dianggap benar. Usaha Ibnu Mujahid ini awalnya banyak yang mengecam karena dianggap mengakibatkan kerancuan pemahaman terhadap pengertian ‘tujuh kata’ yang dengannya Al-Quran diturunkan. Namun pada akhirnya diakui sebagai usaha yang brilian karena yang dikumpulkan itu benar-benar dari Rasulullah ﷺ.*/Bahrul Ulum, Suara Hidayatullah

5 Drone Mematikan yang Jadi Momok bagi ‘Israel’

Hidayatullah.com – Jerusalem Post, surat kabar “Israel”, menerbitkan sebuah laporan yang membahas secara rinci jenis-jenis pesawat tanpa berawak atau drone yang digunakan Hizbullah dan kelompok lain dalam perangnya melawan “Israel”.Laporan, yang ditulis kepala koresponden Jerusalem Post dan analis Timur Tengah, Steve J. Frantzman, terbit setelah serangan pesawat drone mematikan terbaru Hizbullah ke “Israel” pada Ahad, 13 Oktober 2024. Serangan itu mengakibatkan tewasnya 4 tentara “Israel”, melukai 7 orang, dan puluhan orang lainnya dengan berbagai luka-luka. Frantzman melaporkan bahwa serangan pesawat tak berawak terhadap “Israel” semakin mematikan dan berbahaya dalam beberapa bulan terakhir. Contohnya, sebuah pesawat tak berawak yang diluncurkan oleh Houthi dari Yaman menargetkan Tel Aviv, kota terbesar kedua di “Israel”, pada bulan Juli. Sementara pada awal Oktober, sebuah pesawat tak berawak menargetkan Dataran Tinggi Golan yang diduduki “Israel”, menewaskan dua tentara dan melukai 27 lainnya. Hizbullah juga meluncurkan dua drone serupa ke kota Herzliya pada saat Yom Kippur, “salah satunya menghantam sebuah bangunan.” Jadi, apa yang kita ketahui tentang jenis-jenis drone yang digunakan Hizbullah dan pihak lain dalam serangan mereka ke “Israel”? Berikut ini adalah ringkasan jawaban Frantzman atas pertanyaan tersebut. Drone pengintai Hizbullah telah mengerahkan berbagai jenis drone untuk melakukan operasi pengintaian. Karena jangkauan maksimum drone ini tidak diketahui, kelompok ini kemungkinan menggunakan drone quadcopter komersial, serta drone kecil lainnya yang mampu merekam video dan mengumpulkan informasi intelijen. Drone-drone ini telah digunakan untuk terbang di atas pangkalan militer Israel di Galilea dan Dataran Tinggi Golan. Drone kamikaze Konsep penggunaan drone sebagai senjata kamikaze atau drone bunuh diri relatif baru. Iran dan Hizbullah awalnya menggunakannya untuk pengintaian sebelum mengubahnya menjadi senjata mirip rudal jelajah. Jenis pesawat ini disebut “amunisi pengintai” karena merupakan “amunisi” yang dapat terbang dan “ mengintai” di atas target, tidak seperti rudal jelajah. Namun, Frantzman menunjukkan bahwa pesawat tanpa awak Hizbullah belum tentu memiliki semua kemampuan ini, dan pesawat tanpa awak mereka tidak mungkin bisa terbang berputar-putar dan “berkeliaran” karena tidak mungkin ada orang yang mengarahkannya. Drone milik pihak Lebanon diyakini telah diprogram sebelumnya dengan jalur penerbangan dan tujuan tertentu. Faksi Houthi dan Irak telah mendapatkan berbagai jenis drone serangan satu arah ini.pesawat drone Marsad Marsad-1 dan Marsad-2 Seri drone Mersad berasal dari drone Ababil dan Mohajer milik Iran. Ababil dan Mohajer adalah bagian dari keluarga besar drone Iran. Hizbullah telah mengakuisisi jenis drone ini selama beberapa dekade dan telah meningkatkannya untuk penggunaannya sendiri. Mersad dapat membawa bom seberat 40 kilogram dan memiliki jangkauan sekitar 120 kilometer. Mersad-1 didasarkan pada drone Ababil-T yang dikembangkan oleh Iran. Mersad-2, yang digunakan oleh Hizbullah, terlihat seperti drone berekor ganda kecil dan meniru drone Mohajer-4 Iran.pesawat drone Ababil Ababil Drone Ababil telah mengalami banyak modifikasi dan penyempurnaan oleh Iran. Salah satu drone ini memiliki panjang 6 meter dengan sayap yang lebih panjang di bagian belakang dan sayap yang lebih pendek di bagian depan serta baling-baling di ujung badan pesawat, dan diluncurkan dari bagian belakang truk Drone Mersad milik Hizbullah dan drone Qasef milik Houthi, keduanya tampaknya merupakan salinan dari Ababil-T.pesawat drone Shahed Shahed Shahed-136 adalah model drone kamikaze utama Iran yang diekspor, dengan berat sekitar 200 kilogram. Drone ini memiliki lebar sayap 2,5 meter dan panjang sekitar 3,5 meter. Model ini telah menjadi “andalan” atau senjata ampuh yang dimiliki Iran dan sekutunya untuk “menebar teror,” seperti yang dikatakan Frantzman. Drone Shahed dapat diangkut dalam kontainer pengiriman dan mudah dioperasikan. Drone ini memiliki desain sayap delta yang mirip dengan pesawat terbang besar, dengan mesin di bagian belakang dan hulu ledak di bagian depan. Desainnya yang relatif sederhana dan kemudahan pengangkutan membuatnya ideal untuk kelompok-kelompok seperti Hizbullah.pesawat drone Samad-3 Samad-3 Samad merupakan jenis drone jarak jauh dan memiliki tiga varian, Samad-1, Samad-2 dan Samad-3. Samad-3, yang digunakan oleh Houthi untuk menyerang “Israel”, memiliki jangkauan hingga 1.500 km dan mampu membawa muatan peledak. Dimensinya diperkirakan memiliki panjang 2,7 meter dan lebar saya 4,5 meter. Secara kualitatif, Samad-3 digambarkan sebagai senjata yang “murah, kecil, lambat dan kikuk” dan tidak mungkin menyerang sasaran dengan akurasi yang baik.pesawat drone Karrar Karrar dan jenis lainnya Menurut laporan dari Pusat Penelitian Alma Israel, Hizbullah kemungkinan besar telah memperoleh drone lain sebagai bagian dari 2.000 pesawat tanpa awak yang dimilikinya. Pusat penelitian ini meyakini Hizbullah memiliki model-model canggih yang baru, seperti Muhajir, Shahed, Samed, KAS-04, Karrar, dan Saeqeh. Surat kabar Israel Today melaporkan bahwa “drone Karrar adalah pesawat tak berawak buatan Iran” berdasarkan teknologi pesawat tak berawak “Stryker” Amerika Serikat, yang bertenaga jet dan menggabungkan kemampuan serangan bunuh diri, menjatuhkan bom, dan bahkan meluncurkan rudal udara-ke-udara ke pesawat terbang, serta memiliki jarak tempuh yang relatif jauh. Hizbullah juga kemungkinan memiliki pesawat tak berawak dengan jarak tempuh 200 kilometer, menurut CNN, yang memiliki penampilan aneh dan pada dasarnya terdiri dari satu sayap besar dengan panjang beberapa meter dengan badan pesawat yang pendek. Hizbullah memiliki pesawat tak berawak lainnya, Shahed-129, yang memiliki jangkauan hingga 2.000 kilometer. Awalnya dikembangkan oleh Iran, drone ini adalah salinan dari Hermes 450, kekuatan utama armada drone “Israel”.*

Hari Ini, 837 Tahun Shalahuddin Al-Ayyubi Membebaskan Baitul Maqdis

Lebih 800 tahun selepas Panglima Shalahuddin al- Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis, nama beliau terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dan membuktikan akhlak muslim menjadi rahmat seluruh alamHidayatullah.com | TANGGAL 2 Oktober menandai peringatan pembebasan Baitul Maqdis atau Al-Quds dari penjajahan asing dan pengembaliannya ke tangan bangsa Arab oleh Panglima Shalahuddin al-Ayyubi (pada 2 Oktober 1187). Kemenangan tentara Islam dipimpin oleh Sultan Shalahudidn atau Panglima Shalahuddin al-Ayyubi mengalahkan Tentara Salib dalam Perang Hittin di perbatasan Laut Mati pada bulan Juli 1187 menandai jatuhnya Kerajaan Kristen Yerusalem (Kingdom of Jerusalem). Kingdom of Jerusalem, juga dikenal sebagai Kerajaan Tentara Salib, adalah negara Tentara Salib yang didirikan di Syam segera setelah Perang Salib Pertama. Untuk diketahui, pembukaan Kota Baitul Maqdis pertama pada tahun 637 pada masa pemerintahan Sayyidina Umar al-Khattab r.a. Sejak saat itu Baitul Maqdis berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam selama 462 tahun hingga direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1099. Baca: Sebab-sebab Keberhasilan dalam Pembebasan al-Quds pada Masa Perang Salib Selama penaklukan Tentara Salib ini, seluruh penduduk Muslim dan Yahudi, termasuk anak-anak dan wanita, yang diperkirakan berjumlah 10.000 orang, dibunuh secara brutal. Catatan sejarah menuliskan, darah umat Islam mengalir di setiap jalan dan gang hingga mata kaki. Kekuasaan Tentara Salib hanya bertahan selama 88 tahun. Dalam Pertempuran Hittin pada bulan Juli 1187, pasukan Muslim berjumlah 30.000 orang berhasil mengalahkan Tentara Salib. Kemenangan ini melemahkan Tentara Salib dan membuka jalan bagi pembebasan Bailtul Maqdis. Pengepungan Baitul Maqdis Pertempuran Hattin dianggap sebagai salah satu kemenangan terbesar bagi kaum Muslim dalam Penaklukan Baitul Maqdis. Kal aitu Panglima Shalahuddin mengirim para penasihatnya ke sekitar wilayahnya dan akhirnya mengumpulkan 20.000 hingga 30.000 pasukan. Pasukan Muslim mengepung kota Tentara Salib yang disebut Tiberias dan menetap di sana. Pasukan tersebut terus-menerus dipasok oleh Danau Tiberias di dekatnya. Tentara Salib menanggapi dengan mengirimkan pasukan mereka sendiri dan berusaha untuk menetap di dekat Mata Air Hattin, tetapi pasukan Muslim memblokir akses ke sumber air apa pun di daerah tersebut. Cuaca panas sangat merugikan pasukan Tentara Salib. Pengepungan Yerusalem dimulai pada tanggal 20 September 1187. Enam hari pertama, pertempuran kecil terjadi tanpa hasil yang berarti. Baca: Rekam Jejak Penaklukan Salahudin Al Ayyubi atas Baitul Maqdis Palestina Serangan awalnya dilakukan dari arah barat. Pada malam tanggal 25 September, pasukan Panglima Shalahuddin mulai mundur dari perbatasan barat kota. Melihat mundurnya pasukan Panglima Shalahuddin, masyarakat Baitul Maqdis mulai bergembira dan merayakan kemenangan, memasuki gereja untuk mengucap syukur dan meninggalkan benteng. Rupanya Panglima Shalahuddin baru saja berganti posisi. Pada pagi hari tanggal 26 September, pasukan Panglima Shalahuddin berada di sebelah timur kota. Panglima Shalahuddin memindahkan kampnya ke bagian kota yang lain, di Bukit Zaitun, di mana tidak ada gerbang utama tempat para Tentara Salib dapat melakukan serangan balik. Sementara tembok-tembok pertahanan Pasukan Salib terus-menerus dihantam oleh mesin pengepungan, ketapel, mangonel, petraries, api Yunani, busur silang, dan anak panah. Sebagian tembok itu ditambang dan runtuh pada tanggal 29 September. Tentara Salib tidak mampu memukul mundur pasukan Shalahuddin Al Ayyubi dari tembok yang jebol itu, tetapi pada saat yang sama, kaum Muslim masih belum dapat memasuki kota itu. Mereka tampak mengibarkan bendera dari puncak Bukit Zaitun. 2 pukulan ‘mangonel’ (mesin lempar batu besar) sudah siap. Para insinyur perang, dilindungi oleh sekelompok pemanah, mendekati kaki tembok kota dan berhasil memasang ranjau. Tentara Muslim telah bekerja sepanjang malam. 10.000 kavaleri siap menunggu di gerbang St. Petersburg. Stefanus dan Yosafat. Selama 2 hari ranjau darat diledakkan satu per satu dan api disulut dengan tumpukan kayu, akhirnya 30 hingga 40 lubang berhasil dibuka di sepanjang tembok kota. Selama 6 hari, Baitul Maqdis dihujani anak panah tanpa henti dan Menara Pengepungan digunakan untuk menembus tembok kota namun warga Baitul Maqdis masih mampu bertahan. Pasukan pertahanan kota tidak dapat lagi menahan gerak maju tentara Islam. Sekali lagi mereka lari dari pertahanan tapi kali ini kalah. Akibat serangan gencar pasukan Muslim membuat warga sipil mulai menyerah. Hanya sebagian tentara dan kaum bangsawan yang tersisa. Pemimpin kota Baitul Maqdis, Komandan Tentara Salib, Balian Ibelin menghampiri Panglima Shalahuddin untuk berunding. Balian berangkat bersama seorang utusan untuk menemui Panglima Shalahuddin, menawarkan penyerahan diri yang awalnya ditolaknya. Shalahuddin mengatakan kepada Balian bahwa ia telah bersumpah untuk merebut kota itu dengan paksa, dan hanya akan menerima penyerahan diri tanpa syarat. Untuk diketahui, sebelum pengepungan dimulai, Panglima Shalahuddin sudah memberi mereka kesempatan untuk bernegosiasi namun ditolak dengan arogan. Kali ini ketika mereka kalah, mereka meminta untuk bernegosiasi. Panglima Shalahuddin mencibir; “Mengapa saya harus bernegosiasi dengan kota yang telah saya rebut?” Perjanjian penyerahan diri akhirnya ditandatangani pada hari Jumaat, 2 Oktober 1187, bertepatan dengan 27 Rajab, malam berlakunya peristiwa Isra’ Mikraj Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Baitul Maqdis. Masuklah Shalahuddin ke Baitul Maqdis dengan linangan airmata dan laungan takbir. Tanda salib dan gambar-gambar rahib Kristen diturunkan dari tempat awam. Masjidil Aqsha dan semua masjid yang lain dibersihkan. Kesuntukan masa dan tempat yang perlu dibersihkan tidak mengizinkan shalat Jumat didirikan pada hari tersebut. Shalat Jumat yang pertama didirikan di Masjidil Aqsha selepas 88 tahun pada pada Jumat berikutnya, 9 Oktober 1187. Dihormati Musuh Shalahuddin Al-Ayyubi adalah pendiri Dinasti Ayyubiyah, sultan pertama Mesir dan Suriah, serta orang yang mempersatukan dunia Muslim melawan pasukan Tentara Salib Eropa. Nama lengkapnya Al-Nasir Salahuddin Yusuf ibn Ayyub, muslim Sunni, bersuku Kurdi. Lahir di Tikrit, Mesopotamia Hulu (sekarang Iraq) pada tahun 1137, dan dikenal nama kecilnya Yusuf, aa adalah putra Najmuddin Ayyūb, seorang Gubernur Baalbek. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi dan Shalawat Setelah Adzan Keluarganya berpindah-pindah, tinggal di Baalbek, kemudian Mosul selama masa muda Shalahuddin dan kemudian Damaskus saat ia memasuki masa remajanya. “Ayahnya, Ayyub, membawanya ke Baalbek di Lebanon saat ini untuk melarikan diri dari perseteruan keluarga. Ini adalah yang pertama dari banyak keberuntungan yang membentuk hidupnya. Baalbek — kuno, dengan udara segar yang beraroma kebun buah-buahan dan taman — berada di pusat dunia Muslim, yang membentang dari Spanyol hingga India dan mengilhami bangunan-bangunan megah, literatur yang kaya, dan ilmu pengetahuan kelas satu,” tulis John Man, sejarawan dan penulis ” Shalahuddin : The Life, the Legend and the Islamic Empire ” (Random House, 2013) dalam “Shalahuddin : The First Sultan” untuk majalah All About History edisi 102. Panglima Shalahuddin al-Ayyubi dikenang sebagai pemimpin militer hebat yang warisannya sebagai tokoh pemersatu berbagai kelompok Islam menjadikannya tokoh terkemuka dalam sejumlah budaya. Sejarawan AR Azzam meriwayatkan kisah pasukan Shaluhuddin Al-Ayyubi sebagai berikut: “Ia memutuskan untuk mengirim komandannya, 'seperti semut yang menutupi seluruh permukaan negara dari Tirus hingga Yerusalem', ke sudut-sudut kerajaan. Nazareth jatuh ke tangan Keukburi (Gokbori), dan Nablus ke tangan Husam al-Din. Badr al-Din Dildrim merebut Haifa, Arsuf, dan Kaisarea , sementara al-Adil merebut Jaffa. Shalahuddin kemudian mengirim Taqiuddin, komandannya yang paling cakap untuk merebut Tirus dan Tibnin… (185). Ia juga memiliki reputasi positif di Barat, meskipun telah berperang melawan Tentara Salib, berkat persepsi tentang sikah kasih sayang dan sikap adilnya. Ia dikenal kemurahan hati terhadap musuh-musuhnya. Meskipun berhasil merebut kembali Yerusalem dari tangan Pasukan Salib, Sultan Shalahuddin menunjukkan sikap yang adil dan penuh kasih sayang terhadap penduduk non-Muslim. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi Pimpin Jihad Para Ulama Ia mengizinkan mereka untuk meninggalkan kota dengan aman dan membawa harta benda mereka, serta memberikan perlindungan kepada mereka yang memilih tinggal di bawah kekuasaan Islam. Kepemimpinannya juga ditandai dengan sikap rendah hati dan kesederhanaan. Meskipun telah meraih banyak kesuksesan dan dihormati oleh banyak orang, ia tetap hidup dengan gaya sederhana dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi. Sikap rendah hati beliau memenangkan hati rakyatnya dan memperkuat legitimasi kepemimpinannya di mata umat Islam. Usai Tentara Salib menyerah tanpa perlawanan. Panglima Shalahuddin mengatakan harta yang paling berharga dari semuanya tidak lain adalah Al-Quds atau Baitul Maqdis (Kota Suci). “Kami meyakini Baitul Maqdis adalah kota suci, sebagaimana kalian juga meyakininya. Dan saya tidak ingin mengepung kota suci ini apalagi menyerangnya,” ujar Shalahuddin al Ayyubi. Lebih 800 tahun selepas Sultan Shalahuddin al- Ayyubi memerdekakan kota Baitul Maqdis. Nama beliau tetap terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dunia, mengembalikan hak yang dirampas tetapi pada masa yang sama membuktikan akhlak muslim yang mencintai, memayungi seluruh insan dan menjadi rahmat kepada alam.*

837 Tahun Shalahuddin Al-Ayyubi Membebaskan Baitul Maqdis

Lebih 800 tahun selepas Panglima Shalahuddin al- Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis, nama beliau terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dan membuktikan akhlak muslim menjadi rahmat seluruh alamHidayatullah.com | TANGGAL 2 Oktober menandai peringatan pembebasan Baitul Maqdis atau Al-Quds dari penjajahan asing dan pengembaliannya ke tangan bangsa Arab oleh Panglima Shalahuddin al-Ayyubi (pada 2 Oktober 1187). Kemenangan tentara Islam dipimpin oleh Sultan Shalahudidn atau Panglima Shalahuddin al-Ayyubi mengalahkan Tentara Salib dalam Perang Hittin di perbatasan Laut Mati pada bulan Juli 1187 menandai jatuhnya Kerajaan Kristen Yerusalem (Kingdom of Jerusalem). Kingdom of Jerusalem, juga dikenal sebagai Kerajaan Tentara Salib, adalah negara Tentara Salib yang didirikan di Syam segera setelah Perang Salib Pertama. Untuk diketahui, pembukaan Kota Baitul Maqdis pertama pada tahun 637 pada masa pemerintahan Sayyidina Umar al-Khattab r.a. Sejak saat itu Baitul Maqdis berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam selama 462 tahun hingga direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1099. Baca: Sebab-sebab Keberhasilan dalam Pembebasan al-Quds pada Masa Perang Salib Selama penaklukan Tentara Salib ini, seluruh penduduk Muslim dan Yahudi, termasuk anak-anak dan wanita, yang diperkirakan berjumlah 10.000 orang, dibunuh secara brutal. Catatan sejarah menuliskan, darah umat Islam mengalir di setiap jalan dan gang hingga mata kaki. Kekuasaan Tentara Salib hanya bertahan selama 88 tahun. Dalam Pertempuran Hittin pada bulan Juli 1187, pasukan Muslim berjumlah 30.000 orang berhasil mengalahkan Tentara Salib. Kemenangan ini melemahkan Tentara Salib dan membuka jalan bagi pembebasan Bailtul Maqdis. Pengepungan Baitul Maqdis Pertempuran Hattin dianggap sebagai salah satu kemenangan terbesar bagi kaum Muslim dalam Penaklukan Baitul Maqdis. Kal aitu Panglima Shalahuddin mengirim para penasihatnya ke sekitar wilayahnya dan akhirnya mengumpulkan 20.000 hingga 30.000 pasukan. Pasukan Muslim mengepung kota Tentara Salib yang disebut Tiberias dan menetap di sana. Pasukan tersebut terus-menerus dipasok oleh Danau Tiberias di dekatnya. Tentara Salib menanggapi dengan mengirimkan pasukan mereka sendiri dan berusaha untuk menetap di dekat Mata Air Hattin, tetapi pasukan Muslim memblokir akses ke sumber air apa pun di daerah tersebut. Cuaca panas sangat merugikan pasukan Tentara Salib. Pengepungan Yerusalem dimulai pada tanggal 20 September 1187. Enam hari pertama, pertempuran kecil terjadi tanpa hasil yang berarti. Baca: Rekam Jejak Penaklukan Salahudin Al Ayyubi atas Baitul Maqdis Palestina Serangan awalnya dilakukan dari arah barat. Pada malam tanggal 25 September, pasukan Panglima Shalahuddin mulai mundur dari perbatasan barat kota. Melihat mundurnya pasukan Panglima Shalahuddin, masyarakat Baitul Maqdis mulai bergembira dan merayakan kemenangan, memasuki gereja untuk mengucap syukur dan meninggalkan benteng. Rupanya Panglima Shalahuddin baru saja berganti posisi. Pada pagi hari tanggal 26 September, pasukan Panglima Shalahuddin berada di sebelah timur kota. Panglima Shalahuddin memindahkan kampnya ke bagian kota yang lain, di Bukit Zaitun, di mana tidak ada gerbang utama tempat para Tentara Salib dapat melakukan serangan balik. Sementara tembok-tembok pertahanan Pasukan Salib terus-menerus dihantam oleh mesin pengepungan, ketapel, mangonel, petraries, api Yunani, busur silang, dan anak panah. Sebagian tembok itu ditambang dan runtuh pada tanggal 29 September. Tentara Salib tidak mampu memukul mundur pasukan Shalahuddin Al Ayyubi dari tembok yang jebol itu, tetapi pada saat yang sama, kaum Muslim masih belum dapat memasuki kota itu. Mereka tampak mengibarkan bendera dari puncak Bukit Zaitun. 2 pukulan ‘mangonel’ (mesin lempar batu besar) sudah siap. Para insinyur perang, dilindungi oleh sekelompok pemanah, mendekati kaki tembok kota dan berhasil memasang ranjau. Tentara Muslim telah bekerja sepanjang malam. 10.000 kavaleri siap menunggu di gerbang St. Petersburg. Stefanus dan Yosafat. Selama 2 hari ranjau darat diledakkan satu per satu dan api disulut dengan tumpukan kayu, akhirnya 30 hingga 40 lubang berhasil dibuka di sepanjang tembok kota. Selama 6 hari, Baitul Maqdis dihujani anak panah tanpa henti dan Menara Pengepungan digunakan untuk menembus tembok kota namun warga Baitul Maqdis masih mampu bertahan. Pasukan pertahanan kota tidak dapat lagi menahan gerak maju tentara Islam. Sekali lagi mereka lari dari pertahanan tapi kali ini kalah. Akibat serangan gencar pasukan Muslim membuat warga sipil mulai menyerah. Hanya sebagian tentara dan kaum bangsawan yang tersisa. Pemimpin kota Baitul Maqdis, Komandan Tentara Salib, Balian Ibelin menghampiri Panglima Shalahuddin untuk berunding. Balian berangkat bersama seorang utusan untuk menemui Panglima Shalahuddin, menawarkan penyerahan diri yang awalnya ditolaknya. Shalahuddin mengatakan kepada Balian bahwa ia telah bersumpah untuk merebut kota itu dengan paksa, dan hanya akan menerima penyerahan diri tanpa syarat. Untuk diketahui, sebelum pengepungan dimulai, Panglima Shalahuddin sudah memberi mereka kesempatan untuk bernegosiasi namun ditolak dengan arogan. Kali ini ketika mereka kalah, mereka meminta untuk bernegosiasi. Panglima Shalahuddin mencibir; “Mengapa saya harus bernegosiasi dengan kota yang telah saya rebut?” Perjanjian penyerahan diri akhirnya ditandatangani pada hari Jumaat, 2 Oktober 1187, bertepatan dengan 27 Rajab, malam berlakunya peristiwa Isra’ Mikraj Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Baitul Maqdis. Masuklah Shalahuddin ke Baitul Maqdis dengan linangan airmata dan laungan takbir. Tanda salib dan gambar-gambar rahib Kristen diturunkan dari tempat awam. Masjidil Aqsha dan semua masjid yang lain dibersihkan. Kesuntukan masa dan tempat yang perlu dibersihkan tidak mengizinkan shalat Jumat didirikan pada hari tersebut. Shalat Jumat yang pertama didirikan di Masjidil Aqsha selepas 88 tahun pada pada Jumat berikutnya, 9 Oktober 1187. Dihormati Musuh Shalahuddin Al-Ayyubi adalah pendiri Dinasti Ayyubiyah, sultan pertama Mesir dan Suriah, serta orang yang mempersatukan dunia Muslim melawan pasukan Tentara Salib Eropa. Nama lengkapnya Al-Nasir Salahuddin Yusuf ibn Ayyub, muslim Sunni, bersuku Kurdi. Lahir di Tikrit, Mesopotamia Hulu (sekarang Iraq) pada tahun 1137, dan dikenal nama kecilnya Yusuf, aa adalah putra Najmuddin Ayyūb, seorang Gubernur Baalbek. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi dan Shalawat Setelah Adzan Keluarganya berpindah-pindah, tinggal di Baalbek, kemudian Mosul selama masa muda Shalahuddin dan kemudian Damaskus saat ia memasuki masa remajanya. "Ayahnya, Ayyub, membawanya ke Baalbek di Lebanon saat ini untuk melarikan diri dari perseteruan keluarga. Ini adalah yang pertama dari banyak keberuntungan yang membentuk hidupnya. Baalbek — kuno, dengan udara segar yang beraroma kebun buah-buahan dan taman — berada di pusat dunia Muslim, yang membentang dari Spanyol hingga India dan mengilhami bangunan-bangunan megah, literatur yang kaya, dan ilmu pengetahuan kelas satu," tulis John Man, sejarawan dan penulis " Shalahuddin : The Life, the Legend and the Islamic Empire " (Random House, 2013) dalam "Shalahuddin : The First Sultan" untuk majalah All About History edisi 102. Panglima Shalahuddin al-Ayyubi dikenang sebagai pemimpin militer hebat yang warisannya sebagai tokoh pemersatu berbagai kelompok Islam menjadikannya tokoh terkemuka dalam sejumlah budaya. Sejarawan AR Azzam meriwayatkan kisah pasukan Shaluhuddin Al-Ayyubi sebagai berikut: “Ia memutuskan untuk mengirim komandannya, 'seperti semut yang menutupi seluruh permukaan negara dari Tirus hingga Yerusalem', ke sudut-sudut kerajaan. Nazareth jatuh ke tangan Keukburi (Gokbori), dan Nablus ke tangan Husam al-Din. Badr al-Din Dildrim merebut Haifa, Arsuf, dan Kaisarea , sementara al-Adil merebut Jaffa. Shalahuddin kemudian mengirim Taqiuddin, komandannya yang paling cakap untuk merebut Tirus dan Tibnin… (185). Ia juga memiliki reputasi positif di Barat, meskipun telah berperang melawan Tentara Salib, berkat persepsi tentang sikah kasih sayang dan sikap adilnya. Ia dikenal kemurahan hati terhadap musuh-musuhnya. Meskipun berhasil merebut kembali Yerusalem dari tangan Pasukan Salib, Sultan Shalahuddin menunjukkan sikap yang adil dan penuh kasih sayang terhadap penduduk non-Muslim. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi Pimpin Jihad Para Ulama Ia mengizinkan mereka untuk meninggalkan kota dengan aman dan membawa harta benda mereka, serta memberikan perlindungan kepada mereka yang memilih tinggal di bawah kekuasaan Islam. Kepemimpinannya juga ditandai dengan sikap rendah hati dan kesederhanaan. Meskipun telah meraih banyak kesuksesan dan dihormati oleh banyak orang, ia tetap hidup dengan gaya sederhana dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi. Sikap rendah hati beliau memenangkan hati rakyatnya dan memperkuat legitimasi kepemimpinannya di mata umat Islam. Usai Tentara Salib menyerah tanpa perlawanan. Panglima Shalahuddin mengatakan harta yang paling berharga dari semuanya tidak lain adalah Al-Quds atau Baitul Maqdis (Kota Suci). “Kami meyakini Baitul Maqdis adalah kota suci, sebagaimana kalian juga meyakininya. Dan saya tidak ingin mengepung kota suci ini apalagi menyerangnya,” ujar Shalahuddin al Ayyubi. Lebih 800 tahun selepas Sultan Shalahuddin al- Ayyubi memerdekakan kota Baitul Maqdis. Nama beliau tetap terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dunia, mengembalikan hak yang dirampas tetapi pada masa yang sama membuktikan akhlak muslim yang mencintai, memayungi seluruh insan dan menjadi rahmat kepada alam.*

42 Tahun Pembantaian Sabra dan Shatila

Meski Komisi Kahan tahun 1983 menemukan Ariel Sharon bertanggung jawab atas pembantaian yang menewaskan lebih 3.000 orang Palestina, ia tetap dipilih jadi PM ‘Israel’Hidayatullah.com | TANGGAL 16 September menandai hari di tahun 1982 ketika ribuan warga Palestina dibantai secara brutal di kamp pengungsi Sabra dan Shatilla di Lebanon; sebuah kekejaman yang dianggap sebagai salah satu yang paling keji dalam sejarah modern. Setelah mengepung dan membombardir daerah tersebut selama berhari-hari, milisi palangis Lebanon yang didukung penjajah ‘Israel’ menyerang, menewaskan sedikitnya 3.000 pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon. Setelah pengepungan kedua kamp tersebut pada tanggal 15 September, tentara ‘Israel’ di bawah komando Ariel Sharon menerangi langit dengan suar saat milisi Lebanon bersenjata memasuki kamp tersebut melalui garis tentara ‘Israel’ dan mulai membunuh siapa saja yang menghalangi jalan mereka, tanpa memandang apakah mereka orang tua, wanita, atau anak-anak. Mereka juga masuk ke rumah sakit kamp dan membunuh perawat, dokter, dan pasien yang melarikan diri dari pembantaian tersebut.Today marks the 42nd anniversary of the Sabra and Shatila Massacre, which took place on the 16th-18th of September 1982. This attack is remembered as one of the most harrowing events of the Lebanese Civil War and in Palestinian history. pic.twitter.com/ZKC03puvqp— ICJP (@ICJPalestine) September 16, 2024Selama tiga hari, dan di bawah pengawasan tentara Sharon, milisi tersebut melanjutkan pembantaian mereka hingga berita pembantaian tersebut bocor ke luar kamp dan gambar-gambar mengerikan dari orang-orang yang gugur terlihat di seluruh dunia sebelum tekanan diberikan kepada ‘Israel’ untuk menghentikan milisi tersebut. Komisi Kahan tahun 1983, yang dibentuk oleh pemerintah penjajha ‘Israel’, menemukan bahwa Ariel Sharon, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, memiliki “tanggung jawab pribadi” atas pembantaian tersebut. Meskipun demikian, Sharon kemudian menjadi Perdana Menteri ‘Israel’ pada tahun 2001. Pada tanggal 16 Desember 1982, Majelis Umum PBB mengutuk pembantaian tersebut dan menyatakannya sebagai tindakan genosida. Genosida berlangsung Saat ini sedang diadili di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, ‘Israel’ telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober. Penjaah Zionis tetap mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan terhadap Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 41.226 warga Palestina telah gugur, dan 95.413 terluka dalam genosida ‘Israel’ yang sedang berlangsung di Gaza yang dimulai pada 7 Oktober. Selain itu, sedikitnya 11.000 orang belum diketahui keberadaannya, diduga tewas tertimbun reruntuhan rumah mereka di seluruh wilayah Strip. Penjajah ‘Israel’ mengatakan bahwa 1.200 tentara dan warga sipil tewas selama “Operasi Banjir Al-Aqsha”. Media ‘Israel’ menerbitkan laporan yang menunjukkan bahwa banyak warga ‘Israel’ tewas pada hari itu karena ‘tembakan tentaranya sendiri’. Organisasi Palestina dan internasional mengatakan bahwa mayoritas yang terbunuh dan terluka adalah wanita dan anak-anak. Genosida ini mengakibatkan kelaparan akut, terutama di Gaza utara, yang mengakibatkan kematian banyak warga Palestina, kebanyakan anak-anak. Genosida ‘Israel’ juga mengakibatkan pengungsian paksa hampir dua juta orang dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi dipaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduk di dekat perbatasan dengan Mesir – dalam apa yang telah menjadi eksodus massal terbesar Palestina sejak Nakba tahun 1948.* PC

Istana Mungil untuk Burung-Burung di Era Kekhalifahan Utsmaniyyah

Hidayatullah.com – Kekhalifahan Utsmaniyah bahkan mendirikan yayasan Wakaf khusus untuk hewan-hewan liar. Yayasan tersebut bertugas membantu memberi makan anjing jalanan, memberi minum burung di hari yang panas, merawat bangau saat terluka, memberi makan serigala serta merawat kuda yang terluka. Mereka membangun sangkar burung di fasad masjid, madrasah atau istana yang terkena sinar matahari dan tidak ada angin, pada ketinggian yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Mereka juga meletakkan piring-piring kecil di atas kuburan agar burung-burung dapat meminum air. Kecintaan terhadap burung Di masa lalu, banyak orang Turki terutama di Istanbul memiliki reputasi sebagai penyayang burung. Banyak pula keluarga yang menyediakan makanan burung di rumah mereka. Anak-anak memperlakukan burung-burung itu layaknya keluarga mereka sendiri. Sedikit banyak, burung membantu orang untuk menyembuhkan kesepian mereka. Bangau, merpati, burung pipit, dan burung layang-layang biasanya tanpa rasa takut membuat sarang di atap atau cerobong asap bangunan apa pun. Di kota Bursa bagian barat bahkan terdapat “Gurabahane-i Laklakan” yang jika diterjemahkan memiliki arti “Rumah untuk Bangau Liar” yang dibangun untuk mengobati burung-burung bangau yang terluka. Hingga kini rumah bangau itu masih berdiri. Terletak di kota Bursa bagian barat, “Gurabahane-i Laklakan” (Rumah untuk Bangau Tunawisma), yang masih berdiri, dibangun untuk mengobati burung bangau yang terluka berabad-abad yang lalu.Rumah Burung di Masjid Ayazma Di sisi lain, burung-burung, terutama merpati, adalah tamu tetap di masjid. Umat Muslim yang beribadah di masjid biasa memberi makan burung-burung ini dan halaman masjid dikelilingi oleh burung-burung. Masjid di era Utsmaniyyah punya arsitektur unik yang secara khusus memberi tempat perlindungan dan penampungan berupa rumah atau sangkar burung. Rumah-rumah mungil yang dibentuk bak istana kecil ini membantu menyediakan tempat berteduh bagi burung-burung dan mencegah kotoran burung mengotori dan merusak dinding masjid. Dari sudut pandang agama, diyakini bahwa jika seseorang membangun rumah burung, ia akan mendapatkan pahala karena burung-burung menemukan tempat berteduh di sana.Rumah Burung di Masjid Selimiye Rumah burung dirancang untuk melindungi burung apa pun yang terbang bebas di sekitarnya seperti burung pipit, burung gereja, burung layang-layang, merpati, dan bangau. Sarang kecil yang diukir di dinding sebenarnya adalah sebuah mahakarya arsitektur. Rumah burung juga memiliki nama lain yang diberikan oleh masyarakat seperti “kuş köşkü” (paviliun burung), “güvercinlik” (kandang merpati) dan “serçe saray” (sangkar burung gereja). Kehadiran rumah burung tidak hanya dapat dilihat di masjid, tapi juga di penginapan, perpustakaan, madrasah, sekolah, saluran air, air mancur, dan bahkan di dinding. Hal ini menunjukkan kecintaan terhadap burung tidak terbatas pada kelompok usia dan kelas sosial tertentu. Selama era Utsmaniyyah, fungsionalitas dan estetika merupakan hal yang penting dalam berkreasi. Sangkar burung dibangun dengan menggunakan teknik yang sangat rumit. Ada rumah satu lantai dan satu bagian atau rumah bertingkat dan beberapa bagian. Di antara rumah-rumah yang dibangun bertingkat, bahkan ada juga rumah burung yang dibangun dalam bentuk istana atau masjid. Ada dua tahap dalam membangun sangkar burung. Yang pertama adalah mengukir dinding dan yang kedua adalah memasangnya ke dinding. Dengan detail pintu dan jendela yang rumit, rumah-rumah itu dimahkotai dengan atap, kubah, dan kubah. Layaknya sebuah istana Beberapa rumah burung berhasil bertahan hingga saat ini. Rumah burung tertua di Istanbul terletak di Jembatan Büyükçekmece. Rumah burung yang dibangun pada abad ke-17, masih terlihat di dinding Masjid Eminönü Yeni Valide. Rumah burung lain yang dibangun dengan teknik berbeda pada akhir abad ke-18 dan terletak di tiga fasad Masjid Üsküdar Yeni Valide adalah beberapa contoh yang terawat dengan baik dari gaya arsitektur ini. Salah satunya berbentuk rumah dan dua lainnya berbentuk masjid dengan dua menara. Namun, rumah burung yang dibangun pada tahun 1760 dan terletak di Masjid Ayazma di Üsküdar merupakan contoh paling cemerlang dari jenis ini. rumah burung dengan gaya yang berbeda, seperti rumah satu lantai, paviliun, dan istana, berkilauan di tiga fasad masjid. Piring Masjid Eyüp, yang dibangun pada tahun 1800, dihiasi dengan rumah burung. Salah satu rumah burung berbentuk paviliun dua lantai terletak di atas konsol. Selain itu, jendela-jendela bertiang dari rumah burung dua lantai di Masjid Üsküdar Selimiye yang dibuka pada tahun 1801 juga sangat mencolok. Ada juga dua rumah burung di makam Sultan Selim III di Laleli. Rumah burung juga dapat ditemukan pada contoh arsitektur formal atau sipil lainnya. Rumah burung di dinding Madrasah Seyyid Hasan Pasha di Beyazıt, yang dibangun pada tahun 1745, berbeda dari yang lain dengan teknik “Malakari”. Rumah burung ini dibangun dalam bentuk masjid dengan dua menara. Ada juga rumah burung lain yang berbentuk paviliun dengan dua kubah di Madrasah Bereketzade. Rumah burung di Taksim Maksemi, sebuah bangunan yang dibangun pada tahun 1732 dengan tujuan distribusi air di kota ini hanya berlantai satu, namun memiliki tiga ruangan. Rumah burung lainnya di Air Mancur İbrahim Tennûrî di Kayseri adalah salah satu contoh luar biasa dari arsitektur rumah burung Anatolia. Ada rumah burung di dinding perpustakaan Masjid Fatih, yang dibangun atas perintah Sultan Mahmud I, dengan dua lantai dan enam ruangan. Rupanya, Sultan Utsmaniyyah Mahmud I, yang dikenal dengan kecintaannya pada buku dan perpustakaan yang dibangunnya, juga mencintai dan menyayangi burung. Zaman keemasan Ada rumah burung lain dengan batu bata yang luar biasa dan ruang-ruang yang diukir di dinding di Perpustakaan Ragıp Pasha di Laleli. Rumah burung lain dari tahun 1800, yang berbentuk paviliun dua lantai, terletak di atas air mancur di depan Sekolah Şah Sultan di Eyüp, sementara rumah burung lainnya di pelataran dalam Darphane di Istanbul berbentuk istana yang megah. Sebagian besar rumah burung yang bertahan hingga saat ini berasal dari abad ke-18. Demikian pula, semua karya yang dibuat oleh Sultan Selim III, salah satu sultan di abad ke-18, termasuk rumah burung ini. Taş Han di Laleli menjadi contoh yang baik dalam penerapan arsitektur rumah burung untuk penginapan. Rumah burung satu lantai, bertingkat, dan beberapa bilik dibangun di atas batu kapur yang melapisi dinding. Spice Bazaar di Eminönü juga memiliki rumah burung yang berbeda. Para pemilik toko menaruh makanan di rumah-rumah ini, yang terletak di bagian pasar yang menghadap ke Laut Marmara setiap pagi sebelum mereka membuka toko. Di Istanbul dan Anatolia, rumah burung juga bisa ditemukan di dinding-dinding bangunan pemukiman warga. Beberapa di antaranya dibangun bersamaan dengan rumah itu sendiri dan beberapa lainnya ditambahkan pada rumah-rumah tersebut. Meskipun jumlah rumah-rumah ini terbatas, masih ada beberapa yang bisa dilihat. Beberapa rumah burung di beberapa rumah di sepanjang Bağdat Avenue juga masih bertahan hingga saat ini.*

Bosnia Membuka Membali Masjid Era Utsmani Abad ke-16

Masjid Arnaudija di Banja Luka, Bosnia dan Herzegovina,  salah satu dari 16 masjid yang hancur selama perang Hidayatullah.com | BOSNIA Herzegovina membuka kembali Masjid Arnaudija abad ke-16 di Kota Banja Luka setelah hampir tujuh tahun rekonstruksi.  Negara ini juga memperingati Hari Masjid pada hari Selasa dengan acara-acara informatif di seluruh negeri. Masjid Arnaudija, dibangun pada tahun 1590-an dan dihancurkan oleh orang-orang Serbia Bosnia, dibuka kembali setelah tujuh tahun pekerjaan rekonstruksi yang dilakukan oleh Direktorat Yayasan Umum Türkiye, kutip Anadolu Agency.The opening of the Arnaudija mosque in Banja Luka, built in 1595, was attended by several thousand believers, a delegation from Turkey, and local officials. https://t.co/gnciYrPuip— N1english (@N1info) May 7, 2024Negara kecil di Balkan ini selamat dari penembakan besar-besaran pada tahun 1990-an, serta pembantaian, dan genosida Srebrenica tahun 1995, memperingati 7 Mei sebagai Hari Masjid. Masjid Arnaudija, yang hancur selama Perang Bosnia pada tahun 1993, dibangun kembali ke keadaan semula sebagai bagian dari pekerjaan rekonstruksi yang dilakukan oleh pemerintah Turki. Peresmian pembukaan pintu masjid bagi jamaah dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Turki Mehmet Nuri Ersoy, Presiden Urusan Agama Ali Erbas dan entitas Serbia Bosnia, Presiden Republika Srpska Milorad Dodik. Bantuan Türkiye   Ersoy dalam sambutannya mengatakan Masjid Arnaudija dibangun atas dasar perdamaian, persaudaraan, dan ketenangan. “Persatuan historis kami telah menjadikan kami bagian dari takdir yang sama, jadi kami akan semakin memperkuat ikatan kami dengan Balkan hari ini dan besok, seperti yang kami lakukan kemarin. Kami akan terus melakukan yang terbaik untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Balkan,” kata Ersoy. “Masjid Arnaudija, juga dikenal sebagai Masjid Defterdar, dibangun dengan fokus pada perdamaian, persaudaraan, dan ketenangan,” kata Ersoy. Dodik menyebut apa yang terjadi 30 tahun lalu sebagai sebuah “kesalahan” dan mengatakan mereka tidak menganggap pembongkaran bangunan keagamaan merupakan hal yang pantas. “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Republik Türkiye dan lembaga-lembaga lain atas bantuan mereka dalam rekonstruksi masjid. Satu-satunya hal yang perlu kita upayakan adalah perdamaian. Saya akan membela kehidupan dalam damai, menjaga perdamaian dan stabilitas, dan memastikan persamaan hak bagi kalian semua,” kata Dodik. Dia juga menyebutkan bahwa masjid telah dibangun kembali dengan indah. Masjid Arnaudija di Banja Luka, Bosnia dan Herzegovina, adalah salah satu dari 16 masjid yang hancur selama perang. Awalnya dibangun pada tahun 1590-an pada masa Kekaisan Ottoman atau Khilafah Utsmani. Ini mengalami kerusakan signifikan pertama pada gempa bumi tahun 1963. Namun pada tanggal 7 Mei 1993, orang Serbia Bosnia menghancurkan Masjid Arnaudija dan Masjid Ferhadiye di kota tersebut dengan meletakkan dinamit di bawahnya. Direktorat Yayasan Umum Türkiye menyelesaikan pekerjaan rekonstruksi masjid setelah upacara peletakan batu pertama pada tahun 2017. Persatuan Islam Bosnia dan Herzegovina mendeklarasikan tanggal 7 Mei, hari penghancuran masjid Arnaudija dan Ferhadiye, sebagai Hari Masjid, dan telah menyelenggarakan acara di semua masjid di negara tersebut sejak tahun 1998. Masjid hancur di Bosnia Namun, itu bukan satu-satunya masjid yang dihancurkan selama perang. Menurut Persatuan Islam Bosnia, 614 masjid, 218 musala, 69 tempat kursus Alquran, empat pondok darwis, 37 makam, dan 405 peninggalan sejarah milik yayasan Muslim dihancurkan. Sekitar 534 masjid di wilayah yang dikuasai pasukan Serbia dihancurkan, sementara 80 masjid dihancurkan di wilayah yang dikuasai pasukan Kroasia. Menurut serikat pekerja, 80 persen dari 1.144 masjid di Bosnia hancur atau rusak. Selain masjid dan bangunan keagamaan lainnya yang telah dihancurkan, pasukan Serbia dan Kroasia telah membunuh lebih dari 100 imam atau imam masjid. Menurut statistik terkini, Bosnia memiliki 1.912 masjid. Dan 789 masjid dan musala yang hancur telah dikembalikan dan dibuka untuk umum, sementara 89 lainnya sedang dibangun kembali dari abu.*

Mushaf  Istanbul: Menampilkan Kaligrafi Al-Quran selama 15 Abad

66 kaligrafer dan khattath menghasilkan ringkasan seni Islam sangat menakjubkan, “Mushaf Istanbul” sebuah penghormatan yang tak tertandingi   Hidayatullah.com | SELAMA delapan tahun, 66 ahli khat (khatath), menyelesaikan  kolosal yang dilakukan Huseyin Kutlu, pakar kaligrafi Islam, setelah ditugaskan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan. Karya yang telah selesai ini diharapkan dapat meninggalkan jejak abadi dalam dunia Seni Al-Quran. Proyek yang dikenal dengan nama “MushafIstanbul” ini merupakan upaya monumental yang melibatkan kerja keras Kutlu dan tim senimannya. Ini bukan sekadar transkripsi Al-Quran, namun eksplorasi komprehensif sejarah dan geografi Islam, di mana para seniman berupaya menghidupkan kembali tradisi kuno seni Al-Quran yang pernah berkembang selama 15 abad peradaban Islam. “Dalam sejarah Islam, para Kepala Negara Muslim memberikan perhatian mereka yang paling berharga pada Mushaf (salinan tertulis Al-Quran), menugaskan proyek-proyek yang akan tetap bertahan lama setelah Mushaf tersebut hilang. Tim saya telah menunjukkan kualitas cinta, kegembiraan dan rasa hormat yang sama pada Mushaf yang kami hasilkan. Belum ada seorang pun yang berkesempatan melihatnya secara keseluruhan hingga saat ini. Kami memutuskan untuk menampilkannya dalam sebuah Mushaf dari zaman Nabi hingga saat ini. Melalui penelitian lapangan dan kajian ekstensif, kami telah mengidentifikasi 10 periode utama dalam sejarah seni Mushaf untuk tujuan tersebut,” kata Huseyin Kutlu kepada TRTWorld. Masing-masing dari 10 jilid “MushafIstanbul” merupakan karya seni yang berdiri sendiri, dibuat dengan cermat untuk mencerminkan seni dan budaya pada zamannya masing-masing. Sejak masa awal Kekhalifahan Rasyidin hingga zaman modern, MushafIstanbul merupakan bukti kekayaan sejarah dan warisan budaya dunia Islam. “Jilid pertama dimulai dari zaman Nabi kita. Ini mencakup periode Bani Umayyah, Abbasiyah, Ghaznavi, Seljuk Besar, Ayyubiyah dan Seljuk Anatolia. Karena tidak banyak evolusi pada periode ini, kami menyajikan semuanya dalam satu volume. Jilid kedua adalah Mamluk, jilid ketiga adalah Andalusia”. “Jilid keempat mencakup periode Ilkhanid-Jalayir, bagian kelima masa Turkmenistan, bagian keenam masa Timurid, bagian tujuh Mughal, bagian kedelapan, Safawi, bagian kesembilan dari berdirinya Kesultanan Utsmaniyah hingga Suleiman Agung, dan jilid kesepuluh, dari Suleiman yang Agung hingga saat ini… Kami mempertimbangkan teknik tata letak halaman dan desain setiap periode, banyaknya jenis teks yang digunakan, jenis dekorasi dan penjilidan apa yang digunakan, dan warna apa yang digunakan selama periode-periode ini. Kami telah mengakses semua Mushaf di perpustakaan dunia dan memeriksanya. Kami berangkat dengan tim yang terdiri dari 66 orang, mempelajari gaya setiap periode,” tambah Kutlu. Proyek ini bukannya tanpa tantangan. Kutlu dan timnya menghadapi banyak kendala, mulai dari mencari bahan terbaik hingga menguasai teknik kaligrafi tradisional yang rumit. Namun dedikasi dan semangat terhadap karya mereka mendorong mereka maju, dan pada akhirnya, mereka menghasilkan sebuah karya dengan keindahan dan makna yang tak tertandingi. Salah satu aspek paling luar biasa dari proyek ini adalah penggunaan material. Untuk menghasilkan 200.000 lembar kertas manuskrip tersebut, tim menggunakan putih dari 800.000 telur organik. Pilihan ini tidak hanya mencerminkan metode tradisional yang digunakan dalam kaligrafi Islam, namun juga menyoroti komitmen tim terhadap keaslian dan keunggulan. “Negara-negara di dunia seperti Jepang, India, Jerman, Italia, dan Spanyol memproduksi kertas buatan tangan bebas asam. Kami membawa surat-surat ini. Tentu saja, kami menerapkan beberapa proses pada makalah ini di sini. Saya mencoba makalah ini dan saya menyukai beberapa di antaranya. Namun masalah lainnya adalah umur lembaran ini. Ada Pusat Energi Atom di Kahramankazan. Di sana kami mengujinya. Ada yang melihatnya setelah 100 tahun, ada pula yang tidak. Tentu saja saya ngeri dengan keadaan ini, saya tidak menyangka hal seperti itu. Jadi apa yang akan kami lakukan? Ada dua Mushaf terpisah Yaqut al Mustasimi dari periode Abbasiyah di Perpustakaan Suleymaniye dan Istana Topkapi. Mereka berkilau, tidak ada apa-apa di atasnya. Jadi ini ada kaitannya dengan pembuatan kertas tersebut. Kami juga sudah familiar dengan cara pembuatan kertas. Kami memutuskan untuk bertualang dan membuat kertas sendiri. Kami melakukannya dengan bantuan Tuhan. Sebaliknya, karena pewarna adalah campuran bahan kimia, kami membuat warna sendiri menggunakan pigmen, pewarna tanah, dan akar. Kami mengujinya. Mereka tetap bertahan hingga 500 tahun,” kata Kutlu.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Selain itu, tim merancang mesin pembuat kertas khusus untuk memastikan bahwa setiap lembar memenuhi standar yang ditetapkan. Perhatian terhadap detail dan inovasi ini menunjukkan dedikasi dan semangat yang terkandung dalam pembuatan MushafIstanbul. Setiap detail naskah dipertimbangkan dengan cermat, mulai dari sampul luar hingga tintanya. Sampul, sampul dalam, kertas akhir, dan halaman judul setiap jilid dirancang dalam berbagai gaya, menampilkan beragam tradisi artistik dalam sejarah Islam. Bahkan tinta yang digunakan dalam manuskrip dibuat dari bahan alami, sehingga menonjolkan komitmen tim terhadap keaslian dan tradisi. Mushaf Istanbul bukan sekadar transkripsi Al-Quran; ini merupakan penghormatan hidup terhadap seni dan budaya peradaban Islam. Setiap halaman adalah sebuah mahakarya, bukti keterampilan dan dedikasi penciptanya. Dengan selesainya proyek ini, proyek ini akan menjadi mercusuar inspirasi bagi generasi seniman dan kaligrafer masa depan, sebuah pengingat akan warisan abadi seni dan budaya Islam.*