Tag:
Dunia
Hidayatullah.com
Kejar Akhirat, Dunia Dapat!
Mengejar kebahagiaan akhirat akan memberikan keuntungan berlipat ganda, termasuk di duniaHidayatullah.com | APA sikap kita ketika dihadapkan pada pilihan pelik antara mengejar kenikmatan dunia atau berfokus pada kebahagiaan akhirat? Islam, sebagai agama yang komprehensif, memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya kita menata hidup agar tidak hanya meraih kebahagiaan di akhirat, tetapi juga mendapatkan kemudahan di dunia.Salah satu ayat Al-Qur’an yang sangat relevan dengan topik ini adalah QS. Asy-Syura [42]: 20:مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy-Syura [42]: 20).Ayat ini menjelaskan bahwa mengejar akhirat tidak berarti kita harus meninggalkan dunia. Justru, dengan fokus pada akhirat, dunia akan mengikuti.Syekh Thanthawi dalam tafsirnya, Al-Wasith, menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan dua jenis orang dengan tujuan berbeda dalam hidup. Orang yang bekerja demi akhirat akan mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah.Sebaliknya, mereka yang hanya mencari kenikmatan dunia akan mendapat sebagian dari dunia itu, tetapi tidak akan mendapat bagian di akhirat.Syekh Thanthawi menyamakan makna ayat ini dengan QS. Al-Isra [17]: 18-19: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia (saja), Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.”Para ulama juga telah memberikan penekanan pada pentingnya mengejar akhirat sebagai prioritas utama, yang pada gilirannya akan membawa kebaikan di dunia. Berikut adalah beberapa pandangan ulama yang mendukung gagasan ini:Pertama, Hasan Al-Basri:يَا ابْنَ آدَمَ بِعْ دُنْيَاكَ بِآخِرَتِكَ تَرْبَحْهُمَا جَمِيعًا، وَلَا تَبِيعَنَّ آخِرَتَكَ بِدُنْيَاكَ فَتَخْسَرَهُمَا جَمِيعًا.“Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk akhiratmu, maka kamu akan meraih keduanya sekaligus, dan janganlah menjual akhiratmu untuk duniamu, karena kamu akan kehilangan keduanya sekaligus.” (Shifat Ash-Shafwah 3/165)Hasan Al-Basri menekankan bahwa menukar dunia dengan akhirat adalah jalan untuk meraih kebahagiaan di kedua tempat. Namun, menukar akhirat untuk dunia hanya akan menyebabkan kerugian di kedua tempat.Kedua, Aun bin Abdullah:الدُّنْيَا مَمَرٌّ وَالْآخِرَةُ مَرْجِعٌ وَالْقَبْرُ بَرْزَخٌ بَيْنَهُمَا، فَمَنْ طَلَبَ الْآخِرَةَ لَمْ يَفُتْهُ رِزْقُهُ، وَمَنْ طَلَبَ الدُّنْيَا لَمْ يَعْجِزِ الْمَلَكُ عِنْدَ انْقِضَاءِ أَيَّامِهِ“Dunia ini adalah tempat perlintasan, sedangkan akhirat adalah tempat kembali, dan kubur adalah pembatas di antara keduanya. Barangsiapa yang mengejar akhirat, rezekinya tidak akan terlewatkan, dan barangsiapa yang mengejar dunia, malaikat tidak akan kesulitan ketika hari-harinya berakhir.”Aun bin Abdullah mengingatkan bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan sementara dan akhirat adalah tempat yang kekal. Mengejar akhirat akan memastikan rezeki di dunia tidak terlewatkan.Ketiga, Abu Sulaiman Ad-Darani:إِذَا كَانَتِ الْآخِرَةُ فِي الْقَلْبِ جَاءَتِ الدُّنْيَا تَزْحَمُهَا، وَإِذَا كَانَتِ الدُّنْيَا فِي الْقَلْبِ لَمْ تَزْحَمْهَا الْآخِرَةُ، لِأَنَّ الْآخِرَةَ كَرِيمَةٌ وَالدُّنْيَا لَئِيمَةٌ.“Jika akhirat berada dalam hati, maka dunia akan datang mendesaknya. Namun jika dunia berada dalam hati, akhirat tidak akan mendesaknya, karena akhirat itu mulia dan dunia itu hina.”Abu Sulaiman Ad-Darani menekankan pentingnya memprioritaskan akhirat dalam hati. Dengan begitu, dunia akan mengikuti dengan sendirinya.Keempat, Yahya bin Mu’adz:أَيُّهَا الْمُرِيدُونَ إِنِ اضْطُرِرْتُمْ إِلَى طَلَبِ الدُّنْيَا، فَاطْلُبُوهَا وَلَا تُحِبُّوهَا، وَأَشْغِلُوا بِهَا أَبْدَانَكُمْ وَعَلِّقُوا بِغَيْرِهَا قُلُوبَكُمْ، فَإِنَّهَا دَارُ مَمَرٍّ وَلَيْسَتْ بِدَارِ مُقَرٍّ“Wahai orang-orang yang menginginkan (akhirat), jika kalian terpaksa mencari dunia, maka carilah, tapi jangan mencintainya. Sibukkan badan kalian dengan dunia, tetapi gantungkan hati kalian pada selainnya (akhirat), karena dunia adalah tempat perlintasan, bukan tempat menetap.” (Shifat Ash-Shafwah 4/343)Yahya bin Mu’adz memberikan nasihat bijak agar kita tidak terperdaya oleh dunia. Dunia hanyalah tempat singgah, dan akhirat adalah tujuan akhir yang harus kita kejar.Di antara yang bisa diambil pelajarannya dari keterangan Al-Qur’an dan pernyataan ulama tersebut adalah: Pertama, Prioritas Akhirat Menjamin Kebahagiaan Dunia dan Akhirat:Menurut QS. Asy-Syura [42]: 20 dan Tafsir Syekh Thanthawi, mengejar kebahagiaan akhirat akan memberikan keuntungan berlipat ganda, termasuk di dunia. Sebaliknya, fokus hanya pada dunia akan mengakibatkan kerugian di akhirat.Kedua, pandangan ulama menguatkan pentingnya akhirat:Pernyataan para ulama seperti Hasan Al-Basri, Aun bin Abdullah, dan Abu Sulaiman Ad-Darani menegaskan bahwa mengejar akhirat adalah kunci untuk mendapatkan rezeki dan kebahagiaan di dunia. Pandangan ini menekankan bahwa dunia adalah tempat sementara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan akhir di akhirat.Ketiga, keseimbangan dalam kehidupan:Yahya bin Mu’adz menyarankan agar kita tetap bekerja dan mencari rezeki di dunia, tetapi tidak mencintainya melebihi akhirat. Dunia adalah tempat singgah sementara, dan kebahagiaan sejati ada di akhirat. Keseimbangan ini penting untuk menjalani hidup yang produktif dan bermakna.Keempat, rezeki di dunia tidak akan terlewatkan:Mengejar akhirat tidak berarti kehilangan rezeki di dunia. Sebaliknya, seperti yang dijelaskan oleh Aun bin Abdullah, mereka yang fokus pada akhirat akan mendapatkan rezeki dunia yang telah ditetapkan untuk mereka tanpa kesulitan.Kelima, pengaruh niat dan tujuan hidup:Memiliki niat yang benar dan tujuan hidup yang fokus pada akhirat akan membawa berkah dan kemudahan dalam kehidupan dunia. Prinsip “Kejar Akhirat, Dunia Dapat!” menunjukkan bahwa dengan mengutamakan yang kekal, kita juga mendapatkan kebaikan di dunia yang sementara.*/Mahmud B Setiawan
Islampos.com
Adakah Dalil soal Satu Hari Akhirat Sama dengan Seribu Tahun di Dunia?
PERNAHKAH Anda mendengar bahwa satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia? Jika pernah, dalam postingan ini Anda akan mendapatkan penjelasan sekaligus dalil dari pernyataan di atas?Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ“Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).BACA JUGA: Kalau Punya Kucing, Ini Manfaatnya Dunia AkhiratDiterangkan dalam Tuhfatul Ahwadzi sebagai berikut.Satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ“Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47). Oleh karenanya, setengah hari di akhirat sama dengan 500 tahun di dunia.Adapun firman Allah Ta’ala,فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ“Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4). Ayat ini menunjukkan pengkhususan dari maksud umum yang sebelumnya disebutkan atau dipahami bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang dihadapi orang-orang kafir,فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (10)“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al Mudatsir: 8-10).Ternyata, jika dalam perhitungan akhirat, seorang manusia rata-rata hidup di dunia hanya 1,5 jam saja. Bagaimana bisa?Mari kita perhatikan ayat ini. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:وَإِنَّ يَوْمًا عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ ﴿٤٧﴾‘Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.’ (Q.S. Al-hajj:47)BACA JUGA: Bagaimana Nasib Hewan, Jin, dan Malaikat di Akhirat?Mari kita analisis berdasarkan Al-Qur’an sebagai sumber kebenaran absolut.1 hari akhirat = 1000 tahun,24 jam akhirat = 1000 tahun,3 jam akhirat = 125 tahun,1,5 jam akhirat = 62,5 tahun.Apabila umur manusia itu rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja. []SUMBER: RUMAYSHO/HIDAYATULLAH
Hidayatullah.com
Masikah Amerika jadi Harapan?
Masyarakat dunia mulai jenuh kepemimpinannya Amerika Serikat (AS) yang terlibat berbagai perang ekspansif menewaskan banyak korban jiwa, belum lagi berbagai kerusakan akibat kapitalismeOleh: Ali Mustofa Akbar
Hidayatullah.com | DARI sisi geo-politik internasional, perang di Timur Tengah yang melibatkan kekuatan global kali ini bisa dikatakan hampir mirip dengan kondisi di abad 19.
Saat Perang Dunia I, dengan segala darah, kehancuran politik, ekonomi, sosial, dan psikologis, serta kekacauan politik yang ditinggalkannya, telah menulis akhir dari keperkasaan Eropa ketika dimulai dari era renaissance.
Sekitar abad 15 Eropa mulai merangkak naik, awalnya tidak membayangi dominasi kekhilafahan Utsmani secara langsung. Renaissance berfokus terutama pada Eropa Barat, dengan pusat-pusat budaya dan ilmu pengetahuan di kota-kota seperti Florence, Roma, dan Paris.
Perkembangan seni, arsitektur, dan sains di Eropa Barat selama renaissance tidak langsung mengurangi kekuatan Utsmani, yang tetap dominan di bidang militer dan ekonomi. Baru di sekitar abad 18, Eropa Barat kala itu benar-benar membayangi Utsmani.
Terlalu banyak lontaran kritik terhadap model kemajuan kapitalisme Eropa kala itu, seperti halnya kolonialisme dan imperialisme, praktik kolonialisme Eropa yang menyebabkan eksploitasi sumber daya dan penindasan terhadap negara-negara yang di kuasainya.
Kolonialisme juga mengakibatkan kerusakan budaya, sosial, dan berbagai aspek di wilayah jajahannya. Eric Hobsbawm, dalam bukunya The Age of Revolution, Europe merinci beberapa poin diantaranya: eksploitasi pekerja, krisis sosial, ketidakadilan sosial, ketidaksetaraan, dst. (The Age of Revolution: Europe, Eric Hobsbawm, 1996).
Puncaknya akhir era keperkasaan Eropa adalah saat pembagian kekaisaran dan kerajaan-kerajaan Benua Biru terhadap wilayah-wilayah di luar mereka dalam Konferensi Berlin atau dikenal dengan konferensi Kongo tahun 1884.
Pasca peristiwa senjata kimia 1918 yang diprakarsai Jerman, dominasi Eropa atas ekonomi dunia serta jalur perdagangan dan pelayaran mulai memudar. Mulai tergantikan seiring dengan kemunculan Amerika Serikat yang mengadopsi prinsip-prinsip kapitalisme Eropa dengan kekuatan industri dan militernya, membuka pasar baru untuk produknya, memperluas jaringan darat dan laut serta membuka pangkalan bagi kapal-kapalnya.
Amerika yang kemudian diakui sebagai tambahan kemajuan Barat akhirnya menjadi pemimpin mereka pada tahun 1950, bersamaan dengan pengaruhnya dalam PBB dan lembaga internasional lainnya pada periode pasca Perang Dunia II.
Kemunculan Amerika di luar benua biru, bukan hanya direspon positif oleh Eropa tapi juga wilayah-wilayah jajahan Eropa yang dianggap akan bisa menghapuskan kolonialisme dan membuka jalan baru untuk negara-negara tersebut menentukan jalan sendiri.
Seperti halnya Amerika Latin, Meksiko, Venezuela hingga Philipina yang berharap pada Amerika untuk lepas dari cengkraman Spanyol. Haiti berharap dibantu lepas dari Prancis, India berharap keluar dari Dominasi Inggris, termasuk beberapa negara eropa setelah runtuhnya beberapa kekaisaran, dst (The American Influence in Latin America: A Historical Perspective, Smith John, 2010).
Kekuatan baru yang dianggap sebagai pahlawan baru semakin menguat ketika Presiden AS kala itu, Woodrow Wilson, dalam konferensi perjanjian damai Paris 1919 dan perjanjian Versailess, mengumumkan 14 poin yang berisi penghapusan kolonialisme, perdagangan bebas, upaya perdamaian dunia, “kemerdekaan” negara-negara bekas kekhilafahan utsmani, membentuk LBB (Liga Bangsa-Bangsa) untuk menjamin kedaukatan tiap warga negara, selengkapnya disini: https://www.britannica.com/event/Fourteen-Points
Sementara Inggris dan Prancis yang juga sebagai pihak pemenang Perang Dunia I dari Eropa memutar balikkan perjanjian Paris dan Versailes untuk tetap mempertahankan wilayah-wilayah koloninya termasuk cengkeramannya di Palestina.
Pandangan dunia kepada Amerika kemudian berbalik arah 180 derajat perang dunia II ketika Washington mengambil kepemimpinan blok Barat, dimana negri Paman Sam itu semakin menjiwai ideologi kapitalisme yang diembannya, berdampak pada penguasan kekayaan berbagai negara, terlibat dalam kolonialisme, dan tentu telah mengkhianati perjanjian Paris dan Versailes.
Masyarakat dunia sudah mulai jenuh dan jengah dengan kepemimpinan Amerika Serikat (AS). Amerika terlibat dengan berbagai perang ekspansif yang menewaskan banyak korban jiwa termasuk anak-anak dan wanita.
Berbagai kerusakan akibat kapitalisme, dan kegagalan dalam kepemimpinan dunia lainnya.
Dunia membutuhkan harapan baru. Sebagian menginginkan tampilnya kepemipinan Islam. Hal ini karena masyarakat tidak ingin lagi menerima harapan palsu.*
Penulis peminat masalah politik internasional
Hidayatullah.com
Masihkah Amerika jadi Harapan?
Masyarakat dunia mulai jenuh kepemimpinannya Amerika Serikat (AS) yang terlibat berbagai perang ekspansif menewaskan banyak korban jiwa, belum lagi berbagai kerusakan akibat kapitalismeOleh: Ali Mustofa Akbar
Hidayatullah.com | DARI sisi geo-politik internasional, perang di Timur Tengah yang melibatkan kekuatan global kali ini bisa dikatakan hampir mirip dengan kondisi di abad 19.
Saat Perang Dunia I, dengan segala darah, kehancuran politik, ekonomi, sosial, dan psikologis, serta kekacauan politik yang ditinggalkannya, telah menulis akhir dari keperkasaan Eropa ketika dimulai dari era renaissance.
Sekitar abad 15 Eropa mulai merangkak naik, awalnya tidak membayangi dominasi kekhilafahan Utsmani secara langsung. Renaissance berfokus terutama pada Eropa Barat, dengan pusat-pusat budaya dan ilmu pengetahuan di kota-kota seperti Florence, Roma, dan Paris.
Perkembangan seni, arsitektur, dan sains di Eropa Barat selama renaissance tidak langsung mengurangi kekuatan Utsmani, yang tetap dominan di bidang militer dan ekonomi. Baru di sekitar abad 18, Eropa Barat kala itu benar-benar membayangi Utsmani.
Terlalu banyak lontaran kritik terhadap model kemajuan kapitalisme Eropa kala itu, seperti halnya kolonialisme dan imperialisme, praktik kolonialisme Eropa yang menyebabkan eksploitasi sumber daya dan penindasan terhadap negara-negara yang di kuasainya.
Kolonialisme juga mengakibatkan kerusakan budaya, sosial, dan berbagai aspek di wilayah jajahannya. Eric Hobsbawm, dalam bukunya The Age of Revolution, Europe merinci beberapa poin diantaranya: eksploitasi pekerja, krisis sosial, ketidakadilan sosial, ketidaksetaraan, dst. (The Age of Revolution: Europe, Eric Hobsbawm, 1996).
Puncaknya akhir era keperkasaan Eropa adalah saat pembagian kekaisaran dan kerajaan-kerajaan Benua Biru terhadap wilayah-wilayah di luar mereka dalam Konferensi Berlin atau dikenal dengan konferensi Kongo tahun 1884.
Pasca peristiwa senjata kimia 1918 yang diprakarsai Jerman, dominasi Eropa atas ekonomi dunia serta jalur perdagangan dan pelayaran mulai memudar. Mulai tergantikan seiring dengan kemunculan Amerika Serikat yang mengadopsi prinsip-prinsip kapitalisme Eropa dengan kekuatan industri dan militernya, membuka pasar baru untuk produknya, memperluas jaringan darat dan laut serta membuka pangkalan bagi kapal-kapalnya.
Amerika yang kemudian diakui sebagai tambahan kemajuan Barat akhirnya menjadi pemimpin mereka pada tahun 1950, bersamaan dengan pengaruhnya dalam PBB dan lembaga internasional lainnya pada periode pasca Perang Dunia II.
Kemunculan Amerika di luar benua biru, bukan hanya direspon positif oleh Eropa tapi juga wilayah-wilayah jajahan Eropa yang dianggap akan bisa menghapuskan kolonialisme dan membuka jalan baru untuk negara-negara tersebut menentukan jalan sendiri.
Seperti halnya Amerika Latin, Meksiko, Venezuela hingga Philipina yang berharap pada Amerika untuk lepas dari cengkraman Spanyol. Haiti berharap dibantu lepas dari Prancis, India berharap keluar dari Dominasi Inggris, termasuk beberapa negara eropa setelah runtuhnya beberapa kekaisaran, dst (The American Influence in Latin America: A Historical Perspective, Smith John, 2010).
Kekuatan baru yang dianggap sebagai pahlawan baru semakin menguat ketika Presiden AS kala itu, Woodrow Wilson, dalam konferensi perjanjian damai Paris 1919 dan perjanjian Versailess, mengumumkan 14 poin yang berisi penghapusan kolonialisme, perdagangan bebas, upaya perdamaian dunia, “kemerdekaan” negara-negara bekas kekhilafahan utsmani, membentuk LBB (Liga Bangsa-Bangsa) untuk menjamin kedaukatan tiap warga negara, selengkapnya disini: https://www.britannica.com/event/Fourteen-Points
Sementara Inggris dan Prancis yang juga sebagai pihak pemenang Perang Dunia I dari Eropa memutar balikkan perjanjian Paris dan Versailes untuk tetap mempertahankan wilayah-wilayah koloninya termasuk cengkeramannya di Palestina.
Pandangan dunia kepada Amerika kemudian berbalik arah 180 derajat perang dunia II ketika Washington mengambil kepemimpinan blok Barat, dimana negri Paman Sam itu semakin menjiwai ideologi kapitalisme yang diembannya, berdampak pada penguasan kekayaan berbagai negara, terlibat dalam kolonialisme, dan tentu telah mengkhianati perjanjian Paris dan Versailes.
Masyarakat dunia sudah mulai jenuh dan jengah dengan kepemimpinan Amerika Serikat (AS). Amerika terlibat dengan berbagai perang ekspansif yang menewaskan banyak korban jiwa termasuk anak-anak dan wanita.
Berbagai kerusakan akibat kapitalisme, dan kegagalan dalam kepemimpinan dunia lainnya.
Dunia membutuhkan harapan baru. Sebagian menginginkan tampilnya kepemipinan Islam. Hal ini karena masyarakat tidak ingin lagi menerima harapan palsu.*
Penulis peminat masalah politik internasional
Suaraislam.id
Tanggung Jawab Pemimpin Dunia Akhirat
Suatu hari, usai mengurus pemakaman jenazah Sulaiman bin Abdul Malik, sang khalifah Umar bin Abdul Aziz pulang ke rumah untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba Abdul Malik bin Umar, putra sang khalifah, menghampirinya.Ia bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah gerangan yang mendorong Anda membaringkan diri di siang hari seperti ini?” Umar bin Abdul Aziz tersentak campur kaget tatkala sang putra memanggilnya dengan sebutan Amirul Mukminin, bukan ayah, sebagaimana biasanya.Ini isyarat, putranya tengah meminta pertanggungjawaban ayahnya sebagai pemimpin negara, bukan sebagai kepala keluarga. Umar menjawab pertanyaan putranya, “Aku letih dan butuh istirahat sejenak.”“Pantaskah engkau beristirahat, padahal masih banyak rakyat yang teraniaya?” kata sang anak dengan bijak. “Wahai anakku, semalam suntuk aku menjaga pamanmu. Nanti usai Zhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya,” jawab Umar.“Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang dapat menjamin Anda hidup sampai Zhuhur jika Allah menakdirkanmu mati sekarang?” kata Abdul Malik. Mendengar ucapan anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz semakin terperangah.Lalu, ia memerintahkan anaknya untuk mendekat, diciumlah anak itu sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.”Selanjutnya, ia perintahkan juru bicaranya untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat, “Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada khalifah.”Subhanallah. Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah) berharga kepada kita dan para pemimpin di negeri ini setiap pemimpin di level manapun akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hadapan manusia (di dunia) dan di hadapan Allah kelak (di akhirat).Rasulullah Saw menegaskan, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalahaaa pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Wanita/istri adalah pemimpin terhadap keluarga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).Yang pasti, seorang pemimpin tidak akan dapat menghindarkan diri dari tanggung jawab atas kepemimpinannya. Boleh jadi seorang pemimpin dapat berkelit dari pertanggungjawaban di dunia. Namun, ia tidak akan dapat berlari dari pertanggungjawaban (pengadilan) di akhirat kelak.Semoga Allah menganugerahkan pemimpin-pemimpin di negeri ini dari pusat hingga daerah pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab sehingga mampu mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik dalam semua aspek. Amin.[]Imam Nur Suharno, Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah Kuningan Jawa Barat
Hidayatullah.com
Muslim Dunia Berkabung Gugurnya Ismail Haniyah
Hidayatullah.com— Umat Islam sedunia menemani perjalanan terakhir Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyah yang syahid dalam serangan udara rezim Zionis ‘Israel’ di Teheran, Iran, Rabu.Jenazah Ismail Haniyah diterbangkan dari Teheran ke Doha setelah Iran menyelesaikan upacara terakhirnya.
Iran, yang telah berkabung selama tiga hari setelah kematian Haniyah, mengadakan penghormatan terakhir terhadap pemimpin tertinggi Hamas pada hari Kamis.
Ribuan orang menghadiri upacara yang juga disiarkan langsung di beberapa stasiun televisi di Iran dan Yordania.
Pada hari Jumat, Qatar mengadakan pemakaman pejuang Palestina yang sebelumnya tinggal di Doha bersama anggota Hamas lainnya.
Ribuan warga Iran mengambil bagian dalam upacara penghormatan Haniyah, di Teheran, pada 1 Agustus 2024.
Jenazahnya akan dimakamkan di pemakaman di Lusail, sebelah utara ibu kota usai shalat jenazah di masjid Imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
Turki dan Pakistan juga mengumumkan hari berkabung pada hari Jumat untuk menghormati meninggalnya Haniyah, sementara Hamas melakukan demonstrasi untuk mengungkapkan kemarahan atas tirani rezim Zionis.
Pawai usai shalat Jumat digelar untuk memprotes terbunuhnya Haniyah dan perang yang masih berlangsung yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda di Jalur Gaza.
Sementara itu di Malaysia, masjid-masjid di seluruh negeri pada hari Kamis mengadakan shalat ghaib tak kasat mata untuk Haniyah.
Selain di masjid-masjid yang berada di bawah pengawasan Departemen Pembangunan Islam Malaysia (JAKIM) dan Departemen Agama Islam Wilayah Federal (JAWI), shalat jenazah secara gaib juga diadakan di beberapa negara bagian sebagai wujud solidaritas umat Islam di Malaysia melawan perjuangan kemerdekaan. Umat Islam Palestina melawan tirani rezim Zionis. Ini melibatkan ribuan umat Islam di Malaysia.
Haniyah berperan penting dalam perundingan gencatan senjata di Gaza dengan Qatar, yang berujung pada perundingan di balik layar selama berbulan-bulan dengan dua negara perantara lainnya, yaitu Mesir dan Amerika Serikat (AS).
Haniyah syahid saat mengunjungi Iran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden baru, Masoud Pezeshkian pada hari Selasa.
Pembunuhan pemimpin Hamas terjadi hanya beberapa jam setelah ‘Israel’ menyerang Beirut selatan dan membunuh komandan Hizbullah Fuad Shukr.
Hamas sebelumnya mengkonfirmasi bahwa Haniyah dan pengawalnya syahid dalam serangan rudal di kediamannya di Teheran pada hari Rabu.
Haniyah memainkan peran penting dalam perundingan gencatan senjata di Gaza, dengan bernegosiasi dengan mediator Qatar, yang memimpin negosiasi di belakang layar selama berbulan-bulan dengan Mesir dan Amerika Serikat.
Komunitas internasional menuntut gencatan senjata segera di Gaza, namun Haniyah sebelumnya mengklaim bahwa ‘Israel’ berusaha mencegahnya.*
Suaraislam.id
Siapa Bilang Kehidupan Dunia Nggak Penting?
Walau kehidupan dunia ini hanya sementara, tapi menentukan sukses atau gagalnya di akhirat.Walaupun dunia bersifat fana, lahwun wa la’ibun (permainan yang melalaikan), dan mata’ul ghuruur (keindahan yang menipu), tapi kita umat muslim jangan melupakan kehidupan dunia.Bahkan bisa dikatakan dunia ini lebih penting dari akhirat. Nggak percaya? Coba tanyakan kepada mereka yang sudah wafat.Iya, mereka memang tidak mungkin menjawab pertanyaan tersebut. Tetapi Allah SWT memberitahu kepada kita, bahwa seandainya mereka bisa menjawab. Maka jawabannya tentu akan mengatakan ‘hidup di dunia lebih penting daripada di akhirat’.Buktinya, mereka yang sudah mati itu ingin kematiannya ditunda, bahkan meskipun hanya sekejap saja. sebagaiman firman Allah SWT berikut ini,وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ [المنافقون/10]“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”Orang hidup masih bisa berbuat apa saja, sementara ketika mati segalanya sudah tidak bisa dilakukan.Yang kaya tak lagi bisa sedekah, yang alim tak bisa lagi berdakwah, yang kuat tidak lagi bisa membantu yang lemah, yang ahli ibadah pun tak lagi bisa bersujud dan berzikir. Dan nggak bisa untuk bertobat.Kematian memutus segalanya. Karena itu hidup di dunia ini jauh lebih penting daripada di akhirat.Bagaimana dengan ayat 4 surat ad-Dhuha yang menyatakan bahwa akhirat lebih baik daripada dunia seperti ini.وَلَلْآَخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى [الضحى/4]“Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.”
Islampos.com
Hamas Setujui Gencatan Senjata di Gaza, Warga Palestina Menangis Bahagia
PEMIMPIN Hamas Ismail Haniyeh mengatakan pihaknya menyetujui gencatan senjata di Gaza, Palestina. Warga Palestina menangis bahagia menyambut kabar itu.
Dilansir AFP, Selasa (7/5/2024), kabar soal Hamas menyetujui gencatan senjata di Gaza disambut sorak sorai warga Palestina. Warga bahkan sampai menembakkan kembang api ke udara di jalan-jalan kota Rafah di Gaza selatan.
“Orang-orang menangis bahagia, melantunkan ‘Allahu Akbar’ (Allah Maha Besar) dan menembak kembang api ke udara untuk merayakan berita tersebut,” kata koresponden AFP.
BACA JUGA: Sebut Presidennya Lakukan Genosida di Gaza, Kolombia Setop Hubungan Diplomatik dengan Israel
Ismail Haniyeh sebelumnya mengatakan telah menerima proposal gencatan senjata di Gaza, Palestina dari mediator Mesir dan Qatar. Ismail mengatakan Hamas menyetujui proposal tersebut.
Dilansir, AFP dan BBC, Ismail pada Senin (6/5) telah memberi tahu mediator Qatar dan Mesir bahwa Hamas telah menerima proposal mereka untuk gencatan senjata di Gaza.
Ismail Haniyeh menelepon Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dan dengan Menteri Intelijen Mesir, Abbas Kamel. Ismail memberi tahu mereka tentang persetujuan Hamas soal proposal gencatan senjata.
Rincian lebih lanjut belum diumumkan, termasuk berapa lama hal ini akan berlangsung dan apa dampaknya bagi para sandera yang ditahan di Gaza. []
SUMBER: DETIK