Rabu, 11 Desember 2024

Masihkah Amerika jadi Harapan?

Share

Masyarakat dunia mulai jenuh kepemimpinannya Amerika Serikat (AS) yang terlibat berbagai perang ekspansif menewaskan banyak korban jiwa, belum lagi berbagai kerusakan akibat kapitalisme

Oleh: Ali Mustofa Akbar

Hidayatullah.com | DARI sisi geo-politik internasional, perang di Timur Tengah yang melibatkan kekuatan global kali ini bisa dikatakan hampir mirip dengan kondisi di abad 19.

Saat Perang Dunia I, dengan segala darah, kehancuran politik, ekonomi, sosial, dan psikologis, serta kekacauan politik yang ditinggalkannya, telah menulis akhir dari keperkasaan Eropa ketika dimulai dari era renaissance.

Sekitar abad 15 Eropa mulai merangkak naik, awalnya tidak membayangi dominasi kekhilafahan Utsmani secara langsung. Renaissance berfokus terutama pada Eropa Barat, dengan pusat-pusat budaya dan ilmu pengetahuan di kota-kota seperti Florence, Roma, dan Paris.

Perkembangan seni, arsitektur, dan sains di Eropa Barat selama renaissance tidak langsung mengurangi kekuatan Utsmani, yang tetap dominan di bidang militer dan ekonomi. Baru di sekitar abad 18, Eropa Barat kala itu benar-benar membayangi Utsmani.

Terlalu banyak lontaran kritik terhadap model kemajuan kapitalisme Eropa kala itu, seperti halnya kolonialisme dan imperialisme, praktik kolonialisme Eropa yang menyebabkan eksploitasi sumber daya dan penindasan terhadap negara-negara yang di kuasainya.

Kolonialisme juga mengakibatkan kerusakan budaya, sosial, dan berbagai aspek di wilayah jajahannya. Eric Hobsbawm, dalam bukunya The Age of Revolution, Europe merinci beberapa poin diantaranya: eksploitasi pekerja, krisis sosial, ketidakadilan sosial, ketidaksetaraan, dst. (The Age of Revolution: Europe, Eric Hobsbawm, 1996).

Puncaknya akhir era keperkasaan Eropa adalah saat pembagian kekaisaran dan kerajaan-kerajaan Benua Biru terhadap wilayah-wilayah di luar mereka dalam Konferensi Berlin atau dikenal dengan konferensi Kongo tahun 1884.

Pasca peristiwa senjata kimia 1918 yang diprakarsai Jerman, dominasi Eropa atas ekonomi dunia serta jalur perdagangan dan pelayaran mulai memudar. Mulai tergantikan seiring dengan kemunculan Amerika Serikat yang mengadopsi prinsip-prinsip kapitalisme Eropa dengan kekuatan industri dan militernya, membuka pasar baru untuk produknya, memperluas jaringan darat dan laut serta membuka pangkalan bagi kapal-kapalnya.

Amerika yang kemudian diakui sebagai tambahan kemajuan Barat akhirnya menjadi pemimpin mereka pada tahun 1950, bersamaan dengan pengaruhnya dalam PBB dan lembaga internasional lainnya pada periode pasca Perang Dunia II.

Kemunculan Amerika di luar benua biru, bukan hanya direspon positif oleh Eropa tapi juga wilayah-wilayah jajahan Eropa yang dianggap akan bisa menghapuskan kolonialisme dan membuka jalan baru untuk negara-negara tersebut menentukan jalan sendiri.

Seperti halnya Amerika Latin, Meksiko, Venezuela hingga Philipina yang berharap pada Amerika untuk lepas dari cengkraman Spanyol. Haiti berharap dibantu lepas dari Prancis, India berharap keluar dari Dominasi Inggris, termasuk beberapa negara eropa setelah runtuhnya beberapa kekaisaran, dst (The American Influence in Latin America: A Historical Perspective, Smith John, 2010).

Kekuatan baru yang dianggap sebagai pahlawan baru semakin menguat ketika Presiden AS kala itu, Woodrow Wilson, dalam konferensi perjanjian damai Paris 1919 dan perjanjian Versailess, mengumumkan 14 poin yang berisi penghapusan kolonialisme, perdagangan bebas, upaya perdamaian dunia, “kemerdekaan” negara-negara bekas kekhilafahan utsmani, membentuk LBB (Liga Bangsa-Bangsa) untuk menjamin kedaukatan tiap warga negara, selengkapnya disini: https://www.britannica.com/event/Fourteen-Points

Sementara Inggris dan Prancis yang juga sebagai pihak pemenang Perang Dunia I dari Eropa memutar balikkan perjanjian Paris dan Versailes untuk tetap mempertahankan wilayah-wilayah koloninya termasuk cengkeramannya di Palestina.

Pandangan dunia kepada Amerika kemudian berbalik arah 180 derajat perang dunia II ketika Washington mengambil kepemimpinan blok Barat, dimana negri Paman Sam itu semakin menjiwai ideologi kapitalisme yang diembannya, berdampak pada penguasan kekayaan berbagai negara, terlibat dalam kolonialisme, dan tentu telah mengkhianati perjanjian Paris dan Versailes.

Masyarakat dunia sudah mulai jenuh dan jengah dengan kepemimpinan Amerika Serikat (AS). Amerika terlibat dengan berbagai perang ekspansif yang menewaskan banyak korban jiwa termasuk anak-anak dan wanita.

Berbagai kerusakan akibat kapitalisme, dan kegagalan dalam kepemimpinan dunia lainnya.

Dunia membutuhkan harapan baru. Sebagian menginginkan tampilnya kepemipinan Islam. Hal ini karena masyarakat tidak ingin lagi  menerima harapan palsu.*

Penulis peminat masalah politik internasional

Sumber Klik disini

Tinggalkan Balasan

Table of contents

Read more

Berita lainnya