Pemimpin de Facto Suriah: Revolusi Berakhir, Jauhi Pola Pikir Balas Dendam

Share

Ahmad Al Sharaa

SALAM-ONLINE.COM: Pemimpin de facto Suriah Ahmad al-Sharaa mengatakan bahwa masa depan negaranya akan ditentukan oleh pengampunan dan amnesti. Ia mendesak masyarakat untuk menjauh dari pola pikir dendam dan agitasi revolusioner.

Dalam wawancara selama 15 menit dengan pembuat film Joe Hattab yang dikutip Middle East Eye (MEE), Senin (13/1/2025), Sharaa mengatakan bahwa revolusi telah berakhir dan fokusnya sekarang adalah pada pembangunan dan penataan lembaga-lembaga negara.

“Pola pikir revolusioner tidak bisa membangun negara,” ujarnya. Revolusi, lanjutnya, ditandai dengan agitasi dan perilaku reaksioner, yang mungkin berhasil menggulingkan suatu rezim. Namun tidak cocok untuk membangun rezim.

“Itulah mengapa saya katakan hari ini, bagi kami, revolusi telah berakhir.”

Kelompok Hay’at Tahrir al-Syam (HTS) pimpinan Sharaa memimpin serangan oposisi Suriah pada Desember 2024. Ia menggulingkan rezim Basyar Asad dalam hitungan hari.

Ia mengatakan bahwa meskipun revolusi Suriah akan dihargai dan dirayakan, mentalitas yang berbeda diperlukan untuk fase baru Suriah.

Sebagai bagian dari pendekatan tersebut, ia beberapa kali menegaskan bahwa akan ada pengampunan dan amnesti, kecuali bagi pelaku kejahatan massal dan sistematis.

“Damaskus telah kembali ke kancah internasional. Kami telah mengubah posisi negara yang pernah mengganggu seluruh dunia,” kata Sharaa.

“Hari ini kita telah memulihkan fondasi peradaban ini dan mengembalikannya ke kedudukan strategis, politik, ekonomi dan sosialnya. Jadi Anda tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan besar ini hanya untuk membalas dendam.”

Sharaa mengatakan pejuang Suriah telah mengumumkan amnesti menyusul kemenangan mereka untuk menghindari pertumpahan darah dan mengulangi kesalahan di masa lalu. Setelah pertempuran besar, katanya, hak untuk membalas dendam seringkali “dilepaskan”, kecuali dalam kasus-kasus tertentu.

Kasus-kasus yang ia pilih dalam konteks Suriah adalah para pejabat di penjara Sednaya yang terkenal kejam, kepala cabang keamanan yang menyiksa orang, dan mereka yang membantai dan menjatuhkan bom terhadap warga sipil.

“Keadilan harus ditegakkan melalui peradilan dan hukum,” katanya, sambil menekankan bahwa hak-hak setiap orang akan terjamin, termasuk baik korban maupun pelanggar. “Jika dibiarkan saja, maka hukum rimba akan berlaku,” tegasnya.

Sekarang orang bisa saling percaya satu sama lain

Sharaa mengatakan, puluhan tahun di bawah rezim dinasti Asad telah menyebabkan masyarakat tidak percaya satu sama lain. Maka upaya sekarang harus dilakukan untuk membantu masyarakat hidup bersama secara harmonis.

“Orang-orang dulu hidup dalam rasa curiga dan takut satu sama lain,” katanya. “Sekarang orang bisa saling percaya lagi.”

“Siapa pun bebas mengutarakan pendapatnya, selama tidak melanggar hukum, merusak fasilitas umum, atau mengganggu kehidupan bermasyarakat.”

Dia menekankan bahwa di daerah yang dianggap sebagai benteng pasukan Asad, masyarakat tidak melarikan diri setelah serangan pejuang oposisi. Sebaliknya, katanya, lebih banyak orang yang pindah ke daerah tersebut.

“Tidak ada seorang pun yang melarikan diri dari daerah tersebut. Tidak ada satupun Muslim, Kristen, Kurdi, Alawi atau Druze,” katanya. “Pertempuran ini ditandai dengan belas kasihan dan penyatuan kembali keluarga, jadi bagaimana mungkin orang-orang tidak bahagia?”

Sharaa bersumpah untuk melindungi hak semua orang. “Bahkan jika itu mengorbankan nyawaku.”

Di tempat lain dalam wawancara tersebut, pemimpin de facto tersebut mengatakan bahwa ia yakin dalam waktu dua tahun, hanya sekitar satu hingga 1,5 juta pengungsi Suriah di seluruh dunia yang akan tetap berada di luar Suriah.

Dia mencatat di bawah pemerintahan sebelumnya, paspor Suriah telah menjadi salah satu yang terlemah di dunia, meskipun merupakan salah satu yang termahal.

Insya Allah paspor Suriah akan memiliki arti penting dalam beberapa tahun ke depan, katanya. “Yang paling menyakitkan bagi saya adalah melihat orang-orang berebut paspor dan betapa buruknya perlakuan terhadap mereka di bandara.”

“Rakyat Suriah merasa rendah diri dibandingkan warga negara lain karena kekuatan warga negara berasal dari kekuatan negaranya.”

Kini, katanya, warga Suriah merasa bangga dan dihormati oleh negara lain di seluruh dunia.

Dia menambahkan bahwa perang yang dilakukan oleh orang-orang tertindas jarang berhasil selama satu abad terakhir. Namun Suriah telah menulis “babak baru dalam sejarah”.

“Kami berperang membela kaum tertindas tanpa sumber daya, namun kami berhasil mendapatkan kembali hak-hak kami, karena kebenaran jauh lebih kuat daripada kepalsuan.” (S)

Sumber Klik disini

Read more

Local News