Jakarta (Mediaislam.id) – Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus di atas segala-galanya. Tidak boleh kecintaan kepada makhluk melebihi kecintaan kepada al Khaliq (sang maha pencipta) yaitu Allah SWT.
“Seseorang boleh mencintai siapapun, kita mencintai ibu, ayah, anak, saudara, suami terhadap istri atau sebaliknya atau yang lainnya. Akan tetapi kecintaan kepada Allah itu harus di atas segala-galanya,” jelas Ustaz Asep Syaripuddin dalam kajian online pada Jumat (22/12/2023).
Sehingga, kata Ustaz Asep, jika ada seseorang yang lebih cinta kepada makhluk dari pada kepada Allah, itu bermasalah dalam soal keimanan.
Dalam kajian tersebut, seorang jemaah bertanya terkait polemik saat ini, yaitu ucapan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) soal ada yang tidak mengucapkan “amin” usai pembacaan Al Fatihah dan mengganti satu telunjuk menjadi dua telunjuk saat tasyahud. Menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Asep menjelaskan dimana letak permasalahannya.
“Masalahnya ada di ucapan ‘saking cintanya’ kepada capres (calon presiden) tertentu, sampai-sampai tidak mau mengucapkan “amin” karena diidentikan kalimat dukungan untuk capres yang lain dan mengganti gerakan tasyahud dari satu jari telunjuk menjadi dua jari sebagai simbol dukungan kepada capres tertentu,” jelas Ustaz Asep.
Ketua Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) itu menjelaskan, bahwa gerakan shalat sudah ada aturan syariatnya yang tidak boleh diubah-ubah. “Shalat itu ibadah utama yang ada tata cara dan contohnya dari Nabi Muhammad SAW, shalat adalah momen kita berinteraksi kepada Allah, wujud cinta kepada Allah, tidak boleh diubah-ubah, apalagi dengan alasan cinta kepada makhluk,” tuturnya.
“Jadi itu deliknya, mengganti gerakan shalat karena saking cintanya kepada makhluk, dalam hal ini kepada capres yang didukungnya. Mengganti gerakan shalat itu dilarang karena melanggar syariat,” tambah Ustaz Asep.
Lain halnya jika yang diucapkan dalam bentuk kewaspadaan. “Misalnya dia mengatakan jangan sampai karena mendukung capres tertentu sampai-sampai tidak mengatakan “amin” dan mengganti gerakan tasyahud. Nah kalau seperti itu bisa dipahami, artinya dia sedang edukasi supaya tidak melanggar syariat hanya karena urusan politik,” jelas Ustaz Asep.
“Akan tetapi ini yang diucapkan adalah karena saking cintanya kepada capres, sampai-sampai ada yang mengganti ucapan dan gerakan shalat, jadi seolah-olah ada kejadiannya,” tambahnya kemudian.
Ia juga mempertanyakan, di mana dan kapan kejadian ada momen pergantian tata cara shalat tersebut? “Jangan-jangan dia ngarang, seolah-olah ada yang melakukan itu, kalau tidak ada mungkin karena sedang ‘menjilat’ capres yang didukungnya,” tutur Ustap Asep.
Sehingga, lanjut dia, jika masalah ini sampai diproses hukum, maka di dalam pengadilan harus dibuktikan pernyataan tersebut.
Ustaz Asep mengingatkan, bahwa fokus masalah ini tentang dugaan penistaan agama, jangan dibawa ke ranah politik karena bisa memecah belah masyarakat. “Siapapun orangnya, dari agama apapun dia, baik dalam momen kontestasi politik ataupun tidak, tidak boleh melakukan penistaan agama,” tandasnya.
Sebelumnya, beredar video Zulhas yang mengungkapkan adanya fenomena dimana ada jemaah shalat tidak mau membaca “amin” usai pembacaan surat Al-Fatihah. Hal itu, disinyalir karena kata “amin” dianggap sebagai kalimat dukungan untuk pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin (AMIN), sementara yang shalat adalah pendukung Prabowo Subianto.
“Jadi kalau shalat Maghrib baca Al Fatihah, ‘waladholin…. Ada yang diem sekarang pak. Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya.
Kemudian Zulhas juga mengatakan ada fenomena yang duduk tahiyat menunjuk tidak lagi menggunakan satu jari tetapi dua jari.
“Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah), saking apa itu ya,” ujar Zulhas. [ ]
Sumber Klik disini