Khutbah Jumat: Empat Akhlak Mulia Nabi Muhammad ﷺ

Share

Maulid (kelahiran) Baginda Nabi Muhammad ﷺ harus kita peringati dengan cara meniru dan meneladani akhlak beliau, di bawah ini naskah khutbah Jumat kali ini

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Hidayatullah.com | AJARAN akhlak yang diusung Baginda Rasulullah ﷺ adalah akhlak yang berisi sikap bahagia dengan kebahagiaan umat Islam dan merasa sakit dengan rasa sakitnya umat Islam.

Di bawah ini naskah lengkap khutbah Jumat kali ini bertepatan kelahiran Baginda Nabi Muhammad ﷺ.

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Bicara tentang akhlak Nabi Muhammad ﷺ bagaikan menyelami samudera yang sangat luas dan dalam. Bahkan seandainya batang-batang pohon dijadikan pena untuk menuliskannya dan lautan sebagai tintanya, masih jauh dari menggambarkan, melukiskan, dan menerangkan keagungan serta kemuliaan akhlak Rasulullah ﷺ.

Lantaran luas dan banyaknya wangi akhlak Rasulullah ﷺ, kita perlu mengetahui ringkasannya, supaya lebih mudah dalam mengamalkan dan mencontohnya.

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengutip dari Imam Abu Muhammad bin Abi Zaid, yang menuturkan bahwa Imam Malik ketika berada di Magrib (Maroko) pernah berkata,

“Seluruh akhlak yang baik bermuara kepada empat hadits :

Pertama, sabda Rasulullah ﷺ :

مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أوْ لِيَصْمُتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam.”

Kedua, sabda Rasul ﷺ :

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ، تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Di antara kesempurnaan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.”

Ketiga, wasiat Rasul ﷺ kepada seorang sahabat, لا تغضب (Jangan marah)

Keempat, sabda Rasul ﷺ :

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)

Dari empat hadits di atas kita bisa memperoleh banyak sekali pelajaran yang harus menjadi perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Hadits pertama mengajarkan kepada kita untuk berpikir matang sebelum melontarkan satu kata apalagi satu kalimat. Setiap ucapan yang kita lontarkan ada pertanggungjawaban di sisi Allah SWT.

Kalau yang kita ucapkan adalah hal-hal yang terpuji, Insya Allah, pahala yang akan diperoleh. Jika yang diucapkan adalah kata-kata yang buruk : cacian, hinaan, sumpah serapah, atau semisal kata-kata kebun binatang, maka dosa yang kita dapatkan.

Allah SWT berfirman :

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaaf : 18)

Lewat hadits ini pula, Rasul ﷺ mengajarkan akhlak bahwa sebagai orang Islam hendaknya kita selalu berbicara dalam urusan yang bermanfaat untuk urusan dunia atau urusan akhirat.

Sebagai orang Islam, kita diajari akhlak oleh beliau ﷺ untuk menahan diri dari mengucapkan kata-kata yang menyakitkan saudara kita, apalagi sampai menimbulkan kerusakan serta permusuhan di antara sesama, sehingga mengundang murka dan kemarahan Allah SWT.

Sahabat Luqman al-Hakim pernah berkata kepada anaknya; “Seandainya bicara itu terbuat dari perak maka diam itu adalah emasnya.”

Ibnu Mubarak mengomentari nasihat Luqman dengan berkata; “Jika bicara dalam hal menjalankan ketaatan kepada Allah senilai perak maka diam dari ucapan kemaksiatan kepada Allah senilai emas.”

Dikisahkan dari Lukman al-Hakim bahwa tuannya menyerahkan seekor kambing kepadanya, lalu sang tuan berkata kepadanya, “Sembelihlah kambing itu, lalu berikan padaku bagian yang terbaik dari kambing itu.” Lukman pun memberikan hati dan lidah kambing kepada sang tuan.

Beberapa hari kemudian sang tuan menyerahkan lagi seekor kambing kepadanya seraya berkata, “Sembelihlah kambing ini dan berikan kepadaku bagian yang terjelek dari kambing itu.”

Lalu Lukman pun memberikan hati dan lidah kambing tersebut kepadanya. Maka sang tuan menanyakan hal itu, Lukman menjawab, “Keduanya (lidah dan hati) merupakan anggota terbaik jika keduanya baik dan merupakan anggota yang terjelek jika keduanya jelek.”

Kaum Muslimin Jamaah Jumat Hafidzakumullah

Mari kita masuk pada hadits kedua seperti yang disebutkan oleh Imam Malik. Hadits kedua mengandung ajaran akhlak dari Rasulullah ﷺ bahwa seorang muslim hendaknya memalingkan dirinya dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat.

Tanda kejujuran dalam keislaman adalah tidak menyibukkan diri dengan hal yang tidak berguna.

Seorang muslim yang terjatuh dalam perbuatan yang nihil manfaat, sama artinya dia tidak menyadari bahwa Allah SWT selalu bersamanya. Seseorang yang kehilangan kesadaran seperti ini, lambat laun akan merusak amalnya sendiri dan termasuk kelompok yang binasa.

Habib Ahmad bin Hasan al-Attas Ba’alawi berkata: “Siapa yang ingin mendapatkan waktu yang telah terlewatkan dengan sia-sia, hendaklah dia menjaga empat waktu ini : sebelum fajar, setelah fajar sampai terbitnya matahari, sebelum terbenamnya matahari, dan waktu antara magrib dan isya.”

Kiat dan tips menjadi pribadi yang terhindar dari perkara-perkara yang tidak bermanfaat, bisa kita ambil dari nasihat Sayidina Umar bin Khattab kepada seseorang.

Beliau mengatakan : (1) Jangan berbicara tentang hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagimu (2) Jauhi orang yang memusuhimu (3) Berhati-hatilah dengan teman yang dianggap dapat dipercaya sebab hanya sosok yang takut kepada Allah-lah yang bisa dipercaya (4) Jangan berjalan dengan ahli berbuat dosa, nanti engkau akan diajari cara berbuat dosa sepertinya (5) Jangan menyebarkan rahasiamu (6) Jangan bermusyawarah dengan siapa saja kecuali dengan orang-orang yang takut kepada Allah.

Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah

Ketiga, Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan kepada kita akhlak tentang menjadi pribadi yang tidak mudah tersulut emosi, tidak gampang naik pitam, tidak mudah terprovokasi. Intinya, pribadi yang tidak suka marah-marah. “Jangan marah,” begitulah wasiat yang beliau sampaikan. Terkesan singkat namun mengandung lautan hikmah yang amat luas.

Marah adalah pangkal kejahatan yang menjadi tanda kelemahan diri seseorang, meski dia memiliki badan yang kuat dan otot yang sehat. “Orang yang kuat itu bukan dengan jago gulat, tapi orang kuat adalah yang mampu menguasai hawa nafsunya ketika marah,” sabda Rasulullah ﷺ.

Ada seseorang datang kepada Abdullah bin Mubarak. Ia mengeluhkan atas kedurhakaan anaknya kepada dirinya. Ibnu Mubarak bertanya kepadanya, “Apakah engkau jika marah, mendoakan keburukan kepadanya?” Dia menjawab, “Iya.”

Beliau berkata; “Hakikatnya engkau yang telah merusak anakmu sendiri.”

Dikisahkan, Imam Ali Zainal Abidin pernah mengalami kejadian yang tidak mengenakkan. Pembantunya yang sedianya akan menyediakan air di sebuah ceret, ternyata ceret dan isinya jatuh tertimpa Imam Ali dan membasahi wajahnya.

Beliau mengangkat kepala kepadanya yang dibalas pandangan ini dengan ucapan, “Allah SWT berfirman : ‘Wal Kaadzimiinal Ghaidza (Orang-orang yang menahan marah).” Beliau mengatakan, “Aku telah menahan kemarahanku.”

Pembantunya berkata kembali, “Allah SWT berfirman, ‘Wal-‘aafiina ‘anin-naas (Orang-orang yang mau memaafkan kesalahan manusia).” Beliau berkata, “Semoga Allah mengampuni kesalahanmu.”

Pembantunya berkata lagi, “Allah SWT berfirman, “Wallaahu Yuhibbul Muhsiniin (Allah suka kepada orang-orang yang berbuat baik).” Imam Ali Zainal Abidin mengatakan kepadanya, “Pergilah. Engkau sekarang menjadi manusia merdeka karena Allah.”

Lihatlah, para jamaah, bagaimana dari sebuah kesalahan justru berujung kepada kebahagiaan karena kecerdasan Imam Ali dalam mengelola emosi, sehingga beliau mendapatkan kebaikan berkali-kali lipat, dibandingkan dengan kemarahan akibat sebuah kesalahan yang tidak seberapa.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah

Keempat, Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi yang baperan (mudah terbawa perasaan), tapi bukan baperan dalam perkara yang tidak penting.

Dalam kalimat lain, jika kita menginginkan kebaikan, kebahagiaan, dan ketenangan hidup untuk diri kita, maka apa yang kita inginkan juga harus kita lakukan untuk orang lain. Jangan sampai, kita menginginkan kebaikan, tapi keburukan kita timpakan kepada orang lain.

Kita menginginkan kebahagiaan, tapi kita menimpakan kesedihan kepada orang lain. Kita menginginkan ketenangan, tapi kita menciptakan keresahan bagi orang lain.

Di zaman Nabi Muhammad ﷺ ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi Muhammad ﷺ, “Ya Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina,” kata si pemuda. Nabi ﷺ berkata, “Apakah kau suka bila ibumu berzina?” “Tidak, demi Allah yang menjadikan aku sebagai tebusanmu.” “Demikian pula orang-orang lain mereka tidak menginginkan hal itu terjadi pada ibu mereka,” kata beliau.

“Sukakah engkau jika anak perempuanmu berzina?” “Tidak, demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” “Demikian pula orang-orang lain, mereka tidak menginginkan hal itu terjadi pada anak mereka,” jelas beliau.

“Sukakah engkau jika saudarimu berzina?” “Tidak, demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” “Demikian pula orang-orang lain, mereka tidak menginginkan hal itu terjadi pada saudara perempuan mereka,” kata beliau.

“Sukakah engkau jika bibimu berzina?” “Tidak, demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” “Demikian pula orang-orang lain, mereka tidak menginginkan hal itu terjadi pada bibi mereka,” kata beliau.

Beliau lalu meletakkan tangan di tubuh pemuda itu seraya mendoakannya; “Ya Allah, ampuni dosanya, sucikan hatinya, dan jagalah kemaluannya.” Sejak saat itu si pemuda tidak tergoda lagi untuk berzina.

Dalam sebuah kisah yang lain, disebutkan ada seseorang yang mengeluh banyaknya tikus yang berseliweran di dalam rumahnya. Kawannya berkata, “Pelihara saja seekor kucing.” Dijawab oleh pemilik rumah, “Aku khawatir tikus itu mendengar suara kucing lalu ia kabur ke rumah tetanggaku. Kalau itu sampai terjadi, maka aku termasuk orang yang tidak menyukai sesuatu menimpa diriku, tapi aku biarkan hal itu terjadi kepada orang lain.”

Inilah ajaran akhlak yang diusung sejak dulu oleh Rasulullah ﷺ untuk kita terapkan. Akhlak yang berisi sikap bahagia dengan kebahagiaan umat Islam dan merasa sakit dengan rasa sakitnya umat Islam.

Memperingati maulid Nabi Muhammad ﷺ berarti memperingati akhlak. Memperingati akhlak berarti mengamalkannya dalam tindak-tanduk kita. Peringatan maulid jangan dijadikan bak monumen di sebuah jalan, sekadar menjadi penghias, setelah itu diabaikan begitu saja.

Memperingati maulid Nabi Muhammad ﷺ maka harus disertai dengan meniru dan meneladani akhlak, sekurang-kurangnya empat akhlak di atas : berkata yang baik atau diam, meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat, tidak mudah marah, dan mencintai saudara kita seperti mencintai diri sendiri.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

اَلْحَمْدُ للّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ

أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْن

Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com. Khutbah Jumat ini kerjasama dengan Rabithah Alawiyah Kota Malang

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News