Iman adalah petunjuk sekaligus cahaya bagi hati, perekat kebahagiaan dan tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhirat
Hidayatullah.com | IMAN merupakan perkara penting dalam kehidupan manusia . Tanpa adanya iman manusia akan terombang ambing tak tentu arah dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Iman adalah petunjuk sekaligus cahaya bagi hati, perekat kebahagiaan dan tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhirat.
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرَّاشِدُوْنَۙ (٧)
“Dan ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS: Al-Hujurat [49]: 7)
يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (١٧)
“Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Jangan kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (QS: Al-Hujurat [49]: 17).
“Katakanlah (hai orang-orang yang beriman), “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS: Al-Baqarah [2]: 136)
Iman adalah cahaya terang yang menerangi hati dan memberikan inspirasi positif bagi seseorang. Ia akan mewarnai jiwa manusia sehingga jelaslah tujuan hidup dan jalan yang ditempuhnya.
Berubah tingkah laku, pandangan hidup, dan membangkitkan jiwa seseorang untuk hijrah dari gelapnya dunia jahiliyah menuju terangnya dunia keimanan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَاٰمِنُوْا بِرَسُوْلِهٖ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَّحْمَتِهٖ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهٖ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ (٢٨)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepada dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS: Al-Hadid [57]: 28)
Iman itu cahaya. Cahaya itu menerangi hati, akal, dan ruh seorang mukmin.
Oleh karena itu, hati seorang mukmin terang benderang. Dia dengan mudah dapat membedakan antara yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan yang tidak berguna, untuk urusan dunia terlebih urusan akhirat.
Begitu juga akal seorang mukmin. Dengan akal yang diterangi dengan cahaya iman, akalnya tidak akan digunakan untuk memanfaatkan orang lain. Seperti menipu, memperdaya, membuat konspirasi, dan agitasi sehingga muncul friksi dan konflik.
Sebaliknya, akal seorang mukmin kerap memberi solusi bagi berbagai persoalan yang berkelindan dalam kehidupan.
Jiwa tanpa iman selalu berada dalam kegelisahan, kegoncangan, kebingungan, dan ketakutan. Ia laksana kapal yang diombang-ambingkan badai di tengah lautan.
Ia bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri searah dengan deru angin. Dan yang dapat menghapus kegelisahan dan kegundahan ini dari jiwa manusia hanyalah iman.
Karena itu tidak ada jalan lain untuk menuju ketenangan pribadi dan masyarakat kecuali dengan iman dan ketundukan kepada Allah SwT.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96).
Seseorang boleh berbangga dan merasa bahagia pada saat memiliki kekayaan, harta berlimpah, rumah mewah, tanah yang luas, jabatan yang tinggi atau umur yang panjang namun harus disadari itu semua merupakan kebahagiaan nisbi yang terbatas pada kehidupan duniawi belaka, apalagi jika tidak dilandasi dengan iman maka segala kenikmatan tersebut akan berbuah malapetaka.
Tanpa iman hidup manusia akan hampa, tidak memiliki nilai dan jati diri di sisi Allah dan bahkan tidak berbeda dengan makhluk lain seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS:Ali-Imran [3]: 178)
Iman bukanlah semata-mata perkataan “saya beriman”. Banyak orang yang mengaku beriman tapi hatinya tidak percaya. Iman bukan pula mengerjakan amal dan syariat yang biasa dikerjakan oleh orang-orang beriman.
Banyak orang mengaku beriman tapi hatinya tidak percaya, juga banyak orang yang lahirnya mengerjakan ibadah tapi hatinya kosong dari kebaikan dan keikhlasan.
Iman sesungguhnya adalah gabungan dari keyakinan dalam hati yang diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ (١٥)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS:Al-Hujurat [49]: 15)
Yang dimaksud pengucapan dengan lisan adalah kesaksian bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan hak kecuali Allah SwT dan bahwasannya Muhammad ﷺ adalah utusan Allah. Juga meyakini hal itu di dalam hati.
Sedangkan yang dimaksud mengamalkan dengan anggota badan melaksanakan perintah-perintah-Nya baik yang sunnah maupun yang wajib dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ (١٧٧)
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat- malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang- orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Baqarah [2]: 177).
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang atau enam puluh sekian cabang. Yang tertinggi adalah ucapan Laa ilaaha illallah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Bukhari-Muslim).
Hadits tersebut mengindikasikan keyakinan kepada Allah merupakan derajat iman yang tertinggi. Ucapan Laa ilaaha illallah, tak sekadar pekerjaan lisan semata; tetapi keyakinan hati yang mengejawantah di dalam amal perbuatan.
Apabila tidak ada pembenaran di dalam hati, maka ikrar dan amalnya akan sia-sia. Apabila ada keyakinan di dalam hati, namun tidak disertai dengan amal anggota badan maka iman pun akan hilang.
Iman bukanlah sekedar keyakinan, melainkan sejatinya iman adalah keyakinan yang berkonsekwensi pada ketaatan dan ketundukan.
Iman adalah meyakini Allah SwT sebagai Tuhan alam semesta dan membenarkan semua yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ dengan disertai penerimaan yang tulus dan penuh ketundukan.
Hanya meyakini kebenaran Rasulullah ﷺ saja tidak cukup menjadi keselamatan bagi seorang hamba dan dikategorikan sebagai seorang mukmin. Orang-orang Yahudi telah meyakini kebenaran Rasulullah ﷺ dan menyaksikan mukjizat beliau.
Mereka telah membuktikan adanya sifat-sifat beliau yang telah Allah terangkan di dalam Taurat. Namun, dengan semua itu tetaplah mereka bukan orang-orang yang beriman.
Oleh karena iman meliputi keyakinan di dalam hati, ucapan dan perbuatan maka iman tidak akan mendatangkan kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan keimanan tersebut dalam amal nyata yang berupa amal shalih.
Demikian sebaliknya seseorang yang bersungguh-sungguh dalam beramal shalih namun dia tidak mempunyai iman, maka dia tidak akan mendapatkan kebaikan dalam hidupnya. Allah SwT berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ (٩٧)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl [16]: 97)
Ayat di atas merupakan janji Allah SwT bagi siapapun yang beriman serta beramal saleh, bahwa ia akan mendapat karunia dari Allah SwT berupa hidup bahagia.
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan janji Allah bagi mereka yang mengerjakan amal shalih disertai iman, yakni meraih kehidupan yang baik di dunia dan kelak memperoleh pahala yang berlimpah di akhirat.
Dalam ayat ini pula Allah SwT menegaskan makna dan arah hidup seorang muslim, yakni meraih kehidupan yang baik dan pahala yang baik.
Dalam ayat tersebut Allah SwT menjanjikan kehidupan yang baik dan pahala bagi orang beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan yang didasarkan atas iman.
Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang nyaman dan sejahtera tidak diliputi kesedihan dan kecemasan. Namun perlu diketahui bahwa kehidupan yang baik bukan berarti kehidupan mewah tanpa ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang diliputi rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima cobaan dan rasa syukur ketika menerima nikmat dari Allah SwT.
Dengan demikian tidak ada rasa takut dan kesedihan hati karena dia meyakini bahwa dibalik ketentuan-Nya adalah pahala yang menanti.
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa hidup yang baik hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Berkaitan dengan hal ini, dalam Surat Al-Baqarah ayat 62 dinyatakan bahwa orang yang beriman dan beramal shalih mendapatkan tiga perolehan: pahala dari Tuhan mereka, tidak mengalami ketakutan, dan tidak bersedih hati.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ (٦٢)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah [2]: 62)
Dalam segmentasi lain, Allah juga menegaskan stigma hidup bahagia (tidak merugi) adalah hidup yang berdasar keimanan dan amal saleh. Allah SwT berfirman dalam QS. Al-Ashr ayat 1-3,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Seorang mukmin yang ingin hidupnya baik haruslah beriman dan beramal shalih. Amal shalih adalah amal yang sesuai dengan perintah Allah SwT dan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ.
Karena amal ibadah tidak akan diterima melainkan sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasulullah ﷺ. Bahkan amalan-amalan yang dikerjakan tanpa adanya petunjuk dari Rasulullah ﷺ akan membuat pelakunya semakin jauh dari Allah.
Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan; ‘’Sebagaimana halnya bahwa setiap amal yang tidak diniatkan karena wajah Allah SwT maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula setiap amalan yang bukan perintah Allah dan Rasul-Nya adalah tertolak atas pelakunya, dan setiap orang yang mengada-ada dalam urusan agama yang tidak diperkenankan Allah dan Rasul-Nya maka itu bukan termasuk agama sedikit pun.”
“Beriman dan mengerjakan kebajikan, iman dan amal shaleh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipasahkan karena apabila salah satu dari keduanya tiada maka kesempurnaan dari salah satunya akan berkurang.”
“Iman tanpa amal itu hampa sedangkan amal tanpa iman itu percuma. Iman adalah fondasi sedangkan amal adalah implementasi.”
وَاَ مَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَيُوَفِّيْهِمْ اُجُوْرَهُمْ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan adapun orang yang beriman dan melakukan kebajikan, maka Dia akan memberikan pahala kepada mereka dengan sempurna. Dan Allah tidak menyukai orang dzalim.” (QS: Ali ‘Imran [3]: 57)
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ يَهْدِيْهِمْ رَبُّهُمْ بِاِ يْمَا نِهِمْ ۚ تَجْرِ يْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْاَ نْهٰرُ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS: Yunus [10]: 9)
Iman dan amal shalih merupakan syarat pokok untuk mewujudkan kehidupan yang baik, dan keduanya menjadi modal utama bagi setiap muslim.
Iman bukan sekedar meyakini adanya Allah SwT dengan segala keesaan-Nya, tetapi iman juga berkaitan dengan segala kebajikan yang ada di muka bumi ini, seperti berbakti kepada kedua orang tua, mendidik anak, menyelamatkan kehidupan umat manusia dari kerusakan, bahkan mencintai sesama muslim pun termasuk iman. Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikianlah iman dan amal shalih, dengan keduanya kehidupan seorang mukmin akan senantiasa tuma’ninah lahir dan batin, yang diliputi kelapangan hati dan kebahagiaan hakiki.
Karena itu seorang mukmin sejati tidak akan cemas, resah, dan diliputi ketakutan karena semua yang dilakukannya senantiasa dilandasi iman yang kuat dan jiwa yang ikhlas.
Ketika berhasil apa yang dilakukan akan disyukuri sebagai nikmat dari Allah. Kalaupun gagal akan dihadapi dengan sabar sebagai ujian dari Allah, yang akan Allah ganti dengan yang lebih baik di akhirat.
Inilah kunci kebahagiaan seorang muslim dalam menjalani hidup di dunia, dan di akhirat kelak mendapatkan kebahagiaan sejati berupa kehidupan surgawi tempat segala kenikmatan. Wallahu A’lam.*/ Suko Wahyudi
Sumber Klik disini