BRIN: Internet Pengaruhi Peningkatan Hubungan Seks Remaja sebelum Menikah

Share

Hidayatullah.com—Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andhika Ajie Baskoro mengatakan internet telah mempengaruhi peningkatan risiko hubungan seks pranikah di kalangan remaja.

Ia menyampaikan bahwa jumlah remaja dunia yang mencapai sekitar 1,2 miliar dan proporsi diperkirakan sekitar 16% dari jumlah keseluruhan. Di Asia Tenggara, jumlahnya diperkirakan sekitar 360 juta dan 20% dari populasi adalah remaja.

Sedangkan di Indonesia, jumlahnya diperkirakan sekitar 44 juta dan proporsinya diperkirakan sekitar 16%. Ia menyampaikan hal ini saat membahas pengenalan alat kontrasepsi dan edukasi seksual pada remaja dalam webinar “Repoductive Issues & Sexual Education (RISE)” dengan tema “Remaja Indonesia Melek Kontrasepsi, Perlukah?”.

“Data remaja tersebut menunjukkan bahwa masa depan suatu negara dipegang oleh generasi remaja yang menunjukkan proporsi besar. Jadi, penting untuk berinvestasi pada remaja,” ungkapnya.

Dengan jumlah dan proporsi yang cukup besar, maka menjadi penting untuk menginvestasikan masa depan pada kelompok usia remaja, terutama untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Terhadap itu, menurut Andhika, tidak serta merta akibat bisa meningkatkan risiko remaja dalam status “engaged” pada perilaku seksual berisiko. Hal ini bergantung pada konten apa yang diakses oleh mereka.

“Studi menunjukkan, keterpaparan terhadap konten pornografi menjadi faktor penentu yang berasosiasi pada peningkatan risiko perilaku seksual berisiko pada remaja,” urai Andhika.

Ia memberi contoh beberapa studi di Indonesia yang menunjukkan penggunaan aplikasi kencan masih didominasi motivasi untuk mencari jodoh. Walau ada sebagian kecil yang menggunakannya untuk mencari pasangan seksual.

Menurutnya, permasalahan terkait perilaku seksual pada remaja adalah permasalahan serius dan dapat berdampak pada kondisi Kependudukan.

Sebab, pendidikan seksualitas sebagai upaya pembekalan remaja sehingga remaja dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

“Perlu pelibatan orang tua untuk menjadi ruang aman dalam melakukan diskusi terkait isu seksualitas,” tutupnya di laman BRIN.

Sementara Dr. Nawawi, MA, Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa pada era globalisasi, setiap individu, terutama remaja, sangat mudah untuk mengakses berbagai macam informasi melalui media sosial.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk memilih informasi yang bermanfaat, khususnya terkait kesehatan reproduksi.

“Pendidikan seksualitas dan reproduksi yang tepat berbasis pengetahuan, disesuaikan nilai budaya lokal, sangat perlu untuk membuat keputusan yang bijak terkait kehidupan seksual,” ungkap Nawawi.

Nawawi memandang, adanya dinamika remaja Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, dan sosial ekonomi dalam membahas kesehatan reproduksi. Menurutnya, ada tantangan tersendiri dalam mengenalkan kontrasepsi kepada remaja di Indonesia.

Selain itu, meningkatnya akses terhadap media sosial saat ini juga menjadi problematika. Sulit untuk mengontrol karena akses informasi terbuka sangat bebas.

Hal ini juga berimplikasi pada berbagai hal, termasuk menjaga perilaku yang bertanggung jawab dari remaja terkait pemahaman kontrasepsi dan juga seksualitas.

Sementara seorang pemerhati dari Malaysia, June Low memaparkan hasil risetnya tentang edukasi penggunaan kontrasepsi pada remaja. Sedangkan Vensya Sitohang selaku Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lansia Kementerian Kesehatan membahas tentang dukungan kepada remaja sehat dengan pendidikan dan layanan kesehatan reproduksi berkualitas.*

Sumber Klik disini

Table of contents

Read more

Local News