Syariah mungkin pilihan terbaik untuk Suriah saat ini, hanya saja Barat, yang dimotori Amerika tentu tidak akan tinggal diam jika ada upaya penegakkan Islam
Oleh: Ali Mustofa Akbar
Hidayatullah.com | MUSLIM yang memahami betul akan tuntutan keimanannya tentu memiliki cita-cita mulia agar hukum-hukum Allah Swt diterapkan di muka bumi. Tak terkecuali Suriah, bumi Syam yang memiliki sejarah panjang kegemilangan Islam.
Pasca runtuhnya Basyar Al-Assad, banyak diantara kam muslim yang menaruh harapan besar bahwa negri ini menjadi titik awal berdirinya institusi pemersatu ummat dan penerap syariah. Namun di depan ada beberapa tantangan yang mesti di hadapi. Diantaranya:
Tantangan pertama: Manuver Zionis
Pasca lengsernya Assad, diberitakan Zionis menyerang dengan sekitar 300 serangan dalam waktu kurang dari dua hari, dilaporkan gempuran menargetkan berbagai lokasi di Suriah, termasuk Kota Raqqa, pedesaan Damaskus, serta pusat penelitian ilmiah di Aleppo dan wilayah sekitar ibu kota. (Aljazeera, 09/12/24)
Dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, ketidakpedulian masyarakat internasional, dan kesibukan Suriah baru dalam menangani masa transisi politiknya, zionis juga melakukan penyebaran pasukan militernya di zona penyangga dataran tinggi Golan, dimana hal ini dimungkinkan berubah menjadi pendudukan permanen.
Pada kasus ini, Zionis telah melanggar perjanjian 1974 tentang kawasan tersebut. Berdasarkan perjanjian itu, Dewan Keamanan PBB menempatkan pasukan internasional di zona tersebut sebagai satu-satunya pihak militer yang diizinkan berada di wilayah Golan.
Manuver pihak penjajah mencakup beberapa potensi strategis diantaranya sebagai berikut:
Pertama: Penguasaan Wilayah Strategis
“Israel” tampaknya berusaha memperkuat kendalinya atas wilayah strategis di perbatasan Suriah, khususnya di Dataran Tinggi Golan tersebut. Dengan mendudukinya, “Israel” dapat meningkatkan pengawasan militer dan intelijen di kawasan tersebut, terutama karena lokasi itu bisa menjadi titik pengamatan penting.
Kedua: Melemahkan Kekuatan Militer Suriah ke depan
Disamping untuk pertahanan wilayah “Israel”, maka dengan menyerang pangkalan udara, fasilitas penelitian ilmiah, dan infrastruktur militer lainnya tersebut, “Israel” disinyalir bertujuan untuk melemahkan kemampuan militer Suriah secara permanen.
Ketiga: Eksploitasi Sumber Daya
Penguasaan wilayah tersebut juga bisa terkait dengan rencana eksploitasi sumber daya alam, seperti air dan potensi jalur minyak yang melewati kawasan itu, termasuk hubungannya dengan proyek jalur minyak.
Tantangan Kedua: Tuntutan Faksi-Faksi Yang Terlibat Revolusi
Terdapat faksi-faksi yang memiliki latar belakang berbagai ideologi dalam revolusi Suriah kali ini termasuk diantaranya masyarakat umum yang sudah muak dengan rezim Assad. Selain HTS (Hay’iat Tahrir Asy-Syam) yang dikenal berideologi Islam, terdapat beberapa faksi-faksi yang ikut serta dalam pelengseran Assad dengan latar belakang ideologi, tujuan, dan kepentingan yang berbeda.
Sebut saja: Free Syrian Army (FSA) adalah salah satu kelompok yang terbentuk pada 2011. FSA awalnya didirikan oleh pembelot dari Angkatan Bersenjata Suriah. FSA memiliki latar belakang dan cita-cita nasionalis sekuler.
Faksi berikutnya National Front for Liberation (NFL) adalak faksi oposisi yang dibentuk pada tahun 2018. Kemudian Ahrar Asy-Syam yang dikenal berafiliasi Islam moderat.
Lalu faksi Jaish al-Izza dibentuk Pada 2019, dengan kepemilikan senjata-senjata canggih dari Barat. Ada juga faksi Nuruddin Zanki, dan faksi-faksi lain dari latar belakang ideologi.
Berangkat dari keragaman latar belakang ideologi ini, maka tuntutan akan muncul untuk mengakomodir berbagai keinginan ideologis dari berbagai faksi-faksi terkait.
Sayangnya acapkali demokrasi dianggap mampu mengakomodir semua ideologi. HTS sejatinya punya daya tawar yang cukup kuat untuk tetap pada idealismenya, namun sebagaimana statement terbaru di media massa oleh pemimpinnya, Ahmad Asy-Syar’a alias Jaulani terkesan melunak.
Tantangan Ketiga: Suku Kurdi
Faksi Yekineyen Parastina Gel (YPG) dan Syrian Democratic Forces (SDF) diberitakan juga terlibat dalam penggulingan Assad.
Kelompok-kelompok bersenjata Kurdi yang dekat dengan AS ini aktif dengan impian memisahkan diri atau setidaknya mendirikan wilayah otonomi Kurdi dengan milisi mereka sendiri. Latar belakang faksi ini diberitakan berhaluan sosialisme-demokratik.
Tantangan Keempat: Barat
Barat tentu tidak akan tinggal diam upaya serius dalam penegakkan ideologi Islam, termasuk di Suriah. Amerika dan sekutunya sebagai kampiun kapitalisme tentu punya kepentingan untuk menghalangi proyek mulia ini, baik itu memalui tangannya sendiri atau melalui lembaga-lembaga internasiona.
Sebab sifat dari sebuah ideologi adalah dia akan berusaha mempertahankan diri dari ancaman dominasinya.
Utusan PBB untuk Suriah Geir Pedersen misalnya sudah mendesak semua warga Suriah untuk memprioritaskan dialog, persatuan, dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia, ketika mereka berusaha membangun kembali masyarakat mereka. (Hidayatullahcom, 09/12/24).
Kita semua sudah tau maksud Sir Pederson ini, apalagi kalau tidak menawarkan standar hukum humaniter internasional dan HAM ala Barat yang bersumber dari rahim sekulerisme.
Peluang di Suriah
Disamping tantangan-tantangan yang ada di hadapan, tentu peluang itu tetap ada, dengan izin Allah Swt. Syariah adalah jalan terbaik bagi Suriah, melanjutkan kegemilangan wilayah Suriah pada generasi-generasi sebelumnya di era kekuasaan Islam.
Revolusi belum berakhir, dan kemenangan belum tercapai. Menumbangkan rezim dan menyingkirkan tirani adalah bisa menjadi bantuan menuju kemenangan sejati.
Adapun kemenangan yang sejati adalah ditegakkannya syariat Allah di bumi untuk seluruh hamba-Nya, sehingga kalimat Allah menjadi kedaulatan tertinggi.
Maka aktivitas politik penyadaran ummat akan penting dan wajibnya penerapan aturan syariah harus terus digalakkan kepada seluruh komponen umat.
Modal perasaan islami dan nilai sejarah yang kental di bumi Syam terkait penerapan ideologi Islam itu sudah ada di Suriah, tinggal ditambah dengan suntikan pemikiran Islam bagi yang belum terintegrasi.
Para pejuang telah menang secara militer dan meraih tujuan-tujuan besar, tetapi politik meski belum tercapai maka terus diusahakan menuju kesana.
Kita memohon kepada Allah agar memberi mereka petunjuk dalam urusan kaum muslim, sehingga umat Islam dapat berdiri teguh menghadapi segala fitnah yang datang dari para konspirator dan makar terhadap Islam. Wallahu A’lam.*
Penulis adalah seorang dosen, peminat masalah Timur Tengah
Sumber Klik disini