Para pejuang pembebasan Palestina dan Masjid A-Aqsha satu-satunya yang saat ini berada di garis dengan menjaga marwah umat Islam se-dunia, syahidnya Ismail Haniya juga musibah
Oleh: Yusuf Habibi Harahap
Hidayatullah.com | DI TENGAH Hiruk pikuk kehadiran jenazah Ismail di Doha Qatar, kita disuguhkan satu pemandangan yang menggembirakan. Di saat absennya banyak pemimpin dunia Islam, khususnya negara-negara Arab, para tokoh ulama dan cendikiawan Islam hadir di barisan; memberikan pesan persatuan kepada umat.
Dalam sebuah postingan Instagram milik anaknya, Abu Ishaq al-Huwaini, salah seorang tokoh salafi Mesir hadir di momen duka itu. Ia hadir di barisan terdepan sesaat sebelum diadakannya shalat jenazah untuk Ismail Haniyah di masjid Syaikh Abdul Wahhab di Doha.
Di foto itu, ia hadir dan duduk bersama dengan tokoh ulama lainnya, yang mungkin berbeda secara warna dan mazhab pemahamannya, seperti Syaikh Muhammad Hasan ad-Didu, Ketua Organisasi Perhimpunan Ulama Islam asal Mauritania dan juga Syaikh Isham al-Bashir, Ketua Perhimpunan Ulama Islam se-Dunia dari Sudan.
Syarat Wajib
Persatuan para ulama di tengah perbedaan adalah suatu keharusan. Fanatisme hanya akan melahirkan perpecahan di tengah-tengah umat. Hal ini menjadi pemandangan yang umum di generasi sebelum penaklukan Shalahuddin al-Ayyubi – saat dimana Islam seperti potongan kue yang tercabik-cabik.
Dan sejatinya, fanatisme menurut Dr. Majid ‘Irsan al-Kilabi dalam Model Kebangkitan Umat Islam dapat terulang pada setiap masa selama mazhabisme atau komunalisme tersebar luas, juga selama pelajar-pelajar yang ‘bodoh’ menggantikan posisi pelajar-pelajar yang ‘jenius’ dalam berbagai bidang studi Islam.
Di saat itulah pemikiran Islam terjerembab ke dalam kubangan eksklusivitas, jumud, dan ekstrem. Ia terus berjalan tanpa disertai daya intelektual yang jernih, lalu menjadi kebijakan-kebijakan yang berpengaruh terhadap bidang politik, sosial dan budaya.
Perpecahan di antara ulama bukan hanya mendatangkan mudharat di antara mereka, tetapi juga masyarakat luas yang diawali dengan perselisihan dan pertengkaran di antara murid.
Hal ini kemudian turun di lapisan bawah yang membuat masalah semakin runcing. Perdebatan demi perdebatan yang tak berujung hanya akan melalaikan umat untuk memikirkan hal-hal penting dan yang membangun.
Lihatlah bagaimana kemudian, seorang dai dengan mudahnya memposting rasa suka citanya dengan kabar wafatnya Ismail Haniyah. Hal ini ia lakukan di saat mayoritas umat Islam sedang berduka.
Sikap Fanatisme
Pola mazhabisme-komunalisme ini ungkap Dr. Majid Irsan al-Kilani merasuk ke dalam kehidupan para pelajar, merusak keutuhan hubungan mereka, dan membiasakan mereka terlibat perselisihan dan pertikaian yang biasa terjadi di kalangan masyarakat awam.
Bahkan, parahnya lagi, hal ini mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang dan sentimen kedaerahan di antara pelajar.
Di dalam Al-Qur’an dengan gamblang Allah mengingatkan umat terbaik ini bahwa persatuan adalah syarat wajib untuk sebuah kemenangan dan perpecahan hanya akan menjauhkan pertolongan Allah.
وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Anfal: 46)
Meninggalknya Ismail Haniyah adalah sebuah musibah umat. Sebab kita kehilangan mujahid terbaik.
Faktanya, para pejuang pembebasan Palestina dan Masjid A-Aqsha-lah yang kini berada di garis dengan menjaga marwah umat Islam sedunia.
Hal ini diakui lembaga keilmuan Islam ternama di dunia, Al-Azhar Syarif. Dalam sebuah pernyataan resmi, Al-Azhar bangga dan memuji upaya perlawanan para pejuang dan rakyat Palestina pada 7 Oktober 2023.
“Al Azhar menyampaikan respek atas ketabahan rakyat Palestina yang membanggakan dan berdoa kepada Allah agar memberikan keteguhan kepada mereka dalam menghadapi tirani Zionis dan sikap diam yang memalukan dari negara-negara terhadap Palestina dari komunitas internasional,” demikian lansir Al-Azhar.
Bahkan anggota Kibar Ulama Al-Azhar, Mesir Syeikh Ali Jumah tak segan menyebut dirinya bersama Hamas, gerakan perlawanan Islam Palestina yang dituduh oleh Barat sebagai teroris.
“Iya benar, saya bersama Hamas sekarang. Saya bersama Hamas. Dan wajib semua orang bersama Hamas. Tapi tidak dengan pemikiran Ikhwani,” kata Syekh Ali Jum’ah dalam acara yang disiarkan televisi.
Hal ini adalah wajar. Ismail Haniyah adalah wajah utama kelompok perlawanan Hamas dan Jalur Gaza. Sebagai Kepala Biro Politik, ia salah satu penentu kebijakan kelompok perjuangan ini.
Ia juga sosok paling diburu oleh Amereka dan antek-anteknya terutama Zionis Israel. Selain dia, Yahya Sinwar, pemimpin tertinggi Hamas lain juga jadi buruan.
Haniyah syahid dalam sebuah serangan di Teheran, Iran, Rabu (31/7/2024) ketika hendak menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Kekhawatiran akan terpecahnya persatuan umat atau melemahnya semangat perjuangan mereka mungkin saja terjadi. Dan untuk mengantisipasi hal ini, perlu ada antisipasi dari barisan para ulama.
Mereka perlu hadir ke depan menampilkan satu semangat perjuangan yang sama. Corak-corak perbedaan perlu disimpan sejenak dan diganti dengan suara-suara persatuan, demi tegaknya kalimat Allah dan hilangnya penjajahan atas simbol umat Islam, Masjid al-Aqsha.
Persatuan itu, menurut Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, tidak akan terwujud kecuali dilandasi atas ketaatan dan ibadah yang murni kepada Allah dan Rasul-Nya. Hasil dari persatuan adalah rahmat Allah dan keridaan-Nya, dan tentunya kebahagian dunia dan akhirat.
Setelah perginya Ismail Haniyah, kita tidak boleh kalah sebelum berperang. Umat harus tetap optimis dengan kemenangan yang sudah dijanjikan Allah untuk mereka.
Untuk mengangkat moral dan sikap ini, ulama punya tanggung jawab untuk menyuarakan dan mencotohkannya. Dan persatuan di antara mereka adalah contoh utama.
Jika ulama bersatu, umat akan bersatu. Persatuan umat yang benar akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik.
“Patah tumbuh hilang berganti,” begitulah idealnya dalam perjuangan. Sebelum patah sudah berganti. Itu yang kita harapkan. Wallahu’alam bis as-shawab.*
Guru di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan
Sumber Klik disini