DALAM kitab “Nizhamul Iqtishadi fil Islam”, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani memasukkan judi (maysir) sebagai cara pertama yang diharamkan sebagai untuk mengembangkan harta.
Syariat Islam, kata An-Nabhani, telah melarang perjudian dengan larangan yang tegas. Bahkan, syara’ menganggap harta yang diperoleh melalui perjudian, sebagai harta yang bukan termasuk hak milik. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum minuman keras dan berjudi itu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (QS. Al-Maidah: 90-91).
Allah SWT telah mengharamkan minuman keras dan perjudian dengan beberapa bentuk penekanan (ta’kid). Antara lain, mengawali kalimat dengan lafadz “innama”. Allah juga mengaitkan praktik keduanya dengan menyembah berhala. Di samping itu, Allah juga menjadikan keduanya najis. Sebagaimana Allah SWT menyatakan: “Maka, jauhilah najis dari berhala-berhala.” (QS. Al-Hajj: 30).
Allah juga telah menjadikan keduanya sebagai perbuatan setan. Padahal, setan tidak akan memberikan sesuatu selain kejahatan. Allah juga telah memerintahkan agar menjauhinya, bahkan menjauhinya merupakan suatu keberuntungan. Apabila menjauhinya dianggap suatu keberuntungan, maka mendekatinya adalah suatu kerugian. Dan di antara bentuk penekanan tersebut adalah adanya ancaman, yaitu munculnya permusuhan dan kebencian di kalangan peminum minuman keras dan pelaku perjudian, bahkan bisa menyebabkan jauh dari zikir kepada Allah dan ingat waktu shalat.
Firman Allah: “Maka, berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (QS. Al-Maidah: 91) merupakan bentuk larangan yang paling tegas. Seakan-akan Allah hendak mengatakan: “Kalian sudah dibacakan ayat-ayat, yang di dalamnya terdapat berbagai macam larangan. Apakah dengan adanya larangan-larangan ini, kalian berhenti?”
Menurut An-Nabhani, yang termasuk dalam kategori perjudian adalah kertas undian, apa pun bentuk dan sebab yang dipergunakan untuk membuatnya. Yang juga termasuk perjudian adalah pertaruhan dalam perlombaan kuda. Termasuk —saat ini yang tengah merebak– judi dalam bentuk digital.
Judi baik yang dilakukan secara offline maupun online, semuanya diharamkan. Harta hasil perjudian itu hukumnya juga haram dan tidak boleh dimiliki.
Judi Menurut para Ulama
Keharaman permainan judi ini, menurut Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam Tafsir Ayat Ahkam telah disepakati oleh para ulama.
Syekh Ash-Shabuni mengatakan, ulama telah sepakat atas haramnya macam-macam permainan judi karena Allah berfirman “Katakanlah, pada keduanya itu terdapat dosa yang besar”. Maka setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti catur, dadu dan lain-lainnya, yang di zaman kita ini disebut “ya nashib” (lotere, adu nasib), baik yang bertujuan untuk tujuan kebaikan, seperti dana sosial atau yang semata-mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak baik, “dan bahwa sesungguhnya Allah itu Dzat yang bagus, la tidak menerima melainkan yang bagus”.
Sumber Klik disini