Sebagian ulama menyatakan bahwa pembayaran zakat fitrah sebelum shalat Ied merupakan hal yang sunnah dan dianjurkan, bukan merupakan kewajiban
Hidayatullah.com | UMUMNYA di Indonesia petugas dan pengelola masjid akan sibuk fokus mengatur zakat fitrah. Apa manfaat zakat fitrah dan bagaimana pelaksanaanya?
Pertama: Zakat Fitrah merupakan salah satu bentuk solidaritas khususnya kepada fakir miskin yang tidak mempunyai makanan pada hari raya Idul Fitri.
Kedua: Zakat Fitrah merupakan pembersih puasa dari hal-hal yang mengotorinya. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :
زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِن اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ َْ
“Zakat Fitri merupakan pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan kata-kata keji (yang dikerjakan waktu puasa), dan bantuan makanan untuk para fakir miskin.” (Hadits Hasan riwayat Abu Daud)
Waki’ bin Jarrah berkata, “Manfaat zakat Fitrah untuk puasa seperti manfaat sujud sahwi untuk shalat. Kalau sujud sahwi melengkapi kekurangan dalam shalat, begitu juga zakat fitrah melengkapi kekurangan yang terjadi ketika puasa.
Ketiga: Zakat Fitrah merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT karena telah memberikan taufik-Nya sehinga bisa menyempurnakan puasa Ramadhan.
Kapankah waktu paling baik untuk membagi/menyerahkan zakat fitrah?
Waktu paling utama untuk menyerah zakat fitrah adalah pada pagi hari sebelum shalat Ied. Karenanya, kita disunnahkan untuk mengakhirkan shalat Ied untuk memberi kesempatan kepada kaum muslimin membayar zakat fitrahnya kepada fakir miskin.
Adapun waktu wajibnya adalah setelah terbenam matahari akhir bulan Ramadhan sampai sebelum dilaksanakan shalat Ied. Dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas bahwasanya Rasululullah ﷺ bersabda:
من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقاتَ
“Barang siapa yang membayar zakat fitrah sebelum shalat Ied maka termasuk zakat fitrah yang diterima; dan barang siapa yang membayarnya sesudah shalat Ied maka termasuk sedekah biasa (bukan lagi dianggap zakat fitrah).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas menjelaskan bahwa barangsiapa yang membayar zakat setelah Ied, tidak dianggap sebagai zakat fitrah, tetapi sedekah biasa. Pelakunya berdosa karena mengundur-undur pembayaran zakat fitrah dari waktu yang telah ditentukan. Hendaknya ia bertaubat kepada Allah SWT dan tidak mengulanginya lagi.
Sebagian ulama menyatakan bahwa pembayaran zakat fitrah sebelum shalat Ied merupakan hal yang sunnah dan dianjurkan, bukan merupakan kewajiban, sehingga zakat fitrah yang dibayarkan setelah shalat Ied masih dianggap sah, dan batasan akhir pembayaran adalah akhir hari raya.
Bagaimana bila memajukannya sehari-dua hari sebelum Idul Fitri?
Boleh saja seseorang seseorang membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya pada bulan Ramadlan. Alasannya, Ibnu Umar ra pernah membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Bahkan sebagian ulama membolehkan membayar zakat fitrah pada awal bulan Ramadhan atau di pertengahan bulan.
Biar Praktis, Bolegkah Mengganti Zakat Fitrah dengan Uang?
Mayoritas ulama tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang, tetapi yang wajib dikeluarkan adalah jenis makanan sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ.
Tetapi ada juga sebagian ulama yang membolehkan seseorang mengeluarkan zakat fitrah dengan uang karena kebutuhan fakir miskin berbeda-beda, khususnya zaman sekarang—kebanyakan orang lebih membutuhkan uang daripada makanan. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Umar r.a:
فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر وقال: أغنوهم في هذا اليومَ
“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri dan bersabda, ‘Cukupkan mereka (fakir miskin) pada hari itu’.” (HR. Daruqutni dan Baihaqi).
Mencukupkan fakir miskin bisa dengan memberikan uang atau sejenisnya yang dibutuhkan oleh fakir miskin dan tidak harus dengan bentuk makanan.
Di antara para ulama ada yang berpendapat bahwa dalam membayar zakat fitrah sebaiknya dilihat kondisi fakir miskin setempat. Jika mereka memang lebih membutuhkan makanan, seperti beras dan lain-lainnya sebagaimana yang tersebut dalam hadits, sebaiknya orang yang berzakat mengeluarkan zakatnya berupa makanan.
Akan tetapi jika mereka lebih membutuhkan uang, sebaiknya membayar zakat dengan uang karena hal tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan sesuai dengan tujuan diturunkannya syariah.
Siapa Orang yang Berhak Dapat Zakat Fitrah?
Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat fitrah (mustahiq) adalah fakir miskin yang tidak mendapatkan makanan pada hari raya Idul Fitri. Dalilnya adalah sabda Rasulullah ﷺ :
زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
” Zakat Fitri merupakan pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan kata-kata keji (yang dikerjakan waktu puasa) dan bantuan makanan untuk para fakir miskin.” (Hadits Hasan riwayat Abu Daud)
Akan tetapi jika kebutuhan fakir miskin sudah tercukupi semuanya maka zakat fitrah tersebut diberikan kepada golongan lain yang berhak mendapatkan zakat seperti yang tersebut dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS:At-Taubah: 60)
Ada yang Menyalurkan Zakat Fitrah ke Pondok Pesantren, karena banyak Penuntut Ilmu
Seandainya para fakir miskin sudah tercukupi semuanya maka zakat fitrah itu boleh disalurkan kepada para santri-santri pondok karena mereka termasuk para penuntut ilmu.
.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebagian ulama membolehkan zakat untuk disalurkan kepada para penuntut ilmu, walaupun mereka mampu bekerja. Syaratnya, ia ingin berkonsentrasi menuntut ilmu dan dikhawatirkan jika ia bekerja akan mengganggu belajarnya.
Sebagian ulama lain membolehkan zakat dibayarkan kepada para penuntut ilmu untuk membantu mereka membeli buku dan keperluan-keperluan yang dibutuhkan untuk belajar. Mereka beralasan bahwa menuntut ilmu adalah fardhu kifayah, yang jika ditinggalkan, kaum muslimin akan berdosa semua.
Penuntut ilmu yang berhak mendapatkan zakat bisa ditinjau dari beberapa sisi. Di antaranya, seorang penuntut ilmu dikatakan orang miskin jika uangnya dipakai untuk membeli buku dan keperluan lain yang menunjang ilmunya, sehingga hartanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penuntut ilmu dikatakan Ibnu Sabil jika ia belajar di luar daerahnya dan hartanya hanya cukup untuk membeli peralatan ilmu, sehingga dia tidak mempunyai bekal untuk kembali ke daerahnya. Karenanya, ia berhak diberi zakat sampai bisa kembali pulang. Penuntut ilmu juga termasuk golongan “Fi Sabilillah”, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع
“Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah hingga pulang.” (Hadits Hasan Riwayat Tirmidzi).
Mahasiswa yang tinggal di rumah kos di luar kota pun bisa dikategorikan fi sabilillah, selama mereka tetap konsisten dengan niat semula untuk mencari ilmu. Predikat “fi sabilillah” dengan sendirinya akan ternoda bila mereka melakukan berbagai pelanggaran syariat Islam seperti hura-hura, pacaran, dan sebagainya.
Bolehkah Panitia Zakat Fitrah Mengambil Bagian Zakat?
Amil zakat boleh mengambil bagian dari zakat fitrah tersebut. Karena amil zakat adalah salah satu dari 8 golongan yang berhak mendapatkan zakat fitrah.
Akan tetapi sebaiknya jangan mengambil dahulu sebelum seluruh fakir miskin mendapatkan jatah. Wallahu A’lam.*/ Dr Ahmad Zain an-Najah, lc, MA, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)
Sumber Klik disini