Tag:
zionisme
Salam-online.com
Penjajah Zionis ‘Israel’ Larang Kumandang Adzan bagi Umat Islam
Menteri Keamanan penjajah, Itamar Ben Gvir (berdasi), saat menyerbu Masjid Al-Aqsha bersama warga penjajah
SALAM-ONLINE.COM: Menteri Keamanan Nasional dari sayap kanan penjajah (Zionis “Israel”), Itamar Ben-Gvir, memerintahkan polisi untuk melarang Masjid mengumandangkan adzan atau panggilan untuk shalat, dengan dalih hal itu “mengganggu” warga Yahudi.
Ia telah memerintahkan polisi penjajah itu untuk menyita pengeras suara dan mendenda Masjid yang mengumandangkan adzan.
Ben-Gvir membela sikapnya tersebut sebagai tindakan yang diperlukan untuk memerangi “kebisingan yang tidak wajar” dan pelanggaran hukum.
Dalam sebuah wawancara dengan Channel 12 yang dikutip Middle East Eye (MEE), Senin (2/12/2024) Ben Gvir mengatakan bahwa ia “bangga” untuk melanjutkan kebijakan “menghentikan kebisingan yang tidak wajar dari Masjid dan sumber lain yang telah menjadi bahaya bagi warga Israel”.
“Dalam perdebatan kami, muncul bahwa sebagian besar negara barat, dan bahkan beberapa negara Arab, membatasi kebisingan dan memiliki banyak undang-undang tentang masalah tersebut. Hal itu hanya diabaikan di Israel,” kata Ben Gvir.
Dalam sebuah postingan di X, ia menyebut adzan sebagai “bahaya” bagi warga “Israel” di dekatnya. Namun, warga Palestina yang dijajah memandang larangan tersebut sebagai serangan provokatif terhadap komunitas dan hak beragama mereka.
Pemimpin United Arab List, Mansour Abbas, mengutuk keputusan tersebut. Ia menuduh Ben Gvir memicu perpecahan dan menargetkan Masjid setelah gagal memprovokasi kekerasan di Masjid Al-Aqsha di Yerusalem, yang telah ia kunjungi dan menyerukan doa Yahudi dalam gerakan yang sangat menghasut.
“Ben Gvir terus-menerus mencoba menyabotase koeksistensi,” tulis Abbas di X.
Para pembela hak asasi manusia dan wali kota Palestina mengecam larangan tersebut dan menyebutnya sebagai langkah diskriminatif lain yang dilakukan penjajah melalui sayap kanan “Israel” itu.
Perang terhadap Islam dan Kristen
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengutuk larangan panggilan untuk shalat tersebut.
“Serangan terhadap Masjid, gereja, situs budaya dan teks-teks keagamaan merupakan bagian dari kampanye ‘Israel’ selama puluhan tahun untuk menghapus budaya Palestina,” kata direktur eksekutif nasional CAIR, Nihal Awad.
“Perang terhadap Islam dan Kristen selalu menjadi komponen utama genosida penjajah (diwakili) sayap kanan ‘Israel’ yang menargetkan rakyat Palestina,” lanjutya.
Awad mengkritik Presiden AS Joe Biden karena “membiarkan penindasan kebebasan beragama” melalui dukungannya terhadap Zionis penjajah.
Ben Gvir memiliki sejarah menentang adzan. Pada tahun 2013, jauh sebelum memangku jabatan, Ben Gvir dan sekelompok aktivis sayap kanan penjajah mengganggu penduduk di kawasan Ramat Aviv di Tel Aviv yang mengumandangkan adzan melalui pengeras suara.
Mereka mengklaim aksi itu dimaksudkan untuk menyoroti bagaimana komunitas lain di “Israel terganggu” oleh kumandang adzan.
Upaya untuk membatasi adzan juga muncul di parlemen penjajah, Knesset. Pada tahun 2017, RUU Muadzin yang bertujuan membatasi penggunaan pengeras suara untuk adzan, telah disahkan melalui pemungutan suara awal, tetapi akhirnya terhenti. (mus)Berita Lainnya
Arrahmah.id
Penegakan Hukum Terhadap Penyebaran Ajaran dan Organisasi Zionisme di Indonesia
Oleh: Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. (Arrahmah.id) – Konstitusi telah memberikan jaminan kebebasan beragama kepada semua orang. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya”. Dengan demikian, setiap ajaran agama yang sah sebagaimana diakui oleh negara tentunya wajib dilindungi […]
Mediaislam.id
UBN: Saat Ini Momentum Bongkar Gurita Zionisme di Indonesia
Jakarta (MediaIslam.id) – Merebaknya berita tentang pertemuan lima anak muda Indonesia yang berlatar belakang Ormas Islam tertentu, menjadi momentum untuk membongkar gurita Zionisme di Indonesia.
Pembina AQL Islamic Center KH Bachtiar Nasir mengaku dirinya kaget bahwa ternyata lembaga-lembaga Islam di Indonesia, baik kampus maupun masjid sudah akrab dengan tokoh yang datang khusus untuk mengadvokasi Israel.
“Saya juga kaget mereka bisa mendapat tempat. Saya tidak tahu (diterimanya) mereka itu apakah atas nama moderasi beragama atau dialog lintas iman. Tapi pada akhirnya ini terbongkar,” ungkap UBN -sapaan akrabnya- saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Melihat fenomena ini, kata UBN, masyarakat pasti melek. Mereka tidak akan tinggal dia. Pun demikian dengan media dan peneliti yang akan menggiatkan penelitian mengenai gurita Zionisme di lembaga-lembaga Islam.
“Sekarang ini momentumnya, bahwa semua yang dulu telah dibongkar ternyata sekarang menjadi fakta,” kata dia.
Kajian-kajian tentang Zionisme dan jaringannya di Indonesia sebelumnya hanya dianggap sebagai hal yang berlebihan. Bahkan isu tersebut hanya beredar di kalangan tertentu.
“Dahulu disebut utopis, berlebihan, (dibungkus) dengan tema dialog lintas iman, moderasi beragama, ternyata di balik itu semua ini hanya kedok,” ungkap UBN. [SR]
Arrahmah.id
Sebut Zionisme Harus Dihapuskan, Universitas ‘Israel’ Pecat Seorang Dosen Terkenal
YERUSALEM (Arrahmah.id) — Universitas Ibrani Yerusalem telah memberhentikan seorang akademisi terkemuka Palestina setelah dia mengatakan bahwa sudah waktunya untuk menghapuskan Zionisme. Dalam sebuah wawancara dengan Channel 12 Israel (11/3/2024), Nadera Shalhoub-Kevorkian, seorang profesor hukum, mengatakan Zionisme tidak dapat dilanjutkan, ini kriminal. Hanya dengan menghapuskan Zionisme kita dapat melanjutkannya. “Mereka akan menggunakan kebohongan apa pun. Mereka […]
Arrahmah.id
Hamas menyerukan pembentukan aliansi global untuk mendukung perlawanan dan mengungkapkan kejahatan “Israel”
GAZA (Arrahmah.id) – Kelompok Palestina Hamas menyerukan pembentukan aliansi global untuk mendukung pasukan perlawanan, mengekspos kejahatan “Israel” dan memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza. “Aliansi global yang kuat harus dibentuk untuk mendukung perlawanan Palestina dan secara aktif terlibat dengannya. Kami berada dalam fase di mana pendekatan tradisional tidak cocok untuk dilakukan,” kata kepala biro politik Hamas, […]
Hidayatullah.com
Rabbi David Feldman: Kehidupan Yahudi, Muslim dan Kristen Palestina Damai sebelum Ada Zionisme”
Hidayatullah.com— Kehidupan di Palestina sebelum Zionisme berlangsung sangat damai, sebelum datangnya penjajah Israel dengan membawa Zionismenya. Hal ini disampaikan Rabbi Dovid Feldman, juru bicara Neturei Karta Internasional (NKI), sebuah kelompok Yahudi Ortodoks anti-Zionis.
“Yahudi, Muslim, dan Kristen hidup damai di Palestina pada era pra-Zionisme,” ujar Feldman menjawab pertanyaan wartawan, mengklarifikasi perbedaan antara Yudaisme dan Zionisme di sela acara “KTT Eropa untuk Palestina” di Istana Çırağan, Turkiye.
“Siklus ini harus dihentikan. Jika kita mengakhiri pendudukan ini, kita bisa sekali lagi mencapai perdamaian tanpa kekerasan tanpa menimbulkan penderitaan bagi siapa pun. Sebelum bangkitnya Zionisme, Palestina adalah rumah yang damai bagi kami dan kami bertujuan untuk merebut kembali hal tersebut di hari-hari mendatang,” kata pemimpin Yahudi itu dikutip media Turki, Anews, hari Senin (11/12/2023).
Feldman yang datang dari negara bagian New York ke Istanbul menghadiri pertemuan menjelaskan perbedaan Yudaisme dan paham politik Zionisme yang kini menjadi negara palsu bernama “Israel”.
“Yudaisme adalah sebuah agama, hanya sebuah agama, tidak melibatkan politik. Sebaliknya, Zionisme adalah murni sebuah gerakan politik, terkait dengan nasionalisme, dan tidak mewakili agama Yahudi. Sayangnya, orang menganggap keduanya sama, dan semua orang Yahudi mendukung Israel, padahal tidak demikian,” ujarnya.
Menyoroti banyak orang Yahudi di seluruh dunia yang menentang kejahatan yang dilakukan oleh “negara Israel”, Feldman menyatakan bahwa keberadaan “Israel” bertentangan dengan kepercayaan Yahudi dan itulah sebabnya mereka juga menentang keberadaan negara palsu itu.
Mengenai adanya ratusan ribu orang Yahudi anti-Zionis yang berpikiran sama di seluruh dunia, Feldman mengatakan ada komunitas anti-Zionis yang kuat di New York. “Kami mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan terhadap Palestina adalah salah. Semua kejahatan, pembunuhan, pencurian, penindasan ini telah diterapkan pada seluruh rakyat sejak awal. Ini bukan hanya genosida yang kita lihat dalam dua bulan terakhir. pendudukan Palestina sejak awal juga salah; itu adalah kejahatan,” katanya.
Ia menekankan bahwa tindakan “Israel” tidak hanya melanggar hukum internasional tetapi juga merupakan kejahatan dari sudut pandang Yudaisme. “Taurat melarang semua kejahatan ini,” katanya.
Feldman bahkan mengatakan, bahkan andai “Israel” tidak melakukan kejahatan apa pun dan orang-orang hidup damai di wilayah tersebut, menurut ajaran agama Yahudi, mereka akan tetap menentang keberadaan “Israel”.
Karenanya ia mendukung diakhirinya semua penjajahan terhadap bangsa Palestina. “Semua ini harus diakhiri. Jika kita benar-benar menghentikan pendudukan ini, mudah-mudahan kita akan melihat perdamaian sekali lagi dengan cara damai, tanpa membiarkan siapa pun menderita. Kita hidup damai di Palestina sebelum ditemukannya Zionisme, dan kita berharap kita bisa melakukannya lagi di masa depan,” ujarnya.
Feldman menekankan bahwa baik Muslim dan Kristen, serta Yahudi, adalah bagian dari penduduk asli Palestina, namun gerakan Zionis tidak mewakili masyarakat Yahudi.
Feldman mengkritik propaganda Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang memanipulasi “teks suci Yahudi” pada hari-hari ketika serangan Israel di Gaza dengan kata-katanya.
“Ini murni kemunafikan. Netanyahu adalah orang sekuler, gerakan Zionis adalah gerakan sekuler, dan mereka menggunakan agama yang tidak mereka ikuti. Mereka menyalahgunakan agama untuk membenarkan kejahatan yang dilarang dalam agama tersebut. Ini tidak masuk akal, dan itu murni kemunafikan,” katanya.
Neturei Karta International, yang terdiri dari Yahudi Ortodoks dan berbasis di AS, adalah salah satu kelompok yang melontarkan kritik paling keras terhadap “Israel”.
Anggota NKI, yang sering protes terhadap serangan “Israel” di Gaza sebelumnya, pernah menulis surat kepada mantan Presiden AS Donald Trump, mengungkapkan pemikiran Yahudi Ortodoks dan menentang keputusan pemindahan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv ke Yerusalem. Anggota NKI dalam berbagai forum dan acara yang diikutinya menjelaskan bahwa Zionisme merupakan ideologi yang tidak mewakili Yudaisme.*
Hidayatullah.com
Zionis: Dari Bukit ke Gerakan Ekstrem
Shion atau Zion, adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem
Hidayatullah.com | KATA ini membuat darah mendidih, entah kenapa. Setiap mendengar Zionis, ada amarah yang memuncak.
Saya coba mencari tahu dari berbagai mu’jam (kamus) berbahasa Arab, apa sih makna Zionis?
Dalam bahasa Arab, kata Zionis adalah shihyauniyah. Ia berasal dari kata “Shion”, yang berasal dari bahasa Suryani ܨܶܗܝܽܘܢ صِهيَون sebuah nama yang merujuk pada suatu tempat di Yerusalem (Baitul Maqdis).
Ada juga yang menyebutkan dari bahasa Ibrani. Shion atau Zion, adalah nama bukit yang berada di Yerusalem. Shion (Arab/Ibrani) atau Zion (Latin), adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem.
Mengapa nama bukit ini yang digunakan? Banyak sekali pendapat dalam hal ini, ada yang berpendapat karena zion (bukit) itu tempat suci.
Zionisme merupakan gerakan politik ekstrem yang bermaksud mendirikan negara Yahudi di Palestina, dan ini sudah terjadi. Dan Zionis ingin menguasai dunia secara keseluruhan.
Salah satu tujuan utama gerakan ini adalah membangun Bait Suci Salomo di Yerusalem untuk mendirikan kerajaan Yahudi di sana, serta mendorong imigrasi Yahudi ke Palestina dan pembelian tanah untuk mendirikan pemukiman-pemukiman Yahudi, ini sudah terjadi.
Bisa dilihat di peta, betapa gerakan esktrem ini terus menggerus Palestina. Apalagi hari ini, ada pembunuhan massal di Gaza.
Sejarah gagasan ini sangat kuno dan muncul terutama di Babel, di mana ia diwujudkan dalam janji tuhan yang mereka yakini, dan untuk mempertahankan identitas Yahudi sebagai etnis yang terpisah.
Gerakan ini diorganisir sebagai entitas semi-militer yang sulit diintegrasikan dengan budaya lain. Betapa, negara yang baru lahir sudah memiliki persenjataan lengkap, dan kemungkinan mereka juga mempunyai nuklir, tapi, masih malu-malu mengakui.
Dalam Al-Aukan, bahwa Alkitab dan Talmud adalah dua sumber utama yang membentuk gerakan ini sepanjang sejarah. Gerakan ini bergantung pada konsep-konsep agama dan ras yang tertutup serta berbagai periode sejarah untuk membentuk visinya.
Gerakan ini tidak pernah enggan untuk mengungkapkan kebenciannya dan konspirasinya terhadap umat manusia secara terang-terangan. Dari ini, kita dapat memahami bahwa Zionisme adalah gerakan dengan akar yang dalam dan pengaruh sejarah yang rumit, dengan dampak besar pada sejarah dan situasi di Timur-Tengah.
Istilah “Zionis” digunakan untuk merujuk kepada para pendukung gerakan ini, yang bertujuan untuk membangun dan mempertahankan negara Yahudi di tanah ‘‘Israel’’. Nama “Zionis” digunakan untuk menggambarkan keyakinan dan tujuan gerakan politik-kebangsaan ini, yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan dan pemulihan nasional Yahudi.
Sampai kapan gerakan ini selesai? Sampai tidak terbatas.
Dan sudah sangat jelas, bahwa mereka datang untuk sebuah penjajahan, membangun negara di atas tanah negara orang. Kalau membangun negara, pastilah mereka merebut sebuah negara yang pernah hadir di muka bumi, yaitu Palestina.
Jadi sebenarnya mereka merampas dan menjajah.*/ Dr Halimi Zuhdy
Hidayatullah.com
Zionisme Talmudian adalah Musuh Kemanusiaan
Memilih bertahan dan melawan adalah jalan juang satu-satunya, bukan hanya mempertahankan tanah air Palestina semata, tapi ada Masjid Suci Al Aqsha, dan juga menghilangkan musuh kemanusiaan agar tidak merusak dunia
Oleh: Muhammad Syafii Kudo
“Masyarakat goyim adalah segerombolan domba dan kita adalah serigala mereka. Anda tahu apa yang terjadi ketika serigala-serigala mendatangi gerombolan domba tersebut?” (Protokol Zionis No. 11, Pasal 4)
Hidayatullah.com | SIAPAKAH Goyim (Gentile)? Tentu saja orang Non Yahudi. Dalam protokol Zionis No. 15 pasal 8 disebutkan bahwa orang-orang Non Yahudi (Goyim) adalah sapi perahan.
”...bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang serius, jangan pernah berhenti kapan saja dan menghitung para korban yang berjatuhan demi tujuan tersebut .... Kita belum pernah menghitung para korban cikal bakal sapi goyim ini, walau kita telah banyak mengorbankan orang kita sendiri. Tapi untuk itu, kita sekarang sudah memberikan mereka suatu tempat di dunia yang tidak pernah mereka impikan sebelumnya. Jumlah para korban dari pihak kita yang secara perbandingan kecil telah menyelamatkan kebangsaan kita dari kehancuran.” (We Are Wolves; Terjemah Lengkap 24 Pasal Protocol of Zion, Pustaka Nauka: Jakarta, tahun 2002, hal 105).
Jika menilik pernyataan di atas maka tidak heran jika ada pernyataan dari beberapa petinggi Zionis dalam agresi terhadap rakyat Gaza yang begitu menabrak batasan kemanusiaan serta melanggar aturan perang yang terikat peraturan Internasional.
Seperti yang diucapkan oleh Menteri Pertahanan ‘Israel’, Yoav Gallant yang menghina pejuang Hamas dengan menyebut mereka sebagai binatang. Oleh karena itu, Zionis ‘Israel’ merasa perlu untuk melakukan tindakan yang sesuai untuk melawan binatang.
“Kita sedang melawan binatang, maka kita bertindak yang sesuai saat melawan binatang,” katanya dikutip dari Al Arabiya, Senin (9/10/2023).
Pernyataan fasis dan rasis itu kemudian ditindaklanjuti dengan memutus pasokan listrik, air, gas, distribusi makanan dan bahkan belakangan jaringan internet.
Ini selayaknya hukuman kolektif bagi penduduk Gaza, meskipun dalam aturan perang internasional tidak boleh ada penyerangan terhadap warga sipil, fasilitas umum dan apapun yang tidak ada kaitannya dengan musuh yang dihadapi.
Namun semua itu dilanggar oleh kolonial Zionis yang ironisnya didukung penuh oleh negara “tutor” demokrasi dan HAM dunia, Amerika Serikat, yang merupakan jongos paling setia.
Apakah tindakan superior rasisme Zionis itu terbentuk di ruang hampa belaka tanpa ada landasan yang melatarbelakanginya? Sayangnya tidak. Di dalam Genesis disebutkan:
“Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman : ‘Kepada keturunanmulah Aku berikan negeri ini, mulai dari sungai (Nil) Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.” (Genesis, 15:18).
Landasan teologis (yang dibajak) inilah yang membuat kaum Zionis sangat militan dan konsisten selama ini dalam mewujudkan cita-cita besarnya yakni mendirikan Negara ‘Israel’ Raya, sebuah negara untuk kaum Yahudi yang mana pendirian negara tersebut mereka anggap sebagai mandat dari Tuhan kepada mereka yang merasa sebagai Bangsa Pilihan Tuhan di muka bumi.
Cita-cita besar itu mereka tuangkan ke dalam nilai filosofi desain bendera kebangsaan mereka. Mengutip Intisari Online, perkembangan awal bendera ‘Israel’ merupakan bagian dari kemunculan Zionisme di akhir abad ke-19.
Jacob Askowith dan putranya Charles merancang “bendera Yehuda,” yang dipajang pada tanggal 20 Juli 1891, di aula B’nai Zion Educational Society di Boston, Massachusetts, AS.
Berdasarkan ṭallit tradisional, atau syal doa Yahudi , bendera itu berwarna putih dengan garis-garis biru sempit di dekat tepinya dan di tengahnya terdapat Perisai Daud berujung enam dengan kata Makabe dalam huruf-huruf biru.
Isaac Harris dari Boston mempresentasikan gagasan bendera ini pada tahun 1897 kepada Kongres Zionis internasional pertama, dan yang lainnya, termasuk David Wolfsohn, muncul dengan desain serupa.
Variasi digunakan oleh gerakan Zionis yakni Grup Brigade Yahudi tentara Inggris selama Perang Dunia II. Dan pada 29 November 1947, ketika orang-orang Yahudi ‘Israel’ turun ke jalan untuk merayakan resolusi pembagian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mereka mengibarkan bendera WZO dan menggunakannya sebagai simbol pemersatu.
Bendera Zionis akhirnya dipajang di Palestina dan dikibarkan ketika ‘Israel’ memproklamasikan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948. Pada 12 November tahun 1948, sebuah undang-undang yang diadopsi oleh Knesset, parlemen ‘Israel’, mulai berlaku mengakui spanduk Zionis sebagai bendera nasional resmi. (intisari.grid.id).
Jika menilik penjelasan beberapa sumber yang “netral” disebutkan bahwa warna putih di bendera Zionis itu sebagai perlambang dari lambang cahaya, kejujuran, kesucian dan kedamaian.
Sedangkan warna biru ditafsirkan sebagai lambang kepercayaan, kesetiaan, hikmat, keyakinan diri, kepandaian, iman, kebenaran, dan langit/surga.
Namun bagi mereka yang selama ini mengikuti sepak terjang gerakan Zionis Internasional, tentu tahu bahwa tafsiran dari bendera Zionis tidaklah sesederhana itu.
Bendera ‘Israel’ sebenarnya adalah simbolisasi rencana besar yang akan diwujudkan dengan segala cara oleh Zionis. Bintang David terletak persis di tengah, diapit garis biru di atas dan di bagian bawah bendera.
Bintang David mengisyaratkan sebagai tanah untuk ‘Israel’ Raya. Garis biru di bagian atas bendera adalah simbolisasi sungai Eufrat yang berujung di bagian Barat kota Kufah, Iraq dan berakhir di pantai Teluk Persia.
Sementara garis biru di bagian bawah menggambarkan Sungai Nil yang berada di Mesir. Jadi bukan hanya Palestina yang akan menjadi sasaran negara Yahudi ini tapi juga sebagian besar negara-negara Arab di Timur Tengah.
Inilah sebabnya melalui Amerika Serikat, ‘Israel’ sering ngotot dan berteriak untuk mewujudkan The New Map of Middle East (Peta Baru Timur Tengah). Mereka akan sekuat tenaga mewujudkan wajah baru wilayah dunia Islam dan akan mengubah peta Timur Tengah.
Itu pula yang membuat salah seorang juru bicara Hamas di Gaza, Mahmud Zahar, pada tahun 2006 silam mengeluarkan statemen dan melakukan penolakan pada bendera ‘Israel’.
Selepas memenangkan pemilihan umum di Palestina, Hamas segera menandaskan sikapnya. Tidak saja menolak ‘Israel’, tetapi juga sampai tuntutan-tuntutan detail seperti desakan bagi ‘Israel’ untuk mengubah bendera mereka.
Menurut Hamas, dua garis biru pada bendera ‘Israel’ adalah simbol penjajahan. Dengan dua garis biru itu ‘Israel’ menarik dan membentangkan wilayah penjajahannya dari sungai Eufrat sampai sungai Nil. (Herry Nurdi, Membongkar Rencana ‘Israel’ Raya, 2009).
Peta Baru Timur Tengah (The New Map Of Middle East) inilah salah satu yang membuat HAMAS memutuskan melakukan serangan (amaliyah jihadiyah) pada 07 Oktober 2023 selain sebagai bentuk perlawanan terhadap blokade penjajah Zionis selama 16 tahun.
Belakangan ditambah dengan makin kurang ajarnya Zionis dalam menodai kesucian Masjidil Aqsha dan membunuhi warga Palestina serta penggusuran paksa pemukiman warga Palestina untuk dijadikan pemukiman bagi warga Zionis ‘Israel’.
Sebelumnya diberitakan bahwa Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu dengan jumawa memamerkan peta “Timur Tengah Baru” saat berpidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Jumat (22/9/2023).
Netanyahu menunjukkan peta berjudul “New Middle East” saat sedang membahas soal isu normalisasi dengan Arab Saudi. Dia mengatakan selama puluhan tahun ‘Israel’ dikelilingi dunia Arab yang bermusuhan.
Namun kini Netanyahu menyatakan bahwa ‘Israel’, yang dibantu Amerika Serikat, telah berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Sudan, hingga Bahrain.
Menurutnya jika terjadi perdamaian antara Arab Saudi dan ‘Israel’ maka akan membawa kemungkinan kemakmuran dan perdamaian ke seluruh planet ini. Seluruh Timur Tengah juga akan berubah.
Ia juga menggambarkan jalur yang dianggap akan bermanfaat jika ‘Israel’ menjalin hubungan dengan Saudi. Netanyahu menandai jalur tersebut dengan spidol merah dari Asia hingga ‘Israel’.
Peta Baru Timur Tengah paparan Netanyahu tanpa pencantuman nama Palestina itu jelas merupakan manifestasi dari goal utama ‘Israel’ Raya yang berencana menguasai seluruh Timur Tengah.
Mengapa Timur Tengah sangat penting bagi Zionis ‘Israel’? Sebab menurut Prof. Karl Ernst Haushofer, seorang Pakar Geopolitik berdarah Yahudi Jerman, ”Barangsiapa menguasai Timur Tengah, maka ia menguasai dunia. Dan barangsiapa yang menguasai Palestina, maka Ia telah menguasai jantung dunia.”
Maka pernyataan seorang pendakwah salafi yang menyuruh penduduk Gaza agar hijrah adalah sebuah pernyataan yang agaknya ada kemiripan dengan kemauan Zionis ‘Israel’. Karena dengan mengosongkan Gaza maka tinggal selangkah lagi seluruh Palestina menjadi jajahannya sebab hanya Gaza lah yang selama ini jadi batu sandungan Zionis untuk mewujudkan Peta Baru Timur Tengah nya.
Maka memilih bertahan dan melawan adalah jalan juang satu-satunya, bukan melulu untuk mempertahankan tanah air namun juga untuk mempertahankan identitas bangsa Arab Palestina yang selama ini ditunjuk sebagai penjaga Masjid Suci Al Aqsha.
Dan Zionis ‘Israel’ paham betul karakter penduduk Gaza yang tangguh itu, sehingga tanpa membuang waktu semua fasilitas umum mereka musnahkan, mulai dari gedung sekolah, rumah sakit, Masjid, Gereja tua, hingga yang terbaru mereka jatuhkan 60 ton bom ke atas kamp pengungsian terbesar di Gaza, Jabaliya, yang menewaskan hampir 200 an orang.
Semua ini adalah bentuk kejahatan perang menurut Hukum Humaniter Internasional karena Zionis ‘Israel’ melakukan Indiscriminate Bombardment yang merujuk pada serangan tanpa pandang bulu. Dan ini membuktikan bahwa Zionis ‘Israel’ tidak kenal bahasa kemanusiaan.
Ini sekaligus jawaban bagi sebuah tulisan di sebuah portal daring yang bertajuk “Simalakama di Jalur Gaza” yang ditulis oleh seorang kolumnis yang intinya mengangkat pembahasan sebuah pilihan yang sulit (simalakama) bagi warga Gaza bahwa saat mereka diam saja akan dibunuhi oleh Zionis namun saat melawan akan otomatis dicap sebagai pejuangme oleh Dunia Barat.
”Kemanusiaan dan perdamaian dunia harus dijadikan supremasi serta ruh dalam formula sistem hukum internasional, termasuk dalam mengambil kebijakan bagi dua bangsa ini. Untuk jangka pendek, gencatan senjata harus disegerakan guna mengedepankan jeda kemanusiaan,” tulisnya di laman detik.com.
Pendapat kolumnis itu adalah sebuah harapan indah yang tentunya dikehendaki oleh seluruh pecinta kemanusiaan dan perdamaian. Namun harapan indah itu nyatanya selama ini hanya menjadi bunga kertas belaka sebab Zionis tidak pernah mengenal bahasa kemanusiaan.*
Penulis peminat masalah sejarah