Tag:

Ummu Zayta

Berambisi Dunia, Ambyaar…

ADA orang yang sangat berambisi untuk mendapatkan dunia, menjadi orang kaya, terkenal, dan berkedudukan tinggi. Tapi tetap tak kunjung diraihnya. Namun sebaliknya ada orang yang tidak menginginkan apa-apa kecuali dari apa yang telah Allah takdirkan untuknya. Allah justru memberikan untuknya. Lihatlah bagaimana para ulama terdahulu, mereka bukanlah orang yang gila popularitas, bahkan kalau perlu tak ada yang mengenalinya. Karena beratnya ujian menjadi seorang terkenal, tapi mengapa tetap menjadi terkenal? Allah membuat mereka terkenal bahkan mereka tiada pun manusia masih menyebutnya? Tak lain semua itu Allah yang mengangkatnya. Terkenalnya mereka di langit ternyata membuat mereka rahimahumullah dikenal juga oleh penduduk bumi. Memang tak ada manusia yang bebas dari nafsu duniawi. Nafsu jabatan, ketenaran, dan nikmat lainnya di dunia. Namun semua itu bisa dikendalikan dengan iman dan ilmu. Sedangkan realisasinya Allah tetap hanya akan memberikan kepada orang yang dikehendakiNya. Allah Ta’ala berfirman, اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا “Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra: 30) Ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Allah yang bisa menentukan rezeki yang diberikan kepada hambaNya. Kapan Allah lapangkan, sempitkan, tahan, atau ulurkan. Semua dilakukan sekehendakNya. Dalam kitab Ibnu Katsir disebutkan sebuah hadits qudsi. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,Allah Ta’alaa berfirman, “Di antara hamba-hambaKu terdapat orang yang tidak menjadi baik kecuali dengan kemiskinan. Jika Aku memberi kekayaan niscaya rusaklah agamanya dan diantara hamba-hambaKu terdapat orang yang tidak menjadi baik kecuali dengan kekayaan, jika Aku memberikan kemiskinan niscaya rusaklah agamanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’ 8: 318 lewat jalur Al-Hasan bin Yahya Al-Khasyniy, dari Shidqah bin ‘Abdillah, dari Hisyam Al Kanani, dari Anas. Hadits ini dha’if). (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 71) BACA JUGA: Rif’i bin Hirasy bin Jahsy Al-Ghathfani, Baru Tersenyum Setelah Meninggal Dunia Adapula bagi sebagian manusia kekayaan terkadang merupakan istidraj dan kemiskinan sebagai siksaan. Nauzubillah. Namun Allah akan memberikan hak-hak setiap hamba terhadap apa yang mereka usahakan. Bila mereka mendambakan akhirat maka Allah akan memudahkannya dan bila mereka mendambakan dunia maka Allah hanya akan memberikan dunia saja, itu pun menurut apa yang telah Allah takdirkan untuknya. Sementara di akhirat mereka tidak memperoleh apa-apa. Sebab itulah Allah memerintahkan supaya manusia memilih dan mengupayakan segala sesuatu karena Allah (ikhlas) dan sesuai dengan petunjuk syariat. Karena keuntungannya bukan hanya untuk di dunia melainkan akhirat. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Barang siapa yang menderita kemiskinan lalu dia meminta rezeki melalui manusia maka rezeki itu tidak dapat mengatasi kemiskinannya dan barangsiapa yang memintanya melalui Allah maka Allah akan mengirimkan kepadanya kekayaan baik di dunia dan akhirat.” Rezeki di dunia ini sudah ada takarannya, baik harta, jabatan, popularitas, dan yang lainnya. Maka tak perlu berambisi untuk meraihnya. Lakukan apa yang menjadi kewajiban dan bila menginginkan sesuatu mintalah kepada Allah sebagaimana Allah menyeru hambaNya untuk berdoa. Namun dengan catatan dan syarat ketentuan berlaku. Foto: Umar Faqih Saefullah | Islampos Allah Ta’ala berfirman, إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُون Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186) BACA JUGA:  Diamlah, Biarlah Dunia Sepi Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Tetap dikabulkan doa seorang hamba, selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa atau pemutusan hubungan (silaturrahmi) dan selama tidak minta dipercepat.” Ada seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan minta dipercepat itu?” Beliau pun menjawab, “(Yaitu) ia berkata, Aku sudah berdoa dan terus berdoa tetapi belum pernah aku melihat doaku dikabulkan. Maka pada saat itu ia merasa letih dan tidak mau berdoa lagi.” Semoga kita tetap qonaah dengan segala apa yang telah ditetapkan Allah. Barakallahu fiikum. Wallahu a’lam bi showab. []

Sekilas Fiqih Haid (Menstruasi)

HAID menurut bahasa artinya genangan air.Adapun menurut syari’at , haidh adalah “darah yang keluar dari dasar rahim wanita” dalam waktu-waktu tertentu yang bukan disebabkan oleh penyakit atau gangguan, tetapi itu merupakan kebiasaan yang Allah tetapkan pada wanita, Allah menciptakannya di dalam rahim untuk persediaan makanan bagi bayi semasa di dalam kandungan, lalu ia akan berubah menjadi susu setelah anak itu dilahirkan.Maka apabila seorang wanita tidak sedang mengandung, dan juga tidak sedang menyusui darah ini tetap ada dan tidak ada penggunaannya, maka ia akan keluar pada waktu-waktu tertentu yang dikenal sebagai kebiasaan wanita atau menjadi rutinitas bulanan.UMUR WANITA MENGALAMI HAIDHMenurut kebiasaan, haidh terjadi pada wanita sekurang-kurangnya mulai umur 9 tahun sampai menjelang 50/ 60 tahun.Allah berfirman:وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚDan Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. (QS. At-Thalaq: 4)Hal Yang Dilarang Saat Haidh1. Diharamkan berjima’ (berhubungan badan)berdasarkan firman Allah Ta’ala:وَيَسْتَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang Allah perintahkan kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)BACA JUGA:  Badannya Wanita Haid Itu suciDibolehkan bagi suami untuk bercumbu dengan isterinya yang sedang haidh selain jima’. Berdasar sabda Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam:صْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ.“Lakukanlah apa saja (kepada isteri kalian) kecuali nikah (HR. Muslim)2. Dilarang puasa dan shalatBerdasarkan sabda Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam shallAllahu `alaihi wasallamاليس إِذَا حَاضَتِ الْمَرْأَةُ لَمْ تُصَلّ وَلَمْ تَصُمْ؟“Bukankah apabila seorang wanita sedang haidh ia tidak mengerjakan shalat dan tidak juga berpuasa?Apabila telah suci dari haidh, ia wajib mengqadha (membayar) puasanya, akan tetapi ia tidak perlu mengqadha shalat, karena ‘Aisyah pernah berkata,كنا نَخَيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَكُنَّا نُؤْمَرُ نَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ.“Kami (para wanita) mengalami haidh pada masa Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam ,, lalu kami diperintahkan untuk membayar (mengqadha) puasa dan tidak diperintahkan untu mengqadha shalat.” (Muttafaq ‘alaihi)Foto: Unsplash3. Dilarang menyentuh mush-haf (al-Qur-an) secara langsung tanpa (alas)Berdasarkan firman Allah Ta’ala:لا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ“Tidaklah menyentuhnya kecuali orang-orang yang sucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79)Sedangkan untuk membacanya Imam Nawawi dalam kitab attibyan membolehkan asalkan dalam hati (tanpa menyentuh/ boleh dengan memakai sarung tangan).Namun mayoritas Imam Mazhab tidak membolehkan.4. Wanita yang sedang haidh diharamkan melakukan thawaf di Ka’bah.Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam . bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anhaa ketika ia haidh:“Lakukanlah olehmu seperti apa yang dilakukan oleh orang yang sedang haji, kecuali janganlah engkau thawaf di Ka’bah hingga engkau suci!” (Muttafaq ‘alaihi)5. Wanita yang sedang haidh dilarang berdiam diri di masjid,Berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam:إِنَّ الْمَسْجِدَ لَا يَحِلُّ لِحَائِضِ وَلَا جُنُبٍ.“Sesungguhnya masjid itu tidak halal bagi orang yang sedang haidh dan orang yang sedang junub (berhadas besar).” (HR. Ibnu Majah)Namun ada dalil lain yang memperbolehkan selama mempunyai hajat dan tidak mengotorinya.‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa, ia berkata, “Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam shallallahu `alaihi wasallambersabda:نَاوِلِينِي الْحُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ، فَقُلْتُ: إِنِّي حَائِضُ فَقَالَ: إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ بِيَدِكِ.‘Ambilkan aku sorban dari masjid!’ Aku pun berkata: ‘Aku sedang haid’ Lalu beliau . bersabda, shalallahu bersabda: “Sesungguhnya haidhmu itu bukan di tanganmu.” (HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari (I/140)Lama masa haidhMenurut ulama Syafi’iyah, waktu minimal lamanya haid adalah sehari semalam. Umumnya wanita mengalami haid adalah enam atau tujuh hari. Sedangkan waktu maksimal bagi wanita mengalami haid adalah lima belas hari.Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Salim Al-Hadrami dalam Matan Safinah An-Najah. Lama haid itu sehari semalam juga disebutkan dalam madzhab Hambali seperti dalam Zaad Al-Mustaqni’ bahwa waktu lamanya haid paling minimal adalah sehari semalam.PENJELASAN TENTANG HUKUM ‘SHUFRAH’ DAN ‘KUDRAH’ (CAIRAN KEKUNING-KUNINGAN DAN CAIRAN KERUH)Shufrah yaitu cairan seperti nanah kekuningan, dan kudrah yaitu cairan seperti air yang keruh.Dalam hal ini ada beberapa pendapat yakni,1. cairan yang keluar setelah haidh tidak dihukumi darah haidh lagiDari Ummu Atiyah radhiallahu’anha:كنا لا نعد الكدرة والصفرة بعد الطهر شيئا“Dahulu kami tidak menganggap apapun cairan keruh (kurang) dan kekuning-kuningan (sufrah) setelah masa suci.”HR. Bukhori, 320. Abu Dawud, 307. Nasa’I, 368. Ibnu Majah, 647 redaksi Abu Daud.BACA JUGA: Hukum Suami Menggauli Istri yang Sedang Haid2. Masih dihukumi darah haidhBerdasarkan,“Mereka bertanya tentang shalat (jika keluar cairan seperti ini). Kemudian (Aisyah) mengatakan kepada mereka, “Jangan anda semua terburu-buru (shalat) sampai anda semua melihat lendir putih. Yang beliau maksudkan hal itu suci dari haid.”(HR Bukhari)Pendapat ini diambil mayoritas Imam Mazhab.Tanda berakhirnya Haidh1. Keluarnya cairan putih yang mengikuti haidh menyerupai cairan warna kapur, terkadang juga tidak berwarna putih, dan terkadang warnanya berbeda pada beberapa keadaan wanita.2. Tanda kering, (untuk mengetahuinya) dengan memasukkan kain atau kapas ke kemaluannya, lalu apabila dikeluarkannya kering dan tidak ada sesuatu, baik berupa darah atau kudrah atau shufrah.YANG HARUS DILAKUKAN WANITA AKHIR HAIDHNYA.Di akhir haidhnya, seorang wanita diwajibkan mandi dan berniat untuk mensucikan seluruh badannya, berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu `alaihi wasallam ْ“Maka apabila datang bulan (haidh), tinggalkanlah shalat, dan bila haidh telah berlalu/selesai, maka mandilah dan shalatlah!”Caranya:Hendaklah dalam mandinya itu ia berniat mengangkat hadats besar atau bersuci untuk shalat, dan sebagainya dengan tujuan yang sama. Kemudian بسم الله (dengan menyebut Nama Allah) selanjutnya mandi dengan meratakan air ke seluruh badan, dan alirkan air ke pokok rambut kepala.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam al-Fataawaa (XXII/434): “Jumhur ulama seperti Imam Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad berpendapat, apabila wanita yang haidh telah suci di akhir siang (waktu ‘Ashar) maka ia harus shalat Zhuhur dan ‘Ashar berbarengan.Dan apabila ia telah suci di akhir waktu malam (waktu ‘Isya’), maka ia harus shalat Maghrib dan Isya berbarengan, sebagaimana yang dinukil (diriwaya dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah dan ‘Abbas, karena menjadi satu waktu dalam dua sholat ketika adanya udzur (ada halangan).Foto: PinterestMaka apabila wanita itu telah suci di akhir siang maka waktu Zhuhur tetap ada, dan ia harus melaksanakan shalat Zhuhur sebelum shalat ‘AsharDan apabila ia telah suci di akhir waktu malam maka waktu Maghrib masih tetap ada untuk udzur tersebut dan ia harus melaksanakan shalat Maghrib sebelum shalat ‘Isya’.”(ijtihad para sahabat)BACA JUGA:  Kenali, 6 Warna Darah HaidAdapun apabila telah masuk waktu shalat, la mengalami haidh atau nifas sebelum ia mengerjakan shalat, maka menurut pendapat yang lebih kuat, ia harus mengqadha (membayar) shalat yang ia tinggalkan.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam masalah ini: “Adapun dalil yang paling jelas dari madzhab Abu Hanifah dan Imam Malik, bahwa harus mengqadha (membayar) shalat, karena mewajibkan adanya perintah yang baru.”Dan di sini tidak ada perintah yang mengharuskan untuk menggadha, karena wanita tersebut telah men- ta’khir (menangguhkan) shalatnya dalam waktu yang dibolehkan, jadi ia tidaklah berlebihan (melalaikan).Adapun orang yang sedang tidur atau lupa, jika ia bukan orang yang melalaikan, apa yang ia lakukan itu bukan qadha, bahkan ketika ia bangun dari tidurnya atau ketika itu ia teringat akan shalat, maka itulah waktu shalat baginya. “‘ (Majmuu’ fataawaa (XXIII/335) []Sumber: Fikih Imam Mazhab, Matan abu Syuja’/ Fikih Imam Syafi’i, Fikih Wanita Syeikh shalih bin Fauzan.

Puasa yang Diwajibkan, Dilarang, dan Disunnahkan

BERIKUT adalah puasa yang wajib, sunnah, dan yang dilarang dalam agama Islam.PUASA WAJIB1. Puasa Ramadhan (sudah diuraikan di materi sebelumnya)2. Puasa qadha Ramadhan (pengganti)Allah Ta’ala berfirman “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(TQS. Al-Baqarah: 184)“Dan barangsiapa yang (mengalami) sakit atau sedang melakukan perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib bagi dirinya berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”(TQS. Al-Baqarah: 185)3. Puasa nazarRasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa bernazar (untuk) menaati Allah, hendaklah melakukannya. Dan barangsiapa yang bernadzar mengerjakan maksiat kepada Allah, maka janganlah dilakukannya.” (HR Bukhari dan Muslim)4. Puasa kafaratKafarat secara bahasa berarti mengganti, menutupi, membayar, dan memperbaiki.Di antaranya kafarat sumpah: 3 hari. Kafarat orang yang menzihar istrinya/ kafarat berhubungan saat puasa Ramadhan: 2 bulan berturut-turut__dibahas pada materi memenuhi janji)BACA JUGA: Fiqih Puasa (1)PUASA YANG DILARANG1. Diharamkan Puasa Pada hari raya Idul Fitri dan Adul AdhaDisebutkan oleh Abu Syuja’ rahimahullah:وَيَحْرُمُ صِيَامُ خَمْسَةِ أَيَّامٍ : العِيْدَانِ وَأيَاَّمُ التَّشْرِيْقِ الثَّلاَثَةُوَيُكْرَهُ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ إِلاَّ أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ أَوْ يَصِلَهُ بِمَا قَبْلَهُDiharamkan berpuasa pada 5 hari: (1, 2) dua hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha); (3, 4, 5) hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah).Larangan berpuasa pada hari tersebut berdasarkan hadits berikut.عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِDari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul Fithri dan Idul ‘Adha. (HR. Muslim no. 1138).Jika dikatakan dilarang, berarti tidak sah berpuasa pada hari Idul Fithri dan Idul Adha, bahkan inilah yang disepakati (adanya ijmak) dari para ulama. Jadi diharamkan berpuasa pada kedua hari tersebut dan yang melakukannya dinilai berdosa. Karena ibadahnya sendiri termasuk maksiat. Contohnya yang menjalani puasa sunnah, atau puasa wajib seperti puasa nadzar, maka tidak teranggap puasanya atau nadzarnya. Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 253.2. Diharamkan puasa pada hari TasyrikBerpuasa pada tiga hari tersebut karena ada larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hal ini,عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ»“Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia bersabda bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim, no. 1141)3. Diharamkan puasa wishol (puasa sepanjang hari tanpa berbuka dan sahur)Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, Janganlah kalian berpuasa wishol.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu engkau sendiri melakukan wishol, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian tidaklah seperti aku dalam hal ini. Aku selalu diberi kenikmatan makan dan minum oleh Rabbku. Lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR Muslim)Foto: Pixabay4. Dimaruhkan berpuasa pada hari meragukan (yaumusy syakk) kecuali jika berpapasan dengan kebiasaan puasanya atau bersambung dengan hari sebelumnya.Yang dimaksud hari meragukan adalah tanggal 30 Sya’ban. Abu Syuja’ lebih memilih pendapat makruh bagi yang berpuasa di hari meragukan. Namun yang jadi pegangan dalam madzhab Syafi’i, larangan dari berpuasa pada hari syakk adalah larangan haram. ‘Ammar bin Yasir pernah berkata,مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ“Barangsiapa yang berpuasa pada hari meragukan, maka ia telah mendurhakai Abul Qosim shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi, no. 686; Ibnu Hibban, no. 3596. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih).Kecuali orang yang punya kebiasaan berpuasa, yaitu bertepatan dengan hari puasa Daudnya (sehari puasa, sehari tidak) atau puasa Senin Kamis, maka ia masih boleh melakukan sunnah tersebut. Lihat Al-Iqna’, 1:413.5. Dimakruhkan puasa mengkhususkan hari Jum’atRasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.”(HR Bukhari dan Muslim)An Nawawi rahimahullah membawakan hadits ini di Shahih Muslim dalam Bab “Terlarang berpuasa pada hari Jum’at secara bersendirian.”6. Dimakruhkan puasa Dahr (puasa setiap hari)Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti. Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti. Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti.”(HR Muslim)Foto: FreepikPUASA TATHAWWU’ (PUASA SUNNAH )Puasa sunnah ada tiga macam1. Tahunan.Yakni:– Puasa Arafah 9 Dzulhijjah,– Puasa Asyura 10 Muharam dan tasu’a 9 Muharam– Puasa pada bulan haram lainnya– Puasa pada bulan Sya’ban– Puasa 6 hari pada bulan Syawal(Sudah dijelaskan sebelumnya)BACA JUGA: Mabuk di Malam Hari Ramadhan dan Siuman Menjelang Siang, Bagaimana Dia Puasa?2. Bulanan– Puasa Ayyaumul bidh (3 hari setiap bulan)3. Pekanan– Puasa Senin dan Kamis– Puasa DaudRasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda,“Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari dan buka sehari.” (HR Bukhari dan Muslim) Wallahu a’lam bi showab. []Sumber: Fikih Imam 4 Mazhab, Matan Abu Syuja’, Fikih Syafi’i

5 Keutamaan Bersikap Penyayang (Rahmah)

ADA beberapa keutamaan bersikap penyayang atau rahmah. Sifat rahmah atau penyayang adalah kunci akhlak mulia. Sifat rahmah adalah satu dari cerminan nama Allah Ta’ala yakni Ar-Rahmaan. Tidak semua orang dianugerahkan sifat ini. Inti dari kasih sayang adalah kebahagiaan. Membahagiakan dan dibahagiakan. Siapa yang membahagiakan pasti akan bahagia. Itulah rumus baku dariAllah Ta’ala. Bagi seorang muslim “sayang” itu kunci bisa masuk ke surga Allah. Bukankah karena rahmat (kasih sayang) Allah saja yang bisa mengantarkan kita ke SurgaNya. Amalan kita yang dianggap segala galanya ternyata tidaklah ada apa-apanya. Dalil Beberapa pesan Rasulullah tentang kasih sayang, “Sesungguhnya kasih sayang itu cabang (penghubung) kepada Allah Ta’ala. Barangsiapa yang menyambungnya, maka Allah Ta’ala akan menyambung (kasih sayang-Nya) dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, maka Allah Ta’ala akan memutus (kasih sayang-Nya) dengannya.” (HR. Bukhari) BACA JUGA:  9 Keutamaan Shalat Berjamaah Hadits Muslim juga menjelaskan, bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan kaum muslimin dalam cinta dan “kasih sayang” mereka, ibarat satu tubuh, apabila satu anggotanya menderita, maka seluruh tubuh akan turut menderita baik karena tak bisa tidur maupun panas.” Keutamaan Rahmah 1. Keutamaan Bersikap Penyayang: Disayangi Allah Hadits Bukhari, menjelaskan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’alaa menyayangi hamba-hamba-Nya yang berkasih sayang”. 2. Keutamaan Bersikap Penyayang: Semua penduduk langit menyayanginya (menjadi terkenal di langit) Hadits Tabrani dan Hakim dengan sanad sahih, juga menjelaskan bahwa Rasulullahshalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sayangilah makhluk yang ada di bumi, maka akan menyayangimu yang ada dilangit(makhluk langit akan menyayangimu).” 3. Keutamaan Bersikap Penyayang: Kunci disayangi makhluk Nabi Shallallahu alaihi wasallam juga bersabda, “Barangsiapa yang tak mau menyayangi, tidak akan disayangi.”Kemudian beliau juga bersabda, ” Rahmat tidak akan dicabut kecuali dari orang durhaka.” Foto: Unsplash 4. Keutamaan Bersikap Penyayang: Tipe wanita idaman Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.” Kemudian ia mendatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan) 5. Keutamaan Bersikap Penyayang: Sifat Penyayang Kunci Akhlak Mulia Rasa sayang itu ternyata hanya bisa muncul dari hati yang bersih dan dengan sayang itu maka lahirlah sifat sifat dan akhlak mulia. Memaafkan, menolong orang lain, memberi dan amalan amalan sholih lainnya. Maka orang yang penyayang adalah seutama utamanya manusia. Sedangkan keutamaan akhlak mulia bisa mengalahkan ahli ibadah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang sahabat,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah rajin shalat malam, rajin pula shaum pada siang hari dan gemar bersedekah, tapi dia menyakiti tetangganya dengan lisannya! Maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab. Foto: Unsplash “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka”. Lalu sahabat itu bertanya lagi,”Fulanah (wanita) yang lain rajin shalat fardlu, gemar bersedekah dengan sepotong keju dan tidak pernah menyakiti seorang pun?. Maka Beliau menjawab,”Dia termasuk penduduk surga.(HR. Bukhari) BACA JUGA:  7 Keutamaan Dzikir Laa Ilaaha Illaallah Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Seorang perempuan disiksa gara-gara seekor kucing. Dia mengurung kucing itu sampai mati. Karena itulah dia masuk neraka. Perempuan itu tidak memberi makan dan minum kepadanya -tatkala dia kurung-. Dan dia pun tidak melepaskannya supaya bisa memakan serangga atau binatang tanah.” (HR. Bukhari dan Muslim) Seperti empati, tak mudah bagi seseorang bisa berempati. Bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tak jarang seseorang hanya bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain ketika ia juga pernah mengalami hal yang sama. Tapi bagaimana bila tidak pernah merasakan hal yang sama, mudahkah untuk berempati? Itulah keutamaan yang diberikan Allah hanya kepada yang dikehendakiNya. Sudahkah kita termasuk orang yang dianugerahkan sifat penyayang? Wallahu a’lam bi showab.  []

8 Hal tentang Takdir

TAKDIR adalah ilmu Allah bahwa sejak 50 ribu tahun Allah telah tetapkan segala sesuatu di lauhul Mahfuz. Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.’”(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700)Ada beberapa poin penting tentang takdir yang perlu dipahami. Benar dalam memahaminya akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang.1. Kita harus yakin bahwa Allah itu maha adil.Semua yang diciptakanNya sudah dalam takaranNya. Artinya Allah maha tahu hal yang pantas untuk makhlukNya. Semua dalam pengetahuanNya.Kasat mata orang yang merana, miskin, jalan hidup yang buruk akan merasa Allah tidak adil kepadanya. Padahal semua itu sudah dalam IlmuNya. Apa tujuan Allah? Bagaimana bisa Allah berkehendak? Kita hanya bisa melihat hikmah dan kita wajib menerima.Karena sejatinya baik dan buruk sesuatu itu bukanlah yang akan diperkarakan Allah kelak. Melainkan bagaimana manusia menyikapi dan melaluinya. Tak ada yang lepas dari skenario Allah, apa pun dan siapa pun yang datang hanyalah sebuah ujian yang akan menentukan baik atau buruknya diri seseorang.BACA JUGA:  Iman kepada Takdir Allah2. Allah beri manusia akal, untuk bisa memilih mana yang baik dan buruk, dosa atau pahala.Karena Ada wilayah ikhtiar. Dimana manusia diberi pilihan (lingkaran kehendak manusia) yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak.Contoh, menjaga iman, menjaga tubuh, menjaga bumi, memilih jalan yang lurus.Ada wilayah dimana kita tidak bisa memilih. Ini ranah Allah secara mutlak. kita tdk bisa memilih (hanya Allah yang tahu rahasia di balik itu)Contoh: bentuk tubuh, cantik, jelek, cacat atau tidak, rezeki, lahir, ajal dan sebagainya. Perkara ini tidak akan dihisab atau diminta pertanggungjawabannya.3. Ikhtiar dinilai sebagai ibadah. Masalah hasil itu bukan wilayah pilihan manusia tapi wilayah Allah secara mutlak.Hasil yang baik sejatinya bukan karena hebatnya manusia dalam ikhtiar. Tapi Allah yang menghendaki dan ditakar sesuai yang dikehendakiNya.Contoh, ingin menjadi pemimpin, mencari kerja, ingin beramal yang banyak. Ingin menjadi pengusaha, dokter, dan seterusnya.4. Allah akan memudahkan apa yang menjadi takdir seseorang.Jika Allah ingin menghinakan seseorang, maka Allah mudahkan orang tersebut untuk melakukan dosa (Allah halangi ia dari kebaikan).Sebaliknya jika Allah ingin memuliakan seseorang Allah mudahkan ia dalam menjalankan ketaatan.Contoh, seseorang sudah memilih ingin terus beribadah tapi jika Allah tak menghendakinya ya tak akan terlaksana.Seseorang ingin berniat mencuri tapi jika Allah halangi dari perkara buruk maka juga tidak terlaksana.Jadi hukum sebab akibat tidak selamanya berlaku. Misalnya berpikir bahwa dengan ikhtiar yang banyak pasti hasilnya banyak, belum tentu. Atau ada takdir orang yang bekerja dari pagi hingga malam tapi hasilnya tak seberapa. Karena kuncinya ada pada bagaimana Allah berkehendak saja.Foto: UnsplashAdilkah? Lihat di poin 35. Hal besar yang membedakan ahlussunah dengan pemikiran lain adalah bahwa *SAAT MANUSIA BERKEHENDAK, TENTUNYA TIDAK LUPUT DARI KEHENDAK ALLAH *Karena Semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah.Dan perlu diketahui bahwa “Allah menghendaki” tidak sama dengan “Allah merestui/ meridhoi”Pemikiran qodariyah, jabariyah atau pemikiran lain yang mengelompokkan kehendak Allah dengan manusia (secara mutlak terpisah) berbeda dengan pemikiran yang diambil ahlussunah. Karena manusia tidak bisa memilih secara mutlak tanpa adanya kehendak Allah.6. Doa mengubah takdir (takdir yang bisa berubah)Terdapat dalam hadis Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر“Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)Dengan doa manusia bisa meminta diperbaiki semua urusannya. Maka dalam wilayah ini manusia diberi kesempatan untuk meminta sebanyak banyaknya kepada Allah. Sesungguhnya doa adalah inti dari ibadah. Meski tidak dikabulkan akan tetap bernilai pahala di sisi Allah.Foto: Unsplash7. Setiap apa yang ditakdirkan kepada seseorang adalah yang terbaik untuknya.Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117)BACA JUGA: 4 Cara Mengubah Takdir, Apakah Bisa?8. Sebuah kesalahan dalam memahami takdir adalah berdalil dengan takdir untuk melegalkan kesalahan.Sebab bagaimana mungkin seseorang berdalil dengan sesuatu yang ia tidak tahu tentangnya. Memang benar sudah ditakdirkan, akan tetapi takdir tersebut tidak diketahui, dan Allah pun memberikan pilihan kepada setiap manusia untuk menjalankan takdirnya. Perkara inilah disebut dengan Sirrullah Al-Makhtum (rahasia Allah yang tersembunyi).Imam Ibnu Hajar berkata, Tatkalau kaum musyrikin menentang (untuk melegalkan kesyirikan mereka)…mereka berdalil dengan kehendak Allah dan takdir yang mendahului. Ini adalah argumentasi yang terbantahkan, karena takdir tidaklah membatalkan syariát dan berlakunya hukum-hukum kepada para hamba dengan perbuatan mereka. Barangsiapa yang Allah takdirkan melakukan kemaksiatan maka itu pertanda bahwa Allah mentakdirkan atasnya hukuman…dan barangsiapa yang Allah takdirkan melakukan ketaatan maka ini tanda bahwa mentakdirkan baginya pahala”Fathul Baari 13/449)Wallahu a’lam. []

Iman kepada Takdir Allah

TAKDIR.Adalah ilmu Allah/ ketentuanNya yang sudah ditulis di lauhul mahfuzh 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.Beriman kepada takdir butuh terhadap ketundukan terhadap dalil-dalil, sebab kemampuan akal manusia yang terbatas jika dipaksa untuk memahami takdir maka tidak akan mampu.Allah Ta’ala berfirman,وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا“Dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)Akal manusia memiliki keterbatasan untuk menjangkau ilmu Allah. Begitu juga dengan mata dan pendengaran.Bagaimana mungkin seseorang dapat memikirkan tentang perbuatan Allah seperti memikirkan mengapa Allah berbuat begini dan begitu, sedang ilmu Allah sangat luas.8 POIN PENTING TENTANG TAKDIRTakdir adalah ilmu Allah bahwa sejak 50 ribu tahun Allah telah tetapkan segala sesuatu di lauhul Mahfuz. Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.’”(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700)Ada beberapa poin penting tentang takdir yang perlu dipahami. Benar dalam memahaminya akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang.1. Kita harus yakin bahwa Allah itu maha adil.Semua yang diciptakanNya sudah dalam takaranNya. Artinya Allah maha tahu hal yang pantas untuk makhlukNya. Semua dalam pengetahuanNya.Kasat mata orang yang merana, miskin, jalan hidup yang buruk akan merasa Allah tidak adil kepadanya. Padahal semua itu sudah dalam IlmuNya. Apa tujuan Allah? Bagaimana bisa Allah berkehendak? Kita hanya bisa melihat hikmah dan kita wajib menerima.Karena sejatinya baik dan buruk sesuatu itu bukanlah yang akan diperkarakan Allah kelak. Melainkan bagaimana manusia menyikapi dan melaluinya. Tak ada yang lepas dari skenario Allah, apa pun dan siapa pun yang datang hanyalah sebuah ujian yang akan menentukan baik atau buruknya diri seseorang.BACA JUGA: Iman kepada Takdir2. Allah beri manusia akal, untuk bisa memilih mana yang baik dan buruk, dosa atau pahala.Karena Ada wilayah ikhtiar. Dimana manusia diberi pilihan (lingkaran kehendak manusia) yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak.Contoh, menjaga iman, menjaga tubuh, menjaga bumi, memilih jalan yang lurus.Ada wilayah dimana kita tidak bisa memilih. Ini ranah Allah secara mutlak. kita tidak bisa memilih (hanya Allah yang tahu rahasia di balik itu)Foto: PinterestContoh: bentuk tubuh, cantik, jelek, cacat atau tidak, rezeki, lahir, ajal dan sebagainya. Perkara ini tidak akan dihisab atau diminta pertanggungjawabannya.3. Ikhtiar dinilai sebagai ibadah.Masalah hasil itu bukan wilayah pilihan manusia tapi wilayah Allah secara mutlak.Hasil yang baik sejatinya bukan karena hebatnya manusia dalam ikhtiar. Tapi Allah yang menghendaki dan ditakar sesuai yang dikehendakiNya.Contoh, ingin menjadi pemimpin, mencari kerja, ingin beramal yang banyak. Ingin menjadi pengusaha, dokter, dan seterusnya.4. Allah akan memudahkan apa yang menjadi takdir seseorang.Jika Allah ingin menghinakan seseorang, maka Allah mudahkan orang tersebut untuk melakukan dosa (Allah halangi ia dari kebaikan).Sebaliknya jika Allah ingin memuliakan seseorang Allah mudahkan ia dalam menjalankan ketaatan.Contoh, seseorang sudah memilih ingin terus beribadah tapi jika Allah tak menghendakinya ya tak akan terlaksana.Seseorang ingin berniat mencuri tapi jika Allah halangi dari perkara buruk maka juga tidak terlaksana.Jadi hukum sebab akibat tidak selamanya berlaku. Misalnya berpikir bahwa dengan ikhtiar yang banyak pasti hasilnya banyak, belum tentu. Atau ada takdir orang yang bekerja dari pagi hingga malam tapi hasilnya tak seberapa. Karena kuncinya ada pada bagaimana Allah berkehendak ajaAdilkah? Lihat di poin 35. Hal besar yang membedakan ahlussunah dengan pemikiran lain adalah bahwa *SAAT MANUSIA BERKEHENDAK, TENTUNYA TIDAK LUPUT DARI KEHENDAK ALLAH *Karena Semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah.Dan perlu diketahui bahwa “Allah menghendaki” tidak sama dengan “Allah merestui/ meridhoi”Pemikiran qodariyah, jabariyah atau pemikiran lain yang mengelompokkan kehendak Allah dengan manusia (secara mutlak terpisah) berbeda dengan pemikiran yang diambil ahlussunah. Karena manusia tidak bisa memilih secara mutlak tanpa adanya kehendak Allah.Foto: Pexels6. Doa mengubah takdir (takdir yang bisa berubah)Terdapat dalam hadis Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر“Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)Dengan doa manusia bisa meminta diperbaiki semua urusannya. Maka dalam wilayah ini manusia diberi kesempatan untuk meminta sebanyak banyaknya kepada Allah. Sesungguhnya doa adalah inti dari ibadah. Meski tidak dikabulkan akan tetap bernilai pahala di sisi Allah.7. Setiap apa yang ditakdirkan kepada seseorang adalah yang terbaik untuknya.Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117)BACA JUGA: 4 Cara Mengubah Takdir, Apakah Bisa?8. Sebuah kesalahan dalam memahami takdir adalah berdalil dengan takdir untuk melegalkan kesalahan.Sebab bagaimana mungkin seseorang berdalil dengan sesuatu yang ia tidak tahu tentangnya. Memang benar sudah ditakdirkan, akan tetapi takdir tersebut tidak diketahui, dan Allah pun memberikan pilihan kepada setiap manusia untuk menjalankan takdirnya. Perkara inilah disebut dengan Sirrullah Al-Makhtum (rahasia Allah yang tersembunyi).Imam Ibnu Hajar berkata, “Tatkala kaum musyrikin menentang (untuk melegalkan kesyirikan mereka)…mereka berdalil dengan kehendak Allah dan takdir yang mendahului. Ini adalah argumentasi yang terbantahkan, karena takdir tidaklah membatalkan syariát dan berlakunya hukum-hukum kepada para hamba dengan perbuatan mereka. Barangsiapa yang Allah takdirkan melakukan kemaksiatan maka itu pertanda bahwa Allah mentakdirkan atasnya hukuman…dan barangsiapa yang Allah takdirkan melakukan ketaatan maka ini tanda bahwa mentakdirkan baginya pahala.” (Fathul Baari 13/449)Wallahu a’lam. []

Iman kepada Takdir

INI adalah panduan iman kepada takdir Allah SWT.TakdirAdalah ilmu Allah/ ketentuanNya yang sudah ditulis di lauhul mahfuzh 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.Beriman kepada takdir butuh terhadap ketundukan terhadap dalil-dalil, sebab kemampuan akal manusia yang terbatas jika dipaksa untuk memahami takdir maka tidak akan mampu.Allah Ta’ala berfirman,وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا“Dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)Akal manusia memiliki keterbatasan untuk menjangkau ilmu Allah. Begitu juga dengan mata dan pendengaran.Bagaimana mungkin seseorang dapat memikirkan tentang perbuatan Allah seperti memikirkan mengapa Allah berbuat begini dan begitu, sedang ilmu Allah sangat luas.Rumus beriman kepada takdir Allah baik/buruknya adalahApa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan mengenainya, sekalipun seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.Inilah kunci ketenangan seseorang.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451)BACA JUGA: Iman kepada Kitab-kitab AllahIman kepada Takdir: Macam-macam TakdirSecara garis besar takdir terbagi 2:1. Takdir yang tetap/ tidak bisa berubah (sering disebut takdir mutlak/ mubram/ azali)Yaitu takdir yang ditulis dalam lauhil mahfudz 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Takdir azali ini adalah takdir yang merupakan takdir utama yang pasti terjadi bagi semua mahkluk.Foto: PexelsAllah berfirman,أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (Al-Hajj/22 : 70)Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ، قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ، بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ: وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ“Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. “Beliau bersabda, “Dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air.” (HR. Muslim)Contoh takdir mutlak/ mubram:Bentuk tubuh, kelahiran, kematian, hari kiamat, warna kulit, jenis kelamin, dan sebagainya.2. Takdir yang bisa berubah ( disebut juga dengan takdir muallaq/ ikhtiari)Yaitu takdir yang bisa berubah sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Baik dengan wasilah upaya/ikhtiar seseorang atau pun dengan doa.Contoh: mengupayakan kesehatan, mengupayakan cita-cita, berusaha menjadi orang yang beruntung, dan sebagainya.Iman kepada Takdir: Takdir muallaq/ ikhtiari terbagi menjadi 3, yakni:a. Takdir ‘umriYaitu takdir yang ditulis malaikat ketika meniupkan roh ke dalam janin.Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaإِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُوْنُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ فِيْ ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ، فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula, kemudian Dia mengutus seorang Malaikat untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan (untuk menulis) dengan empat kalimat: untuk menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya).” (HR. Bukhari Muslim)b. Takdir SanawiTakdir yang berlaku tahunan dan ditulis kejadian setahun ke depan setiap malam lailatul qadar.Allah berfirman,فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhaan/44 : 4]Allah juga berfirman,تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ“Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadr/97 : 4-5]c. Takdir YaumiYaitu takdir yang berlaku harian.Foto: FreepikAllah Ta’ala berfirman,كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” [Ar-Rahmaan/55 : 29]“Perubahan takdir (‘umri, sanawi dan yaumi) ini tertulis dalam takdir azali di lauhil mahfudz.”Contohnya: bisa saja dalam takdir ‘umri tertulis dia seorang yang celaka, tetapi karena dia bersungguh-sungguh mencari hidayah, maka ia menjadi orang yang beruntung. Perubahan takdir ‘umri ini tertulis dalam lauhil mahfudz.Iman kepada Takdir: Ini juga yang dimaksud dengan “takdir bisa diubah dengan doa”.Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,ﻻ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺇﻻ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ“Tidaklah merubah suatu takdir melainkan doa.” [HR. Al Hakim, hasan]BACA JUGA: Iman kepada Rasul AllahSyaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa takdir yang berubah tersebut berkaitan dengan doa, beliau berkata:الدعاء من أسباب رد القدر المعلق ، والقدر يكون معلقا ويكون مبتوتا ، فإذا كان قدرا معلقا“Doa termasuk sebab merubah takdir yang mu’allaq (bergantung pada sebabnya). Takdir itu ada yang mu’allaq dan ada yg telah tetap, sama sekali tidak berubah.” (Syaikh bin Baz)Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perubahan takdir dan doa tersebut juga tertulis dalam takdir azali lauhil mahfudz. Beliau berkata:لكنه في الحقيقة لا يرد القضاء؛ لأن الأصل أن الدعاء مكتوب وأن الشفاء سيكون بهذا الدعاء، هذا هو القدر الأصلي الذي كتب في الأزل“Pada hakikatnya takdir (azali) tidak berubah, karena doa tersebut sudah tertulis (dilauhil mahfudz) bahwa kesembuhan karena adanya doa, inilah takdir asli yang tertulis dalam takdir azali.” [Majmu’ Fatawa wa Rasail 2/93]

8 Nama Neraka

ADA beberapa nama neraka. Neraka adalah tempat bagi semua orang yang memiliki dosa. Baik itu muslim atau kafir.Disebutkan di dalam kitab suci Al quran bahwa terdapat 7 tingkatan neraka.Hal ini sebagaimana Firman Allah :Tiap-tiap pintu telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu bagi mereka(Qs.Al-Hijr:44)jarak antara satu pintu dengan pintu yang lainya adalah lima ratus tahun,dan tujuh ratus tahun perjalanan.Dan di setiap pintu,ada azab berlipat ganda.8 Nama Neraka1. Nama Neraka: Al-HawiyahAllah ‘Azza Wajalla berfirman tentang nama ini sekali dalam Al-Qur’an,وَاَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗۙ فَاُمُّهٗ هَاوِيَةٌ ۗ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا هِيَهْۗ نَارٌ حَامِيَةٌ ࣖ“Adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, tempat kembalinya adalah (neraka) Hawiyah. Tahukah kamu apakah (neraka Hawiyah) itu? (Ia adalah) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah: 8-11)2. Nama Neraka: Al-LadzhaAllah ‘Azza Wajalla menyebutkannya sekali dalam Al-Qur’an,كَلَّاۗ اِنَّهَا لَظٰىۙ نَزَّاعَةً لِّلشَّوٰىۚ“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya ia (neraka) itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.” (QS. Al-Ma’arij: 15-16)BACA JUGA:  Hanya Surga dan Neraka, Tidak Ada Pilihan Ketiga3. Nama Neraka: Al-HuthamahAllah ‘Azza Wajalla berfirman,كَلَّا لَيُنْۢبَذَنَّ فِى الْحُطَمَةِۖ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الْحُطَمَةُ ۗ نَارُ اللّٰهِ الْمُوْقَدَةُۙ الَّتِيْ تَطَّلِعُ عَلَى الْاَفْـِٕدَةِۗ“Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah. Tahukah kamu apakah (neraka) Huthamah? (Ia adalah) api (azab) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) naik sampai ke hati.” (QS. Al-Humazah: 4-7)4. Nama Neraka: Al-JahimAllah ‘Azza Wajalla berfirman menyebutkan nama ini sebanyak lebih dari 23 kali dalam Al-Qur’an, di antaranya,فَاَمَّا مَنْ طَغٰىۖ وَاٰثَرَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۙ فَاِنَّ الْجَحِيْمَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, sesungguhnya (neraka) Jahimlah tempat tinggal(nya). Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Naziat: 37-41)Foto: FreepikJuga dalam firman-Nya yang lain,ثُمَّ اِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِۗ ثُمَّ يُقَالُ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَۗ“Sesungguhnya mereka kemudian benar-benar masuk (neraka) Jahim. Lalu, dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang selalu kamu dustakan.” (QS. Al-Muthaffifin: 16-17)5. Nama Neraka: JahannamNama inilah yang Allah sebutkan lebih dari 70 kali dalam Al-Qur’an, di antaranya,اِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًاۙ لِّلطّٰغِيْنَ مَاٰبًاۙ لّٰبِثِيْنَ فِيْهَآ اَحْقَابًاۚ“Sesungguhnya (neraka) Jahanam itu (merupakan) tempat mengintai (bagi penjaga neraka), (dan) menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama.” (QS. An-Naba’: 21-23)Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ“Sesungguhnya orang-orang yang kufur dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)6. Nama Neraka: SaqarAllah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentangnya lebih dari empat kali dalam Al-Qur’an,اِنْ هٰذَآ اِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِۗ سَاُصْلِيْهِ سَقَرَ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سَقَرُۗ لَا تُبْقِيْ وَلَا تَذَرُۚ لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِۚ“Ini tidak lain kecuali perkataan manusia.” Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? (Neraka Saqar itu) tidak meninggalkan (sedikit pun bagian jasmani) dan tidak membiarkan(nya luput dari siksaan). (Neraka Saqar itu) menghanguskan kulit manusia.” (QS. Al-Muddattsir: 25-29)Allah Ta’ala berfirman,عَنِ الْمُجْرِمِيْنَۙ مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَۙ“Tentang (keadaan) para pendurhaka, “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat.” (QS. Al-Muddattsir: 41-43)7. Nama Neraka: Sa’irAllah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkannya lebih dari sekali, di antaranya,وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ وَرَاۤءَ ظَهْرِهٖۙ فَسَوْفَ يَدْعُوْا ثُبُوْرًاۙ وَّيَصْلٰى سَعِيْرًاۗ اِنَّهٗ كَانَ فِيْٓ اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًاۗ“Adapun orang yang catatannya diberikan dari belakang punggungnya, dia akan berteriak, ‘Celakalah aku!’ Dia akan memasuki (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya (yang sama-sama kafir).” (QS. Al-Insyiqaq: 10-13)Foto: UnsplashyBACA JUGA: Surga dan Neraka, Mana Lebih Mahal, Mana Lebih Murah?Dan juga dalam firman-Nya,فَاعْتَرَفُوْا بِذَنْۢبِهِمْۚ فَسُحْقًا لِّاَصْحٰبِ السَّعِيْرِ“Mereka mengakui dosanya (saat penyesalan tidak lagi bermanfaat). Maka, jauhlah (dari rahmat Allah) bagi para penghuni (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala) itu.” (QS. Al-Mulk: 11)8. Nama Neraka: SijjinAllah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang nama ini sebanyak dua kali dalam Al-Qur’an,كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍۗ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سِجِّيْنٌۗ كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌۗ“Jangan sekali-kali begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar (tersimpan) dalam Sijjīn.” (QS Al-Mutaffifin Ayat 7)