Tag:

toleransi

Marsudi Syuhud Bicara Soal Toleransi Beragama di Paris

Jakarta (MediaIslam.id) – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud menyampaikan ceramah tentang toleransi antarumat beragama dalam pertemuan pemuka agama bertajuk “Imagine Peace”, di Paris, Prancis pada Senin (24/09) lalu. Dalam forum itu, Marsudi menyampaikan konsep Bhinneka Tunggal Ika, yang melalui konsep tersebut, maka persaudaraan antarsesama umat manusia bisa terjalin, dan mewujudkan sejumlah sifat-sifat terpuji sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Baca juga: Din Syamsuddin: Agama Harus Jadi Solusi Peradaban “Sifat-sifat yang tertanam untuk saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai, saling mendukung, dan saling melindungi, lahir dan hidup dari sifat yang sangat terpuji yang diperintahkan oleh Allah,” kata Marsudi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/09/2024). Marsudi menyebut beragam sifat tersebut merupakan bagian dari sikap toleransi, yang memiliki dua dimensi, yaitu saling memaafkan dan melihat kebaikan dalam suatu hal yang dilakukan oleh orang lain, serta bertoleransi dalam artian memberikan ruang untuk bersosialisasi satu sama lain. “Kita hidup beragama dalam satu negara, ibarat kita hidup dalam satu rumah besar, di dalam rumah besar itu ada dua ruangan,” jelasnya. Marsudi melanjutkan, ruangan pertama adalah ruang publik, yang bisa dimasuki siapa saja, termasuk di antaranya ruang bagi para pemeluk agama bisa bekerja sama satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat, ruang untuk saling menolong satu sama lain, ruang persaudaraan umat manusia yang harus dikembangkan menjadi ruang untuk persaudaraan bangsa. Sementara ruang kedua, sambungnya, adalah ruang privasi, yaitu ruang tauhid, iman dan ubudiah. Ruang ini adalah ruang yang membedakan antara tamu dan pemilik rumah, ruang yang membedakan antara satu entitas dengan entitas yang lain, ruang yang membedakan antara satu agama dengan agama yang lain. “Yang harus dipahami di sini secara mendalam adalah di ruang mana seorang Muslim dapat bekerja sama dan hidup bersama dengan non-Muslim, dan di ruang mana kita mempertahankan perbedaan kita,” ujarnya. Marsudi menekankan di ruang keimanan inilah seluruh umat beragama harus bisa menghargai perbedaan, karena di ruang inilah esensi dari perbedaan dari ruang kehidupan untuk hidup bersama, sebagaimana yang diperintahkan dalam Al-Quran “lakum diinukum waliyadiin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku). Menurut mantan Ketua PBNU itu, toleransi adalah bagian dari keadilan, karena itu berarti mutual, atau saling memberi, saling menghormati, saling melindungi, saling menyayangi, dan saling mengakui. Hal itu pula yang menghiasi kehidupan manusia. “Hiasan yang paling tepat dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat adalah toleransi, karena dari toleransi akan menghasilkan kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain,” pungkas Marsudi.[]

Toleransi: ‘Lakum Diinukum Waliyaddiin’

Pasca keluarnya fatwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI beberapa hari yang lalu (30/5) di Bangka Belitung tentang haramnya salam lintas agama, sepertinya masih muncul berbagai respon masyarakat. Pro dan kontra, karena pengucapan salam lintas agama oleh para pejabat muslim sudah berlangsung lama.Dalam keputusannya, MUI menyatakan bahwa penggabungan salam beberapa agama itu hukumnya haram dan bukan termasuk toleransi yang benar.Tapi insyaallah bagi muslim yang taat syariat Islam akan menerima dan melaksanakan fatwa para Ulama se-Indonesia itu. Dan, insyaallah bagi non muslim akan memakluminya.Pengucapan salam di samping bentuk sapaan juga merupakan doa yang secara otomatis itu ibadah. Ironis rasanya jika seorang muslim berdoa kepada selain Allah SWT.Setiap hari seorang muslim membaca surat Al-Fatihah dalam shalat. Dalam surat itu kita baca ‘iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin’- hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan’. Kan sudah jelas kita wajib beribadah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah swt.Dalam ayat yang lain lebih tegas lagi adanya perintah untuk beribadah hanya kepada Allah SWT dan tidak syirik:وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا“Sembahlah Allah dan jangan menyekutukanNya dengan yang lain”. (QS. An-Nisa’ : 36).Umat Islam jangan sampai tiap hari shalat tapi bersamaan itu masih berlumuran dengan kesyirikan, yakni mohon pertolongan kepada selain Allah.Iman atau tauhid itu modal utama bagi setiap muslim yang ingin selamat dunia-akhirat.Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshori, Rasulullah Saw bersabda,فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ“Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah.” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).Hadits ini menegaskan: haram tersentuh api neraka bagi muslim yang mengucapkan kalimah tauhid ‘laa ilaaha illallah’ dengan ikhlas karena Allah dan tentu melaksanakan konsekwensinya yaitu menjauhi kesyirikan dan mengamalkan perintah Allah dan menjauhi laranganNya hingga akhir hayatnya.1 2Laman berikutnya

MUI Larang Umat Islam Ucapkan Selamat Hari Raya Agama Lain

Bangka (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain.Hal ini diputuskan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Kegiatan yang mengangkat tema Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Umat ini digelar pada 28-31 Mei 2023. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin.“Toleransi umat beragama harus dilakukan selama tidak masuk ke dalam ranah akidah, ibadah ritual dan upacara-upacara keagamaan,” kata Prof Ni’am saat menyampaikan hasil Ijtima Ulama VIII poin 3 terkait Fikih Toleransi dalam Perayaan Hari Raya Agama Lain.Prof Ni’am menuturkan, hal itu seperti mengucapkan selamat hari raya agama lain, menggunakan atribut hari raya agama lain, memaksakan untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak bisa diterima oleh umat beragama secara umum.“Beberapa tindakan sebagaimana yang dimaksud seperti di atas dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama,” terangnya.Meski begitu, MUI menegaskan, umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan bagi umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka.Prof Ni’am menjelaskan, setidaknya ada dua bentuk toleransi beragama yakni dalam hal akidah dan muamalah. Dalam hal akidah, sambungnya, umat Islam wajib memberikan kebebasan kepada umat beragama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaanya.“Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tutup Prof Niam yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa.sumber: muidigital

NU dan Muhammadiyah Dinilai Layak Mendapat Hadiah Nobel

Hidayatullah.com—Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta menilai dua organisasi keagamaan Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah layak mendapat hadiah Nobel atas perannya dalam membangun toleransi. Usulan ini disampaikan dalam acara Human Fraternity Majlis 2024, yang juga dihadiri oleh Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin di Abrahamic Family House, Abu Dhabi, UAE,  Ahad (4/2/204). “Bahkan tadi dalam sambutannya Presiden Timor Leste Ramos Horta, itu mengusulkan supaya dua organisasi ini diberikan hadiah Nobel karena perannya besar dalam rangka membangun toleransi. Model toleransi dari Indonesia memang sekarang sudah menjadi contoh bagi dunia,” kata Ma’ruf dalam keterangannya seperti disampaikan Biro Pers Setwapres RI hari Senin (5/2/2024). Menurut Wapres, usulan tersebut menunjukkan bahwa dunia benar-benar melihat eksistensi Indonesia dalam menjaga persatuan negara berdasarkan azas toleransi. Hal tersebut bisa dilihat dari kiprah NU dan Muhammadiyah di masyarakat Indonesia.  “Indonesia dengan penduduk yang sangat besar dengan keragaman dan kita bisa membangun toleransi di antara bangsa kita, menjadi bangsa yang kita jaga keutuhan dan persatuannya,” papar Wapres Ma’ruf dikutip Antara. Wapres pun mengucapkan terima kasih atas pengakuan dan apresiasi yang diberikan dunia kepada Indonesia dalam konsistensinya menjaga persatuan dan persaudaraan. “Itu saya kira hal yang patut kita syukuri,” tutur Ma’ruf. Selama kunjungan kerjanya di Abu Dhabi, Wapres Ma’ruf juga akan menghadiri acara Zayed Award for Human Fraternity 2024 pada Senin (5/2/2024) dan menyaksikan pemberian penghargaan bagi NU dan Muhammadiyah.  Zayed Award for Human Fraternity adalah penghargaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi. “Dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang berada di garda depan mempromosikan dan menjaga moderasi beragama, persatuan, dan pemberdayaan umat,” kata Wapres Ma’ruf dalam acara Human Fraternity Majlis.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Sebelumnya, ketika menyampaikan pidato dalam acara tersebut, Presiden Timor Leste mengucapkan selamat kepada NU dan Muhammadiyah atas pekerjaan luar biasa yang dilakukan untuk turut menciptakan toleransi dan stabilitas di Indonesia, yang merupakan negara Muslim terbesar di dunia.  “Saya menominasikan Nobel dan penghargaan perdamaian UNESCO untuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Semoga bisa diraih,” kata Horta.*