Tag:

Takdir

Takdir Menurut 4 Imam Mazhab

BERIKUT adalah uraian takdir menurut beberapa imam mazhab. 1. IMAM HANAFI Seseorang mendatangi Imam Abu Hanifah dan berdebat dengannya tentang masalah qadar. Imam Abu Hanifah berkata: “Takdir Allah ada di Lauh Mahfuzh.” Dia berkata: “Allah telah mengetahui segala sesuatu sejak dahulu kala, sebelum segala sesuatu menjadi ada.” Dia juga berkata: “Kami menetapkan, bahwa Allah telah memerintahkan al-Qalam dan dia berkata, ‘Apa yang harus aku tulis, ya Tuhanku?’. Allah menjawab: ‘Tuliskanlah apa yang terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat.’ Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala “Semua yang mereka lakukan tertulis di dalam Alkitab. Dan segala sesuatu yang kecil dan besar tertulis.” (QS. Al-Qamar: 52-53) Dia juga berkata: “Di dunia ini dan di akhirat tidak ada sesuatu dan sesuatu yang terjadi kecuali berdasarkan kehendak Allah.” Dia juga berkata: “Kami menetapkan, bahwa hamba itu dengan perbuatannya. Tekad dan pengetahuannya adalah makhluk. Jika yang berbuat hanya makhluk, maka perbuatannya lebih tepat disebut makhluk.” Dia berkata: “Semua perbuatan para hamba, baik bergerak atau diam, adalah upaya mereka, dan Allah menciptakan mereka. Semua tindakan tersebut didasarkan pada kehendak, pengetahuan, tekad, dan takdir Allah. Semua ketaatan itu wajib berdasarkan perintah Allah, dan itu disukai, disenangi, diketahui, dikehendaki, ditentukan, dan ditentukan oleh Allah. Sedangkan maksiat itu semua diketahui, ditentukan, ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah, tetapi Allah tidak menyukai dan tidak menyetujuinya, bahkan Allah pun tidak memerintahkannya.” “Allah mengeluarkan keturunan Adam dari tulang punggungnya berupa sel-sel, kemudian mereka diberi akal, kemudian Allah memerintahkan mereka untuk beriman dan melarang mereka untuk kekafiran. Kemudian mereka mengakui keilahian (rububiyyah) Allah. Jadi itulah iman mereka. Kemudian mereka dilahirkan berdasarkan sifat itu. Oleh karena itu, sebenarnya ia telah mengubah dan menggantikan sifat itu. Adapun orang yang beriman dengan penuh keyakinan di dalam hatinya, maka dia tetap di alam itu”. BACA JUGA: 8 Hal tentang Takdir Dia juga berkata: “Allah-lah yang menentukan segalanya. Tidak ada sesuatu pun di dunia dan akhirat kecuali dengan kehendak, ilmu, dan qadha dan qadar Allah. Dan itu sudah tertulis di Lauh Mahfuzh.” 2. IMAM MALIKI Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Ibn Wahb, dia berkata: “Saya mendengar Imam Malik berkata kepada seseorang, ‘Kemarin Anda bertanya kepada saya tentang qadar, bukan?’. ‘Ya,’ jawab pria itu. Imam Malik berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman:“Jika mau, kami akan memberikan bimbingan kepada semua orang. Tetapi keputusan-Ku tetap, bahwa Aku akan mengisi Neraka dengan semua jin dan manusia.” (QS. As-Sajdah: 13) Jadi tidak bisa dihindari, takdir Tuhan yang terjadi.” 3. IMAM SYAFI’I Imam al-Baihaqi berkata dalam kitab “Manaqib asy-Sayfi’I”, bahwa Imam Syafi’i berkata: “Kehendak manusia terserah kepada Allah. Manusia tidak menginginkan apapun kecuali yang dikehendaki Allah Ta’ala. Manusia mampu mewujudkan perbuatannya. Perbuatan itu adalah salah satu makhluk Tuhan. Nasib baik dan buruk, semua dari Tuhan. Siksa kubur adalah hak (benar), soal kubur juga hak, bangkit dari kubur juga hak, hisab (perhitungan perbuatan) juga hak, surga dan neraka juga hak, demikian dalam sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam” 4.) Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari asy Syafi’i, ia berkata: “Kelompok Qodariyah oleh Rasulullah saw. Yang dimaksud dengan kelompok Majusi dari kaum Muslimin adalah mereka yang berpendapat bahwa Allah tidak mengetahui kemaksiatan sampai seseorang melakukannya.” Foto: Unsplash 4. IMAM HAMBALI Imam Ibn al-Jauzi menuturkan dalam kitab “al-Manaqib” tentang kitab Imam Ahmad bin Hanbal karya Musaddad. Dalam kitab itu terdapat keterangan bahwa Imam Ahmad berkata: “Kita mengimani takdir yang baik, yang buruk, yang manis, yang pahit, semuanya dari Allah.” BACA JUGA:  Iman kepada Takdir Allah Dalam kitab “as-Sunnah” karya Imam Ahmad beliau mengatakan: “Takdir itu, yang baik dan yang buruk, yang sedikit dan yang banyak, yang lahir dan yang batin, yang manis dan yang pahit, yang disuka dan yang dibenci, yang elok dan yang jelek, yang awal dan yang akhir, semuanya sudah ditetapkan oleh Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Dan tidak ada seorang pun dari hamba Allah yang dapat keluar dari kehendak dan ketetapan Allah. ” Imam al-Khallal juga meriwayatkan dari Muhammad bin Abu Harun, dari al-Harits, katanya, saya mendengar Imam Ahmad berkata: “Allah Ta’ala telah mentakdirkan ketaatan dan maksiat, kebaikan dan keburukan. Orang yang telah ditetapkan sebagai orang yang berbahagia, maka ia berbahagia, dan orang yang telah ditetapkan sebagai orang yang celaka, ia akan celaka.” Wallahu A’lam. []

8 Hal tentang Takdir

TAKDIR adalah ilmu Allah bahwa sejak 50 ribu tahun Allah telah tetapkan segala sesuatu di lauhul Mahfuz. Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.’”(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700)Ada beberapa poin penting tentang takdir yang perlu dipahami. Benar dalam memahaminya akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang.1. Kita harus yakin bahwa Allah itu maha adil.Semua yang diciptakanNya sudah dalam takaranNya. Artinya Allah maha tahu hal yang pantas untuk makhlukNya. Semua dalam pengetahuanNya.Kasat mata orang yang merana, miskin, jalan hidup yang buruk akan merasa Allah tidak adil kepadanya. Padahal semua itu sudah dalam IlmuNya. Apa tujuan Allah? Bagaimana bisa Allah berkehendak? Kita hanya bisa melihat hikmah dan kita wajib menerima.Karena sejatinya baik dan buruk sesuatu itu bukanlah yang akan diperkarakan Allah kelak. Melainkan bagaimana manusia menyikapi dan melaluinya. Tak ada yang lepas dari skenario Allah, apa pun dan siapa pun yang datang hanyalah sebuah ujian yang akan menentukan baik atau buruknya diri seseorang.BACA JUGA:  Iman kepada Takdir Allah2. Allah beri manusia akal, untuk bisa memilih mana yang baik dan buruk, dosa atau pahala.Karena Ada wilayah ikhtiar. Dimana manusia diberi pilihan (lingkaran kehendak manusia) yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak.Contoh, menjaga iman, menjaga tubuh, menjaga bumi, memilih jalan yang lurus.Ada wilayah dimana kita tidak bisa memilih. Ini ranah Allah secara mutlak. kita tdk bisa memilih (hanya Allah yang tahu rahasia di balik itu)Contoh: bentuk tubuh, cantik, jelek, cacat atau tidak, rezeki, lahir, ajal dan sebagainya. Perkara ini tidak akan dihisab atau diminta pertanggungjawabannya.3. Ikhtiar dinilai sebagai ibadah. Masalah hasil itu bukan wilayah pilihan manusia tapi wilayah Allah secara mutlak.Hasil yang baik sejatinya bukan karena hebatnya manusia dalam ikhtiar. Tapi Allah yang menghendaki dan ditakar sesuai yang dikehendakiNya.Contoh, ingin menjadi pemimpin, mencari kerja, ingin beramal yang banyak. Ingin menjadi pengusaha, dokter, dan seterusnya.4. Allah akan memudahkan apa yang menjadi takdir seseorang.Jika Allah ingin menghinakan seseorang, maka Allah mudahkan orang tersebut untuk melakukan dosa (Allah halangi ia dari kebaikan).Sebaliknya jika Allah ingin memuliakan seseorang Allah mudahkan ia dalam menjalankan ketaatan.Contoh, seseorang sudah memilih ingin terus beribadah tapi jika Allah tak menghendakinya ya tak akan terlaksana.Seseorang ingin berniat mencuri tapi jika Allah halangi dari perkara buruk maka juga tidak terlaksana.Jadi hukum sebab akibat tidak selamanya berlaku. Misalnya berpikir bahwa dengan ikhtiar yang banyak pasti hasilnya banyak, belum tentu. Atau ada takdir orang yang bekerja dari pagi hingga malam tapi hasilnya tak seberapa. Karena kuncinya ada pada bagaimana Allah berkehendak saja.Foto: UnsplashAdilkah? Lihat di poin 35. Hal besar yang membedakan ahlussunah dengan pemikiran lain adalah bahwa *SAAT MANUSIA BERKEHENDAK, TENTUNYA TIDAK LUPUT DARI KEHENDAK ALLAH *Karena Semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah.Dan perlu diketahui bahwa “Allah menghendaki” tidak sama dengan “Allah merestui/ meridhoi”Pemikiran qodariyah, jabariyah atau pemikiran lain yang mengelompokkan kehendak Allah dengan manusia (secara mutlak terpisah) berbeda dengan pemikiran yang diambil ahlussunah. Karena manusia tidak bisa memilih secara mutlak tanpa adanya kehendak Allah.6. Doa mengubah takdir (takdir yang bisa berubah)Terdapat dalam hadis Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر“Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)Dengan doa manusia bisa meminta diperbaiki semua urusannya. Maka dalam wilayah ini manusia diberi kesempatan untuk meminta sebanyak banyaknya kepada Allah. Sesungguhnya doa adalah inti dari ibadah. Meski tidak dikabulkan akan tetap bernilai pahala di sisi Allah.Foto: Unsplash7. Setiap apa yang ditakdirkan kepada seseorang adalah yang terbaik untuknya.Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117)BACA JUGA: 4 Cara Mengubah Takdir, Apakah Bisa?8. Sebuah kesalahan dalam memahami takdir adalah berdalil dengan takdir untuk melegalkan kesalahan.Sebab bagaimana mungkin seseorang berdalil dengan sesuatu yang ia tidak tahu tentangnya. Memang benar sudah ditakdirkan, akan tetapi takdir tersebut tidak diketahui, dan Allah pun memberikan pilihan kepada setiap manusia untuk menjalankan takdirnya. Perkara inilah disebut dengan Sirrullah Al-Makhtum (rahasia Allah yang tersembunyi).Imam Ibnu Hajar berkata, Tatkalau kaum musyrikin menentang (untuk melegalkan kesyirikan mereka)…mereka berdalil dengan kehendak Allah dan takdir yang mendahului. Ini adalah argumentasi yang terbantahkan, karena takdir tidaklah membatalkan syariát dan berlakunya hukum-hukum kepada para hamba dengan perbuatan mereka. Barangsiapa yang Allah takdirkan melakukan kemaksiatan maka itu pertanda bahwa Allah mentakdirkan atasnya hukuman…dan barangsiapa yang Allah takdirkan melakukan ketaatan maka ini tanda bahwa mentakdirkan baginya pahala”Fathul Baari 13/449)Wallahu a’lam. []