Tag:
shalat
Islampos.com
8 Syarat Menjadi Imam Shalat dan Urutan yang Paling Berhak Jadi Imam
IMAM shalat memiliki peran penting dalam pelaksanaan shalat berjamaah. Seorang imam memimpin seluruh jamaah dalam melaksanakan rukun dan bacaan shalat dengan benar. Agar shalat berjamaah sah dan sempurna, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh imam. Berikut adalah panduan lengkap mengenai syarat menjadi imam shalat, baik dari sisi agama maupun praktik.1. Seorang MuslimImam shalat harus seorang muslim, karena hanya orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang dapat memimpin ibadah dalam Islam.BACA JUGA: Syeikh Sudais dan Kemarahan Ibu yang Berisi Doa agar Jadi Imam Besar Masjidil Haram2. Baligh dan BerakalImam harus sudah baligh (dewasa secara syariat) dan berakal sehat. Hal ini penting agar ia memahami tanggung jawabnya dalam memimpin shalat serta memastikan pelaksanaan ibadah sesuai aturan.3. Menguasai Bacaan Al-Qur’anSyarat utama lainnya adalah kemampuan membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar. Imam harus mampu membaca surah Al-Fatihah dan ayat-ayat lainnya dengan tepat, karena bacaan merupakan rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan.4. Memahami Fikih ShalatImam perlu memiliki pengetahuan tentang tata cara shalat yang benar, termasuk syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkan shalat. Pemahaman ini penting untuk memimpin jamaah dengan benar dan menghindari kesalahan dalam ibadah.5. Laki-Laki (Untuk Jamaah Campuran)Dalam shalat berjamaah yang melibatkan laki-laki dan perempuan, imam harus laki-laki. Perempuan hanya boleh menjadi imam bagi jamaah perempuan.6. Tidak Sedang dalam Keadaan HadasImam harus suci dari hadas kecil dan besar. Ia harus dalam keadaan berwudhu dan bebas dari najis pada pakaian, tubuh, dan tempat shalatnya.7. Memiliki Akhlak yang BaikSeorang imam idealnya adalah orang yang dihormati dan memiliki akhlak yang baik, karena ia akan menjadi teladan bagi jamaah.8. Memiliki Suara yang JelasImam sebaiknya memiliki suara yang jelas dan dapat didengar oleh seluruh jamaah. Hal ini memudahkan jamaah untuk mengikuti gerakan dan bacaan shalat.Urutan Keutamaan Menjadi ImamJika terdapat beberapa calon imam, Islam mengajarkan untuk mendahulukan:Orang yang Paling Mahir Membaca Al-Qur’an: Menguasai tajwid dan bacaan Al-Qur’an dengan fasih.Orang yang Paling Mengerti Ilmu Agama: Memiliki pemahaman mendalam tentang fikih shalat.Orang yang Lebih Tua: Dalam kondisi bacaan dan pemahaman yang setara, usia bisa menjadi pertimbangan.BACA JUGA: Jadi Imam Shalat Padahal Belum Mandi Junub karena Lupa, Bagaimana?Hal-Hal yang Membatalkan Keabsahan ImamTidak memenuhi syarat kesucian (berwudhu atau mandi wajib).Membaca Al-Fatihah dengan kesalahan yang mengubah makna.Menjadi makmum kepada jamaah di belakangnya (imam batal).KesimpulanMenjadi imam shalat bukan hanya soal memimpin, tetapi juga memastikan keabsahan dan kekhusyukan ibadah jamaah. Dengan memenuhi syarat-syarat ini, seorang imam dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan baik dan memberikan teladan yang benar dalam shalat berjamaah.Semoga artikel ini memberikan pemahaman mendalam tentang syarat menjadi imam shalat dan membantu meningkatkan kualitas ibadah Anda!
Islampos.com
8 Cara Efektif Mengajak Keluarga Taat Mengerjakan Shalat Wajib
SHALAT lima waktu adalah kewajiban utama bagi setiap Muslim yang baligh dan berakal. Namun, sering kali tantangan muncul saat ingin membangun kebiasaan shalat bersama keluarga. Berikut adalah beberapa cara efektif untuk mengajak keluarga taat dalam mengerjakan shalat wajib.1. Jadilah Contoh yang BaikAnak-anak dan anggota keluarga sering belajar dari apa yang mereka lihat. Jika Anda konsisten melaksanakan shalat tepat waktu, mereka akan merasa terdorong untuk mengikuti. Jadikan shalat sebagai prioritas, sehingga keluarga melihat kesungguhan Anda dalam menjalankan ibadah ini.BACA DI SINI: Ingin Menguap dalam Shalat, Harus Bagaimana?2. Buat Suasana yang MendukungCiptakan lingkungan rumah yang kondusif untuk beribadah.Siapkan tempat khusus untuk shalat agar keluarga merasa nyaman.Pastikan perlengkapan seperti sajadah, sarung, atau mukena tersedia dan terawat dengan baik.Hindari hal-hal yang bisa mengganggu, seperti televisi menyala saat waktu shalat.3. Gunakan Pendekatan EmosionalBerbicara dengan hati akan lebih menyentuh dibandingkan memaksa. Jelaskan keutamaan shalat dengan cara yang mudah dimengerti, seperti:Shalat sebagai tanda syukur kepada Allah.Dampak positif shalat dalam menenangkan hati dan pikiran.Kisah inspiratif dari Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya shalat.4. Libatkan Anak Sejak DiniMengajarkan shalat kepada anak-anak sejak kecil akan membantu mereka terbiasa.Ajak anak-anak untuk melihat Anda shalat meskipun mereka belum wajib melakukannya.Berikan apresiasi ketika mereka menunjukkan usaha untuk belajar shalat.Jelaskan langkah-langkah shalat secara perlahan dan menyenangkan.5. Tentukan Waktu Shalat BersamaUpayakan untuk melaksanakan shalat berjamaah di rumah, terutama saat waktu Maghrib atau Isya.Shalat berjamaah tidak hanya meningkatkan pahala, tetapi juga mempererat hubungan keluarga.Saat berjamaah, ajak anggota keluarga untuk bergiliran menjadi imam, terutama jika anak-anak sudah mampu.6. Gunakan Teknologi untuk PengingatManfaatkan teknologi seperti aplikasi adzan otomatis atau alarm di ponsel untuk mengingatkan waktu shalat. Pendekatan ini sangat efektif, terutama bagi anggota keluarga yang sibuk.7. Tingkatkan Pemahaman Agama Secara BersamaIkut serta dalam kajian atau membaca buku agama bersama bisa menjadi cara menyenangkan untuk memperdalam pemahaman tentang pentingnya shalat. Ketika keluarga memahami alasan di balik kewajiban ini, motivasi mereka untuk melaksanakan shalat akan meningkat.BACA JUGA: Kok Shalatnya Beda? Kok Begitu? Lakukan 3 Hal Ini jika Ada Ikhtilaf!8. Doakan Keluarga dengan TulusTak ada usaha yang lebih ampuh selain berdoa. Mintalah kepada Allah agar keluarga Anda diberikan hidayah dan kemudahan dalam menjalankan shalat. Doa seorang anggota keluarga yang tulus pasti akan dikabulkan.Membiasakan keluarga untuk taat shalat wajib membutuhkan kesabaran, usaha, dan cinta. Jadilah pribadi yang konsisten dan terus berusaha menciptakan lingkungan yang mendukung. Dengan pendekatan yang lembut dan penuh kasih sayang, insyaAllah, keluarga Anda akan semakin rajin dalam menjalankan ibadah shalat.Semoga tips di atas dapat membantu Anda mengajak keluarga untuk lebih taat beribadah. Jangan lupa bagikan artikel ini agar lebih banyak keluarga Muslim yang termotivasi untuk memperbaiki ibadah mereka! []
Islampos.com
Ingin Menguap dalam Shalat, Harus Bagaimana?
MENGUAP adalah hal alami yang terjadi ketika tubuh merasa lelah, mengantuk, atau kurang oksigen. Dalam kehidupan sehari-hari, menguap mungkin dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Namun, bagaimana jika menguap terjadi saat sedang shalat? Dalam Islam, ada panduan dan adab khusus yang perlu diperhatikan terkait hal ini. Artikel ini akan membahas hukum menguap dalam shalat menurut ajaran Islam serta cara mengatasinya sesuai sunnah.Menguap dalam Pandangan IslamMenguap, dalam pandangan Islam, dianggap sebagai bagian dari tabiat manusia. Namun, Rasulullah SAW mengajarkan agar seorang Muslim meminimalkan menguap, terutama ketika sedang melaksanakan ibadah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika salah seorang di antara kalian menguap, maka hendaknya ia menahannya sebisa mungkin, karena setan tertawa ketika ia menguap.” (HR. Bukhari dan Muslim).BACA JUGA: Benarkah Nabi Muhammad SAW Tak Pernah Menguap?Hadis ini menunjukkan bahwa menguap, meskipun alami, dapat menjadi celah bagi setan untuk mengganggu kekhusyukan seorang Muslim. Oleh karena itu, menahan menguap, khususnya saat shalat, adalah tindakan yang dianjurkan.Hukum Menguap dalam ShalatSecara hukum, menguap dalam shalat tidak membatalkan shalat. Namun, jika dilakukan secara berlebihan atau tanpa adab yang benar, hal ini dapat mengurangi pahala dan kekhusyukan ibadah. Menguap yang tidak ditahan juga berpotensi mengganggu jamaah lain jika shalat dilakukan secara berjamaah.Rasulullah SAW memberikan pedoman agar seorang Muslim menutup mulutnya ketika menguap, baik dengan tangan maupun dengan kain, untuk menjaga adab dan mengurangi gangguan. Beliau bersabda:“Apabila salah seorang di antara kalian menguap, maka hendaklah ia menutup mulutnya dengan tangannya.” (HR. Muslim).Adab ini juga berlaku saat menguap dalam shalat. Sebisa mungkin, menahan menguap dengan menutup mulut adalah tindakan yang sesuai dengan sunnah.Cara Mengatasi Menguap dalam ShalatAda beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan menguap saat shalat:Menjaga Kesehatan dan Istirahat yang CukupSalah satu penyebab utama menguap adalah rasa lelah. Dengan istirahat yang cukup, tubuh akan lebih bugar dan risiko menguap saat shalat pun berkurang.BACA JUGA: Menguap yang Disukai SetanBerwudhu Sebelum ShalatWudhu tidak hanya membersihkan tubuh, tetapi juga memberikan efek menyegarkan. Dengan berwudhu, tubuh menjadi lebih segar sehingga mengurangi kemungkinan menguap.Meningkatkan Konsentrasi dalam ShalatMengingat makna setiap gerakan dan bacaan shalat dapat membantu meningkatkan kekhusyukan. Dengan fokus yang baik, pikiran dan tubuh akan lebih selaras, sehingga kecenderungan untuk menguap dapat diminimalkan.Menguap dalam shalat adalah hal yang wajar, tetapi tetap memerlukan perhatian khusus. Meskipun tidak membatalkan shalat, menjaga adab saat menguap merupakan bagian dari upaya menjaga kekhusyukan dalam beribadah. Dengan memahami hukum dan adab yang diajarkan Rasulullah SAW, kita dapat melaksanakan shalat dengan lebih baik dan penuh kekhusyukan. []
Arrahmah.id
Polisi Pakistan Dorong Demonstran yang Sedang Shalat di Atas Kontainer 7 Meter
ISLAMABAD (Arrahmah.id) — Viral sebuah video yang memperlihatkan polisi Pakistan mendorong seorang pengunjuk rasa yang sedang shalat dari atas tumpukan kontainer setinggi 7 meter. Kejadian itu terjadi saat aksi demonstrasi massa pendukung Imran Khan ketika mengepung Islamabad. Dilansir Yahoo News (28/11/2024), dalam video itu jelas nampak seorang petugas polisi yang mengenakan perlengkapan anti huru hara […]
Islampos.com
Bolehkah Wanita Jadi Imam Shalat Jamaah?
SHALAT berjama’ah tidaklah wajib bagi wanita dan ini berdasarkan kesepatakan para ulama kaum muslimin. Akan tetapi shalat jama’ah tetap dibolehkan bagi wanita menurut mayoritas para ulama. Syaikh Sholeh Al Fauzan ketika ditanya apakah wanita wajib mengerjakan shalat secara jama’ah setiap melaksanakan shalat fardhu?Beliau menjawab, “Wanita tidak wajib melaksanakan shalat secara berjama’ah. Shalat jama’ah hanya wajib bagi laki-laki. Adapun para wanita, mereka tidak wajib mengerjakan shalat secara berjama’ah. Akan tetapi boleh atau mungkin dianjurkan bagi mereka melaksanakan shalat secara jama’ah dengan imam di antara mereka (para wanita). Namun sebagaimana yang kami katakan bahwa imam mereka berdiri di antara shaf yang ada (bukan maju ke depan)” (Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 103, Dar Ibnul Haitsam)BACA JUGA: Shalat Pakai Cadar Hukumnya Makruh, Benarkah?Shalat Jama’ah wanita bersama wanita lainnya ini dibolehkan berdasarkan tiga syarat:1. Berdasarkan keumuman hadits yang menceritakan keutamaan shalat jama’ah. Dan asalnya, wanita memiliki hukum yang sama dengan laki-laki sampai ada dalil yang membedakannya.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Wanita adalah bagian dari pria.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).Maksudnya adalah shalat jama’ah bersama wanita tetap dibolehkan sebagaimana pria berjama’ah dengan sesama pria.2. Tidak ada larangan mengenai shalat wanita bersama wanita lainnya.3. Hal ini juga pernah dilakukan oleh beberapa sahabat wanita seperti Ummu Salamah dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma. (Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik, 509)Dari Roithoh Al Hanafiyah, dia mengatakan,“’Aisyah dulu pernah mengimami para wanita dan beliau berdiri (sejajar) dengan mereka ketika melaksanakan shalat wajib.” (HR. ‘Abdur Rozak, Ad Daruquthniy, Al Hakim dan Al Baihaqi. An Nawawi mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Namun hadits ini dilemahkan/ didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani, namun dia memiliki penguat dari hadits Hujairoh binti Husain. Lihat Tamamul Minnah, hal. 154)Begitu juga hal yang sama dilakukan oleh Ummu Salamah. Dari Hujairoh binti Husain, dia mengatakan,“Ummu Salamah pernah mengimami kami (para wanita) ketika shalat Ashar dan beliau berdiri di tengah-tengah kami.” (HR. Abdur Rozak, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi. Riwayat ini memiliki penguat dari riwayat lainnya dari jalur Qotadah dari Ummul Hasan)Ummul Hasan juga pernah melihat Ummu Salamah istri Rasulullah SAW, mengimami para wanita (dan Ummu Salamah berdiri) di shaf mereka. (Atsar ini adalah atsar yang bisa diamalkan sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, hal. 504)Ada pula ulama yang menganjurkan shalat jama’ah bagi wanita dengan sesama mereka berdasarkan hadits dalam riwayat Abu Daud dalam Bab “Wanita sebagai imam”,BACA JUGA: Jika Diminta Menjadi Imam Shalat“Rasulullah SAW pernah mengunjungi Ummu Waroqoh di rumahnya. Dan beliau memerintahkan seseorang untuk adzan. Lalu beliau memerintah Ummu Waroqoh untuk mengimami para wanita di rumah tersebut.” ‘Abdurrahman (bin Khollad) mengatakan bahwa yang mengumandangkan adzan tersebut adalah seorang pria tua.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)Dalam shalat jama’ah jika yang melaksanakannya adalah sesama wanita dan salah satu wanita menjadi imam, maka yang menjadi imam berdiri di tengah-tengah shaf dan bukan maju ke depan. []SUMBER: RUMAYSHO
Islampos.com
Siapakah Sahabat yang Usul agar Azan Sebagai Pemberi Tahu Waktu Shalat?
SEBELUM Nabi SAW berhijrah ke Madinah, Allah telah memerintahkan kepada beliau dan umatnya supaya mengerjakan shalat setiap sehari semalam sebanyak lima kali dalam lima waktu yang telah ditetapkan. Nabi SAW memberikan teladan kepada para pengikutnya supaya mereka mengerjakan shalat itu bersama-sama (berjamaah). Maksudnya, agar per-satuan dan rasa persaudaraan kaum muslimin makin meresap dan mendalam satu sama lain. Guna menyerukan shalat, ada sebuah cara yang dilakukan, yaitu dengan mengumandangkan azan. Bagaiaman sejarah azan hingga ‘gaung’-nya tetap menggema sampai saat ini?Ketika jumlah kaum muslimin sudah banyak dan tersebar luas, ada sebuah kesulitan untuk mengumpulkan mereka pada waktu shalat. Nabi lalu bermusyawarah dengan para sahabat untuk merundingkan bagaimana cara yang termudah dan ringan untuk mengumpulkan kaum muslimin di masjid setiap datang waktu shalat.BACA JUGA: Bolehkah Ngobrol saat Azan Berkumandang?Ada yang berpendapat untuk menndai setiap waktunya shalat itu dengan menaikkan dan mengibarkan bendera. Seorang lainnya mengusulkan dengan cara menyalakan api. Seorang lainnya mengusulkan meniup terompet. Ada pula yang berpendapat memukul genta (lonceng). Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa untuk memanggil shalat cukup dengan menetapkan seorang untuk berseru, “ash-Shalah “. Nabi menyetujui pendapat yang terakhir ini.Pendapat siapakah itu?Sahabat yang mengusulkan agar ada seseorang yang menyerukan shalat itu adalah Umar bin Khattab.Setelah menerima ide tersebut, Nabi bersabda kepada sahabat Bilal, “Hai Bilal, bangunlah, maka panggillah dengan ash-shalah.” Oleh sebab itu, selanjutnya bila tiba waktu shalat, sahabat Bilal berseru-seru, “Shalat bersama-sama! Shalat bersama-sama!”Sampai pada suatu malam sahabat Abdullah bin Zaid sedang berada di antara tidur dan jaga, tiba-tiba terlihatlah olehnya ada seorang lelaki memakai dua pakaian yang serba hijau sedang berkeliling, di tangankanan dan kirinya membawa sebuah genta. Sahabat Abdullah bertanya kepada orang itu, “Hai hamba Allah! Apakah engkau hendak menjual genta itu?”Orang itu menyahut, “Apakah yang akan kauperbuat dengannya?”Sahabat Abdullah menjawab, “Akan kami pergunakan untuk memanggil shalat.”Orang itu berkata, “Maukah engkau saya perlihatkan kepada yang lebih baik dari itu?”Sahabat Abdullah menjawab, “Baiklah. Cobalah tunjukkan!”Orang itu berkata, “Berserulah engkau dengan ucapan, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar. Asyhadu alla ilaha illallah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya ‘alash sholah (2 kali). Hayya ‘alal falah (2 kali). Allahu Akbar Allahu Akbar. La ilaha illallah.”Kemudian, orang itu mengundurkan diri ke tempat yang tidak seberapa jauh dari tempat semula, lalu ia berkata kepada Abdullah bin Zaid, “Bila engkau hendak berdiri shalat maka ucapkanlah, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar. Asyhadu alla ilaha illallah. Asyhadu anna Muhammadarrasullulah. Hayya ‘alash sholah. Hayya ‘alal falah. Qod qomatish sholah (2 kali). Allahu Akbar, Allahu Akbar. La ilaha illallah.”Keesokan harinya, Abdullah bin Zaid menghadap kepada Nabi saw. dan mengabarkan kepada beliau tentang mimpinya itu. Setelah Nabi saw. mendengar segala apa yang dikatakan oleh Abdullah kepada beliau, beliau bersabda, “Sesungguhnya mimpi itu benar. Insya Allah. Maka, berdirilah (pergilah) kau kepada Bilal karena Bilal itu suaranya lebih tinggi dan lebih panjang, lalu ajarkan Bilal akan segala apa yang telah diucapkan orang itu kepadamu; dan hendaklah bilal memanggil orang bershalat dengan sedemikian itu.”Abdullah lalu menemui Bilal dan mengajarkan kepada Bilal lafaz azan dan iqamat tersebut Kemudian, setelah datang waktu shalat, Bilal memanggil orang bershalat dengan mengucapkan azan dan iqamat yang diajarkan oleh Abdullah tersebut.Mendengar suara azan Bilal itu, Umar bin Khaththab r.a. datang dengan sangat tergopoh-gopoh sambil menguraikan kainnya menemui Nabi saw. Ia lalu berkata, “Ya Rasulullah, demi zat yang telah mengutus engkau dengan benar, sungguh samalam saya telah bermimpi sebagaimana yang diucapkan Bilal.”Nabi bersabda, “Maka semua puji bagi Allah, maka demikian itulah yang lebih tetap.”BACA JUGA: Demokrat Tak Masalah Ganjar Muncul di Tayangan Azan TV, Ini AlasannyaDemikianlah singkatnya riwayat asal mulanya azan dan iqamat di dalam Islam yang hingga kini masih dikerjakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Kemudian, terdapat riwayat yang disebutkan dalam kitab-kitab tarikh dan kitab-kitab hadits bahwa setelah berlaku pada setiap tiba waktu shalat, Bilal berdiri mengucapkan azan dan iqamat.Beberapa hari kemudian pada azan di waktu shalat shubuh, bilal menambahkan pada azan itu ucapan, “Ash shalatu khairum mina naum.”Mendengar ucapan Bilal itu, Nabi saw. lalu menetapkan kebaikannya, tetapi beliau tidak memperkenankan ucapan itu diucapkan pada tiap-tiap azan di waktu shalat yang bukan shalat subuh. Hal ini pun tetap berlaku hingga masa sekarang dan seterusnya. []SUMBER: KELENGKAPAN TARIKH ED. ISTIMEWA JILID 2 | MOENAWAR CHOLIL |GEMA INSANI
Islampos.com
Tak Ada Air dan Debu untuk Bersuci saat Mau Shalat, Ini Pendapat 4 Madzhab
SHALAT adalah ibadah yang wajib dan tidak boleh ditinggalkan tanpa udzur yang syar’i. Namun dalam kondisi yang sulit, seperti ketika tidak ada air untuk bersuci dan debu untuk tayamum, umat Islam menghadapi tantangan besar dalam menjalankan kewajiban shalat.Dalam situasi ini, penting untuk memahami langkah-langkah yang harus diambil sesuai dengan pandangan para ulama dari empat madzhab yang dijelaskan dalam buku Sholat Lihurmatil Waqti karya Muhammad Ajib, LC.MA.Istilah Faqidu ath-Thahurain merujuk pada keadaan seseorang yang tidak memiliki akses terhadap air dan tanah untuk bersuci. Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu bahwa seseorang dalam keadaan ini tetap diharuskan untuk melaksanakan shalat, meskipun tidak dapat memenuhi syarat sah seperti bersuci.Pendapat Empat Madzhab1. Madzhab HanafiDalam pandangan Hanafi, seseorang yang tidak dapat menemukan air atau tanah tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat sesuai kemampuan mereka. Setelah situasi membaik dan mereka menemukan air atau tanah, shalat tersebut harus diulang (qadha).2. Madzhab MalikiBerbeda dengan Hanafi, madzhab Maliki berpendapat bahwa kewajiban shalat gugur bagi orang yang tidak dapat bersuci karena tidak ada air dan tanah. Dalam hal ini, mereka tidak diwajibkan untuk shalat dan tidak perlu mengqadha shalat yang terlewat.3. Madzhab Syafi’iMadzhab Syafi’i menegaskan bahwa meskipun tidak ada air dan tanah, shalat harus tetap dilaksanakan sesuai keadaan. Namun, jika kemudian ditemukan air atau tanah, shalat tersebut wajib diulang (qadha).4. Madzhab HanbaliPandangan Hanbali juga menegaskan bahwa kewajiban shalat tetap ada meskipun tidak dapat bersuci. Namun, mereka tidak mengharuskan qadha karena dianggap bahwa kewajiban shalat dalam kondisi ini telah gugur.“Ketika menghadapi kondisi di mana tidak ada air, tanah, atau kemungkinan untuk tayammum, umat Islam disarankan untuk melaksanakan shalat sesuai dengan panduan madzhab masing-masing,”tulis Ajib.Hanafi dan Syafi’i mewajibkan untuk tetap shalat dan mengulangi ketika situasi memungkinkan, sedangkan Maliki tidak mewajibkan shalat dan Hanbali tidak mengharuskan qadha.Memahami berbagai pandangan ini sangat penting untuk menjalankan ibadah dengan tepat dan menjaga kewajiban shalat meskipun dalam keadaan sulit.Dengan mengikuti petunjuk dari para ulama, umat Islam dapat memastikan bahwa ibadah shalat tetap dilaksanakan, sekalipun dalam kondisi yang penuh tantangan. []SUMBER: REPUBLIKA
Islampos.com
Jangan Sampai Kamu Masuk Golongan Para Pencuri Shalat!
SHALAT merupakan salah satu rukun Islam setelah dua kalimat Syahadat. Kedudukan dan keagungan shalat terlihat jelas karena shalat adalah satu-satunya ibadah yang Allah wajibkan kepada umat Nabi Muhammad SAW pada saat terjadinya Isra dan Mi’raj.Rasulullah SAW kemudian memerintahkan umatnya untuk melaksanakan shalat lima waktu, menjaganya dan melaksanakan rukun dan syarat-syaratnya. Umat Islam wajib melaksanakannya dan mengagungkan Sang Pencipta yang membuat syariat. Maka, melanggar salah satunya berarti mencuri.Hal ini sebagaimana tercantum dalam hadits berikut:Dari Abu Qatada radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلَاتَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ صَلَاتَهُ قَالَ لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُودَهَاArtinya: “Pencuri yang paling buruk adalah orang yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri shalatnya?” Beliau menjawab: “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”BACA JUGA: Jangan Lakukan 6 Hal Ini Ketika ShalatDan dalam riwayat Al-Baihaqi dalam Shu’ab Al-Iman dijelaskan bahwa pencuri shalat itu adalah orang yang tidak melakukan rukuk, sujud, dan thuma’ninah. Berikut penjelasannya:“Dia mencuri, maka barangsiapa yang tidak menunaikan rukun tersebut dan mencapai thuma’ninah, maka dia adalah pencuri shalatnya, dan shalatnya batal.”Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Tirmidzi dan diriwayatkan oleh Abu Masoud Al-Ansari, Nabi Muhammad SAW bersabda:لا تجزئ صلاة لا يقيم الرجل فيها صلبه في الركوع والسجودArtinya: “Tidak sah shalat orang laki-laki yang tidak meluruskan punggung ketika ruku’ dan sujud”.Dilansir dari Islamweb, maksud Nabi Muhammad SAW dalam hadits ini adalah untuk mengajarkan kepada umatnya bahwa tidak melakukan rukuk dan sujud merupakan pelanggaran terhadap amanah yang telah dipercayakan kepada seorang hamba, dan mungkin lebih buruk dari itu.Dengan demikian, Imam Alauddin Al Baji menjelaskan bahwa hakikat perintah shalat bukanlah pada pelaksanaannya, melainkan pada pendiriannya dengan rukun-rukunnya dan mencapai kerendahan hatinya, dan Al-Bukhari meriwayatkan dari Zaid bin Wahb, yang berkata:“Hudhaifah melihat seorang laki-laki yang tidak rukuk dan sujud, beliau berkata: Aku tidak shalat, dan jika aku mati, aku akan mati dengan cara yang berbeda dari sifat yang Allah ciptakan untuk Muhammad”.Menurut Al -Bazzar dalam Musnadnya dikatakan: “Sudah berapa lama kamu shalat ini? Dia menjawab: Sejak ini dan itu. Beliau menjawab : Kalau kamu mati maka kamu mati dengan cara yang lain selain sunnahnya Muhammad SAW)Hal ini menunjukkan bahwa seseorang boleh saja shalat seumur hidupnya tanpa menyelesaikan ruku’ dan sujud, dan tidak mendapat thuma’ninah dalam shalatnya, sehingga ia berada dalam bahaya yang besar.BACA JUGA: Wanita yang Terlihat Rambut saat Shalat Langsung Batal?Maka hendaknya setiap muslim mempelajari shalatnya, dan seluruh rukunnya, kewajibannya , dan hal yang membatalkannya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, meriwayatkan dari hadis Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:إن الرجل ليصلي ستين سنة وما تقبل له صلاة، لعله يتم الركوع ولا يتم السجود، ويتم السجود ولا يتم الركوعArtinya: “Seorang laki-laki boleh shalat selama enam puluh tahun, tapi shalatnya tidak akan diterima. Boleh jadi rukuk telah dilakukan namun sujud belum selesai, atau sujud telah dilakukan namun rukuk belum selesai.”Hadits ini merupakan bukti perlunya thuma’ninah dan itu merupakan salah satu rukun shalat. Hal ini menunjukkan bahwa melanggar salah satu rukunnya sama dengan mencuri, dan ini menandakan bahwa dia lebih buruk keadaannya di hadapan Allah daripada mencuri uang. []SUMBER: REPUBLIKA