Tag:

serangan gaza

Puluhan Ribuan Orang Unjuk Rasa di Karachi Menentang Genosida di Gaza  

Hidayatullah.com—Ribuan warga Pakistan di kota pelabuhan selatan Karachi pada hari Ahad (14/1/2024) melakukan aksi demonstrasi menuntut perdamaian di Palestina, menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan memuji Afrika Selatan karena berupaya meminta pertanggungjawaban Israel atas genosida di Mahkamah Internasional. Agersi ‘Israel’ di Gaza telah berlangsung selama lebih dari 100 hari dan telah menewaskan lebih dari 24.000 warga Palestina, banyak di antara mereka adalah wanita dan anak-anak.Serangan udara penjajah ‘Israel’ yang tiada henti telah memaksa jutaan orang untuk bermigrasi dari Gaza utara ke selatan, seiring dengan peringatan badan-badan PBB terhadap merebaknya penyakit dan kelaparan di wilayah tersebut. Pada hari Sabtu, ribuan pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di depan Gedung Putih, jalan-jalan utama London, dan wilayah lain di dunia untuk memperingati Hari Protes Sedunia terhadap penjajah. Di Karachi, partai sayap kanan Jamaat-e-Islami mengorganisir protes besar-besaran bertajuk: ‘Gaza Million March’ pada hari Minggu, yang dihadiri oleh ribuan pria, wanita, dan anak-anak. Para pengunjuk rasa berjalan dari Karachi Foods di jalan Shahrah-e-Faisal yang sibuk menuju Jembatan Layang Fauzia Wahab, meneriakkan slogan-slogan yang mengecam Israel. “Angkat topi untuk Afrika Selatan, yang, atas nama kemanusiaan, telah mengajukan kasus terhadap Israel,” kata ketua JI di Karachi, Naeem ur Rehman, pada rapat umum tersebut. “AS dan Israel khawatir dan tidak mampu menanggapi pertanyaan-pertanyaan Afrika Selatan.” Rehman mengatakan perang Israel di Gaza telah memicu krisis kemanusiaan, itulah sebabnya bahkan masyarakat Amerika, sekutu setia Tel Aviv, mendukung warga Palestina. Rehman mengatakan partainya tidak akan melupakan penderitaan rakyat Palestina dan akan terus melakukan protes meskipun kampanye pemilu untuk pemilu nasional bulan depan sedang berlangsung.*

Abu Ubaidah: 1000 Kendaraan ‘Israel’ Dihancurkan, Musuh Gagal Bebaskan Tawanan

Hidayatullah.com—Juru bicara Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Abu Ubaidah, menyatakan hasil “Operasi Taufan Al-Aqsha” berhasil menghancurkan 1000 kendaraan militer Israel. Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap Israel, menandai 100 hari sejak dimulainya agresi penjajah di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. “Kami menghancurkan atau melumpuhkan 1.000 kendaraan militer Israel, dan kami melakukan ratusan operasi melawan pendudukan,” katanya dalam sebuah pidato yang dikutip Palestina Information Centre (PIC). Kendaraan lapis baja dan tank-tank Zionis yang hancur-lebur akibat serangan pejuang Al-Qassam di Gaza kini tak ubahnya menjadi besi tua (PIC) “100 hari sejak dimulainya Operasi Taufan Al-Aqsha, sebuah titik balik bersejarah bagi rakyat dan bangsa kita, menunjukkan ketahanan melawan penindasan dan menarik perhatian global,” demikian ujarnya. Dalam penampilan televisi pertamanya selama beberapa minggu, menandai hari ke-100 sejak pecahnya perang, Abu Ubaidah mengatakan banyak tawanan Israel “mungkin telah terbunuh” di tengah agresi mematikan ‘Israel’ di Gaza. “Banyak dari para tawanan kemungkinan besar terbunuh, sementara sisanya berada dalam bahaya setiap jamnya,” kata Abu Ubaidah. Ini adalah kemunculan pertama Abu Ubaidah secara langsung dalam pesan yang direkam sebelumnya sejak 23 November. Pernyataan dikeluarkan Abu Ubaida pada Had (14/1/2024), menandai 100 hari perang di Gaza menyusul serangan rezim Zionis di zona tersebut. Dia menekankan bahwa pertempuran para pejuang pembebasan Palestina dan Masjid Al-Aqsha menunjukkan kemampuan kaum tertindas untuk menghadapi penjajah, mengubahnya dari yang dianggap sebagai kekuatan menjadi entitas yang tercela di hadapan dunia. Abu Ubaidah menyoroti kejahatan keji yang dilakukan penjajah ‘Israel’, mengutuk kebrutalan mereka terhadap warga Palestina dan kesucian mereka. Pria yang selalu menutupi wajahnya ini menekankan bahwa Israel bertanggung jawab penuh atas keselamatan para tawanan Israel. Dia juga mengkritik sistem peradilan internasional karena tidak mampu meminta pertanggungjawaban penjajah atas kekejaman yang dilakukannya terhadap rakyat Palestina. Karenanya dia menambahkan, “pembicaraan apa pun sebelum menghentikan agresi Israel tidak ada gunanya.” Ia mengatakan serangan lintas batas ke Israel pada 7 Oktober terjadi sebagai respons atas “pembantaian terhadap rakyat kami yang dilakukan oleh penjajah dan geng-gengnya” selama 100 tahun,” tambahnya. Perluasan Perlawanan Berbicara tentang kemungkinan perluasan serangan, Abu Ubaidah menambahkan bahwa kelompok tersebut telah diberitahu oleh “beberapa pihak di garis depan perlawanan bahwa mereka akan memperluas serangan mereka terhadap musuh Israel dalam beberapa hari mendatang.” Meskipun terjadi ketidakseimbangan kekuatan yang sangat besar antara penjajah yang didukung Barat (termasuk Amerika), Abu Ubaidah memuji para pejuang perlawanan atas komitmen dan pengorbanan mereka yang tak tergoyahkan, dan bersumpah bahwa kisah-kisah mereka akan dikenang sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah. Abu Ubaida berjanji para pejuang Palestina akan terus melakukan perlawanan terhadap pendudukan rezim teroris Zionis Israel dan memberikan pesan yang jelas kepada masyarakat internasional. Dalam rekaman video tersebut, Abu Ubaida menggambarkan perang tersebut sebagai perjuangan seluruh warga Palestina dengan tekad bulat. Dalam rekaman video tersebut, Abu Ubaidah juga mendesak negara-negara Arab dan Muslim untuk mengakui perusakan yang dilakukan rezim Israel terhadap mayoritas masjid di Gaza. Ia meminta negara-negara Arab dan Muslim memanfaatkan situasi ini sebagai peluang untuk menentang pendudukan Zionis di Israel. Juru bicara Al-Qassam ini juga memuji gerakan perlawanan di Lebanon, Yaman dan Iraq. Tak lupa ia juga menyampaikan rasa duka atas mereka yang menjadi martir di negara yang terlibat dalam perjuangan menuntut keadilan. Abu Ubaida menegaskan, pengepungan 100 hari rezim Israel di Gaza hanya memperkuat tekad Brigade Al-Qassam untuk melawan pendudukan Zionis.*

‘Israel’ Tak akan Mampu Lenyapkan Pejuang Palestina Meski Perang Berlangsung Lama

Hidayatullah.com— Penjajah ‘Israel’ tidak akan mampu mewujudkan tujuannya untuk melenyapkan kelompok pejuang pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha dari Jalur Gaza. Tidak peduli berapa lama perang berlanjut di wilayah terkepung Gaza atau Palestina. “Tujuan musuh untuk menghancurkan para pejuang tidak akan tercapai, bahkan jika perang berlanjut selamanya,” kata Abu Hamza, Juru Bicara Brigade al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam, dalam pesan video pada hari Selasa (9/1/2024). Selain berusaha menghilangkan gerakan pejuang Gaza, rezim penjajah juga berupaya merelokasi paksa 2,3 juta penduduk wilayah tersebut ke negara-negara tetangga, yang ditolak warga Gaza sendiri dan seluruh dunia Arab. Abu Hamzah menegaskan, rakyat Palestina dan perlawanan mereka lebih kuat dan lebih kuat dibandingkan upaya putus asa Isreael dan sekutunya untuk melakukan eliminasi pejuang. Ia juga mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memerintahkan perang, telah ‘menjual ilusi dan khayalan belaka’ kepada pemukim haram ‘Israel’ dengan menjanjikan mereka ‘segera kembali’ ke Gaza, tempat pasukan ‘Israel’ mundur pada tahun 2005. “…pada akhirnya, Netanyahu tidak punya pilihan selain tunduk pada apa yang ditentukan oleh medan perang, dengan enggan dan patuh, terhadap kekalahan bersejarahnya…,” kata Abu Hamzah. Dia mengatakan bahwa mungkin pencapaian musuh yang paling menonjol adalah keahliannya dalam menghancurkan batu dan manusia dengan berton-ton bahan peledak bantuan Amerika, yang mengungkap kemunafikan dunia dan mereka yang mengaku percaya pada hak asasi manusia, katanya. Amerika Serikat, sekutu terbesar ‘Israel’, telah memberikan dukungan militer tanpa batas kepada rezim penjajah sejak awal agresi 7 Oktober 2023, mempersenjatai Tel Aviv dengan lebih dari 10.000 ton perangkat keras militer. Sementara itu, para pejabat Palestina mengatakan bahwa pencapaian perlawanan ‘jauh lebih besar’ dibandingkan apa yang telah dicatat oleh para pejuangnya. Menilai keberhasilan terbaru, Abu Hamzah mengumumkan bahwa para pejuang Palestina telah menembak jatuh sebuah pesawat mata-mata ‘Israel’ dan mengumpulkan informasi penting darinya. Ia juga mengatakan bahwa para pejuang telah berhasil melancarkan beberapa serangan terhadap kendaraan musuh dan membunuh seorang anggota pasukan khusus Zionis.*

Kejahatan Zionis ‘Israel’ di Gaza

Penjajah ‘Israel’ –yang didukung mati-matian Amerika—bisa saja lolos dari pengadilan internasiona atas kejahatannya, tapi Zionis tak akan lepas dari pengadilan sejarah Oleh: Alwi Alatas Hidayatullah.com | SEJAK tanggal 7 Oktober 2023 lalu, Perang di Gaza sudah berlangsung sekitar tiga bulan, dan perang belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan ada indikasi perang semakin meluas ke beberapa belahan dunia lainnya. Gaza sudah hancur lebur dihujani bom, jumlah korban jiwa mencapai 22.000 orang. Dua pertiga dari angka itu adalah perempuan dan anak-anak. Jumlah yang luka-luka mencapai 57.000 orang, dan sebagian besar penduduk kehilangan tempat tinggal mereka (Israel maintains onslaught,” 2024). Kita sulit membayangkan bagaimana zionis ‘Israel’ mampu melakukan kejahatan kemanusiaan semacam ini, walaupun kita tahu ini bukan pertama kalinya negara Apartheid ini melakukan kejahatan dan kekejian terhadap warga Palestina. Kejahatan ini telah didukung pula secara terbuka oleh Amerika Serikat dan beberapa sekutu Eropanya. Kita mungkin pernah membaca tentang teori konspirasi. Dikatakan bahwa kitab suci Yahudi menganggap bahwa orang-orang goyim (non-Yahudi) sebagai hewan atau separuh hewan. Juga ada yang menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi pada masa sekarang ini telah mengendalikan negara-negara besar di Barat, bahkan mengendalikan dunia. Teori konspirasi sebenarnya perlu dihindari atau dibaca dengan sangat hati-hati, karena banyak kandungannya yang berlebihan, tidak masuk akal, dan tidak ilmiah. Namun, pada hari-hari ini kita terkejut mendengar ucapan dan tindakan para petinggi zionis terkait perang yang banyak membunuh masyarakat sipil di Gaza, yang sepertinya mengkonfirmasi sebagian dari narasi konspiratif yang ada. Dua hari setelah dimulainya perang, pada tanggal 9 Oktober, menteri pertahanan ‘Israel’, Yoav Gallant, memerintahkan pengepungan Gaza secara total. Akses terhadap makanan, bahan bakar, dan listrik sepenuhnya ditutup, yang berarti akan berdampak pada seluruh penduduk sipil di Gaza, bukan hanya pada anggota Hamas. Gallant kemudian mengatakan, “Kita sedang memerangi manusia-manusia hewan dan kami bertindak sesuai dengan hal itu” (We are fighting human animals and we are acting accordingly) (Fabian, 2023; Israel’i defence minister, 2023). Pada akhir Oktober, Dan Gillerman, mantan dubes ‘Israel’ di PBB, menyebut orang-orang Palestina sebagai “hewan-hewan yang biadab” (inhuman animals). Ia juga merasa heran mengapa masyarakat dunia menaruh perhatian yang besar terhadap nasib penduduk Gaza (Kasim, 2023). Kemarahan zionis tidak hanya diarahkan kepada Hamas, tetapi kepada seluruh penduduk Gaza. Presiden ‘Israel’, Isaac Herzog, menyatakan bahwa “seluruh bangsa [Palestina] di luar sanalah [Gaza] yang bertanggung jawab” (It is an entire nation out there that is responsible) (Blumenthal, 2023). Artinya, ia sama sekali tidak membedakan antara militer dan sipil yang berada di Gaza. Seorang menteri ‘Israel’ bahkan sempat menyarankan untuk membom Gaza dengan nuklir, yang kemudian menimbulkan kecaman serta pertanyaan dari sejumlah negara tentang kapasitas dan ancaman nuklir negara zionis itu (Lederer, 2023). Bisa saja dikatakan bahwa semua itu hanyalah ungkapan emosi dan kemarahan para pejabat ‘Israel’ disebabkan serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023. Namun, penggambaran orang-orang Palestina sebagai hewan bukan baru muncul dalam tiga bulan terakhir ini saja. Sebuah studi yang dilakukan oleh Hebrew University pada tahun 2003 tentang buku-buku teks di ‘Israel’, misalnya, mendapati bahwa orang-orang Arab digambarkan sebagai “seekor unta, dalam pakaian Ali Baba” (a camel, in an Ali Baba dress) (McGreal, 2023). Sikap dan tindakan ‘Israel’ di dalam Perang Gaza ini juga dapat dikatakan sejalan dengan apa yang mereka ucapkan di atas. Jumlah korban di Gaza sejauh ini menunjukkan bahwa dalam setiap jam rata-rata 6 orang mati terbunuh. Tentara zionis ‘Israel’ tanpa ragu dan malu menyerang sejumlah rumah sakit, sekolah, masjid, gereja, dan rumah penduduk sipil. Warga sipil Gaza secara jelas menjadi target serangan tentara ‘Israel’. Para jurnalis, yang semestinya termasuk yang mendapat perlindungan, banyak yang gugur selama perang ini. Jumlahnya tidak main-main. Sebuah laporan menyebutkan bahwa sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga 5 Januari 2024, setidaknya 77 jurnalis telah menjadi korban di Gaza (“Journalist casualties,” 2024). Ini hampir mencapai rata-rata satu orang per hari. Bahkan ada laporan yang menyebutkan bahwa sudah lebih dari 100 jurnalis di Gaza mati terbunuh. Sebuah potongan video memperlihatkan betapa seorang tentara ‘Israel’ sambil tersenyum mengatakan bahwa ia mungkin telah membunuh gadis berusia dua belas tahun. Tapi sebenarnya ia mencari bayi (untuk dibunuh). Namun, sudah tidak ada lagi bayi yang tersisa (“Israel’i soldiers,” 2023). ‘Israel’ berkeinginan untuk mengusir warga Gaza keluar dari wilayah itu. Namun, negara-negara Arab menolak untuk menerima para pengungsi Palestina. Pemerintah ‘Israel’ dikatakan telah melakukan pembicaraan dengan pemerintah Kongo tentang kemungkinan pemindahan warga Gaza ke negara Afrika itu (Yerushalmi, 2024). Tetapi hal ini kemudian dibantah oleh pemerintah Kongo, bahwa sama sekali tidak ada pembicaraan tentang hal itu (“Congo denies that it’s in talks with Israel,” 2024). Kekejian dan kejahatan perang ini telah membuka mata banyak orang seluruh dunia. Namun, anehnya Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat, yang selama ini selalu menguliahi dunia tentang nilai-nilai kemanusiaan, tanpa rasa malu menutup mata terhadap apa yang berlaku di Gaza. Amerika Serikat sudah dua kali memveto upaya Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi gencatan senjata bagi perang di Gaza (Nichols, 2023). Sejak awal Joe Biden menyatakan bahwa Amerika memberi dukungan kepada ‘Israel’ tanpa syarat. Amerika juga memberi dukungan keuangan, senjata, dan juga ikut mengirimkan tentara bagi membantu ‘Israel’ dalam perang di Gaza. Hal ini membuat pemerintah Amerika kehilangan simpati dunia, semakin dimusuhi di Timur Tengah, semakin diprotes oleh rakyatnya sendiri, dan semakin tergerus keuangannya dalam membiayai perang. Amerika Serikat yang merupakan negara super power itu seperti takut dan tunduk sepenuhnya terhadap ‘Israel’. Dalam beberapa kesempatan, pejabat Amerika Serikat menampakkan rasa tidak nyaman dan menunjukkan sikap yang agak berbeda dengan ‘Israel’, tetapi pada akhirnya tetap saja mereka membantu ‘Israel’. Begitu besarnyakah pengaruh lobi Yahudi di Amerika Serikat hingga pemerintah Amerika terpaksa menuruti semua kemauan negara zionis itu? Apa yang dilakukan ‘Israel’ di Gaza selama perang ini dianggap telah memenuhi bukti untuk dikatakan sebagai kejahatan perang. Amnesty International, misalnya, menyimpulkan bahwa tindakan ‘Israel’ di Gaza “harus diselidiki sebagai kejahatan perang” (“Damning evidence,” 2023). Hamas juga dituduh oleh beberapa pihak telah melakukan kejahatan perang, karena melakukan pembunuhan dan penculikan pada tanggal 7 Oktober 2023. Terlepas dari itu, kita dapat melihat perlakuan manusiawi Hamas terhadap tawanan saat dilakukan pertukaran tahanan. Para tahanan Hamas dikembalikan dalam keadaan baik dan tidak melaporkan sebarang siksaan atau yang semisalnya selama berada di Gaza. Bahkan ada tawanan remaja yang kembali ke ‘Israel’ bersama anjingnya. Hal yang sama tidak terjadi terhadap penduduk sipil Palestina yang ditahan oleh ‘Israel’, baik di Gaza maupun di Tepi Barat. Sebuah keluarga di Gaza, misalnya, menceritakan apa yang ia dan yang lainnya alami saat ditahan tentara ‘Israel’. Ia dan anak-anaknya mengibarkan bendera putih saat tentara ‘Israel’ membuldoser rumah-rumah penduduk. Rumah mereka digeledah, uang dan telefon mereka dirampas. Mereka kemudian dibawa dengan truk bersama sejumlah orang lainnya, dalam keadaan ditutup matanya dan yang lelaki dibuka pakaiannya. Setelah itu mereka dikumpulkan di sebuah bangunan, diinterogasi, dipukuli, dan tidak bisa tidur karena lantainya penuh berisi butiran beras yang menggores kulit-kulit mereka. Ada dua anak lelaki yang ditembak mati karena mencari air. Mereka juga menyiksa anak-anak selama proses penahanan itu. Salah seorang korban penahanan itu menyebutkan bahwa tentara-tentara ‘Israel’ terus menerus berkata, “Kamu semua adalah Hamas.” Ia tidak bisa melupakan apa yang telah dialaminya. “Kebencian mereka terhadap kami tidak wajar, seolah kami adalah makhluk yang lebih rendah (lesser beings).” Seorang korban lainnya berkata, “Mereka memiliki rasisme yang luar biasa. Mereka sangat membenci kami. Ini bukan tentang Hamas. Ini tentang memusnahkan kita semua. Ini tentang genosida, yang ditandatangani oleh [Presiden AS] Biden.” Para tawanan Gaza di atas mengalami siksaan itu selama lima hari, sebelum akhirnya dibebaskan. Tapi mereka merasa seolah telah ditahan selama lima tahun lamanya. “It was hell on earth,” ujar salah seorang dari mereka (Alsaafin & Humaid, 2023). Zionis ‘Israel’ juga telah dituduh mencuri organ dari jenazah-jenazah warga Palestina di Gaza. Ini merupakan satu bentuk kejahatan yang lain yang perlu diperiksa. Dan ini bukan pertama kalinya ‘Israel’ dituduh mengambil organ jenazah Palestina tanpa izin keluarganya. Seorang dokter ‘Israel’ bernama Meira Weiss, misalnya, menyebutkan di dalam bukunya bahwa antara tahun 1996 dan 2002 organ-organ tubuh telah diambil dari jenazah-jenazah Palestina untuk keperluan riset medis dan untuk ditransplantasikan ke pasien-pasien ‘Israel’ (Askew, 2023). Beberapa upaya telah dilakukan untuk membawa kejahatan perang ‘Israel’ ke pengadilan internasional, antara lain ke International Criminal Court (ICC). Tapi apakah pengadilan internasional tersebut akan menerapkan standar ganda juga terkait apa yang dilakukan negara zionis tersebut, kita masih harus menunggu. Mungkin saja ‘Israel’ akan lolos dari tuntutan semacam itu, tetapi ia tidak akan pernah bisa lepas dari pengadilan sejarah.*/Kuala Lumpur, 25 Jumadil Akhir 1445/7 Januari 2024 Penulis adalah staf akademik di International Islamic University Malaysia (IIUM)

Agresi Hari ke-95: Al-Qassam Gagalkan Pasukan Khusus ‘Israel’ dalam Misi Penyelamatan Tawanan  

Hidayatullah.com—Pasukan Penjajah ‘Israel’ (IDF) terus melakukan agresi mereka terhadap Jalur Gaza selama sembilan puluh lima hari berturut-turut, memanfaatkan pemboman udara, darat, dan laut, yang mengakibatkan semakin banyak korban jiwa. Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), , Senin malam mengumumkan kegagalan upaya pasukan khusus IDF untuk membebaskan seorang tawanan di kamp Al-Bureij setelah unit pasukan khusus menyusup ke lokasi yang diyakini penjajah tempat tawanan ditahan Hamas.Al-Qassam menyatakan bahwa pasukan dihadang, misinya digagalkan, dan bentrokan pun terjadi, yang mengakibatkan korban jiwa dan penyitaan beberapa peralatan pasukan khusus. Ia menambahkan bahwa para pejuangnya berhasil meledakkan ranjau anti-personil yang menargetkan unit pasukan khusus di dalam sebuah sekolah dekat daerah “Al-Mahatta” di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan. Pejuang Al-Qassam terlibat dengan anggota pasukan yang tersisa menggunakan senjata otomatis di dalam sekolah bersama dengan roket “Yassine-105” – setelah itu tim penyelamat tiba di lokasi kejadian untuk mengevakuasi korban tewas dan terluka – sesuai pernyataan Telegram. Hari Senin, tentara penjajah melakukan pemboman intensif di Jalur Gaza tengah dan selatan, yang mengakibatkan kesyahidan puluhan, setelah serangkaian pembantaian di beberapa daerah, sehingga total korban agresi menjadi lebih dari 23.000 syuhada. Meskipun perang telah berlangsung selama tiga bulan, berhasil menargetkan Tel Aviv dengan sejumlah roket baru. Pada saat yang sama, pertempuran berkecamuk antara perlawanan dan pasukan penjajah di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, sementara sumber-sumber ‘Israel’ mengumumkan bahwa 9 perwira dan 19 tentara lain terluka dalam bentrokan dalam waktu 24 jam. Penjajah melaporkan kematian wakil komandan brigade pelatihan di Brigade Nahal, bersama dengan sejumlah besar tentaranya.   Sementara pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan bahwa mereka melanjutkan perang, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan memulai kunjungan ke Tel Aviv di mana ia seharusnya meminta para pejabat Israel untuk pindah ke fase baru operasi militer yang akan dibatasi, menurut media Israel. Brigade Al-Qassam, memulai Operasi Taufan Aqsha pada 7 Oktober sebagai tanggapan atas berbagai pelanggaran penjajah ‘Israel’ di wilayah Palestina. Pada saat yang sama, penjajah melancarkan operasi militer bernama “Pedang Besi”, melakukan serangan intensif di berbagai wilayah di Jalur Gaza. Sumber-sumber media penjajah mengatakan sebanyak sembilan perwira dan tentara tewas dan lainnya luka-luka dalam dua serangan terpisah selama pertempuran di Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir. Channel 12 Israel melaporkan bahwa Staf Bisha, seorang sersan di Brigade Givati, tewas karena serangan jantung setelah tentara di bawah komandonya tewas di Jalur Gaza. Sementara Channel 13 dan pembawa acara program “Akhbar Al-Youm” Almog Booker yang mengutip pernyataan para pemimpin Israel menunjukkan berakhirnya perang di Jalur Gaza. Booker menjelaskan – melalui akunnya di platform X – bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan 3 kali sehari bahwa: “Kami tidak akan berhenti sampai kami menang,” tetapi pernyataan itu bertolak belakang dengan kata-kata Menteri Pertahanan Yoav Galant yang mengatakan Israel akan segera bergerak “dari tahap manuver ke pelaksanaan operasi khusus,” menekankan bahwa “ini adalah akhir dari perang.” Reporter, yang bekerja di Israel selatan, menunjukkan bahwa ini terjadi sebelum tujuan yang ditetapkan dari perang di Gaza tercapai, “para penculik tidak lagi (ditahan), dan Hamas belum dikalahkan, karena roket ditembakkan setiap hari dari Jalur Gaza.” Dia menambahkan bahwa kehidupan di beberapa daerah di Jalur Gaza telah mulai kembali normal, mengutip apa yang dia anggap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan kembalinya kehidupan ke pasar di Jabalya. Menurut sumber Kementerian Kesehatan Palestina mengungkapkan secara keseluruhan, setidaknya 22.835 orang telah terbunuh – termasuk 9.600 anak-anak – dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Sebaliknya, pihak penjajah melaporkan sekitar 1.200 pemukim dan tentaranya tewas, dan penjajah juga mengakui kematian 510 perwira dan tentara sejak operasi darat dimulai pada tanggal 27 Oktober, termasuk 175 korban jiwa selama intervensi darat penjajah di Jalur Gaza.*

Cucu Syeikh Ahmad Yassin Gugur dalam Serangan Udara ‘Israel’

Hidayatullah.com—Cucu Syeikh Ahmad Yassin, Ali Salem Abu Ajwa, gugur dalam “serangan udara ‘Israel’ Ahad pagi – seperti yang diklaim oleh media berbahasa Ibrani. Abu Ajwa adalah seorang jurnalis berusia 24 tahun. Sumber-sumber Palestina mengatakan Abu Ajwa adalah seorang fotografer yang bekerja untuk Badan Otoritas Keempat di Jalur Gaza. Selain Abu Ajwa, penjajah Israel juga menarget jurnalis Hamza Al-Dahdouh dan Mustafa Thuraya. Sampai hari ini, jumlah wartawan yang gugur di Gaza meningkat menjadi 110 orang sejak dimulainya agresi pada tanggal 7 Oktober. Syeikh Ahmad Yassin adalah pendiri Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), pada tahun 1987, dan dibunuh pasukan penjajah tahun 2004. Patut dicatat bahwa Syeikh Ahmed Yassin syahid dalam serangan pesawat penjajah, setelah usia shalat Subuh di lingkungan Al-Sabra di pusat Kota Gaza.*

29 Tentara ‘Israel’ Tewas Ditembak Teman Sendiri selama Agresi Gaza

Hidayatullah.com—Sebanyak 29 tentara ‘Israel’ tewas oleh teman sendiri selama serangan darat dan agresinya di Gaza sejak 27 Oktober, menurut laporan Perusahaan Penyiaran Publik ‘Israel’ (KAN) hari Senin. Di antara kematian tersebut, 18 tentara penjejah tewas dalam baku tembak, dua akibat tembakan (tanpa rincian lebih lanjut), dan sembilan akibat insiden amunisi dan senjata atau tabrakan kendaraan, lapor KAN. Menurut data militer penjajah, setidaknya 506 tentara Zionis tewas sejak pecahnya agresi Gaza pada 7 Oktober dan 172 tentara tewas sejak dimulainya serangan darat pada 27 Oktober. ‘Israel’ melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh pejuang Hamas pada 7 Oktober. Setidaknya 21.822 warga Palestina telah gugur dan 56.451 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Gaza, sementara hampir 1.200 warga ‘Israel’ diyakini telah tewas dalam serangan Hamas. Agresi gencar ‘Israel’ telah menyebabkan kehancuran di Gaza, dengan 60% infrastruktur di daerah kantong tersebut rusak atau hancur, dan hampir 2 juta penduduk mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.* DS

Sejarawan Yahudi: Tak Perlu Gelar dan Literatur Komparatif  Memahami Genosida ‘Israel’’ di Gaza

Hidayatullah.com—Guru Besar di Bidang Studi Genosida Modern di Universitas Stockton Prof Dr. Raz Segal mengatakan ‘Israel’ telah melakukan aksi genosida di Jalur Gaza melalui rangkaian agresinya yang tidak berhenti hingga hari ini. Segal, dari Studi Holocaust dan Genosida Universitas Stockton, membuat pernyataan tentang masalah ini di saluran YouTube “Breaking points”. Ia mengatakan sudah terlihat agresi ‘Israel’ melalui saluran media, dan ruang publik sejak dimulainya agresi 7 Oktober. Ia mengatakan, meratakan dan menghancurkan Gaza menunjukkan bahwa wacana genosida yang dilakukan ‘Israel’ langsung dan jelas. Karena itu, menurutnya, tidak memerlukan gelar dalam literatur komparatif untuk memahami “wacana genosida” yang dilakukan penjajah ‘Israel’ ini. “Anda tidak memerlukan gelar dalam bidang sastra perbandingan untuk menafsirkan tanda dan ekspresi seperti itu,” ujarnya dikutip turkiyegazetesi. Segal menegaskan, ‘Israel’ telah membunuh lebih dari 22 ribu orang dalam serangannya di Gaza dan juga menyasar sekolah, masjid, rumah sakit, universitas, gereja, dan kawasan pertanian. Dalam pidatonya di panel yang diadakan di gedung Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada tanggal 12 Desember, sejarawan ‘Israel’ ini menggarisbawahi bahwa penggambaran ‘Israel’ terhadap “seluruh masyarakat sipil sebagai musuh dan sasaran militer” adalah praktik genosida yang sudah diketahui masyarakat umum. “Harus ada niat dan aktivitas untuk menyebut peristiwa tersebut sebagai genosida dalam kerangka Konvensi PBB tentang Pencegahan dan Hukuman Genosida. Banyak pernyataan para pemimpin ‘Israel’ yang mengungkapkan niat untuk menghancurkan rakyat Palestina,”  ujarnya lagi.*