Tag:

sahabat

Memilih Persahabatan: Kunci Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Dalam perjalanan hidup, kita sering mendengar ungkapan “Temanmu adalah cerminan dirimu.” Ungkapan ini bukan sekadar kata-kata bijak tanpa makna, melainkan sebuah kebenaran yang telah dibuktikan oleh berbagai penelitian ilmiah dan ajaran agama. Persahabatan memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk siapa kita, mempengaruhi keputusan-keputusan penting dalam hidup, dan bahkan menentukan nasib kita di akhirat kelak. Dr. David McClellan, seorang peneliti dari Harvard University, selama 25 tahun melakukan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang. Temuannya mengejutkan sekaligus menegaskan apa yang telah lama kita yakini: hingga 99% kesuksesan seseorang ditentukan oleh apa yang ia sebut sebagai “kelompok referensi” – orang-orang yang paling sering kita asosiasikan dengan diri kita. McClellan menemukan bahwa mengubah kelompok referensi seseorang dapat sepenuhnya mengubah cara berpikir mereka. Temuan ini diperkuat oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa manusia menghabiskan sekitar 10% dari pemikirannya untuk membandingkan diri secara langsung dengan orang lain. Bayangkan, satu dari sepuluh pikiran kita digunakan untuk melihat diri kita dalam cermin sosial yang dibentuk oleh orang-orang di sekitar kita. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh lingkungan sosial terhadap pembentukan identitas dan pola pikir kita. Dalam konteks Islam, pentingnya memilih teman yang baik telah ditekankan sejak lama. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: “Seseorang itu mengikuti din (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.” Hadits ini dengan jelas mengingatkan kita bahwa kita cenderung mengadopsi sifat, perilaku, dan nilai-nilai dari orang-orang terdekat kita. Lebih jauh lagi, dalam Al-Qur’an, Allah SWT menggambarkan betapa pentingnya persahabatan yang baik dan betapa berbahayanya persahabatan yang buruk. Dalam Surah Az-Zukhruf ayat 67, Allah berfirman: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa persahabatan yang tidak didasari oleh ketakwaan kepada Allah bisa berubah menjadi permusuhan di akhirat kelak. Namun, persahabatan yang dibangun atas dasar keimanan dan ketakwaan tidak hanya membawa kebaikan di dunia, tetapi juga akan menjadi penolong kita di akhirat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang akan bersama orang yang dicintainya (di akhirat kelak).” Hadits ini memberi harapan bahwa jika kita memilih untuk bersahabat dan mencintai orang-orang yang saleh, kita akan berkesempatan untuk bersama mereka di surga. Memilih persahabatan bukan hanya tentang menghindari pengaruh buruk, tetapi juga tentang secara aktif mencari dan membangun hubungan dengan orang-orang yang dapat mengangkat kita menjadi versi terbaik dari diri kita. Seperti yang dikatakan oleh Jim Rohn, seorang motivator terkenal, “Anda adalah rata-rata dari lima orang yang paling sering Anda habiskan waktu bersama.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kualitas hidup kita sangat dipengaruhi oleh kualitas orang-orang di sekitar kita. Dalam memilih persahabatan, kita perlu mencari orang-orang yang memiliki visi dan nilai-nilai yang sejalan dengan kita. Sahabat yang baik adalah mereka yang mendorong kita untuk terus berkembang, yang mengingatkan kita ketika kita melakukan kesalahan, dan yang mendukung kita dalam mengejar impian-impian kita. Mereka adalah orang-orang yang membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT dan membantu kita menjadi hamba-Nya yang lebih baik. Namun, memilih persahabatan yang baik bukanlah tugas yang mudah. Dalam dunia yang semakin terhubung namun paradoksnya juga semakin terisolasi secara emosional, menemukan sahabat sejati bisa menjadi tantangan tersendiri. Kita perlu aktif mencari dan membangun hubungan dengan orang-orang yang memiliki karakter dan nilai-nilai yang kita kagumi. Ini mungkin berarti keluar dari zona nyaman kita, bergabung dengan komunitas-komunitas yang positif, atau bahkan berani untuk memutuskan hubungan dengan orang-orang yang membawa pengaruh negatif dalam hidup kita. Sebagai penutup, mari kita renungkan sebuah doa yang indah: “Ya Allah, antarkanlah aku kepada orang yang dapat mengantarkan aku kepada-Mu, kumpulkanlah aku dengan orang yang dapat mengumpulkan aku dengan-Mu, dan mudahkanlah amalan saleh yang menjadikanku dekat kepada-Mu.” Doa ini mengingatkan kita bahwa tujuan utama dalam memilih persahabatan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Memilih persahabatan dengan bijak bukan hanya investasi untuk kebahagiaan dan kesuksesan di dunia, tetapi juga untuk keselamatan dan kebahagiaan kita di akhirat. Melalui persahabatan yang dilandasi keimanan dan ketakwaan, kita tidak hanya menemukan dukungan dan kebahagiaan di dunia, tetapi juga membangun jembatan menuju surga-Nya. Mari kita jadikan setiap persahabatan sebagai tangga menuju kedekatan dengan Allah SWT dan kebaikan yang abadi. Dr. Rahmat Mulyana, Dosen Institut Islam Tazkia

Memilih Persahabatan: Kunci Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Dalam perjalanan hidup, kita sering mendengar ungkapan “Temanmu adalah cerminan dirimu.” Ungkapan ini bukan sekadar kata-kata bijak tanpa makna, melainkan sebuah kebenaran yang telah dibuktikan oleh berbagai penelitian ilmiah dan ajaran agama. Persahabatan memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk siapa kita, mempengaruhi keputusan-keputusan penting dalam hidup, dan bahkan menentukan nasib kita di akhirat kelak.Dr. David McClellan, seorang peneliti dari Harvard University, selama 25 tahun melakukan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang. Temuannya mengejutkan sekaligus menegaskan apa yang telah lama kita yakini: hingga 99% kesuksesan seseorang ditentukan oleh apa yang ia sebut sebagai “kelompok referensi” – orang-orang yang paling sering kita asosiasikan dengan diri kita. McClellan menemukan bahwa mengubah kelompok referensi seseorang dapat sepenuhnya mengubah cara berpikir mereka.Temuan ini diperkuat oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa manusia menghabiskan sekitar 10% dari pemikirannya untuk membandingkan diri secara langsung dengan orang lain. Bayangkan, satu dari sepuluh pikiran kita digunakan untuk melihat diri kita dalam cermin sosial yang dibentuk oleh orang-orang di sekitar kita. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh lingkungan sosial terhadap pembentukan identitas dan pola pikir kita.Dalam konteks Islam, pentingnya memilih teman yang baik telah ditekankan sejak lama. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: “Seseorang itu mengikuti din (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.” Hadits ini dengan jelas mengingatkan kita bahwa kita cenderung mengadopsi sifat, perilaku, dan nilai-nilai dari orang-orang terdekat kita.Lebih jauh lagi, dalam Al-Qur’an, Allah SWT menggambarkan betapa pentingnya persahabatan yang baik dan betapa berbahayanya persahabatan yang buruk. Dalam Surah Az-Zukhruf ayat 67, Allah berfirman: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa persahabatan yang tidak didasari oleh ketakwaan kepada Allah bisa berubah menjadi permusuhan di akhirat kelak.Namun, persahabatan yang dibangun atas dasar keimanan dan ketakwaan tidak hanya membawa kebaikan di dunia, tetapi juga akan menjadi penolong kita di akhirat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang akan bersama orang yang dicintainya (di akhirat kelak).” Hadits ini memberi harapan bahwa jika kita memilih untuk bersahabat dan mencintai orang-orang yang saleh, kita akan berkesempatan untuk bersama mereka di surga.Memilih persahabatan bukan hanya tentang menghindari pengaruh buruk, tetapi juga tentang secara aktif mencari dan membangun hubungan dengan orang-orang yang dapat mengangkat kita menjadi versi terbaik dari diri kita. Seperti yang dikatakan oleh Jim Rohn, seorang motivator terkenal, “Anda adalah rata-rata dari lima orang yang paling sering Anda habiskan waktu bersama.” Pernyataan ini menegaskan bahwa kualitas hidup kita sangat dipengaruhi oleh kualitas orang-orang di sekitar kita.Dalam memilih persahabatan, kita perlu mencari orang-orang yang memiliki visi dan nilai-nilai yang sejalan dengan kita. Sahabat yang baik adalah mereka yang mendorong kita untuk terus berkembang, yang mengingatkan kita ketika kita melakukan kesalahan, dan yang mendukung kita dalam mengejar impian-impian kita. Mereka adalah orang-orang yang membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT dan membantu kita menjadi hamba-Nya yang lebih baik.Namun, memilih persahabatan yang baik bukanlah tugas yang mudah. Dalam dunia yang semakin terhubung namun paradoksnya juga semakin terisolasi secara emosional, menemukan sahabat sejati bisa menjadi tantangan tersendiri. Kita perlu aktif mencari dan membangun hubungan dengan orang-orang yang memiliki karakter dan nilai-nilai yang kita kagumi. Ini mungkin berarti keluar dari zona nyaman kita, bergabung dengan komunitas-komunitas yang positif, atau bahkan berani untuk memutuskan hubungan dengan orang-orang yang membawa pengaruh negatif dalam hidup kita.Sebagai penutup, mari kita renungkan sebuah doa yang indah: “Ya Allah, antarkanlah aku kepada orang yang dapat mengantarkan aku kepada-Mu, kumpulkanlah aku dengan orang yang dapat mengumpulkan aku dengan-Mu, dan mudahkanlah amalan saleh yang menjadikanku dekat kepada-Mu.” Doa ini mengingatkan kita bahwa tujuan utama dalam memilih persahabatan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.Memilih persahabatan dengan bijak bukan hanya investasi untuk kebahagiaan dan kesuksesan di dunia, tetapi juga untuk keselamatan dan kebahagiaan kita di akhirat. Melalui persahabatan yang dilandasi keimanan dan ketakwaan, kita tidak hanya menemukan dukungan dan kebahagiaan di dunia, tetapi juga membangun jembatan menuju surga-Nya. Mari kita jadikan setiap persahabatan sebagai tangga menuju kedekatan dengan Allah SWT dan kebaikan yang abadi. (RM. 06/07/2024)Dr. Rahmat Mulyana, Dosen Institut Islam Tazkia

Bekerjalah, karena Nabi dan Para Sahabat pun Melakukannya

SEPULUH orang sahabat Nabi ﷺ yang dijamin masuk surga (yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq, ‘Umar Bin Khattab, ‘Utsman Bin ‘Affan, ‘Ali Bin Abi Thalib, ‘Abdurrahman Bin ‘Auf, Zubair Bin ‘Awwam, ‘Amru Bin ‘Ash, Sa’ad Bin Abi Waqqash, Abdullan Bin Rawahah, dan Thalhah Bin ‘Ubaidillah) semua mereka memiliki aktivitas mencari ma’isyah (penghidupan). Dan rata-rata aktivitas mencari ma’isyah mereka adalah bisnis.Dalam pandangan Islam, aktivitas dakwah tidaklah lebih mulia dari mencari ma’isyah untuk menghidupi diri dan keluarga. Keduanya adalah perintah Allah yang harus dijalankan. Dakwah adalah upaya untuk menyampaikan hidayah kepada Allah.BACA JUGA:  Lelaki yang Tidak BekerjaMulianya dakwah digambarkan oleh Rasulullah ﷺ dengan sabdanya, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui (usaha, dakwah) kamu, maka hal itu lebih baik bagimu dari dunia dengan segala isinya.”Foto: PInterestNah, manfaat ma’isyah (penghidupan) yang menjadi pegangan da’i adalah untuk memelihara dan mempertankan luhurnya nilai aktifitas memberi hidayah kepada Allah itu. Sehingga ia menjalani dakwah memang benar-benar sebagai proyek dengan tujuan untuk menyebarkan hidayah kepada manusia.Begitulah Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada umatnya. Bahkan para nabi pun adalah orang-orang yang mempunyai aktifitas kerja untuk mencari ma’isyah. Beliau menjelaskan: “Tidaklah seseorang menkonsumsi makanan yang lebih baik dari hasil kerja tangannya. Dan sesungguhnya nabiyullah Dawud memakan makanan dari hasil kerjanya sendiri.” (Al-Bukhari)Sangat beralasan bila Imam Hasan Al-Banna menggambarkan sosok Muslim ideal dan da’i ideal sebagai orang yang memiliki sepuluh sifat asasi. Di antara sifat itu adalah mampu berusaha. Dia menempatkan kemampuan untuk berusaha mencari ma’isyah sebagai salah satu sifat asasi yang harus ada pada seorang Muslim terlebih lagi aktivis dan da’i.Islam memberikan penghargaan tinggi kepada orang yang bekerja untuk mencari rizki. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman lalu dimakan sebagiannya oleh burung, manusia, atau binatang ternak melainkan itu merupakan shadaqah baginya.” (Al-Bukhari dan Muslim)Foto: PinterestDalam sebuah atsar disebutkan: “Allah merahmati orang yang berusaha (mencari penghidupan) yang baik, membelanjakan harta dengan hemat, dan menyisihkan kelebihan untuk menghadapi masa fakir dan membutuhkan.” (Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya)BACA JUGA:  Keutamaan Menghafal Hadits Nabi dan MenyampaikannyaKarenanya Rasulullah ﷺ memberi semangat kepada kaum Muslimin untuk tidak mengabaikan peluang sekecil apa pun untuk bekerja mencari rezeki dan berpruduksi.Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila kiamat datang dan di tangan seseorang di antara kamu ada benih pohon maka jika ia bisa menanamkannya sebelum bangkit maka lakukanlah.” (Ahmad) []