Tag:

Resolusi Jihad

Bagi Kalangan Santri, Langkah Perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari Lampaui Zaman

Surabaya (MediaIslam.id) – Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Abdul Hakim Mahfudz menyatakan, semangat pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dalam mengobarkan api juang layak diteruskan dan dikembangkan untuk mengisi kemerdekaan Indonesia. “Bila dicermati pemikiran dan langkah perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari, sesungguhnya lebih maju dan melampaui zaman bagi kalangan santri. Karena itu, kita bertanggung jawab untuk terus merawat dan selalu mengobarkan semangat juang itu,” kata Gus Kikin, sapaan akrabnya, di Surabaya, Ahad (29/09/2024), seperti dilansir ANTARA. Gus Kikin menjelaskan, dampak dari fatwa jihad untuk perang sabil juga cukup dahsyat sehingga pemenang Perang Dunia II justru kehilangan jenderal. Sejarahwan NU, Riadi Ngasiran, menambahkan, Fatwa Djihad Kiai Hasyim Asy’ari (17 September 1945), yang ditujukan kepada masyarakat luas, terutama kaum santri dan umat Islam itu diperkuat dengan keputusan PBNU yang mengeluarkan peringatan untuk pemerintah pada saat itu, yakni Resolusi Djihad NU di Surabaya (22 Oktober 1945). “Pada saat perang dan kondisi belum aman, masa Revolusi Fisik 1945-1945, NU telah mengeluarkan Resolusi Djihad NU di Purwokerto (hasil Muktamar NU pada tanggal 26-29 Maret 1946). Semua itu menjadi bukti andil nyata umat Islam atau Nahdlatul Ulama bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” katanya. Penulis buku “Perang Sabil di Surabaya, Resolusi Jihad NU 1945” itu mengingatkan, pentingnya nilai juang yang dikobarkan pendiri NU bagi generasi muda. “Keputusan agama dan politik NU (Fatwa Jihad Kiai M Hasyim Asy’ari tanggal 17 September 1945 dan Resoloesi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945) itu memperoleh dukungan besar dari organisasi keagamaan di Indonesia, seperti Rakyat Muslimin Kebumen yang mengeluarkan mosi agar umat Islam bersungguh-sungguh mempertahankan Republik Indonesia,” katanya. Selain itu, pada tanggal 7-8 November 1945, Umat Islam Indonesia juga menyelenggarakan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta. Muktamar Islam Indonesia itu menyerukan seluruh umat Islam Indonesia untuk memperkuat persiapan untuk berjihad fi Sabilillah. []

Tasyakuran Peringatan Resolusi Jihad: Enggan Sebut Resolusi Jihad, Pemerintah Ganti dengan Hari Santri Nasional

Jombang (SI Online)-Pemerintah sekarang agaknya enggan menyebut sebagai Resolusi Jihad, kemudian menutupinya dengan sebutan dan pencanangan Hari Santri.KH. Irfan Yusuf Hasyim, salah satu putra Allahuyarham KH Muhammad Yusuf Hasyim, menyebut itu pada Jumat (27/10/2023) malam, saat menjadi narasumber dalam Tasyakuran Peringatan Resolusi Jihad yang digelar di Teater Terbuka, Ribath K.H. Muhammad Yusuf Hasyim, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur.Resolusi jihad sebenarnya sejak lama dicetuskan Rais Aam Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, yakni dalam suatu rapat 21-23 Oktober 1945 di Surabaya. Seruan jihad menjadi dorongan gerak ribuan santri untuk ikut dalam revolusi bela negara yang meletus di Surabaya dan puncaknya pada 10 November 1945.Pemerintah-pemerintah sebelum ini, tidak ada yang mencetuskan resolusi jihad dalam suatu peringatan. Padahal nyata-nyata Resolusi Jihad dengan gemilang mempertahankan kemerdekaan.“Pemerintah saat inipun agaknya juga enggan menyebut Resolusi Jihad, kemudian menutupnya sebagai dengan sebutan Hari Santri Nasional,” ungkap KH M Irfan Yusuf Hasyim yang karib disapa Gus Ir.Narasumber sebelumnya dalam Tausyiah Kebangsaan ini, Dr. KH. Ahmad Musta’in Syafi’i, salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Tebuireng, memaparkan perjalanan sejarah Pondok Pesantren Tebuireng sejak kepemimpinan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari hingga saat ini.Dua putra Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari yakni KH. Choliq Hasyim dan KH. Yusuf Hasyim, terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan dengan masuk dalam ketentaraan.KH. Choliq Hasyim masuk melalui PETA dan KH. Yusuf Hasyim melalui Laskar Hizbullah yang saat itu Hadratussyekh bertindak sebagai panglima tertinggi Laskar Hizbullah.Khususnya dalam kepemimpinan Allahuyarham KH Yusuf Hasyim, yang digambarkan memiliki pribadi yang iffah (senantiasa menjaga diri). Tidak pernah meminta-minta sumbangan. Kalau mengantarkan pihak lain yang mengajukan proposal, sering dilakukan. “Tapi untuk Tebuireng sendiri tidak dilakukan,” ungkapnya.Para santri yang mengalami kepemimpinan KH. Yusuf Hasyim sering memperoleh pendidikan politik.Memimpin Pondok Pesantren Tebuireng dalam kurun waktu paling panjang (sejak 1965 – 2006, red), sebagian di antaranya merangkap sebagai anggota DPR RI dari Partai NU kemudian dari PPP.Di era kepemimpinan KH Yusuf Hasyim ini, tercatat baru kali pertama di Indonesia, kepemimpinan pondok pesantren diserahkan ketika pemimpin itu masih hidup.1 2Laman berikutnya