Tag:
psikolog
Hidayatullah.com
Muhammadiyah Terjunkan Tim Medis dan Psikolog Memantau Kesehatan Pengungsi Rohingya
Hidayatullah.com—Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh, H.M. Yamin, SE, MSi menyampaikan, masalah kesehatan pengungsi Rohing perlu terus dipantau, karena kondisi para pengungsi pasti tidak baik-baik saja. Sebab menurutnya, di tempat pengungsian tidak semua fasilitas kesehatan tersedia layaknya masyarakat normal.
Hal tersebut disampaikan M Yamin usai PWM Aceh bersama LAZISMU, MDMC Aceh dan Ortom melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan dan psikologi gratis bagi warga Rohingya di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Senin, (1/1/2024).
Kegiatan ini didukung oleh Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Organisasi Internal Persyarikatan Muhammadiyah Aceh, dan tenaga kesehatan dan Psikolog dari Fakultas Psikologi Unmuha.
“Dari masyarakat luas, kita meminta dukungan moril terkait adanya suara-suara yang bukan sekedar penolakan, tapi upaya pengusiran yang terorganisir dan semakin masif terhadap pengungsi. Banyak masyarakat terpengaruh oleh narasi-narasi negatif, yang berdampak pada perubahan sikap masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingnya,” ujarnya.
Jangan Menarasikan Buruk Pengungsi
Terkait adanya kasus-kasus tertentu yang terjadi di lokasi pengungsian dan melahirkan narasi-narasi buruk kepada para pengungsi, M Yamin meminta masyarakat tidak melakukan generalisasi.
Generalisasi dan berperasanka bahwa semua pengungsi berperilaku buruk akhirnya menimbulkan sentimen negatif yang semakin menebal di kalangan masyarakat. Di sisi lain, trauma bagi pengungsi semakin dalam dan bertambah-tambah.
Sementara itu, Sekretaris Lazismu Aceh, Zulhilmi, S.Sos, mengatakan, dengan kegiatan pelayanan kesehatan dan psikologi, harapannya dapat membantu para warga Rohingya di BMA dari segi pelayanan kesehatan dan psikologis.
“Kegiatan bersama yang kami laksanakan ini berjalan lancar dan mendapat sambutan antusias dari warga Rohingya. Harapannya, kehadiran kami dapat meringankan beban para pengungsi,” ujarnya.
Diketahui, jumlah warga Rohingya di lokasi tersebut 137 orang, terdiri dari 70 laki-laki, 49 perempuan, 14 anak balita, dan 4 anak batita.
Hadir pada kesempatan itu, H.M. Yamin, SE, M. Si, Wakil Ketua PW. Muhammadiyah Aceh yang membidangi MDMC, LAZISMU, dan LPPK. Dari MDMC, dihadiri oleh Sekretaris Sukri Karim, S.Psi, M.Psi, sementara dari Lazismu hadir Ketua Firdaus Nyak Idin, SP dan Sekretaris Zulhilmi, S.Sos.
Turut serta pula Ketua Nasyiatul Aisyiyah (NA) Aceh, Rika Widyasari, S.Pd, perwakilan IMM, Hadie Melia Sinta, dan dari perwakilan IPM yaitu Devika Arianti, Rosi Dini, Handayani, dan Safa Banat Jamilah.
Tim kesehatan yang terlibat dalam kegiatan ini antara lain dr. Aslinar, Sp.A. M.Biomed, dan tenaga medis Ners. Ernawati, S.Kep.*/Sayed M. Husen (Aceh)
Hidayatullah.com
Pakar Psikolog UNAIR Berikan Tips Cegah Bunuh Diri pada Mahasiswa
Hidayatullah.com—Bunuh diri merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang meningkat jumlahnya mencapai 700 ribu pertahun, mayoritas dialami oleh mahasiswa.
Mengenai hal ini bunuh diri saat ini menjadi kasus mendesak, mengingat lonjakan kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 6,37 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Fenomena maraknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa berhasil mengundang perhatian publik.
Pakar Psikologi Pendidikan Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Nur Ainy Fardana MSi Psikolog, memaparkan faktor pemicu keinginan bunuh diri pada mahasiswa.
Pertama, adanya masalah kesehatan mental. Kedua, tekanan dan tuntutan yang tinggi dalam lingkup akademik dan keluarga. Ketiga, perasaan kesepian yang dikarenakan tidak adanya dukungan sosial.
Keempat, masalah finansial yang serius. Terakhir, peristiwa traumatis akibat kehilangan orang terdekat atau mengalami pelecehan.
Bangku perkuliahan yang diharapkan mencetak generasi unggul, hanya saja ada kemungkinan kondisi mahasiswa yang mengalami problem kesehatan mental karena kurang mampu beradaptasi sehingga memuncukan tekanan akademik. Neny menyebutkan tekanan akademik yang timbul dapat mengakibatkan depresi, kecemasan, stres, gangguan makan, gangguan tidur, penggunaan zat adiktif, isolasi sosial, penurunan rasa percaya diri, bahkan hingga keinginan bunuh diri.
Mitigasi Stres Akademik
Pakar Psikolog UNAIR itu memberikan beberapa tips pengelolaan stres akademik untuk mahasiswa. Neny menganjurkan mahasiswa untuk membuat jadwal yang terstruktur untuk tugas dan istirahat agar waktu dapat dikelola dengan baik.
Ia juga menyarankan mahasiswa untuk fokus pada satu tugas agar tidak menambah beban stres dan menghasilkan pekerjaan yang kualitas.
Selain itu, penting juga untuk menjaga keseimbangan antara kegiatan akademik dan non-akademik. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa mahasiswa harus melakukan manajemen tugas dan senantiasa berkomunikasi dengan dosen, serta menetapkan harapan yang realistis.
Selain mahasiswa, Neny juga menyarankan dosen untuk menerapkan karakteristik yang efektif dalam metode pembelajaran, relevan dan kontekstual, interaktif dan kolaboratif, konektivitas dengan penggunaan teknologi, dan pemberian feedback yang konstruktif.
“Pencegahan dan penanganan problem kesehatan mental pada mahasiswa dapat dilakukan melalui penyediaaan Layanan Kesehatan Mental, Pengembangan Keterampilan Mengatasi Masalah, Membangun iklim akademik yang lebih humanis dan relasi yang suportif untuk menjaga well being semua pihak yang ada di kampus dan Mengajarkan dukungan psikologis awal dan help center” terang Pakar Psikologi UNAIR itu.
Selain tugas perkuliahan, skripsi juga merupakan faktor yang berkontribusi sebagai pemicu stres mahasiswa. Oleh sebab itu, Neny mengungkapkan peran dosen penting bagi mahasiswa.
Dalam hal ini, dosen seharusnya memberikan panduan, dukungan, dan dorongan motivasi kepada mahasiswa yang tengah mengerjakan skripsi.
Lebih lanjut, Neny menyampaikan Hal-hal yang dapat dilakukan oleh dosen demi meredam potensi stres pada mahasiswa. Di antaranya, dosen harus responsif dan memiliki pengetahuan yang sesuai dengan topik skripsi mahasiswa.
Dalam hal ini, dosen juga harus mampu mendengarkan mahasiswa. Selain itu, dosen memberikan feedback yang konstruktif dan evaluasi selama proses pembimbingan.
Peran Self Diagnosis
Di sisi lain, penyebab bunuh diri bisa sangat kompleks dan bervariasi antar individu. Menurut Neny, self diagnosis memainkan peran dalam beberapa kasus bunuh diri, yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam mencari bantuan dan cara individu mengelolanya.
“Beberapa kemungkinan masalah yang terkait dengan self diagnosis yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang dan berpotensi meningkatkan risiko bunuh diri adalah kesalahan dalam self diagnosis dan terlambat mendapat bantuan,” tutur Pakar Psikologi UNAIR itu.
Untuk mengatasi masalah akibat self diagnosis, pakar psikologi UNAIR itu menyarankan edukasi kesehatan mental yang tepat, mendorong dan memfasilitasi mahasiswa untuk melakukan konsultasi kepada profesional, serta peningkatan akses ke pusat layanan yang terjangkau dan mudah diakses.
“Mahasiswa sebaiknya mencari bantuan professional saat mengalami masalah kesehatan mental secepat mungkin jika mereka mengalami gejala yang mengganggu kehidupan sehari-hari atau jika mereka kesulitan mengatasinya sendiri. Contoh gejala seperti depresi, kecemasan, stres yang berlebihan, gangguan tidur atau pemikiran bunuh diri,” ujarnya dikutip Unair News.
Selain bantuan profesional, dukungan dari orang terdekat juga menyumbang pemulihan mental lebih cepat. Namun, mahasiswa juga perlu merumuskan rencana keselamatan yang konkrit untuk menghadapi kondisi beresiko dalam kesehatan mental.
Nurainy mengungkapkan keinginan bunuh diri dapat dicegah melalui beberapa cara. Termasuk, meningkatkan awareness masalah kesehatan mental melalui edukasi kesehatan mental, penyediaan layanan kesehatan mental yang terjangkau dan mudah diakses, meningkatkan kepedulian, pengembangan skill dalam pengelolaan emosi dan reduksi stres, dan layanan help center (pusat layanan bantuan).*