Tag:

Pornografi

Pornografi Jadi Konsumsi Anak Usia Dini, Potret Jauhnya Kehidupan Islami

Warga Palembang sempat digegerkan dengan penemuan mayat seorang siswi SMP usia 13 tahun di Kuburan Cina. Ternyata, hasil penyelidikan polisi menyatakan korban diperkosa lalu dibunuh oleh empat orang pelaku, yang tiga di antaranya masih berstatus di bawah umur. Tim gabungan Polda Sumsel dan Polrestabes Palembang telah melakukan olah TKP dengan pengakuan salah seorang pelaku bahwa tindakan yang ia lakukan tersebut terinspirasi dari video pornografi yang sering ditontonnya (Merdeka, 4/9/2024).Pelaku utama, IS (16) dilakukan penahanan, sementara tiga tersangka lainnya MZ (13), NS (12), dan AS (12), yang masih di bawah umur akan ditampung di Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan Hukum (PSRABH) Ogan Ilir, sampai nanti penyerahan tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum. Para pelaku terjerat pasalpenganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.Petaka Gadget yang Menjadi Akses Bebas untuk AnakKejahatan seksual yang menimpa anak menjadi kasus serius di Indonesia dengan jumlah kasus yang kian hari kian bertambah. Bahkan, di kalangan pelakunya adalah anak di bawah umur. Konten pornografi dinilai menjadi faktor utama pelecehan seksual.Berdasarkan data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun ini mencapai 5.566.015 kasus. Jumlah ini merupakan yang terbanyak ke-4 di dunia dan ke-2 di wilayah ASEAN.Berdasarkan catatan resmi ILO (International Labour Organization) dan diperkuat oleh UNICEF (United Nation Children’s Fund) di Indonesia jumlah anak-anak yang menjadi korban tindak pidana kejahatan seksual mencapai 70.000 orang setiap tahunnya. Menurut UNICEF data pravalensi terkait kekerasan seksual di Indonesia terbilang terbatas. Bisa jadi dikarenakan banyaknya kasus yang tidak dilaporkan.Banyaknya media pornografi yang diakses oleh anak usia dini, tak lepas dari menjamurnya penggunaan gadget pada anak. Sudah menjadi pemandangan umum di masa sekarang, anak kecil bahkan balita pun berkeliaran dengan menenteng gadget, yang seringkali juga terlihat tanpa pengawasan orang tua. Dari situlah sudah tentu akan mudah bagi anak untuk mengakses media apapun, terlebih banyak iklan-iklan yang sarat akan pornografi dari tontonan ataupun games yang dimainkan anak-anak.Berdasarkan data BPS, jumlah pengguna gadget untuk anak usia dini di Indonesia sebanyak 33,44%, dengan rincian 25,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun. Hal ini tidak menutup kemungkinan dapat memicu kecanduan gadget pada anak serta memicu efek domino negatif darinya.Langkah Pemerintah dalam Menangani PornografiKementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pemerintah telah memiliki dasar hukum untuk pencegahan pornografi, yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kemudian, pemerintah telah memiliki Perpres Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penenganan Pornografi (GTP3) yang langsung dikoordinasikan oleh Kemenko PMK. Kemudian disusul oleh peraturan turunannya yaitu Permenko Kesra Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sub Gugus tugas Pencegahan Dan Penanganan Pornografi.Namun, per Agustus 2022, Indah Suwarni (Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Kemenko PMK) mengatakan, sejak dua tahun terakhir, peran gugus tugas dan sekretariat GTP3 tidak aktif. Baik dalam upaya pencegahan, dan penanganan masalah pornografi, maupun pelaksanaan sosialisasi, dan kerja sama pencegahan penanganan pornografi.Menko PMK juga menyampaikan, Kemenko PMK akan menjadi koordinator penyusunan revisi Perpres No. 25 Tahun 2012. Dia menyatakan nantinya akan dibentuk tim kecil yang terdiri dari Kementerian dan Lembaga terkait untuk merumuskan dan menelaah kembali struktur kelembagaan dan substansi penguatan perpres yang sudah ada supaya lebih komprehensif untuk menangani hulu hingga hilir masalah pornografi termasuk rehabilitasi korban, penegakan hukum, kerjasama internasional. Revisi Perpres ini akan dilengkapi dengan rencana aksi yang lebih rinci, penguatan regulasi di daerah serta gerakan nasional pencegahan dan penanganan pornografi (Kemenkopmk.go.id, 22/8/24).

BRIN: Internet Pengaruhi Peningkatan Hubungan Seks Remaja sebelum Menikah

Hidayatullah.com—Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andhika Ajie Baskoro mengatakan internet telah mempengaruhi peningkatan risiko hubungan seks pranikah di kalangan remaja.Ia menyampaikan bahwa jumlah remaja dunia yang mencapai sekitar 1,2 miliar dan proporsi diperkirakan sekitar 16% dari jumlah keseluruhan. Di Asia Tenggara, jumlahnya diperkirakan sekitar 360 juta dan 20% dari populasi adalah remaja. Sedangkan di Indonesia, jumlahnya diperkirakan sekitar 44 juta dan proporsinya diperkirakan sekitar 16%. Ia menyampaikan hal ini saat membahas pengenalan alat kontrasepsi dan edukasi seksual pada remaja dalam webinar “Repoductive Issues & Sexual Education (RISE)” dengan tema “Remaja Indonesia Melek Kontrasepsi, Perlukah?”. “Data remaja tersebut menunjukkan bahwa masa depan suatu negara dipegang oleh generasi remaja yang menunjukkan proporsi besar. Jadi, penting untuk berinvestasi pada remaja,” ungkapnya. Dengan jumlah dan proporsi yang cukup besar, maka menjadi penting untuk menginvestasikan masa depan pada kelompok usia remaja, terutama untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Terhadap itu, menurut Andhika, tidak serta merta akibat bisa meningkatkan risiko remaja dalam status “engaged” pada perilaku seksual berisiko. Hal ini bergantung pada konten apa yang diakses oleh mereka. “Studi menunjukkan, keterpaparan terhadap konten pornografi menjadi faktor penentu yang berasosiasi pada peningkatan risiko perilaku seksual berisiko pada remaja,” urai Andhika. Ia memberi contoh beberapa studi di Indonesia yang menunjukkan penggunaan aplikasi kencan masih didominasi motivasi untuk mencari jodoh. Walau ada sebagian kecil yang menggunakannya untuk mencari pasangan seksual. Menurutnya, permasalahan terkait perilaku seksual pada remaja adalah permasalahan serius dan dapat berdampak pada kondisi Kependudukan. Sebab, pendidikan seksualitas sebagai upaya pembekalan remaja sehingga remaja dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab. “Perlu pelibatan orang tua untuk menjadi ruang aman dalam melakukan diskusi terkait isu seksualitas,” tutupnya di laman BRIN. Sementara Dr. Nawawi, MA, Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa pada era globalisasi, setiap individu, terutama remaja, sangat mudah untuk mengakses berbagai macam informasi melalui media sosial. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk memilih informasi yang bermanfaat, khususnya terkait kesehatan reproduksi. “Pendidikan seksualitas dan reproduksi yang tepat berbasis pengetahuan, disesuaikan nilai budaya lokal, sangat perlu untuk membuat keputusan yang bijak terkait kehidupan seksual,” ungkap Nawawi. Nawawi memandang, adanya dinamika remaja Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, dan sosial ekonomi dalam membahas kesehatan reproduksi. Menurutnya, ada tantangan tersendiri dalam mengenalkan kontrasepsi kepada remaja di Indonesia. Selain itu, meningkatnya akses terhadap media sosial saat ini juga menjadi problematika. Sulit untuk mengontrol karena akses informasi terbuka sangat bebas. Hal ini juga berimplikasi pada berbagai hal, termasuk menjaga perilaku yang bertanggung jawab dari remaja terkait pemahaman kontrasepsi dan juga seksualitas. Sementara seorang pemerhati dari Malaysia, June Low memaparkan hasil risetnya tentang edukasi penggunaan kontrasepsi pada remaja. Sedangkan Vensya Sitohang selaku Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lansia Kementerian Kesehatan membahas tentang dukungan kepada remaja sehat dengan pendidikan dan layanan kesehatan reproduksi berkualitas.*

Tindakan Asusila Merajalela, Generasi dalam Bahaya!

SUARA PEMBACA06 Oktober 2024 4 minutes read

Terinfeksi Pornografi, Kejahatan Anak Makin Menjadi

Perilaku generasi muda makin mengkhawatirkan saja. Membuat masyarakat makin mengelus dada. Remaja bahkan anak-anak makin terjerumus dalam jurang dosa. Tidak hanya terjerat dalam pusaran pergaulan bebas, narkoba, judi online, dan tawuran, tetapi juga terinfeksi pornografi yang berujung kejahatan. Bagaimana masa depan bangsa ini jika generasi mudanya terus dibombardir pornografi yang merusak akal dan memunculkan berbagai tindak kejahatan?Terungkapnya kasus pembunuhan dan pemerkosaan siswa SMP berinisial AA (13) yang terjadi di tempat pemakaman umum (TPU) Tionghoa di Palembang, Sumatra Selatan masih menjadi sorotan. Kasus ini menyita perhatian publik karena para pelakunya yang masih di bawah umur. Kapolrestabes Palembang, Kombes. Pol. Harryo Sugihartono, mengungkapkan bahwa pembunuhan dan pemerkosaan terhadap AA dilakukan oleh empat tersangka yang masih di bawah umur, yakni IS (16), MZ (13), MS (12), dan AS (12).Mirisnya, berdasarkan penyelidikan psikologi biro SDM Polda Sumsel, para tersangka tersebut mengaku melakukan pemerkosaan terhadap AA untuk menyalurkan hasrat birahinya usai menonton video porno. IS, pelaku utama kasus ini juga mengaku sempat menonton film tersebut sebelum memerkosa dan membunuh korban. (Liputan6.com, 06/09/2024).Sungguh menyedihkan, anak-anak yang seharusnya berada pada masa bermain dan belajar justru menjadi pelaku kejahatan karena terinfeksi pornografi. Fitrah anak yang sejatinya berada dalam naungan kebaikan pun rusak akibat mengonsumsi pornografi. Generasi bangsa yang digadang-gadang menjadi pemimpin masa depan, justru terjerumus ke dalam jurang dosa dan maksiat.Tampak nyata bahwa pornografi sebagai masalah genting generasi saat ini justru kurang mendapatkan perhatian serius dari negara. Padahal tidak sedikit data yang mengungkapkan dahsyatnya paparan pornografi terhadap remaja dan anak. Hasil survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta terhadap 2.594 anak kelas 4, 5, dan 6 sekolah dasar di Jabodetabek dan Kepulauan Riau pada 2017 menyebutkan bahwa 98 persen anak pernah melihat konten pornografi yang sebagian besar diakses melalui telepon genggam.Data tersebut mencatat bahwa dari 2.594 anak tersebut 19 persen mengakses konten film porno; 17 persen mengakses video porno; 13 persen mengakses games bermuatan porno; 13 persen mengakses komik online bermuatan porno; dan 12 persennya mengakses situs porno. (antaranews.com, 21/01/2017).Kasus AA menambah daftar panjang bukti bahwa pemberantasan pornografi nyata belum menyentuh akar persoalan. Pemerintah seolah tarik-ulur dalam menuntaskan kasus pornografi. Meskipun pemerintah telah menutup ratusan bahkan ribuan situs porno, konten pornografi terus saja bermunculan karena lemahnya sanksi yang diberikan.Sungguh miris, bisnis pornografi seolah menjadi gurita di tengah rimba media sosial. Konten berbau pornografi pun menjadi lumrah dikonsumsi generasi muda. Padahal pornografi memiliki efek dahsyat untuk menghancurkan akal dan memicu kejahatan.Pakar parenting dan psikolog anak dari Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta, Elly Risman, Psi., mengungkapkan bahwa pornografi memiliki dampak yang sangat buruk secara psikologis dan kesehatan, terutama pada anak dan remaja. Efek candu akibat pornografi sama bahayanya dengan efek candu akibat narkoba dan alkohol, bahkan cenderung lebih sulit untuk disembuhkan.Ia juga mengatakan bahwa kerusakan akibat pornografi dapat merusak bagian Pree Frontal Cortex (PFC) otak yang merupakan pusat nilai, moral, tempat di mana merencanakan masa depan, dan tempat mengatur manajemen diri. Bagian inilah yang menentukan jadi apa seorang anak nanti. Karena inilah PFC juga disebut sebagai direktur yang mengarahkan kita.Sungguh menyedihkan, andai generasi muda bangsa ini hilang arah untuk menentukan masa depan akibat kecanduan pornografi. Alih-alih membangun masa depan, justru menjadi biang kejahatan dan segunung masalah. Bukti bahwa sistem yang menaunginya bukanlah sistem yang sahih dalam menuntaskan seluruh problematika kehidupan.Ya, paradigma sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sukses membelenggu generasi muda dalam pusaran kebebasan. Paham kebebasan menjadi senjata bagi generasi muda untuk bertindak bebas bahkan kebablasan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.1 2Laman berikutnya

Pornografi dan Krisis Generasi

Di era digital saat ini, akses terhadap konten pornografi semakin mudah, bahkan untuk anak-anak dan remaja. Fenomena ini semakin meresahkan dengan munculnya kasus-kasus kejahatan yang melibatkan remaja setelah terpapar video pornografi. Kasus yang sedang viral melibatkan empat remaja di Palembang, Sumatra Selatan, yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang siswi SMP berusia 13 tahun. Tersangka yang berusia antara 12 hingga 16 tahun melakukan aksi keji tersebut setelah dipengaruhi oleh kecanduan pornografi. Korban ditemukan tewas di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Talang Kerikil pada awal September 2024 (Kompas.com). Kasus ini menunjukkan dampak mengerikan dari akses mudah ke konten pornografi, terutama di kalangan remaja. Fakta Mengerikan Tentang Pornografi dan Remaja Studi menunjukkan bahwa remaja yang terpapar pornografi cenderung mengalami distorsi dalam memahami hubungan antar manusia. Mereka menganggap hubungan seksual sebagai sesuatu yang normal dilakukan tanpa ikatan atau rasa tanggung jawab. Hal ini diperburuk dengan persepsi bahwa kekerasan seksual bisa diterima atau bahkan diharapkan, sebagaimana yang seringkali ditampilkan dalam konten pornografi. Beberapa dampak lainnya yang terjadi di kalangan remaja meliputi: 1. Kejahatan Seksual: Remaja yang kecanduan pornografi cenderung meniru apa yang mereka lihat. Ini menjadi sangat mengkhawatirkan ketika mereka mempraktikkan perilaku yang tidak etis, baik secara verbal maupun fisik, terhadap orang lain. 2. Kerusakan Psikologis: Konsumsi pornografi yang berlebihan merusak perkembangan mental remaja. Mereka bisa kehilangan empati, memiliki pandangan yang salah tentang cinta dan kasih sayang, serta mengalami kecanduan yang mengarah pada perilaku menyimpang. 3. Kehilangan Kemampuan Empati dan Hubungan yang Sehat: Remaja yang terpapar pornografi sejak dini sering mengalami penurunan kemampuan untuk berempati dan memahami hubungan yang penuh kasih. Mereka cenderung melihat hubungan seksual sebagai tindakan semata, tanpa memperhatikan aspek emosional dan tanggung jawab yang seharusnya menyertainya. Akibatnya, mereka mungkin lebih mudah terjerumus dalam hubungan yang tidak sehat dan merugikan diri sendiri maupun orang lain Kasus remaja yang melakukan kejahatan setelah menonton video pornografi adalah peringatan serius bahwa masalah ini sudah menjadi ancaman nyata. Pornografi tak hanya menghancurkan mental remaja tetapi juga mengakibatkan rusaknya moral dan perilaku yang berujung pada kejahatan. Solusi Islam untuk Mengatasi Pornografi Islam memiliki solusi yang komprehensif dalam menghadapi masalah pornografi dan dampaknya, terutama pada generasi muda. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diterapkan: 1. Menjaga Pandangan (Ghad al-Bashar): Islam sangat menekankan pentingnya menjaga pandangan dari hal-hal yang haram, termasuk konten pornografi. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya’” (QS. An-Nur: 30). Menjaga pandangan adalah langkah awal untuk mencegah timbulnya hasrat yang berlebihan yang bisa berujung pada perilaku yang merusak. 2. Pendidikan Seksual dalam Islam: Pendidikan tentang hubungan suami istri harus diajarkan dengan cara yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan bahwa hubungan seksual hanya boleh dilakukan dalam ikatan pernikahan, dengan penuh tanggung jawab dan cinta, bukan sekadar nafsu. 3. Lingkungan Islami: Lingkungan yang Islami, baik dalam keluarga maupun masyarakat, sangat penting dalam membentuk karakter remaja. Keluarga harus menjadi teladan dan memberi pengajaran tentang akhlak yang baik, termasuk bahaya pornografi. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam menciptakan suasana yang positif dan islami, dengan membatasi akses terhadap hal-hal yang merusak moral. 4. Kontrol Media dan Teknologi: Orang tua dan pihak berwenang harus berperan dalam mengontrol akses remaja terhadap teknologi. Memasang filter pada perangkat elektronik dan memberikan pendidikan tentang bahaya pornografi adalah langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan. 5. Hukum yang Tegas: Dalam Islam, segala bentuk perbuatan yang mengarah pada perusakan moral, termasuk pornografi, harus ditangani dengan tegas. Sistem hukum Islam memastikan adanya sanksi yang berat bagi para pelaku kejahatan seksual, yang tujuannya bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk mencegah terjadinya kejahatan serupa. Penutup Kejahatan yang dilakukan oleh remaja setelah terpapar pornografi merupakan bukti nyata betapa berbahayanya dampak dari konten tersebut. Pornografi tidak hanya merusak pikiran, tetapi juga menghancurkan moral dan perilaku. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan Islam, yang meliputi pendidikan, kontrol pandangan, dan penerapan hukum, harus diterapkan secara menyeluruh untuk melindungi generasi muda dari ancaman ini. Dengan kembali kepada ajaran Islam yang kaffah, kita dapat menciptakan masyarakat yang sehat, beradab, dan bermoral tinggi. Selvi Sri Wahyuni M.PdPraktisi Pendidikan

Pemblokiran ‘X’ akankah Jadi Solusi untuk Pornografi?

Oleh Reni Rosmawati  Pegiat Literasi Islam Kafah Seiring dengan derasnya arus pornografi di jejaring media sosial, pemerintah melalui Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, menyatakan bahwa ‘X’ (dulunya Twitter) siap diblokir dari Indonesia, jika platform tersebut masih menerapkan kebijakan konten pornografi di Indonesia. (CNBC, 16/6/2024) Sementara itu, Nenden Sekar Arum selaku Direktur Ekskutif […]

5,5 Juta Anak jadi Korban Pornografi, KPI Minta Lembaga Siaran Lakukan Mitigasi

Hidayatullah.com—Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah meminta lembaga penyiaran agar lebih masif menyajikan program siaran ramah anak dengan memenuhi kebutuhan dan tumbuh kembang anak. Hal ini merespon data 5,5 juta anak yang menjadi korban pornografi dalam kurun waktu 4 tahun. “Ini tentu menjadi kekhawatiran kita semua. Kami meminta agar lembaga penyiaran lebih masif menyiarkan program siaran anak,” kata Ubaidilah di Jakarta. Menurutnya, konten program siaran yang disajikan perlu memperhatikan aspek mitigasi sampai dengan penanganan pasca kejadian, sehingga angkanya tidak terus naik dan hak-hak anak terlindungi. “Selain lebih masif, agar diperhatikan oleh lembaga penyiaran siaran ramah anak harus komprehensif. Tidak sepotong-sepotong agar bisa mengedukasi dan meliterasi,” imbuhnya. Pria kelahiran Lamongan itu juga mengapresiasi dan mengimbau agar lembaga penyiaran mempertahankan konten program siaran anak karena sudah mencapai standar indeks yang ditetapkan KPI. “Untuk program siaran anak, kalau merujuk pada data riset KPI sudah bagus memenuhi standar KPI. Tetapi memang perlu ditayangkan lebih masif, perlu terus ditingkatkan,” terangnya. Mengacu kepada temuan riset indeks kualitas program siaran KPI, program siaran anak tergolong program siaran yang memenuhi standar KPI. Pada tahun 2023 di periode I indeks kualitas program siaran anak mencapai 3.14 dan pada periode II mencapai 3.26.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan Hadi Tjahjanto dalam Konferensi Pers di Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024), mengatakan Indonesia saat ini berada di peringkat kedua di ASEAN dan keempat di dunia dengan mengutip laporan yang dikeluarkan oleh National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC).*

Pemerintah Susun Roadmap Perlindungan Anak dalam Berinternet

Hidayatullah.com—Nahar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebut roadmap (peta jalan) perlindungan anak di ranah daring sangat penting, karena sebagai pengguna internet yang sangat aktif, rentan terkena dampak negatif. “Anak-anak Indonesia merupakan pengguna internet yang sangat aktif dan rentan terhadap dampak negatif internet, seperti cyberbullying, sextortion, scam, hoax, child grooming, pornografi, hingga eksploitasi dan pelecehan seksual anak daring,” kata Nahar seperti dilansir Antara, Sabtu (17/2/2024). Menurutnya perlindungan anak di ranah daring dan digital perlu menjadi perhatian bersama, mengingat dengan kemudahan akses yang didapatkan anak tanpa pengawasan dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan anak rentan menjadi korban kejahatan online. “Indonesia termasuk dalam 10 negara teratas dengan kasus kekerasan seksual anak online tertinggi sejak 2005,” kata Nahar. Ia menambahkan, perlindungan anak di ranah daring dan digital juga merupakan komitmen global dan regional yang membutuhkan kolaborasi banyak pihak, seperti ASEAN Regional Dialogue on Children Online Protection yang menghasilkan 10 rekomendasi untuk melindungi anak di ranah daring. Kata Nahar, roadmap ini sedang disiapkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) untuk memberikan arah, pedoman, dan mekanisme yang jelas dan terpadu bagi semua pihak yang terlibat. Termasuk anak, orang tua, guru, pengasuh, penyedia layanan internet, aparat penegak hukum, dan organisasi masyarakat sipil.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Selain KemenPPPA, Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam penyusunan roadmap perlindungan anak dalam ranah daring, antara lain Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).*