Tag:

politisi

Politisi Turki Meninggal Usai Teriak ‘Israel Akan Menderita Karena Murka Allah’

ANKARA (Arrahmah.id) — Seorang anggota parlemen Turki meninggal dunia pasaca terkena serangan jantung dan terjatuh di Parlemen setelah menyatakan bahwa Israel tidak akan bisa lepas dari murka Tuhan, menurut laporan Reuters (14/12/2023). Video menunjukkan Wakil Kocaeli Partai Saadet Hasan Bitmez yang berusia 53 tahun, menyampaikan pidato, yang diselenggarkan oleh Kementerian Luar Negeri Turki, di Majelis […]

Vonis Korupsi dan Pencucian Uang Politisi Muda Malaysia Syed Saddiq

Hidayatullah.com– Politisi muda Malaysia yang paling tersohor Syed Saddiq Syed Abdul Rahman divonis bersalah dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Anggota parlemen dapil Muar itu dinyatakan bersalah oleh hakim Pengadilan Tinggi Datuk Azhar Abdul Hamid pada persidangan hari ini Kamis (9/11/2023) di Kuala Lumpur. Syed Saddiq terbukti menyelewengkan dana milik Angkatan Bersatu Anak Muda (Armada) – sayap pemuda Parti Pribumi Bersatu Malaysia – saat menjabat ketua organisasi itu tiga tahun lalu. Dalam persidangan kasus korupsi Syed Saddiq, yang sekarang menjabat presiden Malaysian United Democratic Alliance (Muda) party, jaksa penuntut menghadirkan 30 saksi yang memberikan keterangan di pengadilan mulai 21 Juni 2022. Pada 28 Oktober 2022, Syed Saddiq diminta memyatakan sikap atas tuduhan yang disampaikan jaksa penuntut. Di dalam persidangan, bekas menteri pemuda dan olahraga Malaysia itu dituduh mendorong bekas asisten bendahara Armada, Rafiq Hakim Razali, yang diamanahi memegang dana RM1 juta milik organisasi, untuk melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan uang tersebut, lapor Malay Mail. Syed Saddiq juga dituduh menyelewengkan uang RM120.000 dari rekening Armada Bumi Bersatu Enterprise di Maybank Islamic Bhd dengan cara mendesak Rafiq untuk mengambil uang itu.  Politisi muda Malaysia yang populer karena ketampanannya itu divonis bersalah dalam dua dakwaan pencucian uang.

Survei Menunjukkan Orang Malaysia Paling Tidak Percaya Sama Politisi

Hidayatullah.com– Jajak pendapat terbaru di Malaysia menunjukkan bahwa penduduk di negeri jiran itu masih banyak yang tidak percaya kepada politisi, bahkan kelompok yang paling tidak mereka percayai. Menurut survei Trust in Professions terbaru, hanya 20 persen responden yang mengatakan politisi bisa dipercaya, peringkat paling buncit. Angka ini satu basis poin lebih tinggi dibandingkan survei edisi tahun 2021 dan di atas rata-rata global yang sebesar 14 persen. “Politisi masih menjadi pihak yang paling tidak dipercaya di Malaysia dan di seluruh dunia,” kata Azamat Ababakirov, manajer riset senior Ipsos Public Affairs, dalam pernyataan yang menyertai hasil survei seperti dilansir Malay Mail Sabtu (4/11/2023). Eksekutif periklanan (24 persen) dan menteri (26 persen) adalah dua profesi berikutnya yang paling tidak dipercaya, diikuti oleh jurnalis sebesar 27 persen dan pemuka agama (29 persen). Di sisinlain, Azamat mengatakan daftar profesi yang paling terpercaya masih belum berubah tiga tahun berturut-turut. Dokter (58 persen), guru (58 persen), ilmuwan (49 persen), personel angkatan bersenjata alias tentara (49 persen) dan hakim (43 persen) merupakan profesi yang paling dipercaya. “Dua tahun setelah pandemi Covid-19, dokter Malaysia masih mendapatkan kepercayaan yang tinggi sampai saat ini. Masyarakat Malaysia masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap guru, ilmuwan, dan angkatan bersenjata. Akan tetapi, proporsi kepercayaan responden terhadap profesi itu turun sekitar tiga sampai 10 poin dasar, dengan kelompok yang paling banyak mengalami penurunan adalah profesi dokter. “Tingkat kepercayaan yang tinggi pada awal tahun 2021 mencerminkan peningkatan interaksi masyarakat Malaysia dengan sistem layanan kesehatan dan proses belajar offline dengan sekolah selama pandemi.” “Namun, secara keseluruhan, tingkat kepercayaan terhadap berbagai profesi menurun secara signifikan sejak Oktober 2021, selama tahap akhir lockdown,” kata Azamat. Profesi lain yang dianggap dapat dipercaya oleh masyarakat Malaysia adalah bankir (41 persen), polisi (37 persen), pembaca berita (37 persen), lembaga survei (37 persen), dan laki-laki dan perempuan biasa atau warga biasa (36 persen).*