Tag:

Penjara Israel

Euro-Med: Penyiksaan di Penjara “Israel” Lebih Buruk dari Guantanamo

NEW YORK (Arrahmah.id) – Pusat-pusat penahanan “Israel” kini menjadi lebih buruk daripada penjara Teluk Guantanamo karena para tahanan Palestina dari Gaza menjadi sasaran pembunuhan dan penyiksaan brutal, kata Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania dalam sebuah laporan pada Sabtu (9/3/2024). Warga Palestina yang berada di penjara-penjara ini menderita “bentuk-bentuk penyiksaan yang memalukan”, perlakuan yang merendahkan martabat, dan perampasan […]

Tahanan Palestina di Penjara ‘Israel’: “Selamat Datang di Neraka!”

Tahanan Palestina di penjara ‘Israel’ dipaksa mencium bendera Israel, diisologi di ruang gelap, diserang anjing, diinjak-injak penjaga sebelum difoto, dan jadi korban pembunuhan terorganisir   Hidayatullah.com |  “SELAMAT DATANG DI NERAKA” adalah kata-kata yang diucapkan oleh seorang penjaga penjara ‘Israel’ kepada Fouad Hassan dari Palestina ketika dia dibawa ke penjara Megiddo, di Israel pada tanggal 5 November. Meski baru ditahan beberapa hari, namun perkataannya masih segar dalam ingatannya. Memang benar penjara itu seperti neraka dan Fouad Hassan menyaksikan langsung bagaimana tahanan Palestina disiksa secara brutal oleh pendudukan ‘Israel’. Setiap tahanan harus mengalami setidaknya satu bentuk penyiksaan dan beberapa harus mengalami berbagai jenis penyiksaan setelah ditahan hingga mereka dimasukkan ke dalam sel tahanan, menurut Kantor Berita Palestina, WAFA. “Ini adalah tragedi paling mengerikan yang pernah saya alami,” katanya dalam rekaman audio yang dikirimkan ke WAFA. Dia, yang berasal dari distrik Qasra, provinsi Nablus, Tepi Barat, mengalami patah tiga tulang rusuk setelah dipukuli oleh penjaga penjara hanya karena menolak mencium dan mengibarkan bendera ‘Israel’. Menurut Fouad, ada seorang narapidana yang kakinya patah dan tangannya terluka akibat gigitan anjing. “Semua itu karena penolakan kami untuk mencium dan memegang bendera (Israel) saat foto mereka diambil,” ujarnya. Penyiksaan tidak manusiawi juga dialami keluarga Moaz Amarneh, jurnalis Palestina yang kehilangan mata kirinya akibat ditembak penembak jitu penjajah saat meliput pada tahun 2019. Dia ditangkap bersama sembilan warga Palestina lainnya dalam operasi militer Zionis di Betlehem, Tepi Barat pada 16 Oktober. Dia saat ini ditahan di penjara Megiddo. Seorang anggota keluarga Moaz mengatakan pengacara mengatakan kepada mereka bahwa Moaz menderita luka parah di kepala dan memar di sekujur tubuhnya.  Pihak administrasi penjara tidak menghubungi mereka sama sekali. “Mereka sengaja memukul kepala Moaz. Mereka tidak tahu lukanya tapi sengaja memukul kepalanya,” kata pihak keluarganya. “Mereka juga menolak mengirimnya ke rumah sakit atau memberinya obat untuk meringankan rasa sakitnya,” tambah dia. “Pengacara juga mengatakan dia harus tidur di lantai dalam ruangan yang penuh sesak dengan tahanan lain,” kata keluarganya. Sebelumnya, pihak administrasi penjara juga telah menolak permintaan izin untuk membawa obat-obatan yang diperlukan Moaz. Menurut kesaksian para tahanan yang dibebaskan dan laporan organisasi hak asasi manusia, penindasan terhadap penahanan warga Palestina telah merajalela sejak 7 Oktober, mengakibatkan beberapa kasus penahanan dijatuhi hukuman mati dan banyak lagi yang ditahan. Sejauh ini tercatat lima kematian tahanan Palestina di penjara Israel termasuk Abd al-Rahman Mar’i, 22, dari Salfit, Omar Daraghmeh, 58, (dari Tubas), Arafat Hamdan, 25, (dari Ramallah) dan Majed Zaqoul , 32, (dari Gaza) dan seorang lainnya yang identitasnya masih dirahasiakan oleh Israel, WAFA melaporkan. Tahanan Palestina ditawan ‘Israel’: Dilepas bajunya, dipanaskan di tempat terbuka Sementara itu, mantan narapidana Lapas Megiddo lainnya, Ali Saleh Hathnawi, mengatakan ada sebagian narapidana yang berharap lebih baik mereka ditembak mati atau digantung daripada harus menjalani berbagai penyiksaan setiap hari. Pemuda asal Qabatiya, Jenin, mengatakan tingkat penyiksaan yang diterimanya sangat mengerikan hingga ia merasa lebih baik mati. Mereka sering kali dipukuli di bagian kepala dan bagian tubuh yang sensitif seolah-olah mereka sengaja mencoba untuk melukai tahanan secara permanen. “Sebelum dibebaskan, saya bertemu dengan seorang narapidana yang tangan dan hidungnya patah. Saya juga melihat beberapa benang ikat pinggang berlumuran darah di lantai. “Ada juga beberapa narapidana yang kondisinya seperti ikan akibat dipukul dengan ikat pinggang di kepala,” ujarnya. Belum lagi provokasi-provokasi lain seperti makian, kasar, hinaan berulang-ulang, tidak diberi makan, barang-barang penting dan harta benda pribadi dimusnahkan…, “ ujar dia. Dikatakannya, para tahanan dipaksa untuk mencium bendera Israel, jika menolak mereka akan dipukuli beberapa kali terutama di bagian kepala dan sering diinjak-injak oleh penjaga sebelum difoto. Pembunuhan Terorganisir Euro-Mediterranean Human Rights Monitor (Euro-Med Monitor), sebuah organisasi hak asasi manusia internasional mengatakan, tahanan Palestina asal Jalur Gaza yang ditahan tentara Israel menjadi korban pembunuhan terorganisir dan dijatuhi hukuman mati tanpa mengikuti prosedur hukum, termasuk siksaan. Organisasi tersebut menekankan bahwa untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku, otoritas peradilan internasional harus bertindak dengan segera melakukan penyelidikan, termasuk menggali kembali kuburan para korban, mengidentifikasi identitas mereka, mengembalikan jenazah mereka serta memberikan keadilan bagi para korban dan keluarganya.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Di penjara dan fasilitas penahanan Israel, ribuan warga Palestina masih ditahan, menjadi sasaran penghilangan paksa atau keduanya, demikian laporan Kantor Berita Yordania, Petra. Euro-Med mengatakan penjara dan pusat penahanan Israel telah menjadi versi penjara Guantanamo dengan bentuk penyiksaan yang memalukan, termasuk pembunuhan, penyiksaan, perlakuan yang merendahkan martabat dan penyangkalan terhadap hak-hak paling dasar. Organisasi tersebut juga menyatakan keterkejutannya atas pengungkapan yang sedang berlangsung tentang pembunuhan yang disengaja terhadap tahanan Palestina. Euro-Med mengacu pada laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Israel “Haaretz” dua hari lalu tentang kematian 27 tahanan asal Gaza sejak 7 Oktober karena penganiayaan atau kurangnya akses terhadap perawatan medis saat mereka ditahan di fasilitas militer Israel. Sementara Yayasan Penahanan dan Perawatan Palestina untuk Hak Asasi Manusia “Addameer” mengungkapkan bahwa administrasi penjara zionis memperlakukan tahanan Palestina dengan kasar dan tidak manusiawi. Termasuk pemukulan, pengurungan di sel gelap, memutus pasokan listrik dan air, mencegah kunjungan pengacara dan keluarga, memberikan sangat sedikit makanan dan makanan basi, serta menutup klinik di lapas. “Administrasi penjara juga tidak mengizinkan pasien dipindahkan ke klinik dan rumah sakit selain mencegah kunjungan Komite Internasional Palang Merah,” menurut yayasan tersebut. Sebelumnya, Komisi Penahanan dan Eks Penahanan Palestina mengungkapkan, jumlah tahanan Palestina di seluruh penjara Israel melebihi 7.000 orang.*

“Israel” Siksa 27 Tahanan Gaza hingga Tewas di Kamp Militer Pendudukan

TEL AVIV (Arrahmah.id) – Pasukan pendudukan “Israel” membunuh 27 tahanan Palestina dari Gaza di kamp penahanan militer sejak 7 Oktober, Haaretz melaporkan pada Kamis (7/3/2024). Menurut Haaretz, sebagian besar tahanan tewas di fasilitas penahanan “Sde Teiman” di Negev utara dan “Anatot”, yang terletak di timur laut Yerusalem di Tepi Barat yang diduduki. Haaretz mengutip pernyataan tentara […]

Nyawa Tahanan Palestina Terancam di Penjara “Israel”

RAMALLAH (Arrahmah.id) – Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan memperingatkan bahwa nyawa Moatasem Raddad (38) terancam di penjara “Israel”. Raddad berasal dari kota Sidon di Tulkarem, dan kesehatannya memburuk di penjara militer Ofer dekat Ramallah. Dia ditangkap pada 2006 dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Komisi mengatakan Raddad menderita pendarahan usus dan sakit parah. “Perlakuan yang diterimanya […]

11.000 Warga Palestina Ditahan di Penjara ‘Israel’ sepanjang Tahun 2023

Hidayatullah.com—Sekitar 11.000 warga Palestina telah ditahan di penjara ‘Israel’ sepanjang tahun 2023 dengan setengah dari mereka ditangkap setelah 7 Oktober. “Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah penangkapan yang dilakukan antara tahun 2001-2002 selama gelombang kedua Intifada Al-Aqsha dan tidak termasuk tahanan Gaza setelah 7 Oktober,” kata Komisi Urusan Penahanan dan Mantan Tahanan dalam pernyataan bersama tiga organisasi lain terkait tahanan Palestina. . Organisasi yang dimaksud adalah Klub Tahanan Palestina, Yayasan Perawatan Tahanan Palestina dan Hak Asasi Manusia “Addameer” dan Pusat Informasi Wadi Hilweh-Yerusalem. Pernyataan berbahasa Arab tersebut menjelaskan, jumlah penangkapan dalam tiga bulan terakhir tahun 2023 setelah 7 Oktober melebihi 5.500 orang, termasuk 355 anak-anak, 184 wanita, dan 50 jurnalis Palestina. “Hal ini tidak hanya mencerminkan peningkatan jumlah mereka yang ditangkap tetapi merupakan bukti tingkat kebrutalan pasukan pendudukan ‘Israel’,” demikian pernyataan yang dikutip dari Badan Berita dan Informasi Palestina WAFA. Menurut pernyataan tersebut, sejak 7 Oktober, tentara Zionis ‘Israel’ mulai mengintensifkan kampanye besar-besaran untuk menahan warga sipil Palestina di tempat penampungan, sekolah, rumah dan bahkan di ‘koridor kemanusiaan yang aman’ di Gaza. Namun hingga kini nasib dan jumlah sebenarnya mereka belum bisa dipastikan. Pengacara dan perwakilan Palang Merah juga dilarang mengunjungi mereka. Pernyataan tersebut juga mengecam tindakan yang dianggap sebagai kejahatan ‘Penghilangan Paksa’ dalam Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional.*

Mantan Pejabat AS: Tentara Zionis Cabuli Anak-Anak Palestina di Penjara ‘Israel’

Hidayatullah.com—Direktur Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang mengundurkan diri, Josh Paul mengungkap kejahatan tentara Israel yang telah mencabuli tahanan pria di penjara Moscovia, Yerusalem. Josh Paul mengungkapkan insiden meresahkan yang melibatkan dugaan pemerkosaan terhadap seorang anak laki-laki Palestina berusia 13 tahun di sebuah penjara ‘Israel’.Josh Paul resigned from the State Dept over sending arms to Israel. “I have heard from actually so many hundreds of colleagues at this point who support what I did,” he says. “They are finding what is happening both a moral disaster and a policy disaster for the United States.” pic.twitter.com/1M07cxeAwG— Christiane Amanpour (@amanpour) December 4, 2023Penyelidikan Departemen Luar Negeri terhadap kasus ini mengakibatkan pejabat Israel menutup badan amal yang terlibat dalam mengungkap kasus ini. Ia menyampaikan hal ini dalam sebuah wawancara dengan Christiane Amanpour di CNN hari Senin (4/12/2023) ketika sebuah pernyataan dilontarkan tentang sifat kemanusiaan di Gaza yang sekarang berada pada tingkat yang tidak dapat diterima. “Anda menyebutkan kekerasan seksual, saya (adalah) bagian dari proses pemeriksaan hak asasi manusia, menyaring persenjataan yang diberikan kepada Israel,” katanya. Amanpour mengungkit peristiwa 7 Oktober, yang ia gambarkan sebagai peristiwa “biadab” seraya mengutip “kisah pemerkosaan” yang dilakukan tentara zionis. “Sebuah organisasi kesejahteraan bernama International Defense of Palestine Children (DCIP) menarik perhatian kami, mengenai serangan seksual atau sebenarnya (kasus) pemerkosaan terhadap anak laki-laki berusia 13 tahun yang terjadi di penjara Israel di Moscovia di Yerusalem, “ ujarnya. “Kami menyelidiki klaim ini, kami menganggapnya kredibel dan kami meminta pertanggungjawaban pemerintah Israel,” tambah dia. Paul juga menceritakan aksi tentara Zionis ketika mereka menggerebek sebuah organisasi yang menyimpan informasi tentang anak-anak Palestina yang berada dalam tahanan penjajah. “Anda tahu apa yang terjadi keesokan harinya? IDF memasuki kantor petugas DCIP, menyita komputer mereka, dan menuduh mereka sebagai entitas pejuang pembebasan Palestina,” katanya kepada Amanpour. Paul mengatakan kekejaman tidak boleh menimpa siapa pun, baik itu kekejaman pelecehan seksual atau pelanggaran HAM ekstrem lainnya. Paul mengutuk kekejaman yang sedang berlangsung di Gaza dan Tepi Barat dan menyerukan pertanggungjawaban pihak penjajah. Dia juga mempertanyakan dampak kebijakan luar negeri AS terhadap persepsi global dan apakah AS bisa menggunakan ‘pengaruh’ untuk mengakhiri serangan teroris ‘Israel’ di Gaza. Paul menyebut peristiwa pada hari itu sebagai “seribu kekejaman” namun kembali pada seruan Amanpour bahwa pejuang Palestina telah memperkosa orang Israel pada hari itu. Diketahui, penjajah ‘Israel’ dan sekutunya telah mendorong kampanye media baru, menghidupkan kembali klaim yang belum diverifikasi bahwa pejuang Hamas melakukan “pemerkosaan massal” terhadap warga ‘Israel’ selama operasi militernya pada 7 Oktober. Meskipun liputan menampilkan orang-orang seperti Jode Biden dan Hillary Clinton, namun sampai hari ini penjajah ‘Israel’ tidak bisa memberikan informasi spesifik mengenai korban kekerasan seksual yang dimaksud, atau menunjukkan video, bukti forensik untuk menguatkan bahwa ada pemerkosaan skala besar yang mereka tuduhkan. Josh Paul mengundurkan diri dari Departemen Luar Negeri AS pada bulan Oktober karena keputusan Biden yang terus mengirimkan senjata dan amunisi mendukung penjajah ‘Israel’ dalam serangan ke Gaza. Menurut data statistik DCIP menunjukkan, hingga hari ini, 156 anak ditahan karena alasan “keamanan”, 23 anak ditahan karena alasan hukum dengan pemutakhiran terakhir pada September lalu. Sedangkan jumlah kematian anak pada tahun 2023 akibat peluru tajam yang dilaporkan DCIP sebanyak 92 korban dengan update terakhir pada bulan ini.*

Nael Barghouti: Tahanan Palestina Terlama, sudah Dipenjara 44 Tahun

Tahun 2009, Nael Barghouti memecahkan Rekor Dunia Guinness sebagai tahanan politik terlama di dunia  Hidayatullah.com | NAEL BARGHOUTI, mungkin satu-satunya tahanan terlama di dunia. Meski sudah dipenjara selama 44 tahun, keluarganya tetap berharap bisa melihatnya dibebaskan suatu hari nanti. “Dia akan merasakan kebebasan sekali lagi,” kata istrinya, Iman Nafi’, kepada Anadolu Agency dalam sebuah wawancara eksklusif.  “Aku akan berada di sini menunggunya,” katanya, dengan air mata mengalir di pipinya.  Pada bulan November 2023 ini, ia memasuki tahun ke-44 di penjara penjajah, dimana ia telah menghabiskan 34 tahun di penjara secara terus-menerus, merupakan masa penahanan terlama dalam sejarah Gerakan Nasional Palestina yang ditahan di penjara Zionis, meskipun ada kesepakatan pertukaran tahanan. Nael dibebaskan tahunsebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan antara kelompok perlawanan Palestina Hamas dan ‘Israel’ pada tahun 2011.  Masa Kecil Nael Saleh Abdullah Al-Barghouti lahir pada tanggal 23 Oktober 1957 di desa Kobar di Kegubernuran Ramallah dan Al-Bireh, tempat ia menjalani tahap awal hidupnya. Ia memperoleh pendidikan sekolah dasar di desa Cooper, dan melanjutkan untuk menyelesaikan sekolah menengah pertama dan menengah atas di Sekolah Pangeran Hassan di Birzeit. Saat dia sedang mempersiapkan ujian sekolah menengahnya, dia, saudaranya Omar, dan sepupu mereka Fakhri Barghouti ditangkap tentara Zionis pada bulan April 1978. Ia dituduh membunuh seorang perwira ‘Israel’ di utara Ramallah, membakar pabrik minyak, dan mengebom sebuah kafe. Mereka semua dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Barghouti adalah seorang yang rajin membaca. Ia dikenal di kalangan tahanan karena budayanya yang luas dan kecintaannya pada sejarah, dan mereka menganggapnya sebagai otoritas dalam tahapan perjuangan Palestina. Di penjara, dia belajar bahasa Ibrani dan Inggris, dan setelah dibebaskan pada tanggal 18 Oktober 2011 berdasarkan kesepakatan antara Hamas dan ‘Israel’, dia kembali belajar sejarah di Universitas Terbuka Al-Quds, namun penjajah kembali menangkapanya menghalangi dia untuk melanjutkan pendidikannya.. Perjuangan dan Perlawanan Ia dikenal karena ketangguhannya sejak kecil, dan ia memulai perjalanannya di awal konfrontasi dengan tentara penjajah ‘Israel’ pada tahun 1967, ketika pasukannya memasuki Tepi Barat dan mencapai gerbang desa Kobar dan mengebomnya. Saudara laki-lakinya Omar dan sepupunya Fakhri, naik ke atap rumah mereka, di mana mereka mengumpulkan tumpukan batu dan mulai mengucapkan “Allahu Akbar”. Dia bergabung dengan sel perlawanan dan pembebasan Palestina bersama saudaranya Omar ketika dia masih muda. Dia ditangkap pertama kali pada tanggal 18 Desember 1977, dan dijatuhi hukuman 3 bulan penjara. Dia ditangkap kembali 14 hari setelah pembebasannya atas tuduhan melawan penjajah, bersama sepupunya Fakhri Barghouti, dan mereka berdua dijatuhi hukuman mati, sementara dirinya dihukum penjara seumur hidup dan 18 tahun. Setelah sebelumnya mencoba bergabung dengan “Front Populer untuk Pembebasan Palestina”, Nael kemudian tergabung dalam Gerakan Fatah dan yakin perlawanan sebagai jalan untuk membebaskan negaranya yang telah dirampas Zionis. Setelah gerakan tersebut mengalami perpecahan pada tahun 1983 akibat hengkangnya revolusi Palestina dari Beirut dan menderita konflik internal, Nael dan saudaranya Omar beralih ke Fatah Al-Intifada. Aktifitasnya dalam pembebasan Palestina menyebabkan keluarganya mengalami pengejaran tentara ‘Israel’. Ayah dan saudara laki-lakinya, Omar, dibebaskan pada tahun 1985 sebagai bagian dari perjanjian pertukaran dengan “Komando Umum Front Populer”, namun penjajah menolak untuk mencantumkan namanya di dalamnya atau di dalam daftar kesepakatan pertukaran yang telah disepakati dalam kerangka negosiasi pihak penjajah yang mendukung pembentukan Otoritas Palestina (PA) pada tahun 1993. Menyusul munculnya gerakan-gerakan Islam di arena Palestina dan partisipasi kuat mereka dalam melawan penjajah, saudaranya Omar akhirnya memilih bergabung dalam gerakan Hamas, sementara dia ditahan saat itu di penjara Al-Junaid di Nablus pada tahun 1995. Ia telah kehilangan orang tuanya saat berada di penjara. Ayahnya meninggal pada bulan Oktober 2004, kemudian ibunya menyusul di bulan yang sama tahun berikutnya, tanpa dia bisa mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Iman Nafi’, istri Nael berharap suaminya bisa bebas (AA) Nael dibebaskan pada 18 Oktober 2011 sebagai bagian dari kesepakatan antara Hamas dan ‘Israel’. Di mana seorang tentara Zionis bernama Gilad Shalit ditukar dengan lebih dari 1000 tahanan Palestina di penjara-penjara ‘Israel’. Setelah dibebaskan, Nael menikah dengan tahanan perempuan yang telah dibebaskan, namanya Iman Nafi’. Ia menikah tanggal 18 November tahun yang sama, dan memulai hidup baru di desanya Kober, di mana ia bekerja mengolah tanah. Sayang, kebebasanya juga hanya sementara saja. Sebab ia dikenakan tahanan rumah di Ramallah, di mana ia diharuskan datang tiap bulan ke Pusat Komando Militer ‘Israel’ di Pemukiman Beit El untuk menandatangani “bukti kehadiran.” Setelah hampir 32 bulan situasi ini, penjajah ‘Israel’ kembali menangkapnya pada tanggal 18 Juni 2014 sebagai bagian dari kampanye penangkapan besar-besaran menargetkan banyak para pejuang Palestina yang telah dibebaskan Zionis. Dia dijatuhi hukuman 30 bulan penjara, dan penjajah menolak untuk melepaskannya setelah menjalani hukumannya. Bahkan setelah melewati masa hukuman, penjajah kembali memvonisnya seumur hidup. Pengacaranya mengajukan beberapa banding dan petisi terhadap keputusan untuk mengembalikan hukuman sebelumnya (seumur hidup dan 18 tahun) tanpa ada keputusan yang dikeluarkan mengenai hal tersebut. “Empat puluh tahun adalah waktu yang sangat lama untuk hidup dalam kesedihan dan penindasan, memikirkan berapa banyak orang yang lahir dan yang lainnya meninggal saat Nael masih dipenjara,” kata saudara perempuannya, Hanan Barghouthi.  “Sangat sulit bagi saya dan seluruh keluarga untuk melalui semua ini sementara Nael dikurung di sel oleh pendudukan yang kejam,” katanya kepada Anadolu suatu ketika.  Pada tahun 2009, Nael memecahkan Rekor Dunia Guinness sebagai tahanan politik terlama di dunia.  Nael Barghouthi telah mengirimkan banyak pesan dari penjaranya selama masa penahanannya yang menekankan pentingnya persatuan nasional sebagai dasar untuk membebaskan tahanan Palestina dan memulihkan identitas Palestina yang kuat dan terbebas dari belenggu Zionis ‘Israel’.*

(VIDEO) Tahanan Palestina yang Dibebaskan Ungkap  Kekejaman selama di Penjara ‘Israel’

Hidayatullah.com—Para tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjahara ‘Israel’ mengklaim adanya pelecehan, penganiayaan dan hukuman kolektif yang dilakukan oleh sipir dalam beberapa minggu setelah serangan pejuang Al-Qassam terhadap pos-pos militer ‘Israel’ pada 7 Oktober 2023. Mereka mengaku dipukul dengan tongkat, dianiaya, diserang dengan anjing, tidak diberi makanan, sampai kasur, bantal, dan selimut mereka disita. Menurut laporan BBC, yang berbicara kepada enam tahanan Palestina setelah pembebasan mereka baru-baru ini, semuanya mengaku telah dipukuli, dianiaya dan siksa sebelum dibebaskan dari penjara. Asosiasi Tahanan Palestina mengatakan, beberapa penjaga diduga mengencingi tubuh tahanan yang diborgol sementara enam tahanan diduga gugur dalam tahanan ‘Israel’ selama tujuh minggu terakhir, namun rezim Zionis tidak melaporkannya.Zionis patahkan 2 tangan Muhammad Nazal di penjara, membiarkan 8 hari tanpa diobati“Aku dipukuli saya dg jeruji besi, mmukul kepala saya tanpa henti, patahkan tanganku, membiarkanku kelaparan.” katanya saat dibebaskan Hamas.Masih bany anak2 Palestina di penjara @trtworld pic.twitter.com/koyG4hdvdQ— Hidayatullah.com (@hidcom) November 28, 2023Mohammed Nazzal, 18, salah satu tahanan yang dibebaskan Zionis minggu ini, telah ditahan di Penjara Nafha tanpa dakwaan sejak Agustus lalu dan masih tidak tahu asalanya mengapa dia ditangkap. Dia mengatakan bahwa 10 hari yang lalu, sipir penjara ‘Israel’memasuki selnya dengan mikrofon dan pengeras suara dan mencoba menindas para tahanan dengan bertepuk tangan dan meneriakkan nama mereka. “Ketika mereka melihat kami tidak merespon, mereka mulai memukuli kami. Mereka menyuruh kami berdiri, dengan tahanan yang lebih tua di belakang dan yang lebih muda di depan, “ katanya. “Mereka kemudian menarik saya dan mulai memukuli saya. Saya mencoba melindungi kepala saya dan mereka juga mencoba mematahkan kaki dan lengan saya,” katanya kepada BBC. Nazzal mengatakan perilaku sipir penjara ‘Israel’ berubah setelah serangan Hamas pada 7 Oktober. Dia mengatakan para sipir akan lebih sering menendang dan menggunakan tongkat untuk memukul mereka, dan seorang penjaga bahkan menginjak wajahnya. “Mereka datang bersama anjingnya dan membiarkannya menyerang kami, sebelum mereka menyerang kami lagi. Jari-jari di kedua tangan saya patah,” katanya sambil menunjuk luka di punggung dan bahunya. Namun Layanan Penjara ‘Israel’ membantah cerita Mohammed Nazzal, mengklaim bahwa remaja tersebut telah diperiksa oleh dokter sebelum meninggalkan penjara, dan dia tidak menderita luka apa pun. Tahanan Palestina lainnya juga menggambarkan hal serupa di penjara rezim teroris tersebut pasca serangan pejuang Palestina dan menganggapnya sebagai ‘balas dendam’ terhadap tahanan Palestina atas tindakan Hamas. Ketua Asosiasi Tahanan Palestina, Abdullah al-Zaghary, mengatakan banyak tahanan menyaksikan sesama tahanan dipukuli dengan kejam di wajah dan tubuh mereka. Tahanan lain yang mengalami perlakuan serupa adalah Lama Khater. Melalui panggilan telepon, Lama Khater menyatakan bahwa tahanan perempuan – termasuk dirinya – sering diancam akan diperkosa di Penjara Damon dan gas air mata dilemparkan ke dalam selnya.Jurnalis Lama Khater yang dibebaskan dari penjara Zionis:– Sipir penjara mengancam akan memperkosanya, menangkap dan membakar anak-anaknya hidup-hidup -Pejabat Shin Bet nyatakan kepada Lama: Saya tak akan puas sebelum bunuh 50 ribu anak #Gaza @QudsNen pic.twitter.com/pU7PzaA5ke— Hidayatullah.com (@hidcom) November 30, 2023Jawaban serupa juga dia ungkapkan melalui unggahan di media sosial. “Saya diborgol dan mata saya ditutup,” katanya dalam postingannya. “Mereka mengancam akan memperkosa saya. Jelas sekali bahwa tujuannya adalah untuk mengintimidasi saya.” Khater mengatakan dia tidak sendirian. Tahanan perempuan lainnya menerima ancaman pemerkosaan. Ia juga menyebutkan, sipir lapas menggunakan gas air mata untuk mengatasi para narapidana di lapas tersebut. Layanan Penjara ‘Israel’ mengklaim para tahanan Palestina diperlakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Tahanan dan tahanan mempunyai hak untuk mengajukan pengaduan yang akan diselidiki sepenuhnya oleh otoritas resmi,” kata Layanan Penjara Israel. Namun ‘Israel’ tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh BBC, malah mengkonfirmasi bahwa hanya empat tahanan yang meninggal pada empat tanggal berbeda sejak minggu lalu dan bahwa petugas penjara tidak mengetahui penyebab kematiannya.Tahanan Palestina Ahed Tamimi yg baru dibebaskan Hamas menggambarkan kondisi tidak manusiawi & keji yang dihadapi narapidana perempuan di penjara zionis Masih ada 30 tahanan perempuan hadapi kekejian, Kurang kebutuhan pokok, makanan, air, selimut, gambaran yang sangat suram. pic.twitter.com/j0qo99dd8B— Hidayatullah.com (@hidcom) November 30, 2023Sementara itu, aktivis pro-Palestina Ahed Tamimi, yang baru-baru ini dibebaskan dari penjara ‘Israel’, mengatakan tahanan perempuan diperlakukan dengan buruk. “Tidak ada air dan makanan, ada 30 tahanan perempuan lainnya yang ditahan, kami tidur di lantai, ada pula yang tanpa pakaian dan kami dianiaya setiap hari,” ujarnya.*