Tag:
Pemimpin Hamas
Arrahmah.id
Malaysia Murka Facebook Hapus Konten Pertemuan Anwar Ibrahim dan Pemimpin Hamas
KUALA LUMPUR (Arrahmah.id) – Pada Rabu (15/5/2024), Menteri Komunikasi Malaysia Fahmi Fadil mengungkapkan kemarahannya kepada Meta, pemilik Facebook, karena menghapus konten tentang pertemuan antara Perdana Menteri Anwar Ibrahim dan pimpinan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas). Dalam jumpa pers di ibu kota, Kuala Lumpur, Fadel meminta penjelasan Meta karena menghapus unggahan terkait pertemuan yang digelar pada Selasa (14/5) di […]
Hidayatullah.com
Usai Lancarkan Bom Membabi-buta di Gaza, Israel Klaim Bunuh Petinggi Hamas
Hidayatullah.com – Serangan bom membabi-buta Israel di Jalur Gaza sebagian besar menyebabkan kematian warga sipil serta pejuang Palestina. Terbaru, penjajah Israel mengklaim membunuh wakil komandan militer Hamas, Marwan Issa, dalam sebuah serangan awal bulan ini.
Belum ada komentar langsung dari kelompok Palestina.
“Kami telah memeriksa semua informasi intelijen,” ujar juru bicara militer Israel, Daniel Hagari mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pada hari Selasa.
“Marwan Issa tewas dalam serangan yang kami lakukan sekitar dua minggu yang lalu,” katanya.
Sementara, Gedung Putih mengumumkan bahwa Issa telah terbunuh dalam sebuah konferensi pers pada tanggal 18 Maret, namun Israel belum mengkonfirmasi kematiannya hingga saat ini.
Militer Israel sebelumnya mengatakan bahwa mereka telah menargetkan Issa dalam sebuah serangan udara di sebuah kompleks bawah tanah di pusat Gaza pada tanggal 9-10 Maret.
Klaim tersebut muncul setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza, dan di tengah meningkatnya seruan agar Israel menghentikan genosidanya selama hampir enam bulan di daerah kantong yang terkepung itu, yang menurut para pejabat kesehatan Palestina telah menewaskan lebih dari 32.000 orang.
Jika klaim tersebut akurat, Issa akan menjadi pemimpin tertinggi kelompok Hamas yang syahid di Gaza sejak dimulainya serangan pada bulan Oktober.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Israel telah membunuh beberapa pemimpin senior Hamas selama bertahun-tahun, hanya untuk melihat mereka dengan cepat digantikan, dengan sedikit dampak yang terlihat pada operasi kelompok tersebut.*
Baca juga: Ditelanjangi, Dianiaya Tentara ‘Israel’, Perempuan Hamil di Gaza Diperkosa di Depan Suami Sendiri
Hidayatullah.com
Inilah Sosok Saleh Al-Arouri, Wakil Pimpinan Hamas yang Syahid
Hidayatullah.com— Wakil Biro Politik Hamas Syeikh Saleh Muhammad Suleiman Al-Arouri (Syeikh Al-Aruri), yang juga dikenal sebagai Abu Muhammad, gugur dalam serangan udara Israel di Beirut tengah pada malam hari Selasa, 2 Januari 2024.
Al-Arouri adalah tokoh pejuang yang memainkan peran penting dalam pembentukan Brigade Izuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas di Tepi Barat.
Pengaruh Al-Arouri meluas ke arena diplomatik, di mana ia menjadi anggota tim perunding yang bertanggung jawab atas kesepakatan Wafa al-Ahrar, yang umumnya dikenal sebagai “Kesepakatan Gilad Shalit”.
Hanya sedikit orang mengetahui latar belakangnya. Siapa sesungguhnya Saleh Muhammad Suleiman Al-Arouri? Dan apa peran pentingnya dalam perjuangan pembebasan Palestina, khususnya di Hamas?Barisan Intifadah
Saleh al-Arouri, lahir di desa Aroura dekat Ramallah pada tahun 1966, memegang gelar sarjana dalam hukum Islam dari Universitas Hebron. Sejak kecil ia diajarkan ayahnya aktif di masjid, melalui seorang imam masjid desa bernama Syeikh Saeed Maatan, yang berasal dari desa Burqa, timur Ramallah.
Bakat kepemimpinannya sejak awal ketika ia memimpin pekerjaan mahasiswa Islam di universitas pada tahun 1985, dan dengan pembentukan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) tahun 1987.
Ia bergabung dengan barisannya setelah Intifada Palestina pertama pada tahun 1987. Sempat ditahan tahun 1990 tanpa tuduhan dan akhirnya dibebaskan.
Aruri, yang dijuluki “Abu Muhammad” oleh gerakan tersebut, membantu mendirikan Brigade Izzuddin al-Qassam, di Tepi Barat antara tahun 1991 dan 1992, di mana ia ditangkap dan menjadi sasaran interogasi keras selama berbulan-bulan di Pusat Kompleks Rusia di Yerusalem (Baitul Maqdis) dan di Penjara Pusat Tulkarm, sebuah penjara yang tahanannya memiliki ingatan buruk tentang efek penyiksaan brutal.
Setelah beberapa sidang pengadilan, ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Ketika masa hukumannya habis, penjajah menangkapnya kembali dan kembali ditahan terus menerus sampai menghabiskan sekitar 18 tahun.
Selama puluhan tahun dia disekap di ruang bawah tanah, yang sebagian besar di sel isolasi tertutup membuatnya tidak bisa melihat matahari dan hanya diizinkan pergi ke kamar mandi sekali dalam sehari.
Metode Jarak Jauh
Ia ditahan sejak tahun 1990 hingga 2007. Bahkan kebanyak ditempatkan di sel isolasi tertutup.
Meski diisolasi di sel tertutup, ia tetap berhasil membangun jaringan untuk membebaskan Palestina dan Masjid Al-Aqsha dali balik penjara bersama rekan-rekannya: Zaher Jabarin, Musa Dudin, Haroun Izzudin, Jihad Yaghmour, dan Abdul-Rahman Ghunaimat, yang kemudian akan bekerja dengannya di front Tepi Barat setelah dibebaskan.
Saat dibebaskan tahun 2010, ia dideportasi ke Suriah dan menetap di sana selama tiga tahun sebelum pindah ke Turki pada Februari 2012. Akhirnya, ia menemukan tempat tinggal baru di pinggiran selatan Lebanon.
Al-Arouri terpilih sebagai anggota biro politik Hamas pada 2010, dan pada 2017 dia terpilih mendampingi Ismail Haniyah. Sementara Yahya Sinwar dinyatakan terpilih kembali sebagai kepala gerakan Hamas Jalur Gaza, dan Khaled Misy’al terpilih sebagai presiden Hamas Wilayah Luar Negeri.
Pada tanggal 9 Oktober 2017, ia secara resmi diumumkan sebagai Wakil Presiden gerakan Hamas, memperkuat perannya sebagai tokoh terkemuka dalam kepemimpinan para pejuang pembebasan Palestina.
Arouri adalah orang penting dalam negosiasi menyelesaikan kesepakatan Wafa al-Ahrar, yang juga dikenal sebagai “Kesepakatan Shalit 2011”, di mana lebih dari seribu tahanan Palestina dibebaskan dan ditukar satu orang tentara Israel bernama Gilad Shalit.
Pada tahun 2014, pasukan penjajah mulai menghancurkan rumahnya di kampung halamannya di Arura. Didukung Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) menetapkan Hamas sebagai “Teroris Global yang Ditunjuk Khusus” tahun 2015, semua properti dan kepentingan Al-Arouri yang berada di bawah yurisdiksi AS diblokir, dan orang Amerika umumnya dilarang melakukan transaksi dengannya, di samping itu, Washington menunjuk Hamas sebagai “organisasi teroris asing.”
Tak hanya itu, Deplu AS pada hari Selasa (13/11/2018) memberikan hadiah sebesar $ 5 juta untuk informasi keberadaan Saleh al-Aruri. Kemudian dilanjutkan ancaman dari PM Israel Benjamin Netanyahu, yang mengatakan: “Dia (Arouri) tahu betul mengapa dia dan teman-temannya bersembunyi. Siapa pun yang mencoba menyakiti kami dan yang membiayai, mengatur dan mengirim terorisme terhadap Israel akan membayar harga penuh,” ancamnya.
Seruan pembunuhan padanya kembali muncul setelah banyak operasi perlawanan muncul di Tepi Barat yang menewaskan lebih dari 40 warga Israel tahun lalu dan melukai puluhan lainnya, korban tewas tertinggi sejak 2001.
Ancaman penjajah Israel ini adalah ekspresi nyata dari rasa sakit yang dirasakannya dari meningkatnya perlawanan di Tepi Barat dan ketidakmampuan untuk menghadapi atau menghentikannya.
Tahun ini, khususnya sejak agresi Israel di Gaza, operasi perlawanan makin intens di berbagai wilayah Tepi Barat, Yerusalem dan wilayah yang diduduki, bahkan di daerah-daerah yang diyakini penjajah sebagai daerah yang tenang, seperti; Yerikho dan Lembah Yordan, di tengah berita Al-Arouri mengoordinasikan operasi ini dari kediamannya di Beirut.
Pengganti Al-Arouri Lebih Hebat
Seorang pensiunan Jenderal Israel Eitan Dangot, mengatakan; “Al-Arouri adalah orang paling berbahaya dan penting di Hamas saat ini,” mengutip Surat Kabar Yedioth Ahronoth.
Brigadir Jenderal Ronen Manelis, Juru Bicara Pasukan Penjajah Israel (IDF) tahun 2017 – 2019 di saluran Israel “Kan” mengatakan, keterlibatan Al-Arouri dalam beberapa bulan terakhir perlawanan, tampaknya sangat tinggi.
Menurutnya, ketiadaan Al-Arouri adalah kerugian besar, mungkin hanya di Tepi Barat, tetapi itu tidak akan menghentikan perlawanan di Tepi Barat. Karena perlawanan telah menyaksikan pembunuhan puluhan pemimpin selama bertahun-tahun, dan selalu melahirkan pemimpin baru yang melanjutkan pawai perjuangan, katanya.
Bahkan sebelum syahid, Al-Arouri sempat menanggapi banyak ancaman pembunuhan pihak Israel terhadap dirinya, seolah dirinya sudah terasa masa perjuanganya tinggal sedikit saja:
“Rentang hidup saya sudah berakhir,” katanya.
Karena itulah ia telah banyak mengirim “pesan panas” terkait dan perlawanan habis-habisan di beberapa front perjuangan.Meski penjajah berhasil membunuh Al-Arouri, namun kepergiannya diyakini banyak pihak tidak begitu mencemaskan para para pejuang Palestina dan Hamas, bahkan pihak keluarganya sendiri.
Mereka yakin, kesyahidanya akan memunculkan para pemimpin pejuang yang lebih hebat.
“Ini adalah keinginannya yang beliau doakan setiap hari. Ketika beliau berdo’a, dia akan berkata; ‘Ya Allah, berilah aku kesyahidan,’ setiap hari,” ujar adik Syeikh Saleh Al-Arouri, Ummu Qutaibah saat diwawancari Al Jazeera Bahasa Arab.
“Saya mengucapkan selamat kepada diri saya sendiri dan rakyat Palestina atas kesyahidannya. Palestina memberi. Ketika mereka membunuh seorang pemimpin, maka akan muncul pemimpin yang lebih hebat, atas kehendak Allah, Insya Allah,” katanya yang yakin kemenangan Palestina akan segera tiba.
“Alhamdulullah, dia syahid sebagaimana rakyat Gaza,” ujar ibunya.*
Hidayatullah.com
Yahya Sinwar: Sang Perancang ‘Operasi Taufan Al-Aqsha’
Yahya Sinwar adalah korban peristiwa Nakbah 1948, aktivis sejak mahasiswa ini berkali-kali dipenjara Zionis. Di bawah dididikan langsung Syeikh Ahmad, dulu ia tawanan yang dibebaskan, kini pemimpin langung Operasi Taufan Al-Aqsha
Hidayatullah.com | BEBERAPA pekan setelah serangan kilat pejuang pembebasan Palestina, dipimpin Hamas, ke wilayah pendudukan ‘Israel’ berjuluk “Operasi Taufan Al-Aqsha” (Banjir Al-Aqsha) terungkap bahwa serangan itu merupakan aksi terencana yang oleh banyak pihak dirancang oleh salah satu petinggi Hamas, Yahya Sinwar.
Seorang analis bahkan menyebut Yahya Sinwar adalah seorang seniman, dan Operasi Taufan Al-Aqsha adalah karyanya. Al-Sinwar, seperti banyak seniman Palestina lainnya yang telah merangkap sebagai revolusioner, secara mengagumkan memenangkan pembebasan bangsanya dalam sebuah pembingkaian yang indah.
Namun, berbeda dengan yang lain, Yahya Sinwar adalah seniman yang sangat praktis dan konsekuen secara materialistis. Karya agungnya bukanlah sebuah puisi atau lukisan, melainkan sebuah revolusi dalam waktu nyata.
Meski Barat dan Israel berusaha memperburuk citra pemimpin Hamas di Jalur Gaza itu, bagi rakyat Palestina dan sebagian umat Islam dia beserta Muhammad Dheif dan Abu Ubaidah ia adalah pahlawan.
Yahya Sinwar dan Operasi Taufan Al Aqsha
Tanggal 7 Oktober akan selalu ditandai sebagai momen penting dalam sejarah entitas Zionis di mana para pejuang muda berhasil menembus penjagaan keamanan berteknologi tinggi penjajah ‘Israel’: mendobrak pengepungan yang diberlakukan di Gaza dan memberontak terhadap penjajah.
Menurut perkiraan situs berita Prancis, Media Part, dalam kurun waktu hanya 6 jam, para pejuang pembebasan Palestina berhasil menimbulkan kehancuran dahsyat pada negara penjajah, menewaskan 1000 orang, menyebabkan lebih dari 2000 orang terluka, dan menawan ratusan orang.
“Serangan keji ini diperintahkan oleh Yahya Al-Sinwar,” kata Kepala Staf Tentara Penjajahan Israel (IDF), Herzi Halevi, tak lama setelah operasi.
Al-Sinwar, yang namanya secara harfiah berarti nelayan atau perajin kail dalam bahasa Arab, terlihat berada di puncak Taufan Al-Aqsha saat air bah itu menerjang negara penjajah Zionis.
Sebuah laporan Reuters awal bulan ini mengingatkan kita pada sebuah pidato yang dibuat oleh Yahya Sinwar pada tahun 2022 yang secara tidak terduga meramalkan akan adanya peristiwa “Operasi Taufan Al-Aqsha“ dalam pilihan kata-katanya.
Dalam sebuah pidato yang ditujukan kepada pihak keamanan ‘Israel’ pada 14 Desember tahun lalu, , Yahya Sinwar secara khusus mengancam Rezim teroris Israel dengan “taufan” yang akan datang.
“Kami akan datang kepada kalian, insya Allah, dalam taufan yang menderu. Kami akan mendatangi kalian dengan roket yang tak ada habisnya, kami akan mendatangi kalian dalam banjir pejuang yang tak henti-hentinya, kami akan mendatangi kalian dengan jutaan rakyat kami, seperti air pasang yang tak henti-hentinya,” ujar Yahya al-Sinwar dalam sebuah pidato di depan kerumunan massa di Gaza yang disiarkan televisi dalam sebuah peringatan ulang tahun ke-35 berdirinya Hamas.
Reuters mencatat bahwa pada saat pidato tersebut, al-Sinwar bersama dengan Mohammed al-Deif, Komandan Brigade al-Qassam, telah menyusun rencana rahasia untuk tanggal 7 Oktober 2023.
Sebelumnya, penjajah memandang pernyataan al-Sinwar sebagai ancaman kosong dan dibesar-besarkan, mengingat negara palsu ‘Israel’ menganggap dirinya kuat dan didukung negara besar. Penjajah yang tadinya menafsirkannya sebagai sebuah hiperbola, rupanya adalah sebuah pertanda.
Revolusi dan Perlawanan Bersenjata
Yahya Ibrahim Hassan Al-Sinwar berasal dari kota pesisir Askalan (Ashkelon, wilayah Palestina yang kini dirampas Israel), yang mayoritas penduduk asli Palestina di sana bermata pencaharian sebagai nelayan sebelum dirampas oleh milisi Zionis.
Ia lahir di kamp Khan Younis di Gaza dari orang tua yang mengungsi secara paksa pada peristiwa Nakbah 1948. Usai menyelesaikan pendidikan di sekolah yang didirikan UNRWA, Yahya Sinwar mendaftar di Universitas Islam Gaza.
Yahya sangat terlibat dalam aktivisme politik sejak masa mudanya. Sebagai mahasiswa, ia memimpin Blok Islam di Universitas Islam Gaza di mana ia menerima gelar Sarjana dalam bidang Studi Bahasa Arab.
Pada tahun 1982, Yahya Sinwar, pada usia 19 tahun, ditangkap oleh Zionis dan dipenjara selama 4 bulan tanpa alasan. Namun, kemungkinan besar ia ditahan karena aktivitas revolusioner anti-Zionis.
Yahya Sinwar pernah lima kali terpilih dalam pemilihan universitas dan menjadi presiden dewan perwakilan mahasiswa.
Setelah beberapa bulan di penjara Zionis, ia keluar dari tahanan dengan dedikasi terhadap pembebasan Palestina yang lebih tinggi lantaran bertemu dengan para revolusioner Palestina lainnya di dalam tahanan.
Pada tahun 1985, ia ditangkap lagi. Selama masa tahanannya yang kedua di penjara penjajah, ia bertemu dengan Syeikh Ahmad Yassin, pendiri dan pemimpin Hamas, yang akan didirikan beberapa tahun kemudian.
Kedekatannya dengan Syeikh Yassin memberinya aura kehormatan dan membuka jalan untuk naik jabatan di jajaran Hamas. Setelah dibebaskan pada tahun 1985, Sinwar bekerja secara ekstensif dalam pengorganisasian politik: meningkatkan aktivisme menjadi aksi bersenjata yang terorganisir.
Pada tahun itu, Yahya Sinwar mendirikan organisasi Al-Majd, kelompok pejuang bersenjata yang kemudian bergabung menjadi Hamas ini didedikasikan untuk membersihkan Gaza dari para pengkhianat.
Yahya Sinwar, sebagai pemimpin kelompok Al-Majd, akan mencari kolaborator dan mata-mata lokal, dan mengeksekusi mereka.
Pekerjaan keamanan Yahya Sinwar saat itu adalah bagian dari upaya akumulasi dalam strategi konsolidasi Gaza sebagai benteng perlawanan, titik Archimedes pembebasan Palestina.
Pada tahun 1988, saat berusia 25 tahun, Yahya Sinwar ditangkap untuk ketiga kalinya dan dipenjara seumur hidup karena menggagalkan aksi spionase dan intelijen Israel di Gaza yang bertujuan untuk mendeteksi warga Palestina yang terlibat dalam Intifada Pertama.
Bebas setelah 23 Tahun
Terpisah secara paksa dari praksis gerakan pembebasan, Yahya Al-Sinwar menghabiskan masa-masa awal kedewasaannya di penjara-penjara ‘Israel’.
Selama 23 tahun dalam penjara penjajah ‘Israel’, Sinwar dihormati sebagai orang kuat Hamas bersama rekannya Rawhi Mushtaha. Hamas beberapa kali menunjuk keduanya menjadi wakil tahanan.
Ketika di penjara Al-Majdal, kota di mana keluarganya diusir oleh tentara Zionis pada 1948, rencananya untuk melarikan diri terbongkar dan ia ditempatkan dalam kurungan.
Peluang untuk melarikan diri sekali lagi muncul ketika di penjara Ramleh, tetapi akhirnya gagal.
Dari jauh, ia menyaksikan sejarah yang bergulir dengan cepat, adanya disintegrasi Uni Soviet pada tahun 1991, konsolidasi hegemoni Amerika Serikat (AS) yang berjalan lambat, invasi Amerika Serikat ke Afganistan pada tahun 2000, invasi Amerika Serikat ke Iraq pada tahun 2003.
Setelah itu ia melihat Perjanjian Oslo yang “menetralkan” PLO pada tahun 1993, dan pertumbuhan pemukiman haram ‘Israel’ yang terus meningkat di Tepi Barat, yang kesemuanya itu membuatnya gelisah dan tak sabar untuk kembali melanjutkan praksis revolusinya.
Sejalan dengan itu, ia juga menyaksikan pembebasan Lebanon Selatan pada tahun 2000, pembebasan Gaza pada tahun 2005, kemenangan perlawanan Lebanon melawan agresi ‘Israel’ pada tahun 2006, konsolidasi aliansi Poros Perlawanan regional, Intifadah Pertama, dan Intifadah Kedua yang pasti membuatnya bersemangat untuk melanjutkan praksis revolusinya.
Pada 2006, sayap militer Hamas – Brigade Izzuddin Al-Qassam – dan pejuang dari dua kelompok di Gaza menangkap seorang prajurit Zionis bernama Gilad Shalit, yang sedang bertugas di tenggara Jalur Gaza.
Selain itu, kemenangan Pemilu Hamas yang mengubah permainan di Gaza pada tahun 2006, membuatnya dipenuhi dengan kepuasan seorang pemenang yang melihat pemenuhan tujuan strategis yang telah lama ia perjuangkan; yakni kemenangan perantara dalam mengkonsolidasikan Gaza sebagai benteng perlawanan.
Dari Tawanan jadi Pembebas
Pada tahun 2011, Yahya al-Sinwar dibebaskan bersama 1.027 tawanan lainnya dalam kesepakatan pertukaran tawanan antara Gerakan Perlawanan Islam Hamas Palestina dan penjajah ‘Israel’.
Selama perayaan kepulangannya di Kota Gaza, pemimpin Hamas yang fasih berbahasa Ibrani itu mengungkapkan keinginannya agar Perlawanan membebaskan semua tawanan yang tersisa di penjara-penjara ‘Israel’.
Setelah bergabung dengan Hamas, ia naik pangkat dengan cepat, menggantikan Ismail Haniyah sebagai Kepala Politik Gaza pada tahun 2017.
Yahya al-Sinwar, salah satu tahanan Palestina yang paling lama mendekam di penjara Zionis, saat ini menjadi ujung tombak dalam upaya revolusioner untuk membebaskan saudara-saudaranya.
Yahya al-Sinwar yang dibebaskan bersama 1.027 warga Palestina lainnya dengan imbalan satu orang tentara Israel yang diculik pada tahun 2017, hari ini bertanggung jawab atas puluhan tentara dan pemukim Israel yang ditawan di Gaza.
Enam tahun setelah meninggalkan penjara ‘Israel’, yang dikuasai pemerintahan Netanyahu pada tahun 2017, Yahya Al-Sinwar hari ini menggunakan pengaruhnya terhadap Netanyahu dan kabinet perangnya untuk membebaskan semua tahanan Palestina.
Setelah mengharapkan Perlawanan untuk membebaskan semua tahanan Palestina yang masih berada di penjara ‘Israel’, enam tahun kemudian, al-Sinwar menyusun rencana dan memberlakukan syarat-syarat untuk pembebasan setiap orang Palestina yang dipenjara oleh pendudukan Zionis.
Pada tahun 2018, al-Sinwar memimpin Great March of Return dalam upaya untuk secara damai mematahkan pengepungan di Gaza dan bertemu dengan pasukan Israel yang membantai para pengunjuk rasa damai. Tiga tahun kemudian, Yahya Sinwar memimpin langsung “Operasi Taufan Al-Aqsha” dan berhasil mematahkan pengepungan tersebut, suatu yang ia idam-idamkan dan tertunda puluhan tahun.*