Tag:

Operasi Taufan Al-Aqsha

Survei: Mayoritas Rakyat Palestina Dukung Operasi Badai Al-Aqsa dan Menolak ‘Solusi Dua Negara’

Hidayatullah.com – Survei terbaru mengungkapkan sebagian besar warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat mendukung Operasi Badai Al-Aqsa yang dipimpin Hamas. Dalam jajak pendapat yang diterbitkan pada 13 Juni 2024 itu terungkap mayoritas responden menolak ‘solusi dua negara’ yang diajukan oleh negara Barat. Survei oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PCPSR) dilakukan antara 26 Mei dan 1 Juni dan memiliki jumlah sampel 1.570 orang dewasa, di mana 760 orang di antaranya diwawancarai secara tatap muka di Tepi Barat dan 750 orang di Jalur Gaza. Ketika responden ditanya apakah mereka berpikir bahwa keputusan Hamas untuk meluncurkan serangan 7 Oktober ke permukiman Israel di bagian selatan “benar atau salah,” 67 persen responden mendukung keputusan tersebut, sementara 26 persen menentangnya. Menurut laporan PCPSR, lebih dari 80 persen responden mengatakan bahwa Operasi Badai Al-Aqsa atau Taufan Al-Aqsha “menempatkan isu Palestina sebagai pusat perhatian dan menghapus pengabaian selama bertahun-tahun di tingkat regional dan internasional.” Enam puluh tujuh persen warga Palestina juga setuju bahwa perlawanan Palestina akan muncul sebagai pemenang di akhir perang ini, dengan hanya 11 persen yang mengatakan bahwa ‘Israel’ akan menang dan 18 persen tidak memilih keduanya. Dukungan terhadap operasi 7 Oktober dan harapan akan kemenangan Hamas lebih tinggi di Tepi Barat daripada di Jalur Gaza, di mana 50 persen warga Palestina memilih Israel atau “tidak ada yang menang”. Meski begitu, sebagian besar warga Palestina setuju bahwa Hamas harus memerintah Jalur Gaza setelah genosida ‘Israel’ berakhir, dengan penentangan terhadap Otoritas Palestina (OP) saat ini atau versi “reformasi” yang datang dari semua pihak. Ketika ditanya tentang kepuasan mereka terhadap negara-negara Arab dan regional, tingkat kepuasan tertinggi (71 persen) diberikan kepada Yaman, yang telah memimpin serangan terhadap kapal perdagangan Israel di Laut Merah, Samudra Hindia, dan Laut Tengah. Yaman diikuti oleh Qatar, yang telah memediasi perundingan gencatan senjata selama beberapa bulan, dengan tingkat kepuasan 61 persen. Gerakan perlawanan Lebanon Hizbullah dan Iran berada di urutan berikutnya, dengan tingkat kepuasan 59 persen. Terkait dengan rencana Barat yang telah lama terhenti untuk “solusi dua negara”, hanya 32 persen warga Palestina yang menunjukkan dukungan terhadap gagasan tersebut, dengan 65 persen menentangnya. Selain itu, sebagian besar warga Palestina mengatakan bahwa cara terbaik untuk “memecahkan kebuntuan” dengan ‘Israel’ adalah dengan “membubarkan OP” (62 persen) dan “melakukan intifada bersenjata” (63 persen). *

Kasus Islamofobia Meningkat di Brasil, Muslimah Dijuluki ‘Putri Hamas’

Hidayatullah.com—Seperti banyak negara lainnya, juga sedang berjuang melawan meningkatnya kasus Islamofobia, menurut survei Anthropology Group on Islamic and Arab Contexts, sebuah organisasi yang berafiliasi dengan Universitas São Paulo. Insiden pelecehan di kalangan Muslim Brasil telah meningkat sejak tanggal 7 Oktober,  dimana sekitar 70 persen responden melaporkan bahwa mereka menghadapi intoleransi beragama. “Banyak perempuan Muslim yang mengatakan kepada kami, mereka sekarang disebut ‘putri Hamas’ atau ‘teroris Hamas’,” kata seorang korban dikutip S2J News, Selasa lalu. Sebuah survei online mengungkapkan bahwa banyak responden yang mengalami intoleransi beragama, khususnya perempuan. “Sekitar 60 persen responden mengonfirmasi bahwa mereka mengalami beberapa jenis pelecehan, baik di media sosial atau dalam kehidupan sehari-hari di tempat kerja, rumah, atau di depan umum,” kata seorang Muslim asal Brasil, Barbosa. Baca juga: Meningkatnya Islamofobia di Thailand di Tengah Serangan ‘Israel’ Ke Gaza Bulan lalu sebuah video beredar di media sosial yang memperlihatkan seorang warga Mogi das Cruzes, yang terletak di pinggiran São Paulo, secara agresif mendekati seorang wanita Muslim dan mencoba melepaskan cadarnya. Salah satu perempuan yang terlibat, Karen Gimenez Oubidi alias Khadijah, menjelaskan bahwa perselisihan tersebut bermula dari perselisihan antara anak-anaknya dan tetangganya. “Dia datang bersama saudaranya dan sangat agresif. Dia menyebutku ‘perempuan jalang berbalut kain’. Saya segera menyadari bahwa ini bukan hanya tentang perkelahian kekanak-kanakan.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/“Dia (saudara laki-laki tetangga) berkata kepada saya beberapa kali, ‘Apa yang kamu lakukan sekarang, teroris?’ Dia tidak mengatakannya dengan lantang: Itu hanya untuk saya dengar. Dia tahu apa yang dia lakukan,” kata Gimenez Oubidi.* Baca juga: Perang Hamas-Israel Picu Islamofobia dan Antisemitisme di Amerika

Hamas Bantah Klaim Iran tentang Motif “Operasi Taufan Al-Aqsha”

Hidayatullah.com—Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) hari Rabu (27/12/2023) membantah pernyataan juru bicara Garda Revolusi Iran mengenai motif diluncurkannya “Operasi Taufan (Banjir) Al-Aqsha” pada hari Sabtu, 7 Oktober 2023. Hamas menekankan operai itu dilakukan sebagai respons terhadap agresi dan penodaan penjajah terhadap Palestina yang terus berlanjut, sebagaimana alasan kelompok ini sejak awal 7 Oktober. “Kami telah berulang kali menekankan motif dan alasan “Operasi Taufan Al-Aqsha”, yang paling utama adalah bahaya yang mengancam Masjid Al-Aqsha,” demikian pernyataan resmi Hamas dalam sebuah pernyataan, dikutip Al-Jazeera, hari Rabu. Pernyataan terbaru Hams ini berbunyi; “Gerakan Perlawanan Islam Hamas menyangkal keabsahan pernyataan juru bicara Korps Garda Revolusi Islam, Brigadir Jenderal Ramadan Sharif, mengenai operasi Banjir Al-Aqsha dan motifnya.” Hamas menekankan bahwa “semua tindakan kelompok pembebasan Palestina terjadi sebagai respons terhadap kehadiran penjajah dan agresi berkelanjutan mereka terhadap rakyat (Palestina) dan tempat-tempat suci kami.” Sebelumnya, hari Rabu, juru bicara Garda Revolusi Iran Ramadan Sharif mengatakan bahwa “Operasi Taufan Al-Aqsha” adalah salah satu aksi balas dendam kelompok poros perlawanan atas pembunuhan Komandan Pasukan Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani. Pejabat Iran itu juga sempat memperingatkan ‘Israel’ tentang kemungkinan serangan “7 Oktober kedua” sebagai tanggapan atas pembunuhan Brigadir Jenderal Garda Revolusi, Radhi Mousavi, yang tewas dalam serangan udara ‘Israel’ yang menargetkan Sayyida Zeinab di pinggiran Damaskus, Ibu Kota Suriah. Brigade Al-Qassam, cabang militer gerakan Hamas, melancarkan serangan terhadap pemukiman dan barak militer milik tentara ‘Israel’ di Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober, yang menyebabkan kematian 1.200 warga ‘Israel’, menurut sumber-sumber ‘Israel’, dan penahanan lebih dari 200 tahanan. Dalam banyak pernyataanya Hamas berulangkali menyatakan aksi 7 Oktober dilakukan karena agresi dan penodaan penjajah ‘Israel’ terhadap rakyat Palestina dan Masjid Al-Aqsha yang tidak berhenti.*

Mengenal Adnan Ghloul, “Bapak Penembak Jitu” Al-Qassam Paling Ditakuti

Memiliki tinggi 2 meter, “Senapan Ghoul” berkaliber 14,5 mm mampu menjangkaua musuh hingga 2 kilometer, banyak berhasil selama Operasi Taufan Al-Aqsha Hidayatullah.com | AGRESI Israel yang telah memasuki hari ke-71, telah menyebabkan banyak kerugian pihak penjajah, khususnya kematian para perwira dan prajuritnya. Salah satu yang dianggap memiliki peran besar dalam pembunuhan tentara teroris Israel ini adalah para penembak jitu (Sniper) Al-Qassam. Mereka dianggap penyumbang penting banyaknya kematian tentara Zionis.4.He was the shadow engineer of Hamas & for 18yrs the IOF tried to assassinate him.The Qassam “Ghoul” rifle is the Iranian manufactured AM-50 Sayyad rifle with extended range of 2km fire range, 200cm in total length & is instead chambered in the 14.5x114mm round. pic.twitter.com/hviQwYQt9w— Mister J. – مسٹر جے (@Angryman_J) December 8, 2023Senapan Al-Goul menjadi pembicaraan warga dunia setelah “Operasi Taufan (Banjir) Al-Aqsha”. Puluhan tentara penjajah di berbagai wilayah di Jalur Gaza dilaporkan mengalami cedera berat, menurut Surat Kabar Al-Ghad. Sejarah Senapan Al-Ghoul Selama pertempuran “Protective Edge” tahun 2014, yang berlangsung selama 51 hari antara tentara penjajah dan pembebasan Palestina di Jalur Gaza, Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengungkapkan keberhasilan senapan sniper yang mereka hasilkan. Saat itu, mereka memamerkan klip video operasi penembak jitu menggunakan senapan Al-Ghoul yang menarget beberapa tentara penjajah Israel selama operasi darat mereka ke Gaza. Para penembak jitu Al-Qassam Sejak itu, senapan Al-Ghoul telah digunakan oleh Brigade Al-Qassam, dan banyak operasi presisi telah dilakukan dengannya. Al-Qassam kerap memamerkannya secara terbuka dalam berbagai parade militer di Jalur Gaza selama beberapa tahun terakhir. Nama “Ghoul” diberikan pada senapan Al-Qassam untuk menghormati pemimpin Al-Qassam Adnan Al-Ghoul atau “Abu Bilal”, yang juga dijuluki “Rudal Abu Qassam”. Almarhum Adnan Al-Ghoul, adalah kepala produksi militer di Brigade Al-Qassam dan berhasil membuat dampak signifikan dalam sejarah perlawanan melalui kontribusinya dalam produksi peluru dan Rudal Qassam pertama bersama rekan-rekannya yang telah syahid, Muhammad Farhat dan Tito Masoud. Adnan Al-Ghoul memulai peran militernya sebelum pecahnya Intifada Pertama pada tahun 1987. Ia membentuk kelompok militer yang melakukan operasi penikaman terhadap tentara penjajah. Namun, penyamaran kelompok tersebut terbongkar dengan ditangkapnya salah satu anggotanya, mendorong Adnan Al-Ghoul melakukan perjalanan ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman militer.  Dia kemudian kembali ke Gaza pada awal tahun 1990an untuk melanjutkan proyek seriusnya. Adnan Al-Ghoul berhasil menciptakan granat tangan buatan lokal pertama meskipun sumber dayanya terbatas kala itu, dan berupaya memproduksi peluru mortir dan peluru anti-tank. Dia juga berhasil menciptakan “Rudal Yassin” sesaat sebelum kesyahidannnya. Di bawah kepemimpinan Adnan, Brigade Al-Qassam menyaksikan kemunculan pertama Roket Qassam, dilanjutkan keberhasilan memproduksi roket “Bana”, “Batar”, dan alat peledak improvisasi (IED). Adnan membuat lompatan kualitatif dalam pembuatan senjata lokal, menciptakan granat buatan tangan pertama dengan membentuk bahan TNT dan menempatkannya di dalam cangkir untuk membentuk granat. Dia kemudian mendirikan pabrik untuk produksinya dan mengembangkannya lebih lanjut secara teknis dan artistik. Setelah itu, Adnan Al-Ghoul beralih ke bidang pembuatan senjata, dan berhasil memproduksi peluru mortir lokal dan peluncur Rudal Yassin untuk melawan kendaraan militer Israel yang menembus Jalur Gaza karena terbatasnya jumlah peluru anti-tank model “RPG”. Ia berhasil mengembangkan “Senapan Ghoul” kaliber 14,5 mm, dengan jangkauan mematikan hingga 2 kilometer. Panjangnya melebihi satu setengah meter, menjadikannya senapan sniper yang canggih dibandingkan dengan senapan “Dragunov” Rusia kaliber 7,62 dan senapan sniper “Steyr” Austria kaliber 12,7. Senapan “Ghoul” yang dipersembahkan oleh Brigade Qassam sebagai ciri khas industri militer Palestina, berbeda dengan HS-50 dalam hal panjang, jangkauan dan jenis peluru yang digunakan. Brigade Qassam menegaskan bahwa ini adalah bukti keberhasilan pembuatan senjata para pejuang. Untuk membandingkan, senapan Austria memiliki panjang total 137 cm dan peluru 12,7x99mm (0,50 BMG), sedangkan Senapan Al-Goul memiliki panjang total 200 cm dan menggunakan peluru 14,5x114mm. Ada kemiripan yang sangat besar antara “Ghoul” dan Steyr HS-50 dari segi bentuk, namun spesifikasinya berbeda seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Siapa Adnan Al Ghoul Adnan Al-Ghoul lahir tahun 1962, dikenal sebagai asisten Mohammed Dheif, pemimpin Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap bersenjata Hamas. Adnan Al-Ghoul adalah salah satu agen senior pejuang pembebasan Palestina militer Hamas. Ia dianggap berkontribusi dalam aksi-aksi peledakan dan serangan-serangan lainnya tahun 1995 di persimpangan Beit Lid di ‘Israel’ tengah, dan pemboman tahun 1996 di Dizengoff Center di jantung kota Tel Aviv, menyebabkan kematian 32 warga ‘Israel’. Adnan bukanlah seorang pejuang pembebasan Palestina biasa, melainkan seorang pejuang pembebasan Palestina yang sangat spesial. Dia dikenal mengkhususkan diri dalam persiapan IED dan mengembangkan sistem roket Qassam untuk Hamas. Ia menjabat sebagai asisten insinyur terkemuka Brigade Izzuddin al-Qassam, Yahya Ayyash. Al-Ghoul mengambil alih peran Ayyash pada tahun 1996. Pada awal Intifada Al-Aqsha, Adnan mengembangkan Roket Qassam. Ia juga mendalami  pengembangan senjata yang terbuat dari bahan mentah dan peralatan yang diselundupkan ke Jalur Gaza menggunakan terowongan di Rafah, di perbatasan dengan Mesir. Dia adalah pejabat militer Al-Qassam paling dicari teroris ‘Israel’, memiliki peran penting dalam rencana menyabotase Perjanjian Oslo. Ia berhasil melakukan serangan ganda di persimpangan Beit Lid di pusat ‘Israel’ tanggal 22 Januari 1995, menewaskan 22 teroris ‘Israel’. Pasukan Penjajah  ‘Israel’ (IDF) mengindetifikasinya sebagai pembuat bom utama pejuang Al-Qassam. ia bergabung dengan organisasi tersebut segera setelah pembentukannya pada tahun 1988. Di antara senjata-senjata tersebut, roket anti-tank seperti Al-Bana, Batar, dan kemudian Al-Yasin sering digunakan pejuang dalam serangannya mematikan terhadap tentara penjajah ‘Israel’di Gaza. Adnan Al-Ghoul ditangkap beberapa kali oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA) yang dikepalai Mahmoud Abbas.  Putra sulung Al-Ghoul, Bilal, gugur dalam serangan udara tahun 2001 di Gaza, dan putra keduanya, Mohammed, gugur tahun berikutnya bersama sepupunya dalam serangan yang gagal di rumah keluarga di Maghazi, selatan Kota Gaza. Pada tanggal 26 September 2003, dia dilaporkan menghadiri pertemuan dengan Mohammed Deif, Ismail Haniya, salah satu pemimpin politik Hamas, dan pemimpin spiritual organisasi tersebut, Syeik Ahmad Yasin, ketika pasukan teroris ‘Israel’ mengebom rumah tempat mereka berkumpul. Adnan Al-Ghoul hidup dalam persembunyian dan tidak pernah berbicara kepada media, sebagaimana para pejuang Al-Qassam umumnya. Gambar ayah empat anak berusia 46 tahun itu pernah dirilis Hamas setelah kesyahidannya. Adnan syahid dalam aksi pembunuhan yang ditargetkan Zionis bersama dengan Imad Abbas ketika helikopter AH-64 AU ‘Israel’menyerang mobil mereka di Jalan Jaffa Kota Gaza pada tanggal 21 Oktober 2004.   Ia syahid di usia 41–42 tahun, setelah 18 tahun dikejar oleh aparat keamanan Otoritas Palestina dan penjajah ‘Israel’ dalam serangan udara yang menargetkan dia dan rekannya, pemimpin Al-Qassam Imad Abbas. Dinamakan “Ghoul” untuk mengenang namanya yang banyak berkontribusi terhadap perkembangan militer Al-Qassam yang hasilnya bisa kita saksikan dalam agresi yang dimulai 7 Oktober 2023.*

Mengenal Adnan Ghoul, “Bapak Penembak Jitu” Al-Qassam Paling Ditakuti

Memiliki tinggi 2 meter, “Senapan Ghoul” berkaliber 14,5 mm mampu menjangkaua musuh hingga 2 kilometer, banyak berhasil selama Operasi Taufan Al-Aqsha Hidayatullah.com | AGRESI Israel yang telah memasuki hari ke-71, telah menyebabkan banyak kerugian pihak penjajah, khususnya kematian para perwira dan prajuritnya. Salah satu yang dianggap memiliki peran besar dalam pembunuhan tentara teroris Israel ini adalah para penembak jitu (Sniper) Al-Qassam. Mereka dianggap penyumbang penting banyaknya kematian tentara Zionis.4.He was the shadow engineer of Hamas & for 18yrs the IOF tried to assassinate him.The Qassam “Ghoul” rifle is the Iranian manufactured AM-50 Sayyad rifle with extended range of 2km fire range, 200cm in total length & is instead chambered in the 14.5x114mm round. pic.twitter.com/hviQwYQt9w— Mister J. – مسٹر جے (@Angryman_J) December 8, 2023Senapan Al-Goul menjadi pembicaraan warga dunia setelah “Operasi Taufan (Banjir) Al-Aqsha”. Puluhan tentara penjajah di berbagai wilayah di Jalur Gaza dilaporkan mengalami cedera berat, menurut Surat Kabar Al-Ghad. Sejarah Senapan Al-Ghoul Selama pertempuran “Protective Edge” tahun 2014, yang berlangsung selama 51 hari antara tentara penjajah dan pembebasan Palestina di Jalur Gaza, Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengungkapkan keberhasilan senapan sniper yang mereka hasilkan. Saat itu, mereka memamerkan klip video operasi penembak jitu menggunakan senapan Al-Ghoul yang menarget beberapa tentara penjajah Israel selama operasi darat mereka ke Gaza. Para penembak jitu Al-Qassam Sejak itu, senapan Al-Ghoul telah digunakan oleh Brigade Al-Qassam, dan banyak operasi presisi telah dilakukan dengannya. Al-Qassam kerap memamerkannya secara terbuka dalam berbagai parade militer di Jalur Gaza selama beberapa tahun terakhir. Nama “Ghoul” diberikan pada senapan Al-Qassam untuk menghormati pemimpin Al-Qassam Adnan Al-Ghoul atau “Abu Bilal”, yang juga dijuluki “Rudal Abu Qassam”. Almarhum Adnan Al-Ghoul, adalah kepala produksi militer di Brigade Al-Qassam dan berhasil membuat dampak signifikan dalam sejarah perlawanan melalui kontribusinya dalam produksi peluru dan Rudal Qassam pertama bersama rekan-rekannya yang telah syahid, Muhammad Farhat dan Tito Masoud. Adnan Al-Ghoul memulai peran militernya sebelum pecahnya Intifada Pertama pada tahun 1987. Ia membentuk kelompok militer yang melakukan operasi penikaman terhadap tentara penjajah. Namun, penyamaran kelompok tersebut terbongkar dengan ditangkapnya salah satu anggotanya, mendorong Adnan Al-Ghoul melakukan perjalanan ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman militer.  Dia kemudian kembali ke Gaza pada awal tahun 1990an untuk melanjutkan proyek seriusnya. Adnan Al-Ghoul berhasil menciptakan granat tangan buatan lokal pertama meskipun sumber dayanya terbatas kala itu, dan berupaya memproduksi peluru mortir dan peluru anti-tank. Dia juga berhasil menciptakan “Rudal Yassin” sesaat sebelum kesyahidannnya. Di bawah kepemimpinan Adnan, Brigade Al-Qassam menyaksikan kemunculan pertama Roket Qassam, dilanjutkan keberhasilan memproduksi roket “Bana”, “Batar”, dan alat peledak improvisasi (IED). Adnan membuat lompatan kualitatif dalam pembuatan senjata lokal, menciptakan granat buatan tangan pertama dengan membentuk bahan TNT dan menempatkannya di dalam cangkir untuk membentuk granat. Dia kemudian mendirikan pabrik untuk produksinya dan mengembangkannya lebih lanjut secara teknis dan artistik. Setelah itu, Adnan Al-Ghoul beralih ke bidang pembuatan senjata, dan berhasil memproduksi peluru mortir lokal dan peluncur Rudal Yassin untuk melawan kendaraan militer Israel yang menembus Jalur Gaza karena terbatasnya jumlah peluru anti-tank model “RPG”. Ia berhasil mengembangkan “Senapan Ghoul” kaliber 14,5 mm, dengan jangkauan mematikan hingga 2 kilometer. Panjangnya melebihi satu setengah meter, menjadikannya senapan sniper yang canggih dibandingkan dengan senapan “Dragunov” Rusia kaliber 7,62 dan senapan sniper “Steyr” Austria kaliber 12,7. Senapan “Ghoul” yang dipersembahkan oleh Brigade Qassam sebagai ciri khas industri militer Palestina, berbeda dengan HS-50 dalam hal panjang, jangkauan dan jenis peluru yang digunakan. Brigade Qassam menegaskan bahwa ini adalah bukti keberhasilan pembuatan senjata para pejuang. Untuk membandingkan, senapan Austria memiliki panjang total 137 cm dan peluru 12,7x99mm (0,50 BMG), sedangkan Senapan Al-Goul memiliki panjang total 200 cm dan menggunakan peluru 14,5x114mm. Ada kemiripan yang sangat besar antara “Ghoul” dan Steyr HS-50 dari segi bentuk, namun spesifikasinya berbeda seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Siapa Adnan Al Ghoul Adnan Al-Ghoul lahir tahun 1962, dikenal sebagai asisten Mohammed Dheif, pemimpin Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap bersenjata Hamas. Adnan Al-Ghoul adalah salah satu agen senior pejuang pembebasan Palestina militer Hamas. Ia dianggap berkontribusi dalam aksi-aksi peledakan dan serangan-serangan lainnya tahun 1995 di persimpangan Beit Lid di ‘Israel’ tengah, dan pemboman tahun 1996 di Dizengoff Center di jantung kota Tel Aviv, menyebabkan kematian 32 warga ‘Israel’. Adnan bukanlah seorang pejuang pembebasan Palestina biasa, melainkan seorang pejuang pembebasan Palestina yang sangat spesial. Dia dikenal mengkhususkan diri dalam persiapan IED dan mengembangkan sistem roket Qassam untuk Hamas. Ia menjabat sebagai asisten insinyur terkemuka Brigade Izzuddin al-Qassam, Yahya Ayyash. Al-Ghoul mengambil alih peran Ayyash pada tahun 1996. Pada awal Intifada Al-Aqsha, Adnan mengembangkan Roket Qassam. Ia juga mendalami  pengembangan senjata yang terbuat dari bahan mentah dan peralatan yang diselundupkan ke Jalur Gaza menggunakan terowongan di Rafah, di perbatasan dengan Mesir. Dia adalah pejabat militer Al-Qassam paling dicari teroris ‘Israel’, memiliki peran penting dalam rencana menyabotase Perjanjian Oslo. Ia berhasil melakukan serangan ganda di persimpangan Beit Lid di pusat ‘Israel’ tanggal 22 Januari 1995, menewaskan 22 teroris ‘Israel’. Pasukan Penjajah  ‘Israel’ (IDF) mengindetifikasinya sebagai pembuat bom utama pejuang Al-Qassam. ia bergabung dengan organisasi tersebut segera setelah pembentukannya pada tahun 1988. Di antara senjata-senjata tersebut, roket anti-tank seperti Al-Bana, Batar, dan kemudian Al-Yasin sering digunakan pejuang dalam serangannya mematikan terhadap tentara penjajah ‘Israel’di Gaza. Adnan Al-Ghoul ditangkap beberapa kali oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA) yang dikepalai Mahmoud Abbas.  Putra sulung Al-Ghoul, Bilal, gugur dalam serangan udara tahun 2001 di Gaza, dan putra keduanya, Mohammed, gugur tahun berikutnya bersama sepupunya dalam serangan yang gagal di rumah keluarga di Maghazi, selatan Kota Gaza. Pada tanggal 26 September 2003, dia dilaporkan menghadiri pertemuan dengan Mohammed Deif, Ismail Haniya, salah satu pemimpin politik Hamas, dan pemimpin spiritual organisasi tersebut, Syeik Ahmad Yasin, ketika pasukan teroris ‘Israel’ mengebom rumah tempat mereka berkumpul. Adnan Al-Ghoul hidup dalam persembunyian dan tidak pernah berbicara kepada media, sebagaimana para pejuang Al-Qassam umumnya. Gambar ayah empat anak berusia 46 tahun itu pernah dirilis Hamas setelah kesyahidannya. Adnan syahid dalam aksi pembunuhan yang ditargetkan Zionis bersama dengan Imad Abbas ketika helikopter AH-64 AU ‘Israel’menyerang mobil mereka di Jalan Jaffa Kota Gaza pada tanggal 21 Oktober 2004.   Ia syahid di usia 41–42 tahun, setelah 18 tahun dikejar oleh aparat keamanan Otoritas Palestina dan penjajah ‘Israel’ dalam serangan udara yang menargetkan dia dan rekannya, pemimpin Al-Qassam Imad Abbas. Dinamakan “Ghoul” untuk mengenang namanya yang banyak berkontribusi terhadap perkembangan militer Al-Qassam yang hasilnya bisa kita saksikan dalam agresi yang dimulai 7 Oktober 2023.*

Warga Gaza yang Gugur Telah Mencapai 15.000 Orang

Hidayatullah.com—Pemerintahan Palestina mengonfirmasi bahwa jumlah korban jiwa warga Palestina akibat serangan mematikan ‘Israel’ di Jalur Gaza kini melebihi 15.000 jiwa, di samping ribuan lainnya yang masih hilang di bawah reruntuhan. Dalam sebuah pernyataan, Kantor Media Pemerintah yang berbasis di Gaza mengatakan jumlah korban tewas termasuk 6.150 anak-anak dan 4.000 wanita serta banyak mayat tergeletak di jalanan. Katanya, sekitar 7.000 orang hilang yang dimungkinkan masih di bawah reruntuhan, termasuk 4.700 anak-anak dan perempuan.  Pernyataan tersebut menyatakan bahwa di antara warga Palestina yang tewas terdapat 207 personel medis, 26 anggota tim penyelamat pertahanan sipil, dan 70 jurnalis. Lebih dari 36.000 warga Palestina lainnya juga terluka, 75 persen di antaranya anak-anak dan perempuan, katanya. Sedangkan untuk bangunan tempat tinggal, hampir 50.000 unit rumah hancur total dan hampir 240.000 unit rumah rusak berat. Sementara itu, sebanyak 88 masjid dihancurkan  dan 174 lainnya hancur sebagian akibat pemboman ‘Israel’ di seluruh Gaza selain tiga gereja yang menjadi sasaran tentara ‘Israel’. Rumah ibadah dan tempat tinggal merupakan hal yang paling dilarang diserang berdasarkan aturan perang internasional. Pihak ‘Israel’ mengklaim sebanyak 1.200 warganya tewas di tangan para mujahidin dan pembebasan Palestina. Lebih 200 tentaranya masih ditawan Hamas. Namun rezim teroris ‘Israel’ selalu mengklaim bahwa Gerakan Islam Palestina (Hamas) menggunakan bangunan tersebut sebagai markas meski semua propagandanya ini tidak pernah terbukti. ‘Israel’ melancarkan agresi militer secara besar-besaran di Jalur Gaza menyusul Operasi Taufan (Banjir) Al-Aqsha oleh para pejuang pembebasan Palestina pada 7 Oktober atas banyaknya penodaan baik kepada warga Palestina atau terhadap Masjid Al-Aqsha.*