Tag:
negara Islam
Hidayatullah.com
Hijaz, Palestina dan Persatuan
Aksi militer Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer HAMAS hari ini menjadi bukti tidak berdayanya militer Zionis, apalagi jika Negara-negara Islam bersatu melawan
Oleh: Antoni Abdul Fattah
Hidayatullah.com | BELAKANGAN ini jagad maya sedang dihebohkan dengan gambar atau emoji dan gerakan Semangka yang menjadi simbol perlawanan dunia terhadap kekejaman Zionis ‘‘Israel’’.
Semangka dianggap simbol perlawanan rakyat Palestina kepada penjajahan zionis ‘‘Israel’’ di tanah mereka pada hari ini. Simbol perlawanan ini muncul saat negara-negara Arab melawan Zionis ‘‘Israel’’ pada Perang Enam Hari pada tahun 1967. Saat itu penjajah melarang pengibaran bendera Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sehingga saat itu rakyat Palestina menggunakan buah semangka sebagai simbol perlawanan karena menyerupai warna bendera PLO yang kemudian digunakan sebagai Bendera Palestina tersebut.
Pada akhirnya larangan ini dihapus setelah penandatanganan perjanjian Oslo antara PLO dengan ‘‘Israel’’ pada tahun 1993. (BBC Indonesia, 03/11/2023).
Menariknya bendera Palestina ini mirip dengan bendera yang dihadiahkan Raja Inggris George V kepada Syarif atau Amir Makkah, Husein bin Ali Al-Hasyimi, yang dinamakan sebagai Bendera Hijaz . Husein bin Ali dilantik menjadi Syarif Makkah pada tahun 1908 oleh Daulah Usmaniyah di Turki yang saat itu masih menjadi penjaga dua kota suci Makkah dan Madinah.
Setelah runtuhnya Daulah Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924, Husein bi Ali selanjutnya memproklamirkan diri sebagai Khalifah karena ia berasal dari Bani Hashim yang dianggap lebih layak menjadi penerus estafet kekhalifahan daripada Turki. Pada tahun 1916, atas dukungan Kerajaan Inggris kepada kemerdekaan bangsa Arab, ia memproklamirkan diri melakukan pemberontakan melawan Daulah Utsmaniyah.
Kemudian, pada Februari 1918, Raja Inggris George ke-5 seperti disinggung di atas, menyerahkan bendera Hijaz tersebut kepada Husein bin Ali, yang saat itu dijadikan sebagai Raja Hijaz oleh Inggris.
Tiga warna pada bendera Hijaz ini mewakili Khilafah Abbasiyah (hitam), Khilafah Umayyah (Putih) dan Khulafaurrasyidin (Hijau). Sedangkan segitiga berwarna merah mewakili Bani Hasyim atau Syarif Makkah.
Menurut Tim Marshall dalam bukunya “A Flag Worth Dying For : The Power And Politics Of National Symbols,” bahwa putih adalah warna Daulah Umayyah untuk mengenang kemenangan militer pertama Nabi Muhammad ﷺ, hitam adalah warna Daulah Abbasiyah untuk menandai era baru dan untuk meratapi kematian Sayyidina Husein RA pada Pertempuran Karbala, dan hijau adalah warna jas dan jubahnya Nabi ﷺ dan pakaian sahabat Nabi ﷺ ketika mereka menaklukkan Makkah.
Sekaligus keempat warna pada bendera ini dijadikan sebagai simbol “penggunaan agama secara politik” dalam menentang pemerintahan Daulah Utsmaniyah di Turki yang semakin sekuler pada masa itu.
Bendera Hijaz ini dirancang oleh Kolonel Sir Tatton Benvenuto Mark Sykes. Menurut salah satu sumber, Kolonel Sykes membuat bendera ini sebagai bentuk perlawanan atas pengibaran bendera Prancis di wilayah Arab yang dikuasai Prancis.
Kemudian Sykes menawarkan beberapa desain kepada Hussein, yang memilih salah satu desain yang kemudian digunakan. Namun, bendera tersebut sangat mengingatkan pada bendera yang digunakan sebelumnya oleh nasionalis Arab, seperti yang digunakan oleh Al-Muntada al-Adabi pada tahun 1909, Al-ʽAhd (Iraq) pada tahun 1913, dan perkumpulan rahasia Al-Fatat pada tahun 1914.
Meskipun Revolusi Arab saat itu didukung oleh Inggris, namun, pengaruh bendera Hijaz ini menginspirasi banyak gerakan nasionalis Pan-Arab lainnya di Jazirah Arab, seperti di Palestina, Yordania, Mesir, Iraq, Kuwait, Sudan, Yaman, Suriah, Libya dan Sahrawi Arab Democratic Republic, sebuah negara yang pengakuannya terbatas atas seluruh wilayah Sahara Barat, dimana dulunya adalah bekas jajahan Spanyol.
Dari penjelasan ini wajar bila kemudian bendera Hijaz ini dipakai oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Palestina sendiri adalah gambaran bagaimana umat Islam begitu lemah. Tanah Palestina bisa menjadi patron untuk melihat kondisi umat Islam hari ini.
Bila ingin melihat kondisi umat Islam hari ini maka lihatlah kondisi Palestina hari ini. Sejak masa Khulafaurrasyidin hingga runtuhnya Daulah Usmaniyah pada tahun 1924, Palestina berada dibawah kekuasaan dan perlindungan kaum muslimin. Namun sejak runtuhnya Daulah Utsmaniyah dan umat Islam terjebak dalam gerakan nasionalisme, sontak Palestina tidak dapat dilindungi lagi.
Sejak kekalahan Khilafah Utsmaniyah pada Perang Dunia I, wilayah-wilayah Utsmaniyah menjadi wilayah yang menjadi kekuasaan negara-negara pemenang perang dunia I.
Khilafah Utsmaniyah saat itu terpaksa menandatangani perjanjian Sevres di Prancis pada 10 Agustus 1920. Sebelumnya melalui Perjanjian Sykes-Pycot pada tahun 1916, Inggris dan Prancis membagi-bagi wilayah Khilafah Utsmaniyah.
Singkatnya Inggris mendapatkan wilayah Palestina dan Trans Jordania. Ditambah lagi, untuk melanjutkan hal ini Liga Bangsa-Bangsa (yang merupakan cikal bakal PBB) ditugaskan untuk menyusun “mandat” bagi dunia Arab. Setiap mandat dikuasai oleh Inggris atau Perancis “sampai saat mereka mampu berdiri sendiri.”
Sesuai yang telah disepakati dalam Perjanjian Sykes-Pycott maka Inggris juga menerima wilayah Palestina. Namun demikian, pada tahun 1917, Inggris sudah terlebih dahulu memberikan janji pada kelompok Zionis untuk mendukung berdirinya Negara Yahudi di Palestina. ((Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa : Kegagalan Palestina Menjadi Negara Merdeka (1920-1948)”, Jurnal Al-Turāṡ Vol. XX, No. 2, Juli 2014).
Pada tanggal 24 April 1920, pihak sekutu sebagai pemenang Perang Dunia I mengadakan pertemuan di San Remo, Italia. Liga Bangsa-Bangsa memutuskan bahwa wilayah-wilayah pendudukan belum siap untuk diberi kemerdekaan, maka harus diurus oleh administrasi sipil yang disebut ‘Mandat’.
Sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya dalam Perjanjian Sykes-Pycot tahun 1916, Inggris mendapat mandat atas wilayah Palestina dan Transjordania.
Menurut Duta Besar Palestina untuk Republik Indonesia M Fariz al Mehdawi, Mandat adalah sebuah Supervisi. Ibaratnya, seperti anak yang kehilangan orang tuanya dan diasuh oleh orang lain sampai siap hidup mandiri. Negara pemegang Mandat, dalam hal ini Inggris bertanggung jawab pada Liga Bangsa-Bangsa untuk menyiapkan Palestina agar siap diberi kemerdekaan.
Menurut penulis, tanah Palestina merupakan tanah kharajiyah. Bila merujuk kepada sumber ilmu fiqh, tanah kharaj adalah hak yang dikenakan atas lahan tanah yang telah diambil alih oleh kaum muslimin, baik melalui perang atau melalui proses damai.
Seperti saat Patriarch Yerusalem, Uskup Agung Sophronius memberikan kunci kota Baitul Maqdis (Yerusalem) kepada Khalifah Umar bin al-Khattab ra atau saat Sultan Shalahuddin al-Ayyubi memasuki Baitul Maqdis setelah pertempuran Hittin pada Mei 1291.
Sedangkan untuk klaim bahwa kaum Yahudi mempunyai hak untuk menjadikan Palestina sebagai tanah perjanjian mereka. Sehingga dengan statusnya ini dan kondisi hari ini, maka Palestina harus dilindungi dengan segenap kemampuan kaum muslimin seluruh dunia.
Ini adalah tugas dan tanggung jawab kaum muslimin di seluruh dunia, bukan hanya tanggung jawab rakyat Palestina saja. Atas dasar inilah sebenarnya kaum muslimin tidak boleh terjebak oleh “Two State Solution” (Solusi Dua Negara) yang tidak diinginkan bangsa Palestina sendiri.
Bantuan kemanusiaan yang dapat diberikan untuk Palestina tidak hanya bantuan makanan dan obat-obatan tetapi juga dapat bantuan militer yang dilakukan oleh negara-negara kaum musliminin sebagai bentuk kepedulian kemanusiaan sehingga tragedi seperti Sabra Shatila, Nakba dan sebagainya tidak terjadi lagi. Karena bantuan militer juga bagian dari kemanusiaan.
Gerakan boikot juga dapat dilakukan oleh Negara sebagai pemiliki kekuasaan tertinggi. Bila kita melihat sejarah, penulis menilai penjajahan atas Palestina dapat dihentikan bila pemimpin kaum muslimin seluruh dunia bersatu.
Aksi militer Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer HAMAS hari ini dapat menjadi bukti, bagaimana tidak berdayanya militer Zionis melawan Al-Qassam dan faksi-faksi militer Gaza.
Bayangkan bila hal ini dilakukan oleh penguasa negeri-negeri muslim bersatu dengan mengerahkan bantuan militer, apa yang akan terjadi kepada Zionis ‘‘Israel’’. Wallahu a’lam bisshawwab.*
Penulis adalah penulis buku dan peminat sejarah