Tag:

Masjidil Aqsha

Misi Pembebasan Palestina

“Kenapa kita harus meninggalkan Al Quds? Sesungguhnya dia adalah tanah kita di setiap waktu dan masa. Dan akan senantiasa demikian adanya. Dia adalah salah satu dari kota suci kita dan berada di tanah Islam. Al Quds selamanya harus berada di tangan kita.” (Sultan Abdul Hamid II) SELAMA berabad-abad di bawah kekuasaan Romawi, Palestina menjadi wilayah perang, tempat pengasingan, penyerangan dan pembantaian. Setiap kali berganti penguasa, kekejaman baru segera dipertunjukkan. Memasuki abad ke tujuh, negeri ini berada dibawah kekuasaan kerajaan Persia. Tetapi hanya dalam waktu yang singkat, Romawi kembali menguasai wilayah itu. Kekejaman, kesadisan dan kezaliman penguasa terus dipertontonkan kepada rakyat Palestina. Misi Pertama: Umar Bin Khaththab Bebaskan Palestina Misi pembebasan Palestina pertama dilakukan pada 641 M atau 15 H oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Kunci kota Al Quds diserahkan oleh Batrick Safrunius kepada Umar setelah ditandatangani Perjanjian Umariyah atau Perjanjian Illiya. Di antara isi perjanjian itu menyebutkan tentang jaminan keamanan atas diri dan harta serta kebebasan beribadah bagi penduduk Alia yang beragama Nasrani. Sementara kaum Yahudi dilarang untuk tinggal di Alia. Rakyat Palestina hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Cahaya kemulyaan Islam memancar dengan terangnya. Perdamaian, kerukunan dan kesejahteraan ini terus berlanjut sepanjang Kekhilafahan Islam memerintah wilayah ini. Akan tetapi, di akhir abad ke-11 M, kekuatan ’penakluk’ lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas tanah beradab Palestina dengan tindakan biadab dan kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para agresor ini adalah Tentara Salib. Misi Kedua: Shalahudin Al Ayyubi Rebut Baitul Maqdis Perang Salib dikobarkan pertama kali oleh pimpinan Katolik Paus Urbanus II. Pada tanggal 27 November 1095 M di Dewan Clermont, lebih dari 100 ribu orang Eropa bergerak ke Palestina untuk “memerdekakan” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang besar di Timur. Mereka sampai di Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 1099 M setelah melewati perjalanan panjang dan melelahkan, serta melakukan banyak perampasan dan pembantaian. Kota inipun jatuh setelah dikepung selama hampir lima pekan. Ketika Tentara Salib masuk, mereka melakukan pembantaian yang sadis. Kaum muslimin dan kafir dzimmi dibasmi dengan pedang. Kekejaman tentara Salib itu diakui oleh salah satu anggota tentara Salib, Raymond dari Aguiles. Dalam waktu dua hari, tentara Salib membunuh sekitar 40 ribu umat Islam dengan cara yang sadis. Perdamaian dan ketertiban di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan. Tentara Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Shalahuddin Al Ayyubi berhasil menyatukan seluruh kekuatan Islam untuk mengalahkan tentara Salib. More pages: 1 2 3

Kronologi Aksi Heroik Pemuda Turki yang Syahid Usai Sholat Dhuhur di Masjidil Aqsha

Hidayatullah.com – Seorang pemuda Turki, Hasan Saklanan, melancarkan aksi penusukan terhadap polisi penjajahan Israel setelah melaksanakan sholat dhuhur di Masjidil Aqsha. Hasan memasuki Yerusalem atau Baitul Maqdis bersama rombongan Presidensi Urusan Agama Turki (Diyanet), menurut Nevzat Cicek, editor Independent Turkish. “Merve Sefa, putri Presiden Urusan Agama Ali Erbaş dan juga Imam Beykoz, juga bertanggung jawab atas rombongan tersebut,” ujar Cicek di X, dulunya Twitter (01/05). Rombongan Diyanet memasuki wilayah pendudukan Israel secara legal pada Senin (29/04) via Penyeberangan Sungai Yordan. Menurut foto paspor yang beredar di media sosial Hasan Saklanan lahir pada tahun 1990 di Eyyübiye. Dia adalah ayah dari empat orang anak dan merupakan seorang imam di pemukiman Kepez di Distrik Şanlıurfa Haliliye, Turki. Ia mengaku sedang tidak enak badan dan paspornya mengalami masalah sehingga tidak mengikuti perjalanan bersama rombongannya pada hari itu. Ketika orang-orang yang ikut dalam rombongan mengetahui tentang aksi penusukan Hasan selama perjalanan, mereka kembali. Setelah kejadian itu, rombongan Diyanet tidak diizinkan masuk ke Masjid al-Aqsa untuk sholat Ashar. Rombongan akan mencoba masuk ke Masjidil Aqsha lagi untuk sholat Magrib. Disebutkan bahwa tidak ada konvoi dari Turki selain konvoi Diyanet di Yerusalem saat ini. Setelah menikam seorang polisi penjajahan Israel, dia ditembak di kepala oleh polisi dan syahid. Saat memindahkan jenazahnya dari tempat kejadian, warga Palestina yang hadir meneriakkan takbir. Petugas polisi penjajahan, yang terluka di bagian tenggorokan, telah dibawa ke rumah sakit. Dalam pernyataan yang dibuat oleh Israel, disebutkan bahwa “Seseorang berusaha menyerang polisi dengan pisau sekitar pukul 12.30 waktu setempat di daerah Kota Tua, di daerah Gerbang Sahira, polisi menetralisir tersangka dengan melepaskan tembakan, dan penyerang ditemukan dengan pisau.” Baca juga: (Video) Lawan 2 Tentara Israel, Pemuda Turki Syahid di YerusalemDakwah Media BCA - GreenYuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Gerakan Perlawanan Islam Hamas memuji aksi perlawanan Hasan Saklanan, menyebutnya sebagai martir Palestina. “Kita adalah satu bangsa dengan satu tubuh, satu darah, satu tujuan dan satu musuh,” kata Hamas dalam pernyataan resminya. “Dengan pemahaman ini, kami memberikan penghormatan kepada martir Turki, Hasan Saklanma, yang telah melakukan aksi heroik di Yerusalem; ‘Kami menyatakannya sebagai martir Palestina, Gaza, Yerusalem, dan Masjid Al Aqsa,’ lanjut pernyataan tersebut.*

Sudahkah Isra Mi’raj Memperjankan Cinta Kita ke Baitul Maqdis?

Isra dan Mi’raj memperjalankan cinta kita ke Masjidil Aqsha dalam ikhtiar melakukan sesuatu untuk kemuliaan Al-Ardhul Muqaddasah dan Al-Ardhul Mubarakah Oleh: Azka Madihah, MA Hidayatullah.com | KEPEDULIAN hati dari penduduk Baitul Maqdis ditinggal orang-orang tercinta, dialami pula oleh Rasulullah ﷺ kala itu, saat istri tercinta Khadijah radhiallau ‘anha dan pamannya Abi Thalib wafat. Kesulitan rakyat Gaza akibat blokade yang mengakibatkan kelaparan dan merebaknya penyakit, dirasakan juga oleh Nabi kita tercinta shallallahu ‘akayhi wa sallam ketika itu, semasa diboikot oleh kaum kafir Quraisy. Ketidakberdayaan karena seluruh dunia seolah memalingkan wajah dari penduduk Syam yang terdzalimi, itu pula yang Nabi Muhammad adukan kepada Allah, di kala ia ditolak dan diusir dari Thaif. Di situasi yang seolah terkungkung dan titik terendah hidup ini, manusia paling mulia ini pun melangitkan doa, “Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli.” Maka setelah itu, Allah pun menghibur kekasih-Nya. Ke sebuah tempat yang suci, pusat keberkahan. Ke tempat yang selama ini senantiasa menjadi kiblat dalam sujud-sujudnya. Ke tempat yang menjadi tujuan hijrah dan jihad para Nabi sebelumnya. Asraa (أَسْرَىٰ), memperjalankan. Di situasi yang seolah tidak bisa bergerak ke mana-mana, Allah-lah yang memperjalankan Rasulullah ﷺ. Ke mana? Ke tempat yang istimewa. Tempat yang akan melipur kesedihan hatinya. Ke tempat yang Allah berkahi sekelilingnya (إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ), yang bermakna Masjidil Aqsha adalah pusat keberkahan tersebut. Ke tempat yang selama ini Rasulullah ﷺ rindukan dalam shalatnya, karena inilah kiblat pertama sebelum turunnya ayat pengubahan arah kiblat ke Ka’bah. Bahkan selama hidup Rasulullah ﷺlebih lama periode waktu shalat menghadap kiblat ke Masjidil Aqsha dibandingkan periode waktu shalat dengan kiblat ke Ka’bah. Ke tempat yang menjadi lokasi lahirnya para Nabi-nabi yang risalahnya sedang ia teruskan. Ke tempat yang menjadi tujuan para Nabi sebelumnya untuk hijrah mencari harapan dan semangat, sebelum Kembali meneruskan misi dakwah mereka. Lalu bukankah kita tahu, apa penghiburan atas penolakan yang dialami Nabi Muhammad ﷺ di Makkah hingga lapar perih perutnya dan di Thaif hingga berdarah-darah kakinya kala itu? Penduduk langit menyambutnya dengan penuh suka cita; “مَرْحَبًا”. Ya, “Marhaban!” Diucapkan oleh para Nabi dan malaikat, di setiap lapis langit.  Dengan kata-kata yang demikian indahnya, مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ. “Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang.” Selamat datang wahai manusia terbaik! Bayangkan, saat ini ahlu Gaza, ahlu Syam, ahlu Baitul Maqdis sedang berada di kondisi yang serupa dengan Rasulullah ﷺ. Mereka sedang melangitkan doa yang sama, ”Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku?” “Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?” Apakah kepada umat Islam yang mengacuhkan mereka? Kepada wajah Barat yang kini terbuka jelas topengnya? Atau kepada penjajah yang menari congkak di atas darah para syuhada? Maka dengan menghikmahi perjalanan Isra Mi’raj ini, kita tahu jawabannya. Sekali-kali tidak! Sebagaimana surat Ar-Ruum mengajarkan kita bahwa Allah memerintahkan kita untuk memerhatikan geopolitik di wilayah Baitul Maqdis, di mana Allah berjanji bahwa orang-orang beriman itu akan bergembira. Akan menang! Karena apa? بِنَصْرِ ٱللَّهِ Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. وَعْدَ ٱللَّهِ “(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 5-6). Peristiwa Isra Mi’raj ini pula yang merupakan titik balik dalam sejarah pembebasan Baitul Maqdis. Setelah Isra Mi’raj, setelah Rasulullah ﷺ menjadi imam bagi seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya, hadirlah semangat baru. Rasulullah ﷺ pun memulai strategi pembebasan Baitul Maqdis yang terus diwariskan kepada para sahabat yang mulia. Dengan tahapan ilmu, diplomasi/politik, lalu jihad militer untuk menumpaskan kezhaliman yang saat itu pun sedang berlangsung di Baitul Maqdis, di bawah penjajahan Romawi.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Maka, jika saat ini kita melihat kondisi umat Islam sedang berada di titik terendah, Baitul Maqdis sedang dijajah dan dinistakan, ingatlah janji Allah ini. Janji akan pertolongan dari Yang Maha Perkasa Lagi Maha Penyayang. Sebagaimana pada masa dan titik terendah dalam hidup baginda Rasulullah ﷺ semasa itu, Allah pun kemudian mengangkatnya ke tempat paling tinggi yaitu sidratul muntaha. Tempat yang bahkan Malaikat Jibril pun tidak dapat memasukinya. Dari situasi yang terhimpit tidak bisa ke mana-mana, Allah-lah yang kemudian memperjalankan. Dari titik terendah, Allah-lah yang kemudian mengangkat, setinggi-tingginya. Maka, dalam sujud kita, dalam shalat kita, yang juga merupakan hadiah dari Isra Mi’raj ini, kita langitkan doa yang sama, kita adukan hal yang sama, tentang lemahnya daya dan upaya kita di hadapan manusia. Maka dalam ikhtiar kita untuk “asraa” -memperjalankan cinta kita ke Masjidil Aqsha-; dalam ikhtiar melakukan sesuatu untuk kemuliaan Al-Ardhul Muqaddasah dan Al-Ardhul Mubarakah ini; lalu mendapat cibiran, penolakan, hinaan, kesulitan, ketidakmungkinan, kita juga bisa mengucapkan tekad yang sama, “aku tidak peduli, asalkan Engkau ya Allah, tidak murka kepadaku. Maka sungguh aku tidak peduli.” Peneliti Institut Al-Aqsa untuk Riset Perdamaian

Sudahkah Isra Mi’raj Memperjalankan Cinta Kita ke Baitul Maqdis?

Isra dan Mi’raj memperjalankan cinta kita ke Masjidil Aqsha dalam ikhtiar melakukan sesuatu untuk kemuliaan Al-Ardhul Muqaddasah dan Al-Ardhul Mubarakah Oleh: Azka Madihah, MA Hidayatullah.com | KEPEDULIAN hati dari penduduk Baitul Maqdis ditinggal orang-orang tercinta, dialami pula oleh Rasulullah ﷺ kala itu, saat istri tercinta Khadijah radhiallau ‘anha dan pamannya Abi Thalib wafat. Kesulitan rakyat Gaza akibat blokade yang mengakibatkan kelaparan dan merebaknya penyakit, dirasakan juga oleh Nabi kita tercinta shallallahu ‘akayhi wa sallam ketika itu, semasa diboikot oleh kaum kafir Quraisy. Ketidakberdayaan karena seluruh dunia seolah memalingkan wajah dari penduduk Syam yang terdzalimi, itu pula yang Nabi Muhammad adukan kepada Allah, di kala ia ditolak dan diusir dari Thaif. Di situasi yang seolah terkungkung dan titik terendah hidup ini, manusia paling mulia ini pun melangitkan doa, “Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli.” Maka setelah itu, Allah pun menghibur kekasih-Nya. Ke sebuah tempat yang suci, pusat keberkahan. Ke tempat yang selama ini senantiasa menjadi kiblat dalam sujud-sujudnya. Ke tempat yang menjadi tujuan hijrah dan jihad para Nabi sebelumnya. Asraa (أَسْرَىٰ), memperjalankan. Di situasi yang seolah tidak bisa bergerak ke mana-mana, Allah-lah yang memperjalankan Rasulullah ﷺ. Ke mana? Ke tempat yang istimewa. Tempat yang akan melipur kesedihan hatinya. Ke tempat yang Allah berkahi sekelilingnya (إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ), yang bermakna Masjidil Aqsha adalah pusat keberkahan tersebut. Ke tempat yang selama ini Rasulullah ﷺ rindukan dalam shalatnya, karena inilah kiblat pertama sebelum turunnya ayat pengubahan arah kiblat ke Ka’bah. Bahkan selama hidup Rasulullah ﷺlebih lama periode waktu shalat menghadap kiblat ke Masjidil Aqsha dibandingkan periode waktu shalat dengan kiblat ke Ka’bah. Ke tempat yang menjadi lokasi lahirnya para Nabi-nabi yang risalahnya sedang ia teruskan. Ke tempat yang menjadi tujuan para Nabi sebelumnya untuk hijrah mencari harapan dan semangat, sebelum Kembali meneruskan misi dakwah mereka. Lalu bukankah kita tahu, apa penghiburan atas penolakan yang dialami Nabi Muhammad ﷺ di Makkah hingga lapar perih perutnya dan di Thaif hingga berdarah-darah kakinya kala itu? Penduduk langit menyambutnya dengan penuh suka cita; “مَرْحَبًا”. Ya, “Marhaban!” Diucapkan oleh para Nabi dan malaikat, di setiap lapis langit.  Dengan kata-kata yang demikian indahnya, مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ. “Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang.” Selamat datang wahai manusia terbaik! Bayangkan, saat ini ahlu Gaza, ahlu Syam, ahlu Baitul Maqdis sedang berada di kondisi yang serupa dengan Rasulullah ﷺ. Mereka sedang melangitkan doa yang sama, ”Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku?” “Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?” Apakah kepada umat Islam yang mengacuhkan mereka? Kepada wajah Barat yang kini terbuka jelas topengnya? Atau kepada penjajah yang menari congkak di atas darah para syuhada? Maka dengan menghikmahi perjalanan Isra Mi’raj ini, kita tahu jawabannya. Sekali-kali tidak! Sebagaimana surat Ar-Ruum mengajarkan kita bahwa Allah memerintahkan kita untuk memerhatikan geopolitik di wilayah Baitul Maqdis, di mana Allah berjanji bahwa orang-orang beriman itu akan bergembira. Akan menang! Karena apa? بِنَصْرِ ٱللَّهِ Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. وَعْدَ ٱللَّهِ “(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 5-6). Peristiwa Isra Mi’raj ini pula yang merupakan titik balik dalam sejarah pembebasan Baitul Maqdis. Setelah Isra Mi’raj, setelah Rasulullah ﷺ menjadi imam bagi seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya, hadirlah semangat baru. Rasulullah ﷺ pun memulai strategi pembebasan Baitul Maqdis yang terus diwariskan kepada para sahabat yang mulia. Dengan tahapan ilmu, diplomasi/politik, lalu jihad militer untuk menumpaskan kezhaliman yang saat itu pun sedang berlangsung di Baitul Maqdis, di bawah penjajahan Romawi.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Maka, jika saat ini kita melihat kondisi umat Islam sedang berada di titik terendah, Baitul Maqdis sedang dijajah dan dinistakan, ingatlah janji Allah ini. Janji akan pertolongan dari Yang Maha Perkasa Lagi Maha Penyayang. Sebagaimana pada masa dan titik terendah dalam hidup baginda Rasulullah ﷺ semasa itu, Allah pun kemudian mengangkatnya ke tempat paling tinggi yaitu sidratul muntaha. Tempat yang bahkan Malaikat Jibril pun tidak dapat memasukinya. Dari situasi yang terhimpit tidak bisa ke mana-mana, Allah-lah yang kemudian memperjalankan. Dari titik terendah, Allah-lah yang kemudian mengangkat, setinggi-tingginya. Maka, dalam sujud kita, dalam shalat kita, yang juga merupakan hadiah dari Isra Mi’raj ini, kita langitkan doa yang sama, kita adukan hal yang sama, tentang lemahnya daya dan upaya kita di hadapan manusia. Maka dalam ikhtiar kita untuk “asraa” -memperjalankan cinta kita ke Masjidil Aqsha-; dalam ikhtiar melakukan sesuatu untuk kemuliaan Al-Ardhul Muqaddasah dan Al-Ardhul Mubarakah ini; lalu mendapat cibiran, penolakan, hinaan, kesulitan, ketidakmungkinan, kita juga bisa mengucapkan tekad yang sama, “aku tidak peduli, asalkan Engkau ya Allah, tidak murka kepadaku. Maka sungguh aku tidak peduli.” Peneliti Institut Al-Aqsa untuk Riset Perdamaian

Para Wanita Pejuang Baitul Maqdis

Para pejuang Al-Quds tidak hanya pria, ada Maryam kemudian yang ahli ibadah, ada Maimunah Binti Saat, yang berhidmat di Baitul Maqdis Hidayatullah.com l DALAM sejarah Islam, para pejuang Baitul Maqdis dan Palestina secara umum tidak hanya diisi oleh para lelaki. Jatuh bangunnya Baitul Maqdis, juga diwarnai oleh para pejuang wanita yang namanya tidak sepopuler para pejuang laki-laki. Jauh sebelum Nabi Muhammad lahir hingga menjadi nabi dan rasul, telah dikenal figur wanita suci bernama Maryam. Ini bisa dibaca dalam surah Ali Imran ayat 35 sampai 37 yang mengisahkan bagaimana Ibu Maryam (Hannah binti Faqud) yang bernazar bahwa anak yang dikandungnya akan dipersembahkan untuk beribadah dan berkhidmat di Baitul Maqdis. Umumnya, pada waktu itu, anak laki-laki yang menjadi kebanggaan orang tua dan diorientasikan untuk mengabdi di Baitul Maqdis. Rupanya, kehendak Allah lain, Hannah melahirkan perempuan. Meski demikian, perempuan ini adalah perempuan luar biasa yang akan melahirkan manusia pilihan dan tetap diberikan tempat tersendiri untuk berkhidmat dan beribadah kepada Allah di Baitul Maqdis. Dialah Maryam binti Imran. Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab Qashasul Anbiyaa bahwa yang dimaksud dengan kata muharraran adalah menahan diri (menetap) di Baitul Maqdis. Doa Hannah dikabulkan. Maryam kemudian menjadi perempuan ahli ibadah, dan berkhidmat di Baitul Maqdis hingga nanti dipilih Allah menjadi wanita luar biasa yang akan melahirkan Nabi Isa. Dari peristiwa Hannah dan Maryam ini, jelaslah bahwa ada peran-peran wanita dalam menjaga dan memperjuangkan Baitul Maqdis. Pada zaman Nabi Muhammad, ada juga wanita yang perhatian terhadap masalah Baitul Maqdis. Pertama misalnya mantan budak wanita Rasulullah bernama Maimunah binti Sa’ad: عَنْ مَيْمُونَةَ، مَوْلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ قَالَ: «أَرْضُ الْمَحْشَرِ وَالْمَنْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ، فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ» قُلْتُ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَتَحَمَّلَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: «فَتُهْدِي لَهُ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَهُوَ كَمَنْ أَتَاهُ» Dari Maimunah mantan budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: “Wahai Rasulullah, berilah kami fatwa berkenaan dengan Baitul Maqdis, ” Beliau bersabda: “Ia adalah bumi Al Mahsyar dan Al Mansyar (tempat dikumpulkannya manusia pada hari kiamat), datangi dan shalatlah kalian di sana, sebab shalat di dalamnya seperti shalat seribu kali di tempat lainnya. ” Aku bertanya, “Bagaimana pendapat tuan jika saya tidak bisa ke sana?” beliau menjawab: “Memberi minyak yang dengannya lampu bisa dinyalakan di dalamnya, barangsiapa melakukan itu, maka ia seperti telah mendatanginya. “ (HR. Ibnu Majah) Maimunah sampai meminta fatwa tentang Baitul Maqdis, ini mengindikasikan bahwa pada saat itu tempat ini menjadi buah bibir atau perbincangan hangat di kalangan sahabat. Sebagai perempuan, ini juga antusias untuk mendapat kemuliaannya. Dikatakan oleh Nabi bahwa tempat suci itu adalah tempat dikumpulkannya manusia pada hari kiamat. Tak hanya itu, shalat di dalamnya seperti shalat 1000 kali di tempat lainnya (selain Masjidil Haram dan Nabawi). Fatwa Nabi, Maimunah dan muslim dan muslimah pada umumnya agar datang ke sana untuk melakukan ibadah. Kalau pun tidak bisa, maka dengan menunjukkan kontribusi kepedulian untuk masjid misalnya membantu kebutuhan lampu masjid dan semacamnya sehingga meski tak bisa ke sana, tapi tetap berkontribusi sehingga tempat suci itu bisa dipakai oleh umat yang ada di dalamnya dan yang sedang berkunjung ke sana. Sayangnya, kebanyakan muslim saat ini, lebih fokus mendatangi masjidil Haram dan masjid Nabawi, sementara itu, Al-Aqsha menjadi terabaikan sehingga Zionis semakin leluasa dalam bertindak sewenang-wenang dan melancarkan penjajahannya. Selain Maimunah binti Saat, dalam riwayat Muslim, ada wanita yang berazam ingin pergi ke Baitul Maqdis: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ امْرَأَةً اشْتَكَتْ شَكْوَى، فَقَالَتْ: إِنْ شَفَانِي اللهُ لَأَخْرُجَنَّ فَلَأُصَلِّيَنَّ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ، فَبَرَأَتْ، ثُمَّ تَجَهَّزَتْ تُرِيدُ الْخُرُوجَ، فَجَاءَتْ مَيْمُونَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُسَلِّمُ عَلَيْهَا، فَأَخْبَرَتْهَا ذَلِكَ، فَقَالَتْ: اجْلِسِي فَكُلِي مَا صَنَعْتِ، وَصَلِّي فِي مَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «صَلَاةٌ فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ، إِلَّا مَسْجِدَ الْكَعْبَةِ» Dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: Ada seorang wanita menderita sakit, lalu ia berkata: “Kalau Allah memberikan kesembuhan padaku, aku benar-benar akan keluar menuju Baitul Maqdis dan shalat di sana.” Lalu wanita itu pun sembuh dari penyakitnya, maka ia pun segera mempersiapkan perjalanan. Kemudian ia mendatangi Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengucapkan salam atasnya dan mengabarkan tentang perjalanan yang akan ia lakukan. Maka Maimunah pun berkata: “Duduk dan makanlah apa yang kamu inginkan. Lalu shalatlah di Masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Satu Shalat di dalamnya lebih utama daripada seribu shalat di masjid lain selain Masjid Ka’bah.’“ (HR. Muslim) Hadits ini juga sedikit memberi gambaran betapa ada wanita pada masa Nabi Muhammad yang memiliki azam kuat pergi ke Baitul Maqdis. Tekad ini mustahil muncul jika sebelumnya tidak mendapat informasi tentang keutamaan Baitul Maqdis dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Baca juga: Pertama Kali, Ribuan Perempuan Palestina Turun Jalan di Perbatasan Gaza Lebih dari itu, dalam buku “ath-Thariq ila al-Quds” (hal: 61) dikisahkan bahwa Shafiyyah binti Huyay bin Ahthub, istri Nabi,setelah pembebasan yang dilakukan masa Umar bin Khattab beliau pergi ke Baitul Maqdis untuk shalat di sana, kemudian naik ke bukit Zaitun dan shalat di sana. Beliau melakukan ini karena mengerti kemuliaan Baitul Maqdis. Dan kepedulian terhadap Baitul Maqdis, sudah dijelaskan keutamaannya oleh Rasulullah. Keberhasilan Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Al-Aqsha dari cengkraman tentara salib pada 1187 M, tidak bisa dilepaskan dari peran-peran para pejuang wanita di balik layar yang konsentrasi dalam melahirkan generasi sekaliber Shalahuddin Al-Ayyubi. Selain guru-guru besar dan luhur seperti Abdul Qadir Jailani dan Imam Ghazali, ada juga peran-peran wanita yang menyiapkan para generasi menuju pembebasan Al-Aqsha. Dalam buku “Hakadza Zhahara Jilu Shalaahuddin wa Hakadza ‘Aadat al-Quds” (2002), Dr. Majid I’rsan Al-Kailani menganalisis keberhasilan Shalahuddin dalam membebaskan Al-Aqsha. Secara menarik dijelaskan di dalamnya bahwa, keberhasilan Shalahuddin itu tidak semata disematkan kepada keberhasilan individunya, tapi ini adalah kerja kolektif suatu generasi yang sebelumnya sudah disiapkan oleh para guru pejuang sebelumnya. Maka muncullah ulama seperti Abdul Qadir Jailani dan Imam Ghazali yang disebut turut mempunyai andil besar dalam menyiapkan generasi pembebas Aqsha.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Di dalam buku ini, ada bab menarik untuk diperhatikan, Pada fasal kedua belas, diterangkan peran wanita muslimah dalam gerakan tajdid dan ishlah. Demikian juga diterangkan peran wanita muslimah dalam daulah Nuriyah (Nuruddin Zanky) dan Shalahiyah (Shalahuddin Al-Ayyubi). Di situ dijelaskan bahwa lahirnya generasi seperti Nuruddin Zanky dan Shalahuddin Al-Ayyubi itu juga tidak lepas dari peran para wanita. Melalui pendidikan mumpuni dan kuat, muncullah wanita yang kuat dan mulia yang juga berperan besar dalam melahirkan generasi pembebas Aqsha. Sebagai contoh: Sayyidah Khassha binti Mubarak, Sayyidah Syamsu Dhuha, Fathimah Al-Jauznadinyah, Syahidah binti Abi Nashr, Zamrad Khatun (istri Imaduddin Zanky), Sayyidah ‘Ishmatuddin Khatun (Istri Nuruddin Zanky), Sayyidah Fathimah binti Sa’ad Al-Khair (isrti Ali bin Naja) termasuk juga istri Shalahuddin Al-Ayyubi dan lain sebagainya. Terkait hal ini Dr. Majid Al-Kailany menandaskan, “Menurut keyakinanku, generasi Nuruddin dan Shalahuddin tidak akan mampu mencapai keberhasilan yang dicapai (dalam upaya pembebasan Baitul Maqdis) jika tidak keluar dari hasil pendidikan sekolah-sekolah ishlah yang dididik di antaranya oleh pawa wanita yang punya tanggung jawab dan kesadaran dalam menghadapi tantangan semasa itu.” (2002: 387) Artinya, generasi pembebas Aqsha itu lahir dari perempuan-perempuan hebat yang juga punya orientasi perjuangan. Dalam konteks kekinian, keberhasilan Abu Ubaidah (Juru Bicara Brigade Al-Qassam), serta mujahid lainnya yang masih tetap bisa bertahan lebih dati 70 hari, tidak bisa dilepaskan dari peran-peran wanita para pendidik mereka. Bahkan kalau dilihat dari korban kebiadaban Zionis saat ini, yang kebanyakan meninggal mengorbankan jiwa mereka adalah para wanita. Jauh sebelum ini, waktu dulu ada gerakan intifada, perlawanan dengan batu dan semacamnya yang dilancarkan oleh para pemuda, rupanya itu tidak hanya dilakukan oleh para laki-laki. Dalam majalah Panjimas No. 717 (XXXIV/1992: 48-50) dimuat berita berjudul “Wanita-Wanita Intifada” yang turut berjuang sebagaimana laki dengan segenap yang kemampuannya baik itu dengan melempar batu atau yang lainnya. Artinya, para pejuang wanita dalam membebaskan Baitul Maqdis dan sekitarnya tidak bisa dianggap kecil. Generasi-genarasi yang sekarang tampil berjuang, adalah bagian dari didikan wanita-wanita pejuang Palestina yang kebanyakan namanya tak dikenal secara publik./*Mahmud Budi Setiawan Baca juga: Muslimah Gaza Pakai Jilbab 24 Jam, Bahkan Saat Mereka Tidur

Khutbah Jumat: Enam Langkah Cerdas Membantu Rakyat Palestina yang Teraniaya

Terus berdoa, menyiapkan diri, menginfakkan sebagian harta kita untuk membebaskan Baitul Maqdis adalah di antara langkah cerdas membantu Palestina, demikian kutipan khutbah Jumat kali iniYuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil Hidayatullah.com | JANGAN PERNAH melemahkan perjuangan dan barisan kaum Muslimin, apalagi saling mengolok, menghina, memfitnah faksi-faksi pembebasan Palestina dan Masjidil Aqsha. Sebab itu adalah salah satu keberhasilan propaganda zionisme dan penjajah ‘Israel’ kepada umat Islam. Di bawah ini naskah lengkap naskah khutbah Jumat kali ini; Khutbah Jumat Pertama إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا Kaum Muslimin Jamaah Jumat Hafidzakumullah Perjuangan rakyat Palestina masih panjang dan penuh pengorbanan. Sampai saat ini rakyat Palestina masih terus menghadapi serangan bertubi-tubi siang dan malam, tanpa jeda, tanpa melihat apakah korbannya masyarakat sipil atau bukan. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris terus memberikan suplai persenjataan dan dukungan lainnya bagi kaum penjajah, ‘Israel’. Tujuh puluh persen korban meninggal didominasi kalangan perempuan dan anak-anak. Bahkan baru-baru ini sebuah rumah sakit Kristen di Gaza dirudal oleh pesawat tempur. 500 jiwa melayang seketika. Gaza benar-benar hancur lebur oleh serangan udara yang menyasar rakyat tidak berdosa. Bagi kita, umat Islam di Indonesia, tidak boleh berhenti menggaungkan dukungan untuk rakyat Palestina. Menurut Ustad Salim A. Fillah, ada enam hal yang bisa kita lakukan dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Pertama, mendoakan perjuangan rakyat Palestina dalam merebut kemerdekaan. Doa adalah senjata orang beriman. Doa adalah senjata canggih yang harus kita gunakan dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan. Doa sering kali digunakan oleh para nabi, khususunya, pada saat-saat yang genting. Kita bisa belajar dari sejarah Perang Badar. Kala itu jumlah pasukan kaum musyrikin 1000 dengan perlengkapan yang lebih memadai. Sementara jumlah kaum muslimin hanya 319 pasukan. Melihat ketimpangan yang ada, Rasul ﷺ berdoa kepada Allah dengan mengeraskan suaranya, beliau mengangkat kedua tangannya, menghadap ke arah kiblat. Beliau terus berdoa tak henti-henti hingga kain selempangnya terjatuh. اللهم أنجز لي ما وعدتني، اللهم آت ما وعدتني، اللهم إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض “Ya Allah, berikanlah apa yang kau janjikan kepadaku. Ya Allah, atangkanlah apa yang kau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika perkumpulan umat Islam ini dihancurkan, maka engkau tak akan disembah di muka bumi ini.” Sayidina Abubakar yang berada di belakang Nabi ﷺ, berkata, “Cukuplah doamu, Allah akan memenuhi janji-Nya.” (HR. Muslim). Oleh karena itu, mari terus panjatkan doa terbaik kita untuk keselamatan dan kemenangan para pejuang Palestina. Kita lakukan qunut nazilah di tiap shalat. Kita gelorakan terus dukungan moral lewat doa-doa yang kita kirimkan untuk mereka. Kaum Muslimin Jamaah Jumat Hafidzakumullah Kedua, menyebarkan ilmu atau informasi yang sahih tentang Baitul Maqdis. Masih banyak dari umat Islam  seutuhnya mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di Palestina. Bahkan ada yang mendukung dan bersimpati kepada negara penjajah, ‘Israel’. Mereka menganggap bahwa ‘Israel’ berhak untuk membangun negara, padahal itu mereka lakukan dengan menumpahkan darah rakyat Palestina, merampok tanah-tanah mereka, mengusir dari rumah-rumah. Sungguh di luar nalar sehat, jika ada yang mendukung perampok dan menyalahkan korban perampokan, yaitu rakyat Palestina. Karena itu, perang informasi seperti ini harus kita menangkan dengan membaca buku-buku tentang sejarah Baitul Maqdis, sejarah tanah Palestina agar kita tidak salah menempatkan simpati dan dukungan. Ketiga, menyiapkan diri untuk berjihad dan berkontribusi untuk membebaskan Baitul Maqdis. Sekecil apa pun kontribusi, mari kita persembahkan untuk perjuangan rakyat Palestina. Persiapan fisik, misalnya, perlu kita lakukan jika suatu saat kita ditakdirkan untuk berangkat membela orang-orang yang teraniaya di sana. Semoga Allah Ta’ala izinkan kita melaksanakan shalat di Masjidil Aqsha dalam keadaan terbebas dari penjajahan kaum Zionis ‘Israel’. Kaum Muslimin Jamaah Jumat Hafidzakumullah Keempat, menginfakkan sebagian harta kita untuk membebaskan Baitul Maqdis serta membantu perjuangan saudara-saudara kita di Palestina yang terjajah. Negara-negara pendukung ‘Israel’ utamanya Amerika Serikat menggelontorkan bantuan untuk mendukung serangan ke Gaza yang nominalnya 3,8 miliar dolar. Belum lagi bantuan dari Inggris, Jerman, Prancis, dan Australia yang mendukung penuh serangan ke Gaza. Jika Amerika, Inggris, dan sekutunya terang-terangan membantu Zionis ‘Israel’, kenapa negara-negara Islam masih takut untuk terang-terangan membantu Palestina. Mari kita bantu dengan harta yang bisa kita infakkan. Rasul ﷺ bersabda : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعَسِّرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمَاً سَتَرَهُ اللهُ فِيْ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ “Siapa yang menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin dari  kesulitannya di dunia, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan pada hari kiamat. Siapa yang meringankan orang yang kesusahan (dalam hutangnya), niscaya Allah akan meringankan baginya (urusannya) di dunia dan akhirat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah  akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim). Kelima, jangan melemahkan perjuangan dan barisan kaum Muslimin dengan saling mengolok dan menghina. Dalam kondisi seperti ini apakah pantas kita masih saling sikut dan sikat karena berbeda dalam memandang faksi-faksi di Palestina. Padahal, masalah yang menimpa rakyat Palestina bukan hanya masalah bagi umat Islam saja. Sebab, ia juga masalah kemanusiaan. Maka, tak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina. Cukup kita menjadi manusia! Selain itu, Bapak Proklamator Ir. Soekarno pernah mengatakan, selama kemerdekaan Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itu pula bangsa Indonesia berdiri menentang penjajah ‘Israel’. Mari kita ingat kembali firman Allah SWT : اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ  وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat : 10). Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah Keenam, jangan memperkuat musuh dengan membeli produk-produk yang secara langsung atau tidak, terang-terangan atau tidak, membantu musuh dalam melanggengkan penjajahan terhadap Baitul Maqdis. Mari kita hindari membeli dan menggunakan produk-produk, apakah itu berupa makanan, minuman, pakaian, kosmetik, atau aplikasi, yang mendukung penjajahan ‘Israel’. Sikap ini sesuai sabda Rasul ﷺ: انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ. “Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Mereka bertanya: ‘Wahai Rasul, jelas kami paham menolong orang yang dizalimi, tapi bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zalim?’ Beliau bersabda: “Pegang tangannya (hentikan ia agar tidak berbuat zalim).” (HR. Bukhari) Hadits ini mengajarkan sikap untuk menghentikan perbuatan jahat orang zalim yang dalam konteks penjajahan ‘Israel’, kita berhenti membeli produk-produk yang mendukung kezaliman negara ilegal ‘Israel’ terhadap rakyat Palestina, agar ia tidak lagi berbuat zalim. Demikianlah enam langkah jitu dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Bersama-sama kita berdoa kepada Allah SWT, menyampaikan informasi yang benar, menyiapkan diri untuk membela perjuangan rakyat Palestina, menginfakkan harta, merapatkan barisan, dan berhenti menggunakan produk-produk dari perusahaan di bidang apa pun yang mendukung kaum penjajah ‘Israel’. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. Khutbah Jumat Kedua الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ : فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهم في يوم الجمعة، اجعل نار المسلمين تحرق الأعداء، اللهم احرس المسجد الأقصى من مكر الماكرين، اللهم اقتل من قتل المسلمين. اللهم انصر شعب فلسطين على أعدائك، اللهم اجعل لأهل فلسطين النصرة والعزة والغلبة والقوة والهيبة في قلوب أعدائهم، اللهم اشف جرحاهم وأطلق أسر أسراهم، اللهم انصر مجاهديهم في سبيلك في برك وبحرك وجوك، يا رب العالمين. اللهمَّ اجعل الأقصى محررًا من الاحتلال واجمع أهله تحت راية الإسلام والعدل، اللهمَّ اجعل فلسطين بلدًا آمنًا ومزدهرًا، حيث يعيش أهلها في سلام واستقرار. يارب في يوم الجمعة كن العَون والنّصر لأهلنا في فلسطين المُحتلة، اللهم قد ضاقت بهم الأرض بما رحبت. اللهم إنا لا نملك لفلسطين إلا الدعاء فيارب لا ترد لنا دعاء ولا تخيب لنا رجاء وأنت أرحم الراحمين. اللهم انتصر لهم واربط على قلوبهم وردَّهم إلى ديارهم ومسجدهم آمنين، اللهم واشدد على أعدائهم حتى يروا العذاب الأليم. اللهم احرس أهل غزة بعينك التي لا تنام. اللهم حرر المسجد الأقصى، واجبر كسرهم، واشف مرضاهم، وتقبل شهدائهم برحمتك. اللهمَّ انصر الإسلام والمسلمين في فلسطين وأعزَّهم، اللهم اجعل النصر قريبًا واجعل الفرجَ يأتيهم. اللهمَّ اجعل فلسطين ملاذًا آمنًا لأهلها، وارفع عنهم الظلم والاضطهاد، وانصرهم على أعدائهم. اللهم ارفع الأذى عن أهل فلسطين وانصرهم على الظالمين، واجعلهم يعيشون في سلام وعدل وحرية. اللهم ارحم شهداءَ فلسطين واجعلهم في عليين، واشفِ صدورَ أهلها وأنزل السكينةَ عليهم، اللهم اجعلهم أُمةً واحدة تتكاتف في وجه العدو وتحقق النصر المؤزر، يا مُجيب الدعاء يا كريم. نستودعك يا الله بأهلنا وأحبابنا في فلسطين الحبيبة، تلك الدّيار المُقدّسة التي باركت بها وما حولها أن تحفظها من كل سوء وشر. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com. Khutbah Jumat ini kerjasama dengan Rabithah Alawiyah Kota Malang