Tag:

mandi wajib

Hukum Perempuan Puasa Sebelum Mandi Besar dari Haidhnya

TANYA: Bagaimana hukum puasa bagi perempuan yang selesai haid namun belum mandi wajib?Saya suci dari haidh sebelum subuh, lalu saya tertidur sampai jam sepuluh menjelang siang dan belum mandi besar. Saya lupa bahkan saya sampai mengantar anak perempuan saya yang sedang sakit ke rumah sakit sampai masuk waktu ashar. Baru teringat kalau saya belum mandi besar. Kemudian saya mandi dan mengqodho’ (mengganti) shalat yang terlewat. Dan Allah Maha Mengetahui bahwa hal ini kali pertama saya alami semenjak saya baligh. Dan siklus masa haidh saya biasanya selama sembilan hari, namun kali ini selama delapan hari. BACA JUGA: Hadist Dha’;if tentang Ramadhan Dibagi 3Lalu saya mengendusnya untuk mengecek kebenarannya, akan tetapi saya berpuasa, apa yang harus saya perbuat? Apakah saya harus mengqodho’ (mengganti) puasa di hari lain?Jawab:  Apabila anda sudah yakin sudah suci dari haid, dan anda berniat puasa meskipun satu menit sebelum subuh, maka puasa anda sah. Meskipun mandi besarnya setelah subuh.Dan lihatlah jawaban soal nomor: 7310Namun apabila anda ragu akan masa suci anda, dan anda juga berniat puasa, maka puasa anda tidak sah karena didasari atas keragu-raguan sudah suci dari haid atau belum.Suatu ketika Syeikh Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang seorang perempuan yang berpuasa, akan tetapi dia masih ragu apakah sudah suci dari haid apa belum, dan pada pagi harinya ternyata benar-benar suci, apakah puasanya sah padahal dia belum meyakini kesuciannya dari haid?Maka beliau menjawab: “puasanya tidak sah, dan wajib baginya untuk mengganti di hari lain. Karena hukum asalnya dia sedang haid, sedangkan dia berpuasa dalam keadaan tidak yakin bahwa ia telah suci, artinya dia beribadah (puasa) disertai dengan keragu-raguan akan syarat sahnya ibadah puasa. Inilah yang menghalangi puasanya dianggap sah. (Majmu’ Fatawa Syeikh Ibnu Utsaimin 19/107)Foto: UnsplashDan apabila seorang perempuan mengetahui bahwa dirinya telah suci dari haid, maka diwajibkan baginya mandi besar untuk mendirikan shalat, dan tidak boleh ditunda sampai masa waktu shalat habis. Apabila dia mengerjakan hal yang demikian, maka dia harus bertaubat, dan mengganti ibadah yang terlewat.BACA JUGA: Perempuan Haid Tidak Boleh Puasa Itu Bukan Diskriminasi!Namun apabila dia lupa bahwa ia telah suci dari haid –sebagaimana yang anda sebutkan dalam pertanyaan- maka anda tidak berdosa insya Allah. Dan wajib bagi dia ketika sudah ingat, maka dia harus mandi besar, dan mengganti shalat yang terlewat, sebagaimana yang anda lakukan.Kami mamohon kepada Allah –subhanahu wa ta’ala- agar senantiasa mengampuni kita semua.Wallahu A’lam. []SUMBER: ISLAMQA

Mani Tertahan, Apakah Wajib Mandi?

JIKA air mani tertahan, apakah wajib mandi pada seorang lelaki?Pertama: Jika seseorang merasakan mani telah keluar saat syahwat tanpa jimak, lalu dia memegang kemaluannya dan tidak ada yang keluar darinya, maka dia tidak wajib mandi berdasarkan pendapat jumhur ulama. Berbeda dengan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad rahimahullah.Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika seseorang merasa mani hendak keluar, lalu dia memegang kemaluannya, sehingga tidak ada yang keluar, maka dia tidak diwajibkan mandi. Ini merupakan pendapat mayoritas ahli fiqih. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengaitkan kewajiban mandi dengan melihat adanya air mani. Berdasarkan sabdanya, “Jika engkau melihat air mani dan jika keluar air mani, maka mandilah.” Maka hukum tidak tetapi kecuali dengannya.” (Al-Mughni, 1/128)BACA JUGA:  Sisa Mani Keluar Setelah MandiImam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang mencium isterinya, lalu dia merasa mani akan keluar, kemudian dia menggenggam kemaluanya sehingga tidak ada yang keluar sedikitpun, dan tidak diketahui ada yang keluar setelah itu, maka dia tidak wajib mandi karenanya menurut mazhab kami. Pendapat ini pula yang dipakai oleh mayoritas ulama kecuali Imam Ahmad, dia berkata, menurut salah satu pendapatnya yang lebih terkenal, wajib mandi. Dia berkata, ‘Tidak mungkin mani dapat kembali lagi.’ Dalil kami adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ‘Mandi junub itu karena keluar air (mani).” Juga karena para ulama sepakat bahwa orang yang merasakan terjadinya hadats seperti suara di dalam perut atau angin, lalu tidak ada yang keluar darinya, maka dia tidak harus berwudhu lagi. Demikian pula halnya masalah ini.” (Al-Majmu, 2/159)Pendapat jumhur ulama adalah yang lebih kuat berdasarkan dalil-dalil yang mereka sebutkan.Penting kami ingatkan bahwa perbuatan ini, yaitu menahan keluarnya mani, sangat berbahaya.Syekh Ibnu Utsaiin rahimahullah berkata, “Apakah mungkin mani dapat berpindah tanpa keluar?” Ya, mungkin. Yaitu juga kemaluannya digenggam agar tidak keluar hingga syahwatnya kendur. Perkara ini, walaupun dikatakan sebagai contoh oleh para ahli fikih, akan tetapi dia sangat berbahaya sekali. Para ahli fikih tersebut sekedar memberikan contoh sebagai gambaran, tidak membicarakan halal haramnya. Sebagian ulama berkata, “Tidak wajib mandi jika maninya telah berpindah. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, dan inilah yang benar.”(Asy-Syarhul Mumti, 1/280)Foto: UnsplashAdapun jika maninya keluar, maka wajib mandi, walaupun keluarnya setetes.Dari sini diketahui bahwa tidak ada perbedaan di antara ulama tentang wajibnya mandi junub bagi mereka yang keluar mani, jika keluarnya memancar diiringi syahwat. Hal ini dapat terjadi pada mereka yang menggenggam kemaluannya saat mani hendak keluar, kemudian akhirnya maninya keluar juga setetes atau dua tetes, walaupun setelah beberapa saat. (Lihat Al-Mughni, 1/268)BACA JUGA:  Perbedaan Air Mani dan MadziAl-Lajnah Ad-Daimah pernah ditanya tentang keluarnya setetes mani yang diiringi syahwat.Mereka menjawab, “Jika mani keluar dengan memancar serta diiringi syahwat, walau keluarnya setetes dan tanpa jimak maka wajib mandi, tidak cukup berwudu, tapi harus mandi junub.” (Fatawa Lajnah Daimah, 5/303)Kedua: Jika terjadi jimak, maka dia wajib mandi walaupun tidak keluar mani, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَغَابَت الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ ، أَنْزَلَ أَوْ لَمْ يُنْزَلْ (حسنه الألباني في صحيح الجامع 379 )“Jika dua kemaluan telah bertemu dan masuk kedalam, maka dia telah wajib mandi, keluar mani atau tidak keluar.” (Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Jami, no. 379)Wallahua’lam. []SUMBER: ISLAMQA