Tag:

LPPOM MUI

Pelaku Usaha Bakso Kesulitan Urus Sertifikasi Halal, Ini Penyebabnya

Jakarta (SI Online) – Bakso menjadi makanan yang digemari hampir semua kalangan. Penjual bakso pun mudah ditemui.Meski menjadi makanan populer, tetapi masih banyak pelaku usaha bakso baik kedai maupun gerobak keliling yang belum menggantongi sertifikat halal. Padahal sesuai amanat UU Jaminan Produk Halal (JPH), bakso merupakan produk pangan yang wajib bersertifikat halal sebelum Oktober 2024.Di Jakarta, pelaku usaha bakso pun amat sedikit yang sudah menggantongi sertifikat halal dari pemerintah. Apa penyebabnya?Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Deden Edi Sutrisna mengungkapkan penyebabnya. Menurut Deden, di Jakarta hingga saat ini belum ada jasa penggilingan daging yang bersertifikat halal.Hal ini diungkap Deden saat memberi sambutan pada Seminar Halal “Mewujudkan Penggilingan Daging Bakso Bersertifikat Halal di Wilayah Jakarta” di Sunlake Hotel Sunter, Jakarta Utara, Selasa (30/7/2024).“Di Jakarta, kami belum menemukan penggilingan daging halal yang dapat digunakan para pelaku usaha bakso. Dan tentunya sangat berpengaruh dalam proses sertifikasi halal dan ketersediaan bakso halal di masyarakat,” ungkap Deden.Dikatakan Deden, sebetulnya banyak pelaku usaha bakso yang sudah mengajukan sertifikasi halal kepada LPPOM MUI Jakarta. Para pelaku usaha bakso tersebut sebagai besar masih menggiling daging sapi bahan membuat bakso di jasa penggilingan umum.“Karena penggilingan daging tersebut belum halal, maka kami belum bisa meloloskan para pengusaha bakso tersebut untuk mendapatkan sertifikat halal,” jelas Deden.Maka, diselenggarakan seminar halal ini merupakan ikhtiar mencari solusi. Seminar ini, kata Deden, diikuti oleh 130 peserta yang sebagian besar pelaku usaha bakso di Jakarta.“Seminar ini dirancang dan timbul karena kegelisahan kami selaku LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang langsung berhadapan dengan para pelaku usaha di lapangan,” ujar Deden.Ketua Asosiasi Mie dan Bakso Seluruh Indonesia Lasiman menyambut baik gelaran seminar halal yang diselenggarakan MUI Provinsi DKI Jakarta ini. Lasiman mengaku, saat ini memang amat sedikit penggilingan daging halal. Sehingga ini menjadi penyebab belum banyak pelaku usaha bakso yang memperoleh sertifikat halal.“Jadi pedagang bakso seluruh Indonesia itu persentase sertifikasi halalnya tidak lebih dari satu setengah persen,” kata Lasiman.Untuk mengatasi problem ini, Lasiman mengajak semua pihak untuk mewujudkan penggilingan daging bersertifikat halal di berbagai tempat. Asosiasi yang dia pimpin pun sedang mengupayakan penyediaan alat penggilingan daging dengan harga terjangkau.Sementara itu, narasumber lain Perwakilan Kepala Biro Pendidikan dan Mental Spiritual (Dikmental) Provinsi DK Jakarta Aceng Zaini menyampaikan langkah konkret.Pihak Pemprov DK Jakarta siap berkolaborasi pengadaan penggilingan daging halal di setiap kecamatan.“Pemprov DKJakarta siap membangun fasilitas penggilingan bakso yang memenuhi standar halal dengan pengawasan secara ketat agar sesuai dengan aturan halal,” jelas Aceng.Selain itu, hadir pula narasumber Ketua Umum MUI DK Jakarta KH Muhammad Faiz, Sekretaris Umum MUI DK Jakarta KH Auza’i Mahfudz, Kepala Pusat Sertifikasi dan Registrasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanuddin, dan Kepala Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi DK Jakarta Renova Ida Siahaan.Pada kesempatan ini, Ketum MUI Jakarta Muhammad Faiz berbagi cerita pengalaman saat bertugas sebagai petugas sertifikasi halal LPPOM MUI. Ia pernah mengunjungi perusahaan pemotongan sapi di luar negeri yang dinilai sangat mementingkan aspek halal dan kesehatan.Sementara Sekum MUI Jakarta, KH Auza’i Mahfudz menyampaikan materi tentang kriteria hewan yang halal dikonsumsi umat Islam. [ ]

Apakah Micin Pasti Halal? Begini Kata LPPOM MUI

BELAKANGAN beredar kabar tentang produk bumbu masakan micin atau monosodium glutamate (MSG) yang mengandung babi. Informasi tersebut merupakan broadcast pesan lama yang kembali disebarluaskan oleh pengguna media sosial dan viral di media sosial. Namun, benarkah micin yang selama ini bereda mengandung babi? Micin atau yang memiliki nama kimia monosodium glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang memiliki peran penting dalam proses memasak. Senyawa ini juga kadang disebut dengan nama, Mononatrium Glutamat (MNG). Micin memiliki fungsi sebagai penguat atau penyedap rasa pada makanan. Micin mengandung senyawa asam glutamat yang merupakan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmitter yang berperan penting dalam mengirim sinyal antar sel saraf (neuron) dalam otak dan sistem saraf. Asam amino ini juga berperan penting dalam menyusun protein dalam tubuh. Tubuh menggunakannya untuk membangun berbagai protein yang diperlukan untuk fungsi dan struktur sel. Micin juga mengandung natrium yang merupakan bahan mineral. Natrium dalam tubuh memiliki fungsi dalam mengatur tekanan darah dengan mengikat air dan mengatur fungsi saraf. Komponen ini juga berperan mengatur tekanan osmotik sel terkait keluar masuknya cairan sel dalam tubuh. Bagaimana hukum mengkonsumsi micin? Sebagai umat muslim tentunya kita perlu teliti terhadap status kehalalan micin yang kita gunakan untuk masak sehari-hari. Menurut Halal Post Audit Management LPPOM, Umi Noer Afifah, dalam proses produksi micin dihasilkan dari proses fermentasi tetes tebu atau pati jagung dengan bantuan mikroba Corynebacterium glutamicum. Agar mikroba tersebut dapat bertahan hidup diperlukan media sebagai penghasil sumber nitrogen untuk nutrien pertumbuhan mikrobanya. Media tersebut akan digunakan juga pada tahapan proses fermentasi yang terdiri dari glukosa, senyawa kimia (seperti urea, ammonium sulfat), vitamin, dan sumber nitrogen seperti pepton. Selama fermentasi, mikroba akan mengubah gula menjadi asam glutamat. Asam glutamat selanjutnya akan direaksikan dengan natrium hidroksida sehingga menghasilkan monosodium glutamat (MSG). “Produksi MSG menjadi kritis karena terdapat penggunaan bahan media yang dapat bersumber dari babi, seperti pepton yang dapat bersumber dari bahan nabati atau bisa juga bersumber dari bahan hewani termasuk babi, selain itu dalam pembuatan pepton harus dipastikan enzim yang digunakan bebas dari bahan babi dan najis. Mikroba juga harus dipastikan sumbernya berasal dari Genetically Modified Organism (GMO) atau tidak. Jika berasal dari GMO, maka harus dipastikan bukan berasal dari genetika manusia atau babi,” jelas Umi. Fasilitas produksi yang digunakan untuk memproduksi MSG haruslah bebas dari bahan haram dan Najis. Untuk itu, penting sekali memastikan apakah produsen MSG menggunakan fasilitas bersama dengan produk lainnya yang tidak disertifikasi halal. Jika ada pengggunaan fasilitas bersama maka harus dipastikan bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi produk yang tidak disertifikasi adalah bahan yang bebas babi. Isu micin yang saat ini berkembang adalah isu yang pernah ada pada tahun 1988 yang menyatakan bahwa produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia mengandung bahan babi. Hal ini menyebabkan penjualan produk pangan yang mengandung babi mengalami penurunan yang drastis yang berpengaruh pada stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia. More pages: 1 2

Pemerintah Tunda Wajib Halal Oktober 2024 Jadi Oktober 2026, LPPOM MUI: UMK Jangan Berleha-leha

Jakarta (SI Online) – Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati mengatakan, keputusan pemerintah yang menunda pelaksanaan wajib halal pada Oktober 2024 menjadi Oktober 2026 akan melegakan banyak pihak, terutama mereka yang perhatian dengan nasib Usaha Mikro Kecil (UMK).“Melihat jumlah pelaku usaha dan sisa waktu penerapan wajib halal Oktober 2024, harus diakui bahwa UMK akan sulit dapat memenuhi tenggat waktu, sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis,” kata Muti dalam keterangannya, Jumat siang (17/05/2024).Meski begitu, kata Muti, penundaan ini tentunya tidak menjadikan UMK bisa berleha-leha. Menurutnya, untuk sampai ke Oktober 2026, perlu dibuat program dan target antara yang diterapkan secara tegas.“Sehingga pelaku usaha tidak menunda-nunda pengurusan sertifikat halal dan menunggu akhir masa penahapan. Hal ini tentu memerlukan sosialisasi secara masif,” kata dia.LPPOM MUI, kata Muti, menekankan bahwa prioritas target kategori wajib halal hendaknya tidak hanya menimbang skala usahanya semata, melainkan juga fokus ke tingkat kekritisan produknya. Jika produk kritis tersebut merupakan bahan baku untuk membuat produk lain, maka luasnya cakupan penggunaan bahan ini juga perlu jadi perhatian.“Kita perlu melihat secara jeli akar masalah yang ada. Yang disoroti hendaknya tidak sekadar skala usaha di sektor UMK, melainkan perlunya fokus ke pelaku usaha yang memasok bahan yang tergolong kritis dan dipakai di industri lain; terlepas dari skala bisnis pelaku usahanya,” jelasnya.Hal ini, kata Muti, karena pasokan bahan dan jasa terkait makanan minuman tidak hanya dari pelaku usaha besar, namun juga dapat berasal dari pelaku usaha yang masuk dalam kategori kecil dan mikro.Muti mencontohkan soal daging. Ketersediaan produk sembelihan yang dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan/Unggas (RPH/U) menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Pasalnya, daging dan turunannya digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk usaha kuliner.Di sisi lain, tidak semua produk sembelihan dihasilkan oleh pelaku usaha menengah dan besar. Banyak daging yang dipasok oleh rumah potong yang tergolong usaha mikro dan kecil (UMK), termasuk yang dihasilkan oleh Tempat Penyembelihan Unggas (TPU) yang ada di pasar dan pemukiman.Kelonggaran UMK tanpa disertai komitmen halal yang serius akan memperlama ketersediaan daging halal, yang akhirnya menghambat usaha lain yang menggunakan daging yang dibeli dari dari pelaku usaha UKM.Selain itu, produk kemas ulang ukuran kecil untuk bumbu dan bahan kue (termasuk untuk bahan impor) banyak juga dilakukan oleh UMKM. Adapula jasa terkait makanan dan minuman yang juga banyak dioperasikan oleh UMKM, seperti penjualan dan penggilingan daging.“Ketersediaan bahan dan jasa yang halal, akan memudahkan pelaku UMKM dalam membuat produk akhir makanan dan minuman yang halal. Ini seperti efek domino. Jika persoalan di hulu selesai, maka sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga akan rampung. Proses sertifikasi halal produk juga akan lebih mudah dan jaminan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Muti.1 2Laman berikutnya

LPPOM MUI Fasilitasi Sertifikasi Halal 744 UMK di Lima Destinasi Wisata

Jakarta (SI Online) – Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) membantu memfasilitasi sertifikasi halal untuk 744 usaha mikro dan kecil (UMK) di lima Destinasi Super Prioritas (DSP di Indonesia.Kelima destinasi itu antara lain Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Likupang di Sulawesi Utara.Kegiatan ini termasuk dalam kegiatan Festival Syawal 1445 H “Akselerasi Ekonomi Masyarakat Lokal melalui Wisata Halal” yang diselenggarakan sepanjang bulan Ramadhan dan Syawal 1445 H (Maret-Mei 2024).Adapun acara puncak Festival Syawal 1445 H berlangsung pada 8 Mei, di Plataran Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).Sebagai pre-event acara, pada 5 Maret 2024, LPPOM bekerjasama dengan Dispperindag Kab. Bangli, Bali melakukan fasilitasi sertifikasi halal terhadap sejumlah pelaku UMKM di Desa Penglipuran, Bali.Pemilihan lokasi target fasilitasi sertifikasi halal ini di daerah wisata diharapkan mendorong tersedianya pilihan yang lebih beragam. Sehingga, pariwisata Indonesia dapat mengakomodasi permintaan dari berbagai tipe wisatawan, termasuk bagi wisatawan muslim.Direktur Utama LPPOM Muti Arintawati mengatakan, 744 pelaku UMK telah mendapatkan fasilitasi sertifikasi halal secara reguler, dimana 125 UMK di antaranya difasilitasi secara mandiri oleh LPPOM.Ia merinci, dari 125 UMK tersebut, terdapat 85 UMK yang berasal dari 5 Destinasi Super Prioritas (DSP). Sebanyak 42 UMK di Labuan Bajo, 10 UMK di wilayah Danau Toba, 8 UMK di wilayah Borobudur, 6 UMK di wilayah Likupang, dan 20 UMK di wilayah Mandalika. 40 lainnya tersebar di berbagai Provinsi di Indonesia.Dalam rangkaian ini juga diselenggarakan sosialisasi dan edukasi halal berupa webinar dan talkshow dengan peserta sebanyak 477.“Festival Syawal merupakan salah satu bentuk komitmen dan upaya LPPOM dalam mendorong pemerintah mencapai cita-cita Indonesia sebagai pusat halal dunia. Jumlah ini memang sangat kecil dibanding target dan jumlah UMK yang tersebar di Indonesia. Namun, melalui Festival Syawal, kami yakin LPPOM mampu menjadi katalisator pertumbuhan industri halal di Indonesia,” kata Muti Arintawati dalam keterangannya, Kamis (09/05).LPPOM MUI, kata Muti, menyampaikan terima kasih kepada KNEKS, Dinaskertrans (Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM) serta Dinas Kesehatan atas kerjasama yang telah terjalin dengan baik untuk mewujudkan Kawasan Kuliner Ramah Muslim yang masuk dalam kriteria KNEKS di Kampung Ujung, Labuan Bajo. Sebab dari total 42 UMK yang mendapatkan fasilitasi di Labuan Bajo, 30 UMK berada di wilayah Kampung Ujung.“Hal ini merupakan tonggak penting dalam memajukan ekonomi yang berbasis syariah serta memastikan kehalalan, keamanan, dan kesehatan produk-produk yang beredar di wilayah ini,” kata dia.1 2Laman berikutnya

Gandeng LPPOM MUI, Pemkab Bangli Fasilitasi Sertifikasi Halal Gratis 200 UMK

Bali (SI Online) – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali melakukan fasilitasi sertifikasi halal gratis untuk 200 Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kabupaten Bangli, Bali.Acara penyerahan sertifikat halal dilakukan pada Selasa, 5 Maret 2024 di Gedung Wantilan Selatan, Desa Penglipuran, Bali.Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, mengungkapkan apresiasi atas kepedulian pemerintah daerah di Bali, khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Bangli, terhadap pelaku UMK. Menurutnya, sertifikasi halal memiliki dua fungsi.“Pertama, sertifikasi halal merupakan bentuk kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi yang berlaku. Seperti diketahui bersama, pemerintah telah memberlakukan wajib halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia. Ini menjadi satu keharusan bagi pelaku usaha jika produknya ingin diperdagangkan di Indonesia,” jelas Muti Arintawati.Kedua, dengan sertifikasi halal, proses produksi sebuah usaha akan lebih sistematis dan mudah ditelusur. Hal ini karena sertifikasi mewajibkan adanya tim manajemen halal sebagai pihak yang bertanggung jawab atas jaminan kehalalan produk, mulai dari bahan baku, fasilitas produksi, hingga produk sampai ke tangan konsumen.Pada kesempatan ini, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Bangli, I Wayan Gunawan, mengutarakan apresiasi atas kerja sama yang terjalin antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bangli dengan LPPOM MUI.“Kami berbahagia hari ini karena pelaku usaha di Kabupaten Bangli telah melakukan lompatan pada bisnisnya. Tak sekadar pemenuhan regulasi, sertifikasi halal menjadi upaya untuk memberikan nilai tambah terhadap sebuah produk. Hal ini pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat di Kabupaten Bangli,” ungkapnya.Kegaitan ini merupakan bentuk pre-event program Festival Syawal LPPOM MUI 1445 H.Festival Syawal LPPOM MUI merupakan wujud Corporate Social Responsibility (CSR) LPPOM MUI yang rutin dilaksanakan sejak tiga tahun terakhir berupa bimbingan teknis dan fasilitasi sertifikasi halal secara gratis atau subsidi untuk UMK.[]

Hadapi Wajib Halal 2024, LPPOM MUI Perkuat Jaringan di 34 Provinsi

Jakarta (SI Online) – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) LPPOM MUI se-Indonesia 2024 di Bali, pada 3-6 Maret 2024.Kegiatan bertema “Meningkatan Daya Saing Menuju LPPOM MUI Tetap Terdepan dalam Solusi Jaminan Halal” itu dilakukan untuk menyelaraskan tujuan dan strategi LPPOM MUI untuk memperkuat sinergitas LPPOM MUI di seluruh Indonesia.Langkah ini sebagai jawaban atas tantangan regulasi wajib halal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta turunannya. Sertifikasi halal produk ini dilakukan secara bertahap berdasarkan kategori produk.Masa penahapan wajib sertifikasi halal yang terdekat akan habis masa tenggang pada 17 Oktober 2024, ini berlaku untuk produk makanan dan minuman. Sayangnya, tak hanya produk akhir makanan dan minuman, seluruh bahan yang terlibat juga wajib disertifikasi halal, seperti bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong. Selain itu, jasa penyembelihan dan hasil sembelihan juga termasuk yang terkena kewajiban sertifikasi halal.Merespons hal tersebut, Sekretaris Jenderal MUI Buya Amirsyah Tambunan menyebutkan seluruh stakeholder harus siap dan bekerjasama menghadapi regulasi ini.MUI mengapresiasi LPPOM MUI atas seluruh capaian setelah 35 tahun berdikari dalam industri halal Indonesia. Kini, persaingan antar-Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) semakin ketat. Dari sekitar 68 LPH, LPPOM MUI masih menjadi yang terdepan.“Regulasi JPH diharapkan mampu mendorong produk halal Indonesia semakin terdepan. Berbagai pihak, termasuk LPH LPPOM MUI, perlu mempersiapkan Oktober 2024, agar perubahan sifat sertifikasi halal dari voluntary ke mandatory ini berjalan dengan lancar,” ungkap Buya Amirsyah Tambunan.Seperti telah diketahui bersama, bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan aturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran. Hal ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 149. Dalam hal penetapan denda administratif, pelaku usaha bisa dikenakan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menegaskan regulasi yang tengah berlaku saat ini menjadi tantangan bersama seluruh pemangku kepentingan industri halal Indonesia.Pihaknya mengaku siap dalam menghadapi wajib halal pada Oktober 2017. Tentu hal ini bukan tanpa alasan. Untuk menjalankan fungsi LPH, LPPOM MUI terus melakukan penguatan di seluruh lini lembaga.LPPOM MUI telah memiliki kantor perwakilan di 34 provinsi di seluruh Indonesia untuk memudahkan proses pemeriksaan kehalalan produk di seluruh daerah di Indonesia, khususnya bagi sektor usaha kecil dan menengah (UKM).Selain itu, LPPOM MUI juga memiliki serangkaian program peningkatan kompetensi bagi lebih dari 1.000 auditor yang tersebar di seluruh Indonesia. Berbagai program layanan untuk kantor perwakilan di provinsi juga terus digencarkan demi pelayanan yang cepat, tepat, dan profesional.1 2Laman berikutnya

Makin Cepat, Pemeriksaan Halal Melalui LPPOM MUI Rata-Rata Selesai 17 Hari Kerja

Jakarta (SI Online) – Salah satu persoalan krusial dalam proses sertifikasi halal adalah lamanya proses pemeriksaan. Kalangan industri menginginkan agar proses pemeriksaan halal hingga keluarnya sertifikat halal semakin cepat.Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sebagai lembaga pemeriksa halal tertua dan paling berpengalaman di Indonesia ternyata sanggup menjawab tantangan dunia industri sekaligus ketentuan pemerintah.Lama waktu penyelesaian pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan menjadi hal yang sangat menentukan pertimbangan perusahaan dalam melakukan sertifikasi halal. Oleh karena itu, hal ini menjadi poin penting yang terus ditingkatkan oleh LPPOM MUI sebagai LPH.Baca juga: 35 Tahun Berkiprah dalam Sertifikasi Halal, Ini Capaian LPPOM MUIDirektur LPPOM MUI Hj Muti Arintawati mengungkapkan, saat ini rata-rata waktu penyelesaian pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan untuk dalam negeri 17 hari dan luar negeri 21 hari kerja.“Lama waktu ini naik signifikan dibandingkan tahun 2022, yakni untuk dalam negeri 28 hari dan luar negeri selama 29 hari. Angka ini masuk dalam tenggat waktu yang telah ditetapkan pemerintah,” jelas Muti.Sebelumnya, pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.Pada Pasal 72 dan 73 disebutkan bahwa pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan untuk produk yang diproduksi di dalam negeri dilakukan selama 15 hari sejak penetapan LPH diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dengan maksimal waktu perpanjangan 10 hari.Sedangkan untuk produk luar negeri selama 15 hari, dengan waktu perpanjangan 15 hari. Artinya, waktu pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan dalam negeri maksimal 25 hari dan luar negeri maksimal 30 hari.Ditunjang Peran LaboratoriumSalah satu hal yang mempercepat proses pemeriksaan halal adalah adanya laboratorium halal. Muti menjelaskan, meskipun tidak semua pemeriksaan produk halal harus melalui proses uji laboratorium, tetapi LPPOM MUI memiliki laboratorium sendiri yang telah tersertifikasi.“Uji laboratorium menjadi satu hal yang penting dalam mendukung proses pemeriksaan kehalalan sebuah produk,” kata dia.Menurut Muti, ada tiga prinsip yang diterapkan dalam sertifikasi halal. Pertama, memastikan bahwa semua bahan yang digunakan dalam proses produksi adalah halal. Kedua, memastikan bahwa tidak terjadi kontaminasi bahan haram terhadap produk baik yang berasal dari peralatan produksi, pekerja maupun lingkungan produksi. Ketiga, memastikan bahwa proses produksi halal dapat berjalan berkesinambungan.1 2Laman berikutnya

35 Tahun Berkiprah dalam Sertifikasi Halal, Ini Capaian LPPOM MUI

Jakarta (SI Online) – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) pada 6 Januari 2024 ini genap berusia 35 tahun.Berdiri pada 6 Januari 1989 silam, LPPOM MUI terbukti kiprahnya dalam kemajuan industri halal di Indonesia.Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati mengatakan, sejak awal berdirinya, LPPOM MUI mampu berkembang dengan sangat baik, meskipun memulai semuanya dari nol dengan fasilitas mandiri seadanya.“Layanan pun terus menerus ditingkatkan demi mendorong program wajib halal yang dicanangkan pemerintah,” ungkap Muti dalam Media Gathering yang digelar di Gedung MUI Jl Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 18 Januari 2024.Terkait dengan kegiatan sertifikasi halal dan pemeriksaan halal, Muti melaporkan bahwa berdasarkan data yang dia miliki per Desember 2023, tercatat 31.754 perusahaan dengan 1.063.851 produk yang telah memiliki sertifikat halal.“Besarnya angka ini menjadi bukti nyata LPPOM MUI telah melakukan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dengan sangat baik. Berbagai layanan terus ditingkatkan hingga kini mampu bersaing secara global,” kata dia.Muti melanjutkan, dari sisi jumlah perusahaan yang menjadi klien LPPOM MUI juga terus meningkat setiap tahunnya.Hal ini terbukti, sepanjang 2023 LPPOM MUI telah menggaet 18.701 perusahaan, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya (2022) sejumlah 11.686 perusahaan.Secara internal, LPPOM MUI juga didukung oleh tenaga-tenaga auditor profesional. Hingga saat ini, LPPOM MUI telah memiliki 1.001 auditor yang tersebar di seluruh Indonesia.Sementara untuk menyediakan layanan pemeriksaan sertifikasi halal yang mudah dan cepat, LPPOM MUI membuka kantor perwakilan yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.Bukan hanya itu, untuk menembus pasar global, LPPOM MUI juga telah memiliki empat kantor perwakilan di luar negeri. “Satu kantor perwakilan di China, satu di Taiwan, dan dua di Korea,” kata Muti.Capaian lainnya, disebutkan sepanjang 2023 LPPOM MUI banyak melakukan kerjasama fasilitasi sertifikasi halal dengan lebih dari 70 stakeholder halal, baik perbankan, instasi pemerintah, BUMN, dan swasta, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia.“Sejumlah 8.250 pelaku UMK telah terfasilitasi sertifikasi halal melalui LPPOM MUI,” kata dia.1 2Laman berikutnya