Tag:

KUA

Guru Besar UIN Jakarta Sebut Wacana KUA Jadi Tempat Nikah Semua Agama Out of the Box

JAKARTA (Arrahmah.id) – Guru Besar Ilmu Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Prof Ahmad Tholabi Kharlie turut berkomentar terkait wacana Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menjadikan KUA tempat menikah seluruh agama. Menurutnya, esensi Kemenag sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat beragama dapat direalisasikan dengan hadirnya rencana tersebut. “Ini gagasan out […]

PGI Menolak Ide Menag jadikan KUA Tempat Pernikahan Lintas Agama

Hidayatullah.com—Rencana Menteri Agama (Menag) menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) mendapatkan penolakan dari organisasi masyarakat. Setelah sebelumnya dari Muhammadiyah, kini dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI Pdt. Henrek Lokra menegaskan rencana tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang. “Sebaiknya dipertimbangkan dengan matang. Sebab di Kristen, pernikahan itu urusan privasi, dan tempatnya di Kantor Catatan Sipil. Gereja bertugas memberkati sebuah pernikahan yang adalah wilayah privasi seseorang,” ujarnya di Jakarta, pada Selasa (27/2/2024). Menurutnya, tugas Gereja memberkati pernikahan yang telah dicatatkan dalam adminduk. Sementara negara mengurus administrasi penduduk. Sehingga rencana tersebut harus benar-benar dikaji lebih dalam. “Tugas Gereja adalah memberkati pernikahan yang telah dicatatkan dalam sistem administrasi kependudukan atau adminduk. Selama ini catatan sipil berjalan sebagaimana mestinya, fungsi negara untuk urusan administrasi publik,” tandas Pdt. Henrek Lokra dikutip laman PGI. Sebagaimana diketahui, Menteri Agama (Menag RI) Yaqut Cholil Qoumas memastikan akan melibatkan semua tokoh agama untuk mengkaji rencana Kantor Urusan Agama (KUA) yang akan menjadi tempat pencatatan pernikahan semua agama. Menag merasa optimistis wacana tersebut bisa diterima oleh banyak pihak, lantaran memberikan kemudahan bagi umat beragama. “Pasti (melibatkan tokoh agama). Pasti kita libatkan seluruh stakeholder,” ujar Menag usai menghadiri rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/2/2024).Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Sebelumnya, PP Muhammadiyah juga minta Menag mempertimbangkan ulang rencana ini. Ia minta Menag mendengarkan banyak pihak soal rencananya ini. “Rencana Kemenag menjadikan KUA sebagai pencatatan pernikahan dan perceraian perlu dikaji dengan seksama,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Selasa (27/2/2024). Mu’ti pun melanjutkan, untuk pengkajian ulang Kemenag diperlukan hearing dari sejumlah pihak, terutama organisasi agama dan kementerian yang terkait.*

Memahami Kedalaman Sejarah: Tanggapan Pernyataan Kontroversial Menteri Agama

Fungsi KUA jelas dalam pengelolaan hukum syariah bagi umat Islam mengikuti jejak Het Kantoor voor Inlandsche Zaken di masa kolonial Belanda Oleh:  Abdullah Abubakar Batarfie Hidayatullah.com | PERNYATAAN kontroversial Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas baru-baru ini kembali menarik perhatian publik, terutama terkait keinginannya untuk mengubah Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat pernikahan lintas agama. Saat ini, di tengah berbagai tantangan pasca-pemilu, negara kita sedang berjuang untuk menyelesaikan berbagai masalah dan persoalam kebangsaan, baik politik maupun sosial, pernyataan Yaqut Cholil Qoumas tersebut tentu saja menimbulkan polemik baru yang cukup serius. Sebagai institusi pemerintah yang menjadi pemangku pada bidang kegamaan dan memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat, sepatutntya pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh seorang Menteri Agama itu bisa menjadi penyejuk dan pendorong untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi semua pihak. Dalam konteks ini, penting bagi seorang Yaqut Cholil Qoumas untuk mempertimbangkan dampak dari setiap pernyataan yang disampaikannya, terutama dalam konteks sensitivitas agama dan keberagaman yang ada di Indonesia. Sebagai seorang Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas sebaiknya lebih memperhatikan dialog yang inklusif dan membangun, serta mengedepankan semangat toleransi antarumat beragama. Selain itu, penting juga untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk tokoh agama dan masyarakat sipil, agar kebijakan yang diambil dapat diterima secara luas dan mendukung upaya menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat yang beragam ini, menghormati nilai-nilai pluralisme dan keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh seorang Yaqut Cholil Qoumas harusnya lebih bijaksana dan memperhatikan akar filosofi serta sejarah lahirnya Kementerian Agama dan KUA di Indonesia. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya pemahaman yang mendalam tentang konteks sejarah dan nilai-nilai yang mendasari institusi kegamaan di negara ini saat dilahirkan, terkhusus lahirnya kemeneterian Agama sebagai sebuah konsekwensi atas hasil kompromi ulama yang turut berembuk saat mendirikan republik. Menyadari bahwa Indonesia adalah negara dengan keragaman agama yang kaya, penting bagi Yaqut Cholil Qoumas untuk memahami perannya sebagai penjaga kerukunan antarumat beragama. Dalam konteks ini, pernyataan yang keliru atau kurang berpikir panjang, justru dapat memicu ketegangan dan konflik yang tidak diinginkan di dalam masyarakat. Sebagai Menteri Agama, penting bagi Yaqut Cholil Qoumas untuk melihat lebih jauh dari sekadar kepentingan sempit dan mempertimbangkan implikasi dari setiap pernyataan yang disampaikannya. Mencermati filosofi historis dan nilai-nilai yang menjadi landasan pembentukan Kementerian Agama dan KUA dapat menjadi panduan yang berharga dalam mengambil keputusan dan menyampaikan pandangannya kepada masyarakat. Setidaknya terdapat sembilan fungsi KUA, di antaranya empat terkait dengan pernikahan dan perceraian, yaitu: pelayanan, pengawasan, pencatatan, serta pelaporan nikah dan perceraian. Sementara itu, ada lima fungsi lainnya, termasuk layanan bimbingan untuk keluarga harmonis, pengelolaan masjid, penentuan awal bulan hijriah, pembinaan hukum syariah, serta bimbingan terkait zakat dan wakaf. Dari rumusan fungsi-fujgsi itu dapat disimpulkan alur yang jelas, bahwa hajat umat Islam Indonesia menjadi tujuan saat KUA itu dibentuk oleh pemerintah.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Dalam konteks sejarah, institusi KUA juga adalah kelanjutan dari perkembangan sistem administrasi agama Islam di Indonesia. Eksistensinya mengikuti jejak Kantor Urusan Agama atau Het Kantoor voor Inlandsche Zaken pada masa kolonial Belanda, hingga Shumubu pada masa pendudukan Jepang. Bahkan, sebagian umat Islam melacak akarnya hingga masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, yang memiliki struktur dan fungsionaris untuk menangani urusan keagamaan, termasuk pernikahan dan masalah lainnya. Sebagai Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas harus memperhatikan nilai historis dan filosofis Kementerian Agama dan KUA dalam mengambil keputusan serta menyampaikan pandangannya. Fungsi KUA yang jelas, termasuk pelayanan pernikahan dan pengelolaan hukum syariah, menggarisbawahi tujuan utama bagi umat Islam Indonesia. Sebagai kelanjutan dari sejarah administrasi agama Islam, KUA tidak hanya melayani kebutuhan administratif, tetapi juga menjadi penjaga tradisi dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan agama Islam di Indonesia.* Peneliti di Pusat Dokumentasi dan Kajian (PUSDOK) Al-Irsyad Bogor

Muhammadiyah Tak Setuju KUA Dijadikan Pernikahan Lintas Agama

Hidayatullah.com—PP Muhammadiyah meminta Kementerian Agama (Kemenag) menimbang kembali rencana menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan pernikahan semua agama.“Rencana Kemenag menjadikan KUA sebagai pencatatan pernikahan dan perceraian perlu dikaji dengan seksama,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti dikutip tvMu, Selasa (27/2/2024).Mu’ti pun melanjutkan, untuk pengkajian ulang Kemenag diperlukan hearing dari sejumlah pihak, terutama organisasi agama dan kementerian yang terkait.Selain itu, Mu’ti berpendapat perlu diperhitungkan dampak yang ditimbulkan dari rencana tersebut. Sehingga, perlu ada kajian yang lebih komprehensif.“Perlu dilakukan kajian komprehensif terkait dengan kesiapan dan dampak yang ditimbulkan, mempertimbangkan dengan seksama, manfaat dan madaratnya,” tegasnya.Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah mengatakan perlu adanya penertiban pernikahan antara yang sah secara hukum, serta yang hanya secara agama sebagaimana pernikahan siri.“Gagasan integrasi pencatatan pernikahan dan perceraian memang sangat diperlukan. Selain itu juga perlu dilakukan penertiban pernikahan yang tidak tercatat di dalam administrasi. Misalnya pernikahan di bawah tangan (siri) dan pernikahan agama,” tuturnya.Sebelumnya Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan KUA rencananya akan menjadi tempat menikah semua agama. Ia ingin memberikan kemudahan bagi warga nonmuslim.“Selama ini kan saudara-saudara kita non-Islam mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Kan gitu. Kita kan ingin memberikan kemudahan. Masa nggak boleh memberikan kemudahan kepada semua warga negara?” ujar Yaqut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/2/2024).Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Menurutnya, KUA adalah etalase Kementerian Agama. Kementerian Agama, baginya, adalah kementerian untuk semua agama.“KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non-Islam,” lanjut Yaqut.Yaqut menyebut pihaknya sedang membicarakan tentang prosedur pernikahan di KUA untuk semua agama. Mekanisme hingga regulasinya sedang dalam tahap pembahasan.*

Muhammadiyah: KUA Sebagai Tempat Nikah Semua Agama Perlu Dikaji Ulang

JAKARTA (Arrahmah.id) – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyoroti rencana Menag Yaqut Cholil Qoumas yang ingin menjadikan KUA (kantor urusan agama) sebagai tempat menikah semua agama. Menurut Abdul Mu’ti rencana tersebut perlu dikaji dengan seksama. “Rencana Kemenag menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan dan perceraian perlu dikaji dengan seksama. Kemenag sebaiknya melakukan […]

Menag Yakin, Rencana KUA Tempat Pernikahan Semua Agama akan Banyak Didukung

Hidayatullah.com—Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yakin bahwa untuk kebaikan seluruh warga bangsa dan umat beragama, rencana Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pernikahan semua agama akan mendapat banyak dukungan. “Saya optimistis lah kalau untuk kebaikan seluruh warga bangsa, kebaikan seluruh umat beragama, mau merevisi undang-undang atau apa pun, orang pasti memberikan dukungan,” kata Yaqut dalam keterangan yang diterima oleh tvrinews.com, Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024. “Usulan ini kan untuk memberikan kemudahan bagi seluruh umat beragama,” lanjutnya. Lebih lanjut, Yaqut menyebutkan akan melibatkan seluruh stakeholder, termasuk tokoh agama.  “Pasti kita libatkan seluruh stakeholder,” ucapnya. Selain itu, Yaqut menyampaikan bahwa gagasan itu akan segera diteruskan kepada jajarannya. “Kemarin seluruh dirjen, mulai Dirjen Bimas Islam dan seluruh Dirjen Bimas non-Islam semua sudah ketemu. Mereka sudah mulai bicara bagaimana mekanismenya, regulasinya, semua dibicarakan,” ujarnya. Sebagai informasi, sebelumnya dalam Rakernas Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam, Menag Yaqut mengatakan bahwa KUA sebagai Sentral Pelayanan Keagamaan. “Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama,” kata Yaqut di Jakarta pada hari Jumat, 23 Februari 2024.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Tidak hanya itu, Yaqut juga menjelaskan terkait pencatatan pernikahan non-Muslim saat ini dilakukan di pencatatan sipil, seharusnya menjadi urusan Kementerian Agama. “Sekarang ini jika kita melihat saudara- saudari kita yang non-muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu harusnya menjadi urusan Kementerian Agama,” tuturnya.*

Soal KUA Jadi Tempat Nikah Semua Agama, HNW: Ahistoris dan Memicu Disharmoni

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII yang di antaranya membidangi urusan Agama, Hidayat Nur Wahid, mengkritik rencana Menteri Agama yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).HNW sapaan akrabnya menjelaskan, rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.“Pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka yakni Muslim di KUA dan non Muslim di Pencatatan Sipil selain mempertimbangkan toleransi juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti. Maka usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam. Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas. Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua Agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI. Sementara banyak warga yang kami temui saat reses, merasa resah dan menolak rencana program yang diwacanakan Menag tersebut,” disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Senin (26/2/2024).Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini menjelaskan, asal muasal KUA adalah institusionalisasi dari jabatan Penghulu yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia sudah bertugas mencatatkan pernikahan dan urusan keagamaan lainnya bagi warga Muslim.Adapun bagi non Muslim, dicatatkan langsung kepada Pemerintah melalui dinas Pencatatan Sipil (Capil), dalam rangka toleransi dan menghargai keragaman umat beragama, dan juga untuk memudahkan mereka baik secara psikologis maupun sosial.Secara mendasar, hal itu sesuai ketentuan Pasal 29 UUD NRI 1945 yang jelas mengamanatkan Negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.Dalam aplikasinya, pembagian kewenangan pencatatan nikah juga sudah ada jauh sejak lahirnya UU No 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, dan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.“Panjangnya masa berlaku UU Pencatatan Nikah dan Perkawinan menunjukkan bahwa urusan pencatatan pernikahan yang memberikan pengakuan atas kekhasan ajaran Agama terkait pernikahan tersebut berjalan dengan baik, diterima dan lancar, sebagaimana amanat Undang-undang Dasar. Apalagi Menag dan publik tentunya tau, bahwa KUA selain perpanjangan dari peradilan Agama (Islam) juga merupakan institusi/kantor yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam, yang memang tugasnya hanya mengurusi umat Islam saja,” sambung Hidayat.Dirinya menjabarkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan unit pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.Anehnya, usulan Menteri Agama agar KUA juga mengurusi pencatatan nikah semua agama, disampaikan juga pada Raker Ditjen Bimas Islam.“Sangat disayangkan di Forum Raker dengan Bikas Islam yang harusnya mengutamakan pembahasan peningkatan layanan untuk Masyarakan Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab Bimbingan Masyarakat Islam” ujar Hidayat.Dirinya mempertanyakan, jika KUA juga ditugasi mencatat nikah semua agama, apakah artinya akan dibuat ketentuan baru bahwa KUA tidak lagi berada di bawah Ditjen Bimas Islam? Jika masih di Bimas Islam, maka apa relevansinya mencatatkan pernikahan non Muslim. Dan apakah non Muslim juga akan menerima pencatan pernikahan mereka di lembaga yg berada di bawah Ditjen Bimas Islam? Juga komisi VIII DPRRI apa juga akan menerima hal yang ahistoric dan alih2 menjadi solusi, malah bisa menimbulkan banyak keresahan dan disharmoni.Selain tidak relevan, kebijakan yang diusulkan itu akan semakin memberatkan KUA yang sebagian besarnya mengalami kekurangan SDM dan tidak punya kantor sendiri. Bahkan usulan kebijakan tersebut juga akan memberatkan warga non Muslim yang akan menikah.Pasalnya, ujung dari pencatatan nikah adalah di Dinas Capil, yang nantinya terintegrasi dengan NIK dan KTP. Jika mereka harus ke KUA dulu maka akan terjadi prosedur tambahan.Selain itu, KUA juga identik dengan Umat Islam, sehingga tentu akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi Non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA.“Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, Pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA dsb, bukan justru merubah aturan yang tidak hanya mempersulit kinerja KUA, menambah beban prosedural, tapi juga beban psikologis dan ideologis di tengah masyarakat non Muslim. Pengurus PGI bahkan sudah meminta agar pemikiran Menag itu ditinjau ulang, karena bagi kalangan Kristiani, pernikahan adalah masalah pribadi” lanjut Hidayat.Dirinya dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih focus pada maksimalisasi peran dari Bimas Islam khususnya KUA. Karena di Bimas Islam sendiri khususnya terkait KUA, masih banyak masalah yang belum selesai seperti kekurangan penghulu, kepemilikan kantor, hingga revitalisasi bangunan dan layanan, serta maksimalisasi peran dan fungsi penyuluh keagamaan termasuk yang terkait dengan konsultasi pra nikah.Peningkatan layanan penyuluhan nikah semakin mendesak lantaran maraknya kasus kekerasan dalam rumahtangga, apalagi kasus perceraian juga semakin tinggi, yakni sebanyak 516.334 kasus sepanjang tahun 2022. Angka tersebut meningkat 15% dari tahun 2021 dan merupakan yang tertinggi selama 6 tahun terakhir.“Harusnya Menag fokus carikan solusi terhadap masalah yang merupakan ranah Bimas Islam. Bukan justru offside mengarahkan Bimas Islam turut mengurusi agama lain, seperti menjadikan KUA menjadi tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam juga, padahal KUA adalah institusi dibawah Dirjen Bimas Islam, hal yang tidak sejalan dengan aturan tata kelola organisasi Kemenag yang dikeluarkan sendiri oleh Menag. Lebih maslahat bila Menag membatalkan niatnya menjadikan KUA juga sebagai tempat pencatatan nikah semua Agama, dan lebih banyak maslahatnyanya bila Menag menguatkan peran dan fungsi dari KUA untuk menjadi bagian dari solusi masalah penyimpangan dari ajaran Agama Islam yang terjadi di masyarakat,” pungkasnya. [ ]

Menag Yaqut Usulkan KUA untuk Semua Agama, Begini Tanggapan Hidayat Nur Wahid

JAKARTA (Arrahmah.id) – Rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjadikan Kantor Urusan Agama KUA untuk pelayanan semua agama, mendapat tanggapan dari berbagai pihak termasuk tokoh PKS yang juga Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Menurut dia, usulan itu akan memberatkan warga non-Muslim yang akan menikah, karena KUA identik dengan warga beragama Islam. Menurut Hidayat, hal […]