Tag:

Khalifah

Dakwah Khalifah Umar di Al-Quds

Khalifah Umar bin Al Khathab ra adalah negarawan ulung. Beliau adalah khalifah di antara Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan capaian perluasan daerah kekuasaan yang paling besar.Pada masa beliaulah kekuasaan adidaya Persia digulung setelah pasukan Persia yang dipimpin panglima Rustum dikalahkan pasukan kaum muslimin yang dipimpin Panglima Saad bin Abi Waqash r.a. dalam Perang Qadisiyah. Seluruh wilayah kekuasaan adidaya Persia itu masuk kekuasaan Islam.Pada saat beliau pulalah Heraqlius, Kaisar Rumawi, bersama bala tentaranya meninggalkan seluruh wilayah Syam (sekarang Syria, Yordania, Lebanon, dan seluruh tanah Palestina yang diduduki Yahudi Israel pasca Perang Dunia 1).Selain itu di masa beliau pulalah pembebasan Mesir dari kekuasaan zalim dan dimasukkan ke dalam kekuasaan Islam. Juga pembebasan-pembebasan (futuhat) negeri-negeri lainnya seperti Armenia, Azerbaijan, sampai Afghanistan.Beliaulah kiranya yang mewujudkan secara nyata apa yang dikatakan Nabi dalam sabdanya:“Jika Kisra telah binasa maka tiada lagi Kisra setelahnya. Jika Kaisar telah binasa, maka tiada lagi Kaisar. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, pasti kalian akan menafkahkan seluruh perbendaharaan dan kekayaan kedua kerajaan (adidaya) ini di jalan Allah.” (HR. Bukhari, lihat Ibnu Katsir Al Bidayah wan Nihayah).Tatkala penaklukan kota Baitul Maqdis atau Al Quds (orang-orang Nasrani yang menjadi penduduknya dulu menyebutnya Illiyya dan belakangan Yahudi Israel menyebutnya Yerusalem) Khalifah Umar yang bermukim di ibukota Daulah Islamiyah di Madinah al Munawwarah menyempatkan diri datang ke kota tersebut sesuai permintaan penduduknya yang siap tunduk kepada pemerintahan Islam bilamana amirul mukminin sendiri yang datang dan memberikan jaminan keamanan kepada mereka.Beliau memberikan jaminan keamanan kepada seluruh penduduk Al Quds dalam suatu naskah yang terkenal dengan Ihdat Umariyah (Pernajian Umar) dengan butir-butir antara lain sebagai berikut:(1) Memberikan jaminan kepada penduduk Illiya jaminan keamanan bagi jiwa raga dan harta benda mereka, untuk gereja-gereja dan tiang-tiang salib mereka, untuk yang sakit maupun yang sehat, serta seluruh tradisi kepercayaan mereka.(2) Gereja-gereja tidak akan diduduki atau dihancurkan, tidak akan dikurangi atau diubah, tidak akan dirampas salib maupun harta mereka sedikitpun. Mereka tidak akan dimusuhi karena keyakinan agamanya dan tidak akan diganggu atau diancam seorang pun dari mereka.(3) Tidak akan diizinkan bangsa Yahudi untuk tinggal bersama mereka di Illiyya, meskipun hanya satu orang.(4) Penduduk Illiyya harus membayar jizyah sebagaimana penduduk kota-kota lain.1 2Laman berikutnya

Ali bin Abi Thalib: Teladan bagi Pemimpin Islam Kontemporer

Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu sahabat Rasulullah dan juga menantu beliau setelah menikahi putri beliau, yaitu Fatimah r.a.Dalam usia remajanya, Ali langsung menerima didikan langsung dari Rasulullah sebagai balasan atas kebaikan pamannya, Abi Thalib, yang telah merawat Rasulullah setelah kakeknya meninggal. Karena didikan tersebut, karakter Ali sangat dipengaruhi oleh karakter Rasulullah.Dia memiliki tekad kuat untuk mengajarkan manusia bagaimana meneladani dan mengikuti Rasulullah dalam segala aspek kehidupan, termasuk ucapan, perbuatan, dan ketetapan-ketetapannya. Ali mengajarkan pentingnya taat kepada ajaran-ajaran Nabi, mengikuti sunnahnya, dan selalu menghormati serta mematuhi beliau.Sebagai pemimpin dan pendidik umat, kepemimpinan Ali penuh dengan nilai-nilai yang bisa dijadikan teladan bagi pemimpin Islam kontemporer.Dalam kitab Nahjul Balaghah, terdapat banyak nilai kepemimpinan pendidikan yang diperlihatkan oleh Ali bin Abi Thalib. Ali adalah sosok yang religius dan menjadi contoh bagi orang lain. Dari usia remajanya, Ali sudah mendapat didikan karakter yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Rasulullah.Ali sangat teguh dalam ibadahnya, seperti berpuasa dan melakukan shalat malam. Dia juga rajin memotivasi kaum muslimin untuk tetap bertakwa kepada Allah dan selalu merasa diawasi oleh-Nya. Ali selalu mengingatkan bahwa perjalanan menuju akhirat adalah perjalanan yang panjang dan membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh, terutama di waktu malam.Karakter religius yang dimiliki Ali adalah kesetiaan yang tulus kepada ajaran agama yang dianutnya. Dia juga toleran terhadap keberagaman dalam beribadah dan hidup harmonis dengan pemeluk agama lain. Religiusitasnya tercermin dalam ketaatan penuh kepada Allah, menjalankan seluruh perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.Ali bin Abi Thalib adalah seorang sosok yang sangat dihormati dan dianggap cerdas di kalangan para sahabat Rasulullah. Dia memiliki pengetahuan yang luas, seringkali menjadi tempat para sahabat mengajukan pertanyaan tentang masalah-masalah hukum agama yang rumit atau untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an beserta tafsirannya.Tak hanya sekadar menjelaskan tafsir, tetapi dia juga mampu memberikan konteks tentang turunnya ayat-ayat, seperti tentang apa, siapa, di mana, dan kapan diturunkannya. Orang-orang bahkan meminta fatwanya dalam menghadapi situasi yang sulit. Ibnu Abbas, seorang mufasir terkemuka di kalangan sahabat, pun belajar menafsirkan Al-Qur’an dari Ali bin Abi Thalib.Sebelum Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, para khalifah khulafaurrasyidin sebelumnya menganggapnya sebagai seorang penasihat yang bijaksana. Pandangannya yang dalam dalam berbagai masalah membuat keputusannya dihormati oleh berbagai kalangan, bahkan oleh mereka yang biasanya memusuhi Islam, seperti Yahudi.Rasulullah sendiri pernah meminta bantuan Ali bin Abi Thalib untuk menyelesaikan masalah yang rumit di Yaman. Rasulullah juga mendoakan agar Ali bin Abi Thalib diberikan kekuatan dalam tutur katanya dan tetap mendapat bimbingan dalam hatinya.Gelar “al-Imam” yang melekat pada Ali bin Abi Thalib mungkin karena kemampuannya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan memberikan ceramah agama di Masjid Nabawi. Dia bukan hanya seorang imam dalam arti agama, tetapi juga seorang pujangga dan guru.1 2Laman berikutnya

Islam, Tata Kelola Sampah dan Lingkungan

Oleh: Azhar Nasywa Hidayatullah.com | HIDUP di lingkungan yang bersih dan sehat adalah harapan semua orang. Namun saat ini Impian untuk menciptakan lingkungan bersih tidaklah mudah. Sebagian orang seringkali kurang peduli dengan kondisi lingkungan. Tumpukan sampah yang menggunung, polusi udara dan polusi tanah tidak terelakkan. sampah menjadi salah satu permasalahan yang tak kunjung terselesaikan. Belum lama ini, Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati (Biro Humas KLHK) mengatakan, Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023. Rosa mengatakan sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati 21 Februari. Belum lagi adanya penyelenggaraan Ptahun ini juga cukup berkontribusi dalam menyumbang sampah. Seperti yang disampaikan sebelumnya oleh Dirjen Vivien bahwa terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak di tahun 2024 ini, KLHK mengajak seluruh pihak untuk ikut menangani sampah yang berasal dari bekas alat peraga kampanye, seperti poster, baliho, spanduk, bendera, tiang-tiang bambu dan lain sebagianya. *** Kondisi sampah yang memprihatinkan ini tentu tidak diinginkan oleh masyarakat dan ingin segera terselesaikan. Selain bau busuk yang menyengat, tumpukan yang mengganggu pemandangan, juga rawan menjadi sarang penyakit yang berbahaya. Solusi yang dicanangkan oleh pemerintah hari ini adalah program mengelola sampah secara mandiri dengan program TPS 3R; Reduce (kurangi), Reuse (memanfaatkan), Recycle (mendaur ulang) atau mengadakan bank sampah. Apabila program ini berjalan diharapkan penumpukan sampah disekitar masyarakat akan hilang. Sayangnya, program inipun ternyata kurang mensolusikan permasalahan sampah di Indonesia, karena program pencegahan ini ada setelah problem sampah sudah terlanjur menyebar dan kurang pengawalan dalam memastikan berjalannya program. Namun apabila kita kulik lebih dalam asal muasal dari permasalahan ini, akan kita temukan bahwa ternyata manajemen pengelolaan sampah tidak sekedar masalah teknis belaka. Namun hal ini sangat berhubungan dengan pandangan hidup atau ideologi suatu negara. Penggunaan plastik yang amat dekat dengan masyarakat karena biayanya lebih murah, ini tentu berkaitan dengan banyaknya beban hidup yang mahal sehingga ketika membeli kebutuhan, masyarakat akan mengutamakan yang praktis dan murah saja tanpa memikirkan efek kedepannya. Sehingga rasanya kurang tepat bila kita menyalahkan individu saja terkait permasalahan sampah ini, sebab permasalahan sampah harusnya bukan sekedar tanggung jawab individu. Mesti ditelusuri apakah hal ini terjadi karena semata-mata ketidakdisiplinan masyarakat, atau memang negara yang belum optimal dalam memberikan edukasi, memfasilitasi produk ramah lingkungan serta menyediakan tempat pengolahan sampah. Islam dan Menjaga Lingkungan Islam mengajarkan sikap disiplin menjaga lingkungan akan muncul secara intrinsik setelah masyarakat dibina oleh negara, mereka merasa selalu diawasi oleh Allah SWT terhadap segala perbuatan mereka. Syariat Islam mengajarkan batasan syariat apa yang boleh dan apa yang tidak boleh membuat kerusakan di bumi, serta ajaran memanfaatkan alam secukupnya. Seperti firman Allah SWT yang artinya, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…” (TQS. Al-Araf: 56). Untuk itu selain mengedukasi rakyatnya akan bahaya limbah sampah plastik,  syariat mengajarkan manusia berfikir (mengembangkan riset terpadu). Saat ini kita mengenalistilah teknologi baru yang ramah lingkungan, mulai dari kemasan alternatif hingga teknologi pengolahan sampah yang efisien.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Dalam pemerintahan Islam, negara juga harus memberikan bantuan khusus untuk inovasi penyediaan alternatif plastik yang didanai oleh negara sebagai bentuk periayahan negara untuk rakyat. Ini sesuai dengan seruan hadist Rasulullah ﷺ, yang artinya; “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari). Upaya ini memang membutuhkan biaya besar, namun bagi pemerintah hal ini bukan masalah besar karena imam dan kepimpinan Islam akan menggunakan sumber dana dari Baitul Maal. Dana ini akan dialokasikan untuk membantu pendanaan inovasi penyediaan bahan alternatif pengganti plastik, dengan begitu rakyat tetap dapat menikmati kemudahan teknologi plastik yang ramah lingkungan. Sehingga impian kehidupan bersih, asri dan nyaman dapat terwujud. Wallahu a’lam.* Aktivis Mahasiswa Muslimah

Makna di Balik Isra’ Mi’raj

Isra’ Mi’raj adalah perjalanan di bumi dari masjidil haram ke Masjid al Aqsha, ini menggambarkan bahwa tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi Hidayatullah.com | PERISTIWA  Isra’ Mi’raj yang terjadi pada 27 Rajab tahun kesebelas kenabian (622 M) yang terjadi dalam sejarah perjalanan kehidupan Rasulullah merupakan peristiwa yang penuh arti dan syarat dengan makna dan pelajaran untuk kehidupan seorang muslim dalam  menjalankan kehidupan. Itulah sebabnya peristiwa tersebut selalu diperingati dan diingat sehingga dengan memperingati, mengingat  peristiwa mukjizat kepada Rasulullah ﷺdapat menjadi panduan bagi kehidupan,  sebab di balik peristiwa tersebut banyak pengajaran dan hikmah serta contoh kehidupan yang dapat menjadi panduan muslim dalam untuk mencapai kehidupan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antara makna kehidupan dan pengajaran serta panduan hidup yang dapat kita petik dari peristiwa tersebut adalah sebagai berikut : Bukti Kebenaran Ajaran Islam Isra’ dan Mi’raj merupakan  mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah ﷺ, untuk membuktikan bahwa semua yang disampaikan oleh RasulNya adalah suatu yang benar. Baginda Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan bahwa Tuhan itu Allah, dan keyakinan itu terbukti dengan perjumpaan beliau dengan Allah di malam yang mulia tersebut. Islam mengajarkan bahwa setiap muslim harus meyakini adanya malaikat, dan ini terbukti dimana Nabi Muhammad telah melihat, berjumpa dan berkomunikasi dengan para malaikat. Islam mengajarkan adanya balasan surga bagi kebaikan, dan balasan neraka bagi perbuatan buruk. Dengan Isra’ Mi’raj  Nabi  Muhammad ﷺ telah berkunjung ke tempat tersebut. Islam  mengajarkan adanya tujuh langit, Sidratul Muntaha, lauh al mahfudz, Arsy,  tanda-tanda kekuasaan Allah. Itu semuanya telah dilihat oleh Nabi Muhammad  ﷺ pada malam Isra’ dan Mi’raj. Berarti perjalanan Isra’ Mi’raj adalah membuktikan kebenaran ajaran Islam terutama yang berkaitan dengan alam ghaib. Pengakuan Kebesaran Tuhan Peristiwa Isra’ dan Mi’raj membuktikan bahwa manusia dengan kekuasaan Alah dan kebesaran dan pertolonganNya dapat melakukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab Allah Maha Kuasa, sebagaimana perjalanan nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke bumi Palestina, dan naik ke langit ke tujuh dan kembali lagi hanya dilakukan dalam masa yang sangat singkat. Ini membuktikan kekuasaan dan kebesaran Allah yang dapat diberikan kepada manusia yang beriman kepadaNya. Tidak ada sesuatu yang mustahil bagi Allah Taala, sebab Dia yang memiliki segala kekuasaan dan alam semesta. Penguasaan Sumber Daya Alam Masjid al Aqsha  adalah tempat bumi nabi-nabi diantaranya adalah Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Nabi Daud mempunyai kepandaian dalam industri besi, dan menjadi raja di muka bumi, dan Nabi Sulaiman, mempunyai kekayaan dan mempunyai kepandaian dalam komunikasi (bahasa). Baitul Maqdis adalah lambang kekuasaan dan kekayaan, sedangkan Masjidil Haram adalah lambing kesucian. Dengan isra mikraj berarti seorang muslim harus dapat menguasai dunia dan seluruh permukaan bumi sehingga mempunyai kekuasaan dan kekayaan sebagaimana Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, tetapi semuanya itu dilakukan dengan penuh kesucian dan untuk menghambakan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tugas Manusia Sebagai Khalifah Allah Isra’ Mi’raj adalah perjalanan di bumi dari masjidil haram ke Masjid al Aqsha, ini menggambarkan bahwa tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Nabi Muhammad ﷺ berangkat dengan Bouraq dari  Masjid Haram (makna haram : suci) menuju Masjid al Aqsha (makna al aqsha: paling jauh). Dengan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjdil Aqsha di malam Isra’ Mi’raj merupakan simbol agar manusia khususnya umat Muhammad harus dapat bertugas sebagai khalifah di muka bumi dengan cara harus seorang muslim harus dapat menguasai dan mengatur dunia dari tempat dimana dia berpijak sampai tempat yang paling jauh di muka bumi. Kesucian Diri,  Kekuatan Iman, dan Ilmu Sebelum Nabi Muhammad ﷺ  menaiki Bouraq, maka hati beliau dibasuh dan diisi dengan iman,ilmu dan hikmah. Peristiwa ini memberikan pelajaran kepada umat Muhammad harus mengisi dirinya dengan iman, ilmu dan hikmah sebelum melakukan ikhtiar untuk menguasai dunia, sebab    penyucian hati yang diisi dengan iman, ilmu dan hikmah inilah manusia dapat membawa dunia ini untuk berjalan menuju Tuhan, inilah keberhasilan manusia muslim dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah. Manusia yang menguasai teknologi, tetapi tanpa iman, ilmu dan hikmah, maka manusia akan dikuasai oleh hawa nafsu dan lain sebagainya. Penguasaan Teknologi Setelah Nabi pandai memilih, dan bersih hatinya, maka Nabi naik transportasi  bouraq menuju ke Baitul Maqdis. Bouraq adalah transportasi  untuk sebuah  perjalanan, berarti Bouraq adalah lambang teknologi, alat untuk mengapai dan menguasai dunia, media  khalifah Allah. Untuk berjalan yang jauh diperlukan transportasi  yang cepat seperti kilat (makna Bouraq adalah kilat) dan untuk naik ke langit diperlukan tangga, maka Nabi naik dengan Mi’raj (secara bahasa Mi’raj berarti tangga). Penguasaan alam, penjelajahan bumi tidak mungkin tercapai tanpa dengan memakai alat sebab itu merupakan sunnatullah. Kejayaan di atas bumi dengan alat dan teknologi, dan kejayaan akhirat juga dengan amal ibadah, seperti shalat maka shalat adalah Mi’raj bagi seorang mukmin, tetapi untuk shalat diperlukan pakaian dan lain sebagainya, maka bagi seorang muslim wajib menguasai industri konveksi, untuk haji diperlukan menguasai industri transportasi. Oleh sebab itu masyarakat muslim wajib mengasai sains dan teknologi untuk membiktikan diri sebagai khalfah Allah. Memilih yang terbaik Setelah disisi dengan iman, Nabi diberi sebuah pilihan dimana  disodorkan antara 2 pilihan, apakah minum arak atau susu. Dan pilihan yang di ambil oleh Nabi adalah  memilih susu. Ini menggambarkan jika manusia telah diberi iman, dibersihkan hatinya, maka dia akan memilih sesuatu yang baik untuk keperluan hidupnya, baik makanan, minuman, pakaian, dan lain sebaginya. Tetapi jika tidak ada ilmu, dan tiada iman maka manusia akan memilih yang enak bukan yang fithrah (suci), sebab dia akan memilih karena hawa nafsu, karena kesenangan bukan karena iman. Memimpin dalam Segala Bidang Dalam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad diangkat sebagai imam shalat dengan seluruh Nabi yang lain menjadi makmum, sebab Nabi Muhammad ﷺ adalah pemimpin semua Rasul (Sayyidul Mursalin). Peristiwa ini menggambarkan bahwa seorang muslim sepatutnya dengan Isra’ Mi’raj dapat menjadi pemimpin dalam segala bidang profesi, pemimpin segala zaman, dan pemimpin dunia akhirat. Seorang muslim harus dapat membuktikan dirinya lebih baik dan lebih cemerlang dari yang lain, baik dalam bidang spiritual, pemimpin  dalam ekonomi, pemimpin dalam ilmu pengetahuan, pemimpin dalam teknologi, pemimpin dalam seluruh bidang kehidupan, sebab seorang muslim adalah imam (pemimpin ) bagi masyarakat dunia. Kebahagian Bagi Mereka yang Berbuat Baik Dalam perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ  diperlihatkan  ganjaran orang yang berbuat baik seperti pahala bagi orang yang jihad di jalan Allah yang digambarkan bahwa orang yang berbuat baik akan mendapat  balasan yang berlipat ganda  yang digambarkan dengan mendapat hasil tanaman berulang kali. Gambaran ini memberikan keyakinan bahwa orang yang berbuat baik di dunia pasti akan mendapatkan balasan pahala dan kebahagian berlipat ganda di akhirat. Kesengsaraan Bagi Mereka yang Berbuat Keji Dalam Isra’ Mi’raj juga digambarkan bahwa setiap orang yang melakukan kesalahan akan mendapatkan siksaan atas perbuatan yang dilakukannya, baik perbuatan yang berkaitan dengan ritual ibadah, seperti meninggalkan shalat, tidak berzakat, berzina, maupun dalam kejahatan dalam bidang sosial, seperti memfitnah, mencaci, menghina, sombong dan lain sebagainya. Siksaan itu bukan khayalan tetapi suatu kepastian sebab semuanya telah disaksikan oleh Rasulullah dalam Isra’  Mi’raj yang dilakukannya. Tidak Terpengaruh dengan Godaan Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj juga dapat diambil pelajaran bahwa orang yang berjaya di dunia dan di akhirat adalah mereka yang dapat mudah terpengaruh dengan segala bentuk godaan keimanan dan godaan nafsu keduniaan, sebagaimana digambarkan bagaimana Nabi Muhammad ﷺ dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj, beliau  tidak terpengaruh oleh panggilan dan seruan baik dari sebelah kiri dan sebelah kanan, dan juga dari panggilan perempuan yang cantik di depannya, tetapi Nabi terus berjalan menuju tujuan yaitu Masjid al-Aqsha. Jibril berkata bahwa pangilan kanan dan kiri itulah panggilan dari Nasrani dan Yahudi, dan panggilan perempuan itu merupakan godaan dunia. Seorang muslim harus waspada dalam perjalanan hidup menuju Allah,  sebab dia akan mendapat panggilan dan godaan dari kanan, kiri dan depan, belakang, baik godaan keimanan maupun godaan dunia.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Menjalin Silaturahmi dan Komunikasi Dalam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ berjumpa dengan Nabi-nabi yang lain seperti Nabi Adam, Nabi Isa, Yahya, Idris, Yusuf, Harun, Musa, Ibrahim. Ini memberikan pelajaran kepada kita untuk tetap menjalin kemunikasi dan silaturahmi dengan semua orang. Walaupun Nabi Muhammad ﷺ menjadi imam dan penghulu semua Nabi, tetapi dia tetap menghargai Nabi-nabi yang lain, dan tetap berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan mereka semua. Menerima Nasehat dengan yang Berpengalaman Nabi Muhammad ﷺ setelah menerima perintah shalat berjumpa dan mendapatkan nasehat dari Nabi Musa,  sebab Nabi Musa lebih dahulu berpengalaman dengan umatnya, dan Nabi Muhammad ﷺ menerima  nasehat dari nabi Musa. Beliau tidak berkomunikasi dengan Nabi Ibrahim yang berada di langit ke tujuh tetapi dengan Nabi Musa,  sebab Nabi Musa lebih berpengalaman dalam menghadapi  berpengalaman umat Bani ‘Israel’ yang terkenal dengan sikap susah diatur. Ini merupakan pengajaran bagi setiap muslim yang mempunyai pengalaman untuk memberikan nasehat kepada orang lain, dan juga pengajaran bagi setiap pemimpin untuk menerima nasehat dari orang yang berpengalaman sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ walaupun dia Sayidul Mursalin, tetapi masih menerima nasehat dari Nabi Musa,  sebab Nabi Musa sudah lebih berpengalaman dalam memimpin masyarakatnya. Menjadikan Shalat sebagai Inti Kehidupan Dalam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ diwajibkan shalat dalam sehari semalam, sehingga segala kesibukan dunia, harus dapat ditujukan hanya untuk  ibadah kepada Allah. Sebab itu shalat diwajibkan dari pagi sampai malam dalam waktu yang berlainan, sehingga setiap saat manusia harus tetap berhubungan, berkonsultasi, meminta perlindungan, petunjuk kepada Allah. Kesibukan kerja, kehidupan dunia, tidak boleh melupakan kewajiban kepada Allah, dan seluruh kekuasaan, kekayaan, harus dapat dapat menjadui ibadah kepada Allah, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Daud, walaupun dia menguasai dunia dengan teknologi besi, tetapi beliau meninggal dalam keadaan sujud kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Nabi Sulaiman walaupun diberi kekuasaan dan kekayaan yang melimpah, makhluk pun tunduk kepada Nabi Sulaiman, akan tetapi dalam kehidupannya selalu mengajak kepada ketauhidan pada yang menciptakan semua makhluk, yaitu Allah Swt. Dengan shalat, maka manusia akan mencapai derajat tertinggi, sebagaimana disebutkan oleh Hadis Nabi “ shalat itu adalah Mi’raj bagi seorang mukmin “. Semoga kita dapat mengaplikasikan pengajaran dari Isra’ Mi’raj ini dalam kehidupan sehari-hari, dimasa-masa mendatang. Fa’tabiru Ya ulil albab.*/ Assoc.Prof. Dr Mohammad Ghozali, MA

Menjadi Teman dan Pembisik yang Baik

Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau mengangkat khalifah/ pemimpin, melainkan ada dua pengawal, orang dekat, orang kepercayaan, atau pembisik, yang memerintahkan perkara baik Hidayatullah.com | ADA NARASI yang telah popular di masyarakat, khususnya kalangan aktivis politik praktis, atau minimalnya simpatisan dari sebuah kendaraan politik. “Tidak ada pertemanan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”. Demikian kalimat ini sering muncul, terutama jelang perhelatan hajat demokrasi. Bagaimana Islam memandang persoalan ini? Sebagai ummat Rasulullaah ﷺ tentunya hal ini menjadi sangat penting untuk dikritisi. Pertama; Dalam Al-Qur’anul Kariim digambarkan, bahwa pertemanan orang-orang bertaqwa itu abadi hingga hari akhir. Allah ‘azza wa jalla berfirman: الأخلاء يومئذ بعضهم لبعض عدو إلا للمتقين “Pertemanan di hari itu [hari qiyamat] satu sama lain menjadi musuh, kecuali orang-orang bertaqwa.” (QS. Az-Zukhruf/ 43: 67). Kedua; Selain ayat sebelumnya, juga Allah ‘azza wa jalla memberikan jaminan kepada siapa saja dari orang-orang beriman, lalu diikuti oleh keturunannya, maka mereka akan dikumpulkan kembali dalam satu hamparan-Nya [yakni halaqah] yang teramat mulia di akhirat kelak. والذين أمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم وما ألتناهم من عملهم من شيء كل امرئ بما كسب رهين “Orang-orang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka [di dalam surga], dan Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala amal [kebajikan] mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thuur/ 52: 21) Dari dua ayat ini saja sangat jelas, pertemanan atau kekerabatan bagi orang-orang muttaqiin itu, bukanlah sebatas ada kepentingan sesaat. Melainkan persahabatan yang melekat dalam jiwa dan mampu mengantarkan mereka pada kemuliaan alam akhir. Dengan demikian, narasi popular sebagaimana diawal tidak layak untuk diabadikan. Biasanya, dalam konteks kepemimpinan atau kekuasaan, kita sering dikenalkan dengan istilah “orang dekat” atau “orang dalam”. Atau lebih spesifik lagi menggunakan sebutan “orang kepercayaan” yang dalam bahasa wahyu menggunakan kata bithaanah dengan terjemah yang beragam. Larangan Al-Qur’an tentang dijadikannya selain orang beriman sebagai “teman kepercayaan” [Lihat QS. Ali ‘Imran/ 3: 118], merupakan terjemah yang umum digunakan. Sedangkan dalam hadits Rasulullaah ﷺ sering diterjemahkan dengan “para pembisik”. Sekalipun berbeda istilahnya, namun hakikatnya adalah sama. Imam Abu Zakariya an-Nawawi menuliskan bab khusus dalam kitab monumental Riyadhus Shalihin, terkait anjuran untuk para hakim, sulthan [dan yang sederajat] agar mereka tidak menjadikan para kabinetnya [menteri, staf, pengawal dan yang sederajat] dari kalangan orang-orang yang buruk, serta mewaspadai terjadinya kroni-kroni yang jahat. Tertera dengan jelas dalam bab tersebut: “Hatstsul qaadhiy was sulthaan wa ghaiyrihimaa min wulaatil umuuri ‘alaa ittikhaadzi waziiri shaalih wat tahdziiru min quranaais suui”. Ini menunjukkan bahwa urusan “orang dekat” yang akan menjadi pendamping sang pemimpin benar-benar kalangan yang bisa dan mampu dipercaya. Di antara hadits-hadits mulia yang dibawakannya adalah sebagai berikut: مابعث الله من نبي ولا إستخلف من خليفة، إلا كانت له بطانتان؛ بطانة تأمره بالمعروف وتحضه عليه، وبطانة تأمره بالشر وتحضه عليه. والمعصوم من عصم الله “Tidaklah Allah ‘azza wa jalla mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang khalifah [pemimpin], melainkan padanya ada dua pengawal [orang dekat, orang kepercayaan, atau pembisik]; pembisik yang memerintahkan perkara baik dan ia mendukungnya serta pembisik yang memerintahkan perkara buruk dan ia mendukungnya. Orang yang terpelihara, adalah yang dijaga Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Al-Bukhari dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhumaa). Bagaimana cara membedakan antara pembisik yang baik dengan pembisik yang buruk? Ummul Mukminiin ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa menuturkan sabda Rasulullaah  ﷺ berikut ini:Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/إذا أراد الله بالأمير خيرًا جعل له وزير صدق؛ إن نسي ذكَّره، وإن ذكَر أعانه، وإذا أراد به غير ذلك جعل له وزير سوء؛ إن نسي لم يذكِّره، وإن ذكَر لم يُعِنه “Apabila Allah ‘azza wa jalla menghendaki kebaikan bagi seorang pemimpin, maka Allah jadikan baginya menteri (amir) yang baik; jika pemimpin lupa ia mengingatkannya, jika pemimpin ada dalam kebenaran ia membantunya. Dan apabila Allah ‘azza wa jalla menghendaki selain itu [bukan kebaikan] bagi seorang pemimpin, maka Allah jadikan baginya menteri (amir) yang buruk; jika pemimpin lupa ia tidak mengingatkannya, jika pemimpin ada dalam kebenaran ia tidak membantunya.” (HR. Abu Dawud dengan sanad jayyid berdasarkan persyaratan Imam Muslim). Sungguh benar, lahirnya pemimpin yang baik sangat ditentukan oleh masyarakatnya yang baik pula. Masyarakat yang baik sangat ditentukan oleh kehidupan sosial dan kehidupan moral yang baik. Di antara kehidupan sosial dan moral yang baik adalah tercermin dalam pergaulan, pertemanan dan persahabatan yang menjunjung prinsip dasar kehidupan; “silih asah, silih asih dan silih asuh”. Jangankan membantu kebaikan terhadap sesama [terlebih terhadap pemimpin], sekadar “membisikkan” kebenaran saja akan sangat berpengaruh dalam mewujudkan kehidupan yang lebih bahagia dan bermartabat. Semoga!.*/Teten Romly Qomaruddien

Menjawab Narasi Negatif Netizen tentang Pengungsi Rohingya  

Sesungguhnya imam, pemimpin, khalifah adalah perisai dan menjadi pelindung bagi mereka yang terzalimi dan tertindas, termasuk pada kasus Palestina dan Rohingya Oleh: Ali Mustofa Akbar Hidayatullah.com | “SUDAH jatuh terimpa tangga pula,” begitu kira-kira menggambarkannestapa saudara Muslim Rohingya saat ini. Sudah terusir dan teraniaya dari negerinya, sekarang dibuly dengan narasi-narasi kejam oleh netizen Indonesia. Etnis Rohingta, sering digambarkan sebagai orang-orang yang paling sering mengalami persekusi di dunia. Mereka ditolak di negara sendiri, tidak diterima oleh beberapa negara, hidup miskin, tak punya kewarganegaraan, serta dipaksa meninggalkan negerinya dibeberapa dekade ini. Padahal sebelumnya mereka merupakan komunitas Muslim yang sudah tinggal berabad-abad lamanya di sana, mereka absah dan diakui sebagai warga negara bahkan juga ketika Inggris berkuasa di Burma, Rohingya menjadi bagian tak terpisahkan dari negara itu. Hingga ikut andil dalam kemerdekaan Burma tahun 1948. Sekarang bernama Myanmar. Keadaan berbanding terbalik sejak kudeta militer oleh Jenderal Ne Win dari Partai Sosialis Burma pada 1962. Komunitas Muslim di Myanmar terutama Rohingya mendapat perlakuan diskriminatif, mereka tidak dianggap sebagai warga asli Myanmar. Puncaknya di tahun 2017 ribuan Muslim myanmar terbunuh oleh tentara Myanmar. Dunia mengutuk peristiwa ini dengan menyebutnya sebagai genosida. Pengungsi Rohingya di Aceh Dalam kurun waktu 14-21 November 2023 ini, ada 1.084 pengungsi Rohingya yang datang ke Sabang, Aceh. Mereka datang dengan menumpangi kapal milik warga Bangladesh. Menurut UNHCR, bahwa per 31 Oktober 2023, lebih dari sejuta pengungsi Rohingya pergi ke berbagai negara untuk mencari perlindungan (Detik, 04/12/33). Beberapa negara menjadi labuhan mereka adalah Arab Saudi, Malaysia, Bangladesh, Indonesia, dan lainnya. Derita saudara Muslim Rohingya menambah pelik kisah umat Islam di penjuru dunia yang saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Menjadi manusia perahu serta “mengemis” ke negara manca tentulah bukanlah keinginan terbaik meraka, siapapun, ingin hidup tenteram di negerinya sendiri. Kedatangan Muslim Rohingya di negeri ini kini makin menghangat kembali. Permasalahan bertambah runyam karena muncul narasi-narasi negatif terhadap Muslim Rohingya distigmakan sebagai pelaku tindak berbagai aktivitas kriminal seperti pencurian, pemerkosaan, dan seterusnya. Menanggapi hal ini Ketua MPU Aceh, Abu Faisal Ali, menyampaikan:  “Jangan sampai, karena banyaknya pemberitaan negatif yang menggambarkan kekurangan-kekurangan mereka, seolah menepis dan menihilkan kewajiban kita sesama Muslim ataupun sekadar selaku manusia,” katanya. Sementara cendikiawan Muslim Aceh, Adli Abdullah mengatkan, “Saya kira kita tetap membangun simpati terhadap masyarakat Rohingya yang terzalimi dan memang kalau ada yang terlibat human traficking harus ditindak. Jangan mencari keuntungan di atas penderitaan orang Rohingya.  Semoga etnis Rohingya segera merdeka dunia akhirat,” tegas dosen Universitas Syah Kuala ini. Persoalan Umat Islam Apa yang terjadi kepada Muslim Rohingya sejatinya juga merupakan persoalan umat Islam seluruh dunia terutama saudara-saudara terdekatnya termasuk di Indonesia. Banyak dalil yang sudah dijelaskan oleh pada ulama akan tuntutan kepedulian ini. Diantaranya salah satu hadits dari Rasul ﷺ: مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى “Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya ikut merasakan tidak bisa tidur dan panas (turut merasakan sakitnya).” (Shahih Muslim 4685). Namun akibat framing miring tentang Rohingya membuat sebagian kaum Muslim di negeri ini mengisyaratkan terpancing untuk tidak empati kepada saudaranya. Beberapa komentar miring seperti bahwa Muslim Rohingya identik dengan perilaku kriminal serta digambarkan tidak tau adab karena membuang bantuan makanan ke laut, dst. Tidak disangkal bahwa ditengah ketidakpastian hidup, ada beberapa oknum dari Muslim Rohingya yang berlaku kejahatan, namun tentu tidak baik jika di generalisir semua melakukannya. Solusinya adalah adili pelaku kejahatan dengan tindakan preventif maupun efek jera dengan penegakkan hukum serta perlu dilakukan sosialisasi yang berkesinambungan di tempat penampungan. Tampak pula sebagian netizen trauma dengan apa yang terjadi di Palestina, dimana pengungsi Yahudi yang diberi tumpangan justru menikam dari belakang umat Muslim Palestina. Hal ini tidak bisa disamakan karena, mereka bukanlah Zionis yang layak dimusuhi dan dicurigai, tapi saudaranya Muslim yang diibaratkan Rasul ﷺ seperti satu tubuh. Kalau kita tidak bisa seperti Kaum Anshar yang menerima kaum muhajirin maka minimal tidak mencibir. Akar Permasalahan Pertama; nasionalisme. Ikatan ini lahir dari akidah sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan. Output-nya menjadikan urusan warga Muslim negara lain bukan menjadi urusan negaranya. Sebagaimana diketahui, semenjak kesepakatan Sykes-Picot, umat Islam terpecah-pecah menjadi negeri-negeri kecil yang melunturkan ikatan ukhuwah Islamiyyah. Kedua; kekuasaan pemimpin Muslim lemah. Bukan dalam arti lemah secara personal namun secara sistemik. Adalah contoh pada kepemimpinan Khalifah Mu’tashim Billah di masa Abbasiyah. Saat seorang Muslimah dilecehkan oleh orang kafir lalu wanita itu berteriak kepada Khalifah, tak berselang lama Mu’tashim mengirimkan tentara untuk membela kehormatan wanita Muslimah tersebut. Dalam buku-buku sejarah disebutkan tentara Mu’tashim yang dikirim bahkan saat kepalanya sudah di kawasan Umuria sedangkan ekornya masih di Ibu Kota Baghdad saking banyaknya pasukan untuk membela kemuliaan seorang Muslimah itu. Menyikapi persoalan Rohingya perlu ada kerjasama berbagai stakeholder guna merumuskan solusinya. Pertama: Pihak-pihak berkewenangan diberbagai negeri Muslim memiliki kewajiban untuk menolong saudaranya. Apresiasi layak diberikan kepada Wapres Ma’ruf Amin yang membuka opsi Pulau Galang yang akan menjadi tempat labuhan pengungsi Rohingya meski mendapat bantahan dari Menteri Mahfud MD. “Kalau pengungsi 1.400 lebih ya dan kita sebenarnya tidak terikat ya dengan konvensi itu, tapi karena kita punya prinsip kemanusiaan ya kita cari. Ya mudah-mudahan dalam waktu dekat,” (CNN, 6/12/2023). Kedua: Mahfud MD juga menyampaikan bahwa pengungsi Rohingya akan dipulangkan ke Myanmar. Maka jika itu juga opsi harus perhatikan pula keselamatan dan keadilan bagi Muslim Rohingya sebagai warga negara Myanmar dengan cara negeri-negeri Muslim terutama ASEAN berperan aktif dalam pengawasan, diplomasi, maupun upaya lainnya untuk menjamin keamanan Muslim Rohingya. Situasi yang dialami oleh saudara Muslim di Rohingya, Palestina, Uighur, dan di belahan bumi lainnya yang sedang terdzolimi semakin membuka mata hati kita akan kerusakan sistem dunia dunia ini melahirkan sikap apatisme dan pengabaian pada orang yang seharunya bisa kita bela dan kita lindungi, dan penyakit ini, kini menimpa negeri-negeri Muslim. Ketiga, penting bagi kita sesama manusia belajar para kesusahan dan penderitaan pengungsi Rohingya. Jika kita diposisikan pada mereka, mungkin kita akan semakin luka dan menderita. Apalagi jika di tengah kesusahan, ditolak sana-sini, lalu dikembalikan lagi ke laut, sampai mati satu-persatu. Bagi yang selamat ke darat, orang yang di darat justru mem-bully-nya, menyerang dengan kata-kata atau tindakan. Bagaimana rasanya? Bagaimana jika kita atau keluarga kita yang mengalami nasib serupa lalu mereka diteriaki, dibully dengan narasi-narasi jahat agar mengusir kembali ke laut? Di mana kemanusiaan kita? Kita berharap pemimpin-pemimpin kita menjadi lebih baik. Agar mereka bisa menjadi perisai yang melindungi umatnya. «إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ» “Sesungguhnya imam adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR: Muslim). Dalam syarah Imam Nawawi tentang hadits ini beliau menjelaskan: أي : كالستر ;لأنه يمنع العدو من أذى المسلمين , ويمنع الناس بعضهم من بعض, ويحمي بيضة الإسلام , ويتقيه الناس ويخافون سطوته , ومعنى يقاتل من ورائه أي : يقاتل معه الكفار والبغاة والخوارج وسائر أهل الفساد والظلم مطلقا “Makna imam sebagai perisai adalah seperti benteng, sebab imam melindungi umat Islam dari gangguan musuh, mencegah pertikaian di antara sesama Muslim, menjaga eksistensi Islam, serta imam ditaati dan ditakuti oleh masyarakat. Dan makna berperang dibelakangnya adalah berperang melawan orang-orang kafir, bughot, khawarij, pembuat kerusakan dan pelaku kedzaliman secara mutlak.” (Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Hadits No. 4772). Wallahu A’lam.* Pengasuh Kajian Kampung