Tag:
kelaparan
Arrahmah.id
750 Ribu Warga Sudan Terancam Kelaparan Parah
KHARTOUM (Arrahmah.id) — Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menilai bahwa sekitar 750 ribu warga Sudan menghadapi bencana tingkat kelaparan ekstrem yang parah. IPC didukung oleh PBB dan laporan penilaiannya diterbitkan pada Kamis (27/6/2024). Sudan jatuh dalam perang saudara pada April tahun lalu. Hingga kini, konflik belum berhenti dan kelaparan telah menyebar ke ibu kota […]
Hidayatullah.com
Lembaga Pangan PBB: 96 Persen Warga Gaza Mengalami Kelaparan Akut
Hidayatullah.com – Laporan terbaru lembaga pangan PBB mengungkapkan bahwa 96% orang di Gaza menghadapi “tingkat kelaparan yang ekstrem,” sementara hampir setengah juta orang berada dalam kondisi bencana.
Sebuah laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) mengindikasikan bahwa 96% penduduk Gaza menghadapi tingkat kelaparan ekstrem akibat blokade ketat ‘Israel’.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sekitar 2,13 juta orang di seluruh Jalur Gaza menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang diklasifikasikan dalam IPC Fase 3 atau lebih tinggi (krisis atau lebih buruk) antara 1 Mei dan 15 Juni, termasuk hampir 343.000 orang yang mengalami kerawanan pangan katastropik (IPC Fase 5).
Dalam tanggapannya terhadap angka-angka ini, Program Pangan Dunia menyatakan bahwa hal ini menunjukkan pentingnya akses berkelanjutan ke seluruh wilayah Gaza.
“Laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) di Gaza memberikan gambaran yang jelas tentang kelaparan yang sedang berlangsung, menemukan bahwa 96 persen populasi menghadapi kerawanan pangan akut pada tingkat krisis atau lebih tinggi (IPC Kategori 3+), dengan hampir setengah juta orang berada dalam kondisi bencana (IPC Kategori 5),” kata badan PBB itu dalam sebuah pernyataan.
Laporan tersebut mencatat bahwa risiko kelaparan tinggi tetap ada di seluruh Jalur Gaza selama konflik berlanjut dan akses kemanusiaan dibatasi.
“Sementara seluruh wilayah diklasifikasikan dalam Keadaan Darurat (IPC Tahap 4), lebih dari 495.000 orang (22 persen dari populasi) masih menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah (IPC Tahap 5),” tambah IPC yang merupakan inisiatif kolaboratif yang melibatkan lebih dari 20 mitra, termasuk pemerintah, badan-badan PBB, dan LSM.
Laporan tersebut mengindikasikan bahwa permusuhan baru sejak awal serangan Israel ke Rafah dan pengungsian yang berulang kali terjadi terus mengikis kemampuan masyarakat untuk mengakses bantuan kemanusiaan dan meningkatkan kerentanan masyarakat secara keseluruhan.
Entitas Zionis ‘Israel’, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah berlanjutnya serangan brutal di Gaza sejak serangan 7 Oktober tahun lalu oleh Hamas.
Lebih dari delapan bulan setelah serangan ‘Israel’ ke Gaza, sebagian besar wilayah terkepung itu hancur dan tak memiliki pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
‘Israel’ diyakini melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terakhirnya memerintahkan untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari 1 juta orang Palestina telah mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei lalu.*
Hidayatullah.com
Tujuh Juta Orang di Sudan Selatan Kekurangan Pangan
Hidayatullah.com– Lebih dari tujuh juta orang di Sudan Selatan berisiko mengalami kekurangan pangan akut dalam beberapa bulan mendatang, termasuk ribuan dari mereka berada pada kelaparan level “malapetaka”, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Diperkirakan 7,1 juta orang diyakini akan mengalami kekurangan pangan tingkat tinggi antara April dan Juli 2024, kata UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dalam sebuah pernyataan hari Selasa (14/5/2024) seperti dilansir AFP.
Di antara mereka sebanyak 79.000 orang berada pada risiko kelaparan Catastrophic level (IPC Phase 5) – yang setara dengan bencana kelaparan. Mereka kebanyakan bermukim di daerah yang terdampak perubahan iklim, krisis ekonomi dan konflik.
Hampir 13 tahun sejak kemerdekaannya pada 2011, ketika Sudan Selatan memisahkan diri dari Sudan, negara itu masih terus diliputi berbagai masalah mulai dari ekonomi hingga konflik politik dan konflik bersenjata. Padahal, Sudan Selatan memiliki banyak sumber minyak dan mineral.
Total terdapat 9 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan di Sudan Selatan, yang setahun terakhir menerima kepulangan warganya dari pengungsian di Sudan.
Sejak pecah pertempuran pada April 2023, sedikitnya 670.000 orang melarikan diri dari Sudan menuju Sudan Selatan, kata OCHA. Dari jumlah itu 80 persen merupakan orang Sudan Selatan yang sebelumnya mengungsi di Sudan.Dakwah Media BCA - GreenYuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Arus kepulangan ditambah pengungsi baru asal Sudan memberikan tekanan titik-titik perbatasan dan daerah tujuan, kata OCHA.
Dari $1,8 miliar dana kemanusiaan yang dibutuhkan di Sudan Selatan tahun ini, hanya 11 persen yang sudah terpenuhi.*
Hidayatullah.com
Dalam Kondisi Kelaparan Hingga Tak Mampu Berjalan, Warga Rafah Dibombardir Israel
Hidayatullah.com – Empat hari lalu, militer “Israel” menjatuhkan selebaran yang memerintahkan para pengungsi dan penduduk Rafah untuk pergi. Militer mengatakan bahwa mereka akan beroperasi dengan kekuatan melawan “organisasi teror” di daerah tersebut.
Perkiraan PBB menyebutkan ada 1,2 juta orang yang mengungsi di Rafah, kota selatan Gaza. Kondisinya sangat memprihatinkan.
“Kelaparan besar-besaran yang terjadi di bagian utara Gaza telah menyebar ke bagian selatan,” kata Cindy McCain, Kepala World Food Programme kepada Middle East Eye (08/5/2024).
Sementara menurut Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNWRA) untuk pengungsi Palestina, setiap jamnya ada sekitar 200 warga Palestina yang terpaksa mengungsi dari Rafah.
Dalam sebuah konferensi pers online, para dokter dan aktivis kemanusiaan yang melaporkan dari Gaza mengatakan bahwa memindahkan orang-orang dari Rafah –sebagaimana permintaan militer “Israel”– adalah hal yang mustahil. Sebabnya, mereka tengah dilanda kelaparan parah serta sistem transportasi dan layanan kesehatan terhenti sama sekali.
“Ada anak-anak dan orang tua yang sangat kelaparan sehingga mereka hampir tidak bisa berjalan. Orang-orang ini tidak bisa begitu saja pindah ke daerah lain, ke tempat yang disebut ‘zona aman’. Itu tidak mungkin,” kata Alexandra Saieh dari lembaga Save the Children.
Para aktivis kemanusiaan menyatakan bahwa tidak ada daerah yang “aman” di Jalur Gaza untuk relokasi. “Konsep zona aman adalah sebuah kebohongan,” kata Helena Marchal dari Medecins du Monde, organisasi kemanusiaan internasional yang memberikan perawatan medis darurat dan jangka panjang kepada orang-orang yang paling rentan di dunia.
Sulit Bergerak
Para aktivis juga menegaskan kembali sulitnya memasukkan dan mendistribusikan bantuan ke Gaza. Penyeberangan Rafah dan Kerem Shalom, yang dilalui sebagian besar bantuan, telah ditutup sejak Ahad malam.
Jalan-jalan di Gaza sebagian besar hancur atau terblokir oleh padatnya pengungsi. Akibatnya, pergerakan orang dan barang amat terbatas. Hanya sejumlah kecil rute, terutama antara utara dan selatan, yang tersedia untuk keperluan kemanusiaan, jelas Jeremy Konyndyk dari Refugees International.
Masalah lainnya adalah keberadaan pengungsi yang teramat padat.
“Di Deir al-Balah dan daerah Mawasi di pinggiran Rafah dan Khan Younis, hampir tidak ada tempat yang tersisa. Ada tenda di mana-mana, di pantai, di trotoar, di jalan, di kuburan, di halaman rumah. rumah sakit, di halaman sekolah,” jelas Ghada Alhaddad dari Oxfam International.
Diceritakan oleh Saieh, timnya membutuhkan waktu enam minggu dan empat kali gagal untuk memindahkan beberapa ratus paket makanan dari Rafah ke utara Gaza.
“Satu liter bahan bakar berharga $40 kemarin. Seluruh operasi bantuan menggunakan bahan bakar. Jika bahan bakar distop, maka operasi bantuan akan gagal,” kata Konyndyk .
Malnutrisi Parah
Profesor John Maynard, seorang ahli bedah dari Inggris yang telah menghabiskan dua minggu terakhir mengoperasi warga Gaza, menyoroti komplikasi penyakit akibat langsung dari kekurangan gizi.Dakwah Media BCA - GreenYuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/“Saya mempunyai dua pasien, 16 dan 18 tahun. Keduanya menderita luka yang sebenarnya masih bisa disembuhkan, namun keduanya meninggal minggu lalu akibat kekurangan gizi.”
Rekannya, Dr, Kahler, berbicara tentang “titik kritis” setelah 6 hingga 8 bulan, yakni sistem imunologi yang rusak.
“Pada saat itulah infeksi dan komplikasi akibat malnutrisi akan dimulai,” tambahnya.
Kata para aktivis kemanusiaan, kelaparan di Gaza terjadi akibat kurangnya akses terhadap makanan yang berkepanjangan, tingginya tingkat kekurangan gizi pada anak-anak, dan tingginya angka kematian akibat kelaparan dan penyakit.
“Jika terjadi invasi ke Rafah, maka kita akan melihat meroketnya angka kematian akibat kelaparan,” kata Konyndyk.
Dan kekhawatiran itu benar-benar terjadi. Militer “Israel” telah membombardir wilayah Rafah tanpa ampun.*
Arrahmah.id
Perang Terus Bergejolak di Sudan, Warga Terpaksa Makan Tanah & Daun
KHARTOUM (Arrahmah.id) — Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan, sebuah otoritas global mengenai kerawanan pangan, melaporkan pada bulan Maret bahwa wilayah Khartoum berada pada “risiko kelaparan.” Kelaparan tidak hanya dialami oleh warga ibu kota. Sementara konflik antara militer dan RSF tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, kelaparan menyebar ke seluruh negeri. Di beberapa kamp pengungsian di Darfur Utara, […]
Mediaislam.id
Terus Diserang Zionis Israel, 600 Ribu Lebih Anak di Rafah Kelaparan
New York (MediaIslam.id) – Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) meningkatkan kewaspadaan atas situasi mengerikan yang dialami lebih dari 600 ribu anak di Rafah, Gaza selatan, yang bergulat dengan kelaparan dan ketakutan di tengah ancaman serangan Israel.
Melalui unggahan video di akun X, Juru Bicara UNICEF James Elder menceritakan penderitaan anak-anak di Rafah yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah gempuran Israel, menyusul kedatangan 1,5 juta orang ke wilayah tersebut akibat agresi Israel yang masih berlangsung.
Elder mengingatkan anak-anak dan keluarga yang menyelamatkan diri dari serangan Israel agar mereka disuruh pergi ke Rafah karena situasi di sana aman. Akan tetapi, meski ada jaminan ini, serangan brutal Israel masih terus terjadi.
“Rafah adalah kota bagi anak-anak. Terdapat 600 ribu anak laki-laki dan perempuan, namun mereka di bawah ancaman serangan militer, terjebak di Rafah, tanpa tempat yang aman untuk pergi,” katanya.
Dia juga menyoroti perjuangan setiap hari orang tua yang berupaya menanamkan harapan pada anak-anak mereka di tengah ketakutan dan kelaparan, menekankan bahwa kata “harapan” berpotensi dihapus dari kamus di Gaza.
Elder mendesak siapa pun yang berempati dengan rasa sakit dan ketakutan orang tua terhadap anak-anak mereka dan yang percaya pada masa kanak-kanak untuk menghentikan penderitaan di Rafah.
Menurut Badan Pusat Statistik Palestina, pasukan pendudukan Israel telah membunuh rata-rata 4 anak setiap jam di Jalur Gaza.
Selain itu, tercatat 43.349 anak yatim atau yatim piatu akibat agresi Israel di Jalur Gaza yang masih berlangsung sejak 7 Oktober 2023.[]
Sumber: WAFA
Arrahmah.id
Pelapor PBB: ‘Israel’ Sengaja Targetkan Pekerja Bantuan Asing agar Warga Palestina Kelaparan
GAZA (Arrahmah.id) – ‘Israel’ sengaja membunuh staf World Central Kitchen (WCK) di Gaza agar warga Palestina bisa kelaparan dengan tenang, kata Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina, Francesca Albanese, pada Selasa (2/4/2024). Dalam sebuah unggahan di X Albanese mengatakan: “Mengetahui cara ‘Israel’ beroperasi, penilaian saya adalah bahwa pasukan ‘Israel’ sengaja membunuh pekerja WCK agar donor akan […]
Hidayatullah.com
Hujan Peluru Israel Tak Surutkan Niat Nelayan Gaza untuk Melaut
Hidayatullah.com – Sebelum genosida Zionis Israel di Gaza, Jalal Qaraan biasa melaut dengan kapal kecilnya ke tengah laut demi mencari ikan. Kini semua itu mustahil untuk dilakukan, bahkan menebar jala saja bisa mengundang kemarahan angkatan laut Israel.
Serangan udara dan bombardir Israel telah membuat sebagian besar wilayah padat penduduk di pesisir Gaza menjadi reruntuhan dan menewaskan lebih dari 32.000 warga Palestina.
Ada banyak bahaya di laut bagi nelayan seperti Qaraan, yang tetap harus menghidupi keluarganya.
“Ketika kami mencoba keluar, kami dikepung dengan tembakan, dibombardir dengan peluru, bom suara. Selalu ada risiko, melaut adalah sebuah risiko,” katanya sambil menepikan perahunya ke pantai setelah menangkap beberapa ekor ikan.
“Tidak ada hari yang berlalu tanpa mereka mendatangi kami. Semuanya penuh dengan ketakutan dan teror, tetapi meskipun demikian, saya tetap melaut agar dapat memberikan kehidupan yang aman bagi anak-anak saya.”
Mempertaruhkan nyawa
Qaraan sangat bersemangat bekerja di laut selama bulan suci Ramadan, ketika keluarga biasanya menikmati makan besar bersama setelah berpuasa. Namun, momen seperti itu sulit didapat akhir-akhir ini.
Mahkamah Internasional (ICJ) mengatakan bahwa warga Palestina di Gaza menghadapi kondisi kehidupan yang semakin memburuk dan kelaparan serta kelaparan semakin meluas.
“Sedangkan untuk memancing, tidak ada jumlahnya. Hari ini di bulan Ramadan, saya berpuasa, mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan satu atau dua kilo ikan untuk dimakan atau dijual untuk membeli kebutuhan rumah tangga,” ujar Qaraan, sambil mempersiapkan jaring ikannya.
Warga Palestina lainnya di Gaza juga merasakan dampak dari krisis perikanan.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Saat ia bersiap-siap untuk berbuka puasa, Umm al-Zein, salah satu dari ratusan ribu pengungsi di Gaza mengatakan bahwa anak-anaknya sangat ingin makan ikan.
“Palestina terkenal dengan ikan dan makanan lautnya yang lezat, namun karena perang, ikan tidak tersedia. Sayangnya, kami belum pernah makan ikan sejak 7 Oktober,” katanya.*
Baca juga: [Foto] Ini Hasil Nelayan Gaza Setelah Melaut 9 Mil