Tag:
Keffiyeh
Arrahmah.id
Penjualan Keffiyeh di AS Melonjak, meski Pemakainya jadi Sasaran
WASHINGTON (Arrahmah.id) – Semakin banyak orang Amerika yang mengenakan keffiyeh, syal bermotif khas yang merupakan simbol identitas Palestina, untuk menuntut gencatan senjata terhadap pengeboman tanpa pandang bulu yang dilakukan “Israel” di Gaza, atau untuk menandakan dukungan mereka terhadap perjuangan Palestina. Penjualan syal tersebut telah melonjak sejak invasi brutal “Israel” di wilayah tersebut yang dimulai awal Oktober, kata distributor […]
Hidayatullah.com
Pakai Keffiyeh, Tiga Pemuda Keturunan Palestina di AS Ditembak
Hidayatullah.com – Tiga pemuda keturunan Palestina di Vermont, Amerika Serikat terluka akibat penembakan orang tidak dikenal, dengan pihak berwenang meyakini serangan ini mungkin hate crime atau kejahatan kebencian.
Ketiganya ditembak, satu mengalami luka parah, saat menghadiri perayaan Thanksgiving di dekat Universitas Vermont.
Penembakan terjadi sekitar pukul 18:25 waktu setempat pada hari Sabtu di dekat kampus UVM, menurut Kepala Polisi Burlington Jon Murad. Dia mengatakan polisi sedang memburu pelaku penembakan.
Dua orang berada dalam kondisi stabil dan satu lainnya menderita “luka yang jauh lebih serius,” kata Murad dalam sebuah rilis berita hari Minggu. Ketiganya, yang semuanya berusia 20 tahun, sedang mengunjungi rumah salah satu kerabat korban dan sedang berjalan ketika mereka dihadang oleh seorang pria kulit putih yang membawa pistol.
“Tanpa berbicara, dia melepaskan setidaknya empat peluru dari pistol dan diyakini telah melarikan diri,” kata Murad dalam sebuah rilis berita lansir TRT World (27/11/2023). “Ketiga korban tertembak, dua di bagian tubuh mereka dan satu di bagian bawah.”
Murad mengatakan bahwa ketiga orang tersebut adalah keturunan Palestina. Dua di antaranya adalah warga negara Amerika Serikat dan satu orang lagi adalah penduduk resmi. Dua dari pria tersebut mengenakan syal keffiyeh khas Palestina berwarna hitam-putih.
Murad mengatakan tidak ada informasi tambahan yang menunjukkan motif tersangka.
“Belasungkawa terdalam saya sampaikan kepada para korban dan keluarga mereka,” kata Murad dalam pers rilis tersebut. “Pada saat yang penuh dendam ini, tidak ada seorang pun yang dapat melihat kejadian ini dan tidak menduga bahwa ini mungkin merupakan kejahatan yang dimotivasi oleh kebencian. Dan saya telah menghubungi mitra investigasi federal dan jaksa penuntut untuk mempersiapkan diri jika hal itu terbukti.”
Dia menambahkan, “Faktanya adalah kita belum tahu sebanyak yang kita inginkan saat ini. Namun saya menghimbau masyarakat untuk tidak membuat kesimpulan berdasarkan pernyataan dari pihak-pihak yang tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa.”
‘Kebencian tidak memiliki tempat di sini’
Sebelum Murad mengeluarkan rilis berita, Komite Anti-Diskriminasi Amerika-Arab (ADC) mengeluarkan pernyataan pada hari Minggu yang mengatakan bahwa para korban adalah mahasiswa Amerika keturunan Palestina dan bahwa ada “alasan untuk meyakini bahwa penembakan ini terjadi karena para korban adalah orang Arab.”
ADC, sebuah organisasi hak sipil AS, mengatakan bahwa seorang pria berteriak dan mengusik para korban, yang berbicara dalam bahasa Arab, kemudian menembak mereka.
FBI mengatakan bahwa mereka mengetahui adanya penembakan tersebut.
“Jika, dalam proses investigasi lokal, ada informasi yang menunjukkan adanya potensi pelanggaran federal, FBI siap untuk menyelidikinya,” kata Sarah Ruane, juru bicara FBI yang berbasis di Albany, New York, dalam sebuah pernyataan.
Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Joe Biden telah diberi pengarahan mengenai penembakan tersebut dan akan terus menerima informasi terbaru saat penegak hukum mengumpulkan lebih banyak informasi.
Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) telah menawarkan hadiah $10.000 untuk informasi yang mengarah pada penangkapan atau penghukuman terhadap seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab atas penembakan tersebut, demikian pernyataan organisasi tersebut.*
Hidayatullah.com
Terima Kunjungan Ratusan Mahasiwa Palestina, Presiden Kuba Dihadiahi Keffiyeh
Hidayatullah.com – Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel pada hari Minggu menerima 144 mahasiswa Palestina yang belajar kedokteran di Kuba di Istana Revolusi di Havana, termasuk 53 mahasiswa dari Jalur Gaza.
“Ini adalah kehormatan dan kebanggaan besar untuk dapat merangkul mereka semua … Negara kami berdiri dan akan terus berdiri di sisi rakyat Palestina yang bersaudara,” kata Diaz-Canel pada pertemuan tersebut. Politisi yang dulunya insinyur kelistrikan itu menambahkan bahwa negaranya telah menampil model solidaritas internasional terbaik di dunia karena mempraktekkan solidaritas sejati dan membela kemanusiaan, tidak hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan perbuatan.
Canel menekankan bahwa para pemuda Palestina di Kuba “tidak kehilangan identitas mereka, tetapi sebaliknya, melalui perasaan dan kisah-kisah hidup yang mereka bagikan kepada kami, mereka juga mengungkapkan keyakinan mereka yang teguh untuk membela tanah air mereka.”
Perdana Menteri Kuba, Manuel Marrero, dan Menteri Luar Negeri, Bruno Rodriguez, hadir dalam pertemuan tersebut, di samping para pejabat Partai Komunis Kuba lainnya.
Baca juga: Pakar Amerika: ‘Israel’ yang Kuat akan Kalah Perang dengan Hamas yang Sabar
Para mahasiswa Palestina lantas mempersembahkan keffiyeh Palestina kepada presiden Kuba dan anggota pemerintahannya, sebagai ungkapan rasa terima kasih mereka atas dukungan Kuba terhadap Palestina.
Mereka mengapresiasi sikap Kuba dan menekankan perlunya memberikan terus memberi tekanan kepada masyarakat internasional untuk menghentikan pendudukan “Israel” dan agresinya yang terus berlanjut terhadap Jalur Gaza.
Selanjutnya, Diaz-Canel menemani para pelajar Palestina ke alun-alun peringatan Jose Marti, di mana bendera Palestina dikibarkan, dan sebuah band membawakan lagu-lagu revolusioner untuk mendukung Palestina.
Sebanyak 224 warga Palestina belajar kedokteran di negara Karibia itu, 78 di antaranya berasal dari Jalur Gaza. Sejak tahun 2005, sekitar 104 dokter Palestina telah lulus dari Kuba.*
Baca juga: Turki Gratiskan Biaya Kuliah Mahasiswa Palestina dari Gaza
Hidayatullah.com
Pakai Sorban Palestina, Aktor Inggris Ditahan Aparat Saudi saat Umroh
Hidayatullah.com – Arab Saudi menahan jamaah seorang aktor dan presenter asal Inggris Islah Abdur-Rahman yang sedang menunaikan Umrah bersama keluarganya di Mekkah karena mengenakan keffiyeh atau sorban Palestina.
Seorang aktor dan presenter asal Inggris Islah Abdur-Rahman mengaku dirinya ditahan pihak berwenang Arab Saudi saat sedang menunaikan umrah bersama keluarga karena mengenakan keffiyeh atau sorban Palestina. Insiden penahanan, menurut pengakuannya, terjadi di Makkah.
Islah Abdur-Rahman mengisahkan dirinya berangkat Umrah pada akhir bulan Oktober. Ia menyayangkan tindakan Arab Saudi terhadap simbol atau bentuk solidaritas untuk Palestina.
“Saya dihentikan oleh empat tentara karena mengenakan keffiyeh putih di kepala saya dan tasbih berwarna Palestina di pergelangan tangan saya,” katanya kepada Middle East Eye pada Kamis (17/11/2023).
“Saya dibawa ke sebuah tempat di mana mereka menahan orang-orang yang kemungkinan melakukan kejahatan atau pelanggaran. Begitu saya ditahan, ada aparat lain yang menginterogasi saya dan bertanya tentang kewarganegaraan saya, mengapa saya di sini, dari mana saya bepergian, berapa lama saya di sini.”
Aparat Saudi itu kemudian meminta Abdur-Rahman meniru cara mengenakan keffiyeh yang seharusnya, lalu mengambil visanya.
“Jelas bahwa syal adalah masalahnya,” katanya. “Mereka berbicara dalam bahasa Arab tapi mereka terus mengucapkan ‘keffiyeh Palestina’ dan melihat syalnya.”
Aktor berusia 32 tahun mengungkapkan meski akhirnya dibebaskan, aparat mengambil keffiyeh dan mengatakan kepadanya, “Ini tidak bagus, Israel-Palestina tidak bagus, jadi jangan dipakai, tidak boleh.”
Dia pun disuruh menandatangani formulir pembebasan dan menyerahkan cap sidik jarinya.
Insiden tersebut, lanjut Islah, awalnya membuat dirinya ketakutan lantaran terjadi di negara orang lain.
“Kemudian, ketakutan saya berubah menjadi patah hati… patah hati tersebut semakin parah ketika saya menyadari bahwa ini hanyalah secuil dari apa yang harus dilalui oleh orang-orang Palestina,” katanya.*