Tag:

jilbab

5 Alasan Harus Pakai Ciput saat Berhijab?

APAKAH kamu salah satu perempuan yang suka memakai ciput hijab?Berkaitan dengan hijab, penggunaan ciput bagi para hijabers tentunya sudah tidak asing lagi.Ciput sendiri merupakan pelengkap hijab yang memiliki fungsi tak kalah pentingnya dari hijab itu sendiri.Apalagi kini ciput hadir dalam banyak warna, desain dan model yang bisa disesuaikan kegunaannya.Berikut ini lima alasan hijabers wajib menggunakan ciput. Yuk, simak ulasannya!1- Sebagai penunjang fashion hijab agar lebih stylishKamu sedang merasa bosan dengan model hijab yang dikenakan setiap harinya?Alasan pertama mengapa ciput wajib digunakan oleh hijabers adalah sebagai penunjang fashion hijab.BACA JUGA: Hijab yang Dilarang dalam IslamApalagi kini semakin berkembangnya dunia fashion, ada banyak model ciput yang telah di rilis oleh para desainer.Itu artinya, menggunakan ciput membuat tampilan hijab yang stylish dan mempercantik tampilan kamu saat memakai hijab.2- Memudahkan dan mempercepat saat memakai hijabAlasannya karena akan memudahkan dan mempercepat kamu memakai hijab, sehingga bisa menghemat waktu.Apalagi saat menggunakan hijab yang berbahan halus dan licin seperti sifon atau satin, tentu membuatnya sulit diatur.Dengan melapisi kepala menggunakan ciput hijab, maka membantu pemakaian hijab dan berfungsi sebagai penahan agar hijab tetap berada pada tempatnya.3- Membuat tampilan menjadi lebih rapi dan indahAlasan kenapa hijabers perlu memakai ciput selanjutnya adalah agar membuat penampilan menjadi lebih rapi.Pegunaan ciput sendiri supaya rambut tidak keluar di area wajah, sehingga membuat tampilan hijab yang rapi dan indah.Jika kamu mengenakan bahan hijab yang licin dan halus, ciput hijab akan membantu menahan hijab tidak bergeser.Dengan ciput hijab, cukup memakainya sekali dan dijamin tampilan kamu akan rapi sepanjang hari.4- Menjaga rambut agar tidak keluar dari hijabApakah kamu suka merasa menemukan suatu permasalahan dalam memakai hijab?Apabila pemakaian hijab yang tidak kencang, maka bisa menyebabkan rambut menjadi terlihat dan menusuk keluar hijab.Inilah alasan mengapa kamu perlu menggunakan ciput, yaitu supaya rambut tidak keluar hijab dan tak lagi merusak penampilan.Dengan mengenakan ciput, maka penampilan kamu saat berhijab jadi lebih rapi.5- Memberikan rasa nyaman yang lebih untuk pemakainyaKamu termasuk hijabers yang masih belum terbiasa memakai ciput?Sedangkan alasan mengapa kamu perlu menggunakan ciput yakni untuk memberikan kenyamanan saat beraktivitas.BACA JUGA: Adakah Wanita yang Boleh Tidak Memakai Hijab?Pengunaan ciput hijab yang dapat menjaga hijab agar tidak mudah bergeser, maka akan memberikan rasa nyaman yang lebih untuk pemakainya.Dengan begitu, kamu pun bisa tetap tampil percaya diri tanpa perlu khawatir tampilan berantakan.Demikianlah kelima alasan kenapa kamu perlu menggunakan ciput hijab. Sebaiknya mengenakan jenis ciput yang berbahan adem dan mudah menyerap keringat. []SUMBER: POPMAMA

Inilah Landasan Hukum Hijab di Lingkungan Kerja

Pasal 5 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah jelas mengatur larangan bagi satuan lembaga kerja melakukan tindakan diskriminasi terhadap para pekerja di dalamnya, termasuk hak berjilbab seseorangHidayatullah.com | INDONESIA sudah merdeka selama 79 tahun, tapi fenomena diskriminasi penggunaan jilbab makin menjukkan tren yang meningkat belakangan. Sejumlah pihak melakukan pelarangan terhadap penggunaan jilbab. Jelas hal ini bentuk diskriminasi terhadap terhadap hak kebebasan beragama. Belum usai polemik terkait larangan jilbab Paskibraka beberapa pekan lalu, muncul larangan penggunaan jilbab bagi karyawan di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. Diduga terdapat praktik dalam rumah sakit itu yang membatasi dokter umum dan perawat menggunakan jilbab. Kendati akhirnya institusi yang terakhir ini meminta maaf. Persoalan tersebut mengemuka dan ramai diperbincangkan di ruang-ruang publik. Pasalnya, aturan yang melarang penggunaan jilbab di lingkungan kerja terus terulang untuk yang kesekian kali. Fenomena pelarangan jilbab tersebut membawa konsekuensi yang besar terhadap hak seseorang dalam mengeskpresikan kebebasan. Pasalnya, negara hadir memberikan jaminan konstitusional terhadap kebebasan penggunaan jilbab. Akibatnya, pelbagai kebijakan yang mengancam jaminan hak tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara. Penggunaan jilbab sebagai ekspresi keberagamaan dijamin secara utuh dalam sejumlah undang-undang. Di dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 disebutkan, negara menjamin adanya kebebasan dan kemerdekaan beragama seseorang beserta aktivitas peribadatan dan ekspresi berkeyakinan. Jaminan senada juga diatur dalam Pasal 22 UU 39/1999 di mana negara harus menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk di dalamnya ekspresi tata busana berpakaian sebagai bagian dari ekspresi berkeyakinan. Jika dibaca dalam pendekatan sistematis (systematic approach), pengaturan kebebasan penggunaan jilbab dalam sejumlah undang-undang dikategorikan sebagai hak asasi manusia atau HAM. Sebagai suatu jaminan HAM, keberadaannya tidak dapat dikurangi, dihalangi, dan diekspansi. Hak tersebut melekat secara instrinsik dalam internal warga negara sejak ia dilahirkan. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 024/PUU-III/2005 dengan tegas memaknai tindakan diskriminatif apabila terdapat pembedaan kebijakan yang didasarkan pada agama, ras etnik, kelompok, golongan, status sosial dan ekonomi, jenis kelamin, dan keyakinan politik. Dengan demikian, kebijakan yang melarang penggunaan jilbab di dalamnya adalah bentuk tindakan diskriminasi terhadap warga negara. Sebagai refleksi terhadap fenomena tersebut, penting bagi jajaran yang berwenang untuk melakukan evaluasi terhadap satuan kerja yang secara nyata melakukan pelarangan terhadap penggunaan jilbab. Terdapat dua hal yang perlu menjadi pertimbangan pokok. Pertama, rumah sakit merupakan suatu badan yang menjalankan fungsi pelayanan Kesehatan di sektor publik. Tidak sepatutnya menampilkan tindakan diskriminatif terhadap pekerja yang ada di di dalamnya. Dalam konteks ini, Pasal 5 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah jelas mengatur larangan bagi satuan lembaga kerja melakukan tindakan diskriminasi terhadap para pekerja di dalamnya. Sebab tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa perlakuan diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Kedua, pelarangan tersebut tidak jarang dilegalisasi melalui aturan-aturan yang tersedia. Dalam konteks tersebut, terdapat kecenderungan komunal secara kelembagaan dimana tindakan diskriminasi dalam lingkungan kerja diabsahkan secara legal dalam bentuk aturan. Dengan demikian, pihak berwenang seperti Dinas Tenaga Kerja maupun Dirjen Hak Asasi Manusia harus mampu mengevaluasi secara menyeluruh instansi, birokrasi, dan pimpinan struktural terkait. Tujuannya agar praktik diskriminasi serupa di lingkungan kerja tidak terulang lagi dan cenderung dilegalisasi. Pelarangan ihwal penggunaan jilbab tidak hanya menyoal peham keberagaman dan toleransi di antara sesama, melainkan juga menyalahi dan melanggar hak kontitusionakl sebagai warga negara. (diambil dari web MUI Pusat).

Hukum Shalat Anak Perempuan Tanpa Jilbab

APA hukum anak perempuan shalat tanpa jilbab? Jika dia masih belum baligh, maka shalatnya tetap sah, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: لا يقبل الله صلاة حائض إلا بخمار “Allah tidak menerima shalatnya wanita haid (sudah baligh) kecuali dengan jilbab”. Maka hadits ini menunjukkan bahwa yang tidak haid, yaitu yang belum baligh tidak masalah tanpa jilbab di dalam shalatnya. Namun kalau dia shalat dengan jilbab lebih utama dan lebih sempurna jika usianya masih 7 tahun atau lebih. BACA JUGA:  Hukum Shalat dengan Memakai Baju yang Ada Gambar dan Tulisannya Adapun yang di bawah 7 tahun baik laki-laki maupun perempuan, mereka belum termasuk mereka yang harus shalat, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-: مروا أولادكم بالصلاة لسبع ، واضربوهم عليها لعشر ، وفرقوا بينهم في المضاجع “Perintahlah anak-anak kalian untuk shalat saat usia 7 tahun, dan pukullah mereka jika usia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur antar mereka”. (Majmu Fatawa Syeikh Ibnu Baz: 29/200) [] SUMBER: ISLAMQA

Jaga Sekulerisme, Tajikistan Larang JIlbab Meski Warganya 97 Persen Muslim

Jakarta (SI Online) – Demi menjaga nilai-nilai sekulerisme, sebuah negara di Asia Tengah, Tajikistan, secara resmi melarang penggunaan jilbab bagi muslimah.Undang-Undang itu tidak berbunyi langsung UU Pelarangan Jilbab, namun Undang-Undang tentang “Tradisi dan Perayaan.”Padahal, menurut survei negara dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa itu, sekitar 97 persennya adalah Muslim.Namun, parlemen negara bekas Uni Sovyet itu, malah mengadopsi rancangan UU tentang “Tradisi dan Perayaan”.RUU itu melarang penggunaan, mengimpor, menjual, dan memasarkan “pakaian asing bagi budaya Tajik”.RUU itu juga mencakup sanksi administratif dan denda bagi para pelanggarnya.Mayoritas pejabat dan publik menggambarkan larangan itu ditujukan terhadap pakaian khas Muslim.Salah satu alasan pemerintah melarang penggunaan hijab dan atribut keagamaan lainnya adalah “demi melindungi nilai-nilai budaya nasional” dan “mencegah takhayul serta ekstremisme”.Dalam beberapa tahun terakhir, Tajikistan memang terus memperketat larangan memakai pakaian dan atribut keagamaan, terutama pakaian Muslim, di sekolah-sekolah dan tempat kerja.Dengan UU ini, Tajikistan dilaporkan akan memperluas larangan penggunaan hijab hingga di tempat publik.Dalam aturan baru ini, warga juga dianjurkan untuk semakin sering memakai pakaian nasional Tajikistan.Dikutip Euro News, mereka yang melanggar undang-undang ini akan didenda mulai dari 7.920 somoni atau sekitar Rp12,1 juta untuk warga biasa, sekitar 54 ribu somoni (Rp82,6 juta), dan 57.600 somoni (Rp88,1 juta) bagi para tokoh agama.1 2Laman berikutnya

Hampir 97 Persen Warganya Muslim, Tajikistan Malah Larang Jilbab

Jakarta (MediaIslam.id) – Tajikistan, sebuah negara di Asia Tengah bekas negara Uni Sovyet, secara resmi melarang penggunaan jilbab bagi muslimah. Larangan itu diberlakukan dengan mengesahkan Undang-Undang tentang “Tradisi dan Perayaan.” Padahal, menurut surbei negara dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa itu, sekitar 97 persennya adalah Muslim. Namun, parlemen negara itu malah mengadopsi rancangan UU tentang “Tradisi dan Perayaan”. RUU itu melarang penggunaan, mengimpor, menjual, dan memasarkan “pakaian asing bagi budaya Tajik”. RUU itu juga mencakup sanksi administratif dan denda bagi para pelanggarnya. Mayoritas pejabat dan publik menggambarkan larangan itu ditujukan terhadap pakaian khas Muslim. Salah satu alasan pemerintah melarang penggunaan hijab dan atribut keagamaan lainnya adalah “demi melindungi nilai-nilai budaya nasional” dan “mencegah takhayul serta ekstremisme”. Dalam beberapa tahun terakhir, Tajikistan memang terus memperketat larangan memakai pakaian dan atribut keagamaan, terutama pakaian Muslim, di sekolah-sekolah dan tempat kerja. Dengan UU ini, Tajikistan dilaporkan akan memperluas larangan penggunaan hijab hingga di tempat publik. Dalam aturan baru ini, warga juga dianjurkan untuk semakin sering memakai pakaian nasional Tajikistan. Dikutip Euro News, mereka yang melanggar undang-undang ini akan didenda mulai dari 7.920 somoni atau sekitar Rp12,1 juta untuk warga biasa, sekitar 54 ribu somoni (Rp82,6 juta), dan 57.600 somoni (Rp88,1 juta) bagi para tokoh agama. More pages: 1 2

Muslimah Tajikistan Harus Memilih antara Karir atau Hijab

Hidayatullah.com – Ribuan wanita di Tajikistan dipaksa untuk memilih antara pekerjaan atau mengenakan hijab, di tengah meningkatnya tindakan keras dari pihak berwenang di Dushanbe. Radio Ozodi, melaporkan bahwa meskipun tidak ada undang-undang resmi yang melarang hijab, pihak berwenang Tajikistan memberlakukan larangan yang efektif di sekolah-sekolah dan tempat kerja. Baru-baru ini, parlemen Tajik menyetujui rancangan amandemen undang-undang tentang “tradisi dan perayaan” yang secara resmi akan melarang mengenakan, mengimpor, menjual, dan mengiklankan “pakaian yang tidak sesuai dengan budaya Tajik.” Istilah ini banyak digunakan oleh para pejabat untuk menggambarkan pakaian Islami. Amandemen terhadap kode pelanggaran administratif juga disetujui, yang memberlakukan denda besar untuk mengenakan pakaian seperti itu. Individu dapat dikenakan denda hingga $740, sementara badan hukum dapat dikenakan denda sebesar $5.400. Pejabat pemerintah dan otoritas keagamaan menghadapi hukuman yang lebih tinggi lagi. Anggota parlemen Tajikistan, Mavloudakhon Mirzoyeva, dikutip mengatakan: “Versi rancangan undang-undang yang telah diubah mencakup larangan pakaian yang dianggap asing bagi budaya Tajik.” Rancangan undang-undang ini diharapkan akan disetujui oleh majelis tinggi parlemen dan ditandatangani oleh Presiden Emomali Rahmon. Baca juga: Jejak Kejayaan Islam di Uzbekistan Beberapa penduduk Dushanbe menyatakan penentangan mereka terhadap larangan tersebut, karena mereka percaya bahwa orang harus memiliki kebebasan untuk memilih pakaian mereka. Banyak warga Tajikistan merasa bahwa amandemen baru ini hanya akan melegalkan larangan tidak resmi yang telah ada selama bertahun-tahun. Tindakan keras pemerintah terhadap hijab dimulai pada tahun 2007, meluas ke semua institusi publik dan menyebabkan razia beserta denda di pasar dan di jalanan. Pihak berwenang telah mempromosikan pakaian nasional, mengirimkan pesan pada tahun 2017 yang memaksa wanita untuk mengenakan pakaian Tajik dan merilis buku panduan setebal 376 halaman tentang rekomendasi pakaian budaya Tajik. Selain itu, Tajikistan secara tidak resmi melarang jenggot. Dilaporkan ribuan pria dicukur paksa oleh polisi selama satu dekade terakhir. Hal ini juga terjadi di negara tetangga Uzbekistan, di mana pada tahun 2021, dilaporkan bahwa polisi telah memaksa puluhan pria Muslim taat untuk mencukur janggut mereka.* Baca juga: Uzbekistan, Negara Mayoritas Islam yang Batasi Praktik Islam

Kritik & Tak Berbusana Sesuai Syariat, Perempuan Saudi Dipenjara 11 Tahun

RIYADH (Arrahmah.id) — Manahel Al-Otaibi (29), seorang wanita Arab Saudi, dijatuhi hukuman 11 tahun penjara karena pilihan pakaiannya dan unggahan media sosial. Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International telah mendesak Kerajaan Arab Saudi untuk membebaskan Al-Otaibi, yang berprofesi sebagai instruktur kebugaran. Menurut Amnesty, yang dikutip Reuters (2/5/2024), Al-Otaibi dijatuhi hukuman pada bulan Januari dan […]

Viral! Polisi Buka Jilbab Mahasiswi AS karena Terlibat Aksi Pro-PAlestina

ARIZONA (Arrahmah.id) — Sebuah video yang diambil di Arizona State University (ASU) menunjukkan seorang petugas polisi kampus melepaskan jilbab seorang pengunjuk rasa pro-Palestina saat penangkapan. Video tersebut diambil pada akhir pekan saat sejumlah massa pro-Palestina menggelar demo di kampus-kampus top di Amerika Serikat (AS). Dilansir CNN dan Anadolu Agency (1/5/2024), video buram tersebut, diperoleh dari […]