Tag:

Jerman

Jerman Tolak Pendukung Assad, ‘Kami akan Adili Semua Antek Rezim’

Berlin (SI Online) – Pemerintah Jerman memperingatkan siapa pun yang terlibat dalam kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia semasa rezim Bashar al-Assad berkuasa di Suriah akan ditangkap. Mereka akan diadili jika mencoba melarikan diri ke Jerman.Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock, pada Ahad (15/12) mengatakan kepada surat kabar mingguan Bild am Sonntag bahwa otoritas Jerman tidak akan mengizinkan pelaku kejahatan dari rezim Assad mencari perlindungan di Jerman.“Jika ada para penyiksa di bawah Assad yang berpikir untuk melarikan diri ke Jerman sekarang, saya tegaskan: Kami akan mengadili semua antek rezim atas kejahatan mengerikan yang mereka lakukan, dengan kekuatan hukum,” ujarnya.Baerbock juga menekankan pentingnya kerja sama erat antara otoritas keamanan internasional dan badan intelijen.Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser mendukung pernyataan tersebut dengan menyoroti bahwa pengawasan perbatasan Jerman harus diperketat, serta rekam jejak negara itu dalam mengadili kejahatan perang di Suriah.“Kami sangat waspada. Jika para antek rezim teror Assad mencoba melarikan diri ke Jerman, mereka harus tahu bahwa hampir tidak ada negara lain yang mengejar kejahatan mereka sekeras Jerman,” ujarnya.“Itu seharusnya cukup untuk membuat mereka berpikir dua kali,” kata Faeser menambahkan.Bashar al-Assad, yang memimpin Suriah dengan tangan besi selama hampir 25 tahun, menerima tawaran suaka Rusia pada 8 Desember setelah kelompok pejuang berhasil merebut Ibu Kota Damaskus.Pengambilalihan itu terjadi setelah kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut kota-kota penting di seluruh Suriah dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua pekan.Setelah rezim Assad jatuh, sebagian besar pejabat pemerintah, anggota dinas rahasia, dan penjaga penjara bersembunyi.Beberapa dari mereka disebut mencoba melarikan diri ke negara-negara tetangga atau Eropa Barat dengan harapan dapat menghindari penuntutan hukum. []Sumber: Anadolu

Fakta dan Angka Komunitas Suriah di Jerman

Hidayatullah.com– Sejak pecah perang saudara pada 2011, jutaan orang Suriah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka. Kebanyakan masih bertahan di Suriah sebagai pengungsi di dalam negerinya sendiri dan sebagian lain mencari selamat di negara-negara tetangga seperti Turki, Libanon, Yordania, Iraq dan Mesir. Namun, tidak sedikit pula yang nekat menyeberangi lautan mencari peruntungan baru ke Eropa, terutama Jerman.Menurut kantor statistik federal Jerman, sekitar 973.000 warga Suriah tinggal di Jerman pada akhir tahun 2023. Sekitar 712.000 orang di antaranya sudah diberikan status pengungsi, termasuk pencari suaka yang permohonannya masih tertunda dan pencari suaka yang permohonannya ditolak namun telah diberikan status pengungsi sementara atas dasar kemanusiaan, lansir DW Selasa (10/12/2024).Arus pengungsi Suriah ke Jerman mencapai puncak pada 2015 ketika lebih dari 320.000 orang mencari perlindungan di negeri Hitler itu. Meskipun banyak dari mereka sekarang memiliki izin tinggal tetap, tetapi senagian hanya diberi perintah tinggal sementara. Ini berarti bahwa meskipun mereka diperbolehkan tinggal sementara di Jerman, tetapi situasi hukumnya masih belum pasti. Seringkali, kelompok ini hanya diberikan peluang kerja dan pendidikan terbatas.Kantor statistik federal Jerman, Statistisches Bundesamt atau disingkat Destatis, mengatakan warga Suriah merupakan kelompok terbesar yang menjadi warga negara naturalisasi tahun lalu. Jumlah mereka meningkat menjadi 75.500. Rata-rata, mereka tinggal di Jerman selama 6,8 tahun sebelum menerima paspor Jerman. Pada akhir tahun 2023, lebih dari 160.000 warga Suriah telah diberikan kewarganegaraan Jerman. Pada tahun 2024, Suriah kembali menjadi negara asal pencari suaka terbanyak di Jerman.Menurut Destatis, hampir 75.000 permohonan suaka diajukan oleh orang Suriah per bulan November, disusul kemudian oleh 34.300 permohonan dari Afghanistan dan sekitar 29.600 dari Turki.Per 9 Desember, sehari setelah rezim Bashar Assad ditumbangkan oleh pasukan oposisi, kantor urusan migrasi dan pengungsi federal Jerman BAMF memberlakukan moratorium pemrosesan aplikasi suaka dari warga Suriah. Menurut BAMF, pihaknya menangguhkan 47.270 permohonan.Sekitar 236.000 permohonan suaka telah diajukan di Jerman sepanjang tahun ini. Jumlah ini tidak termasuk pengungsi dari Ukraina, karena mereka diberikan status perlindungan sementara tanpa proses suaka.Mayoritas pengungsi Suriah di Jerman adalah laki-laki, sementara sekitar 41% merupakan perempuan. Secara keseluruhan, warga Suriah di Jerman usianya cenderung lebih muda daripada populasi umum, rata-rata mereka berusia sekitar 25 tahun. Sekitar 37% adalah anak di bawah umur.Menurut data BAMF, lebih dari 60% dari mereka yang mengajukan suaka di Jerman antara tahun 2017 dan 2023 berstatus sudah menikah. Banyak anak pengungsi Suriah lahir di Jerman, antara tahun 2019 (saat survei dimulai) dan 2024 jumlahnya sekitar 56.200 anak.Lebih dari 60% warga Suriah yang mengajukan suaka di Jerman sejak 2015 adalah orang etnis Arab. Sekitar sepertiganya adalah minoritas Kurdi. Mayoritas lebih dari 90% adalah Muslim, kurang dari dua pertiganya adalah penganut Kristen dan sekitar satu persen Yazidi.Kebanyakan orang Suriah di Jerman tinggal di negara bagian Nordrhein-Westfalen, Bavaria dan Baden-Württemberg, karena di sana banyak penduduknya dan peluang kerja juga lebih baik. Kota-kota besar seperti Berlin, Munich, dan Hamburg juga menawarkan akses ke program dan jaringan dukungan untuk pengungsi. Daerah pedesaan cenderung kurang populer karena menawarkan lebih sedikit kesempatan untuk integrasi dan pekerjaan.Dibandingkan kelompok pengungsi lain, para pengungsi Suriah pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang lebih baik. Hampir setengah dari mereka yang datang ke Jerman antara tahun 2015 dan 2017 memiliki ijazah sekolah menengah atas atau universitas. Di kalangan pengungsi yang datang ke Jerman kemudian, jumlah pengungsi Suriah yang berpendidikan lebih dari sepertiga.Pada tahun ajaran 2022/2023, sekitar 186.000 anak usia sekolah Suriah menempuh pendidikan di sekolah umum di Jerman, dan 50.000 lainnya mengambil sekolah kejuruan.Menurut Badan Ketenagakerjaan Federal Jerman, sekitar 226.600 warga Suriah saat ini bekerja di bidang pekerjaan yang memiliki perlindungan jaminan sosial (per Mei 2024). Sekitar 279.600 warga Suriah terdaftar di Badan Ketenagakerjaan Federal sebagai “pencari pekerjaan” pada akhir November 2024. Dari jumlah tersebut, 155.100 adalah “pengangguran”. Artinya, mereka saat ini berada di pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran di kalangan mereka adalah 37%.Banyak orang Suriah bekerja di sektor konstruksi, katering, dan sektor perawatan kesehatan, dan tampak adanya minat yang berkembang pesat dalam pendidikan tingkat lanjutan dan kualifikasi profesional. Kendala terbesar untuk mendapatkan pekerjaan adalah kendala bahasa dan pengakuan kualifikasi profesional.Kementerian Kesehatan Jerman mengatakan sektor keperawatan saat ini membutuhkan tambahan 200.000 pekerja. Apabila para pengungsi Suriah dipaksa kembali ke negara asalnya karena rezim Assad sudah runtuh, maka sektor kesehatan Jerman akan mengalami krisis tenaga kerja trampil.*

Jerman Ancam Pengungsi Ukraina, Bekerja atau Kembali ke Negara Asal

Hidayatullah.com – Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta para pengungsi Ukraina yang menganggur di Jerman untuk mencari pekerjaan atau kembali ke negara asalnya.“Terlalu banyak dari mereka yang sudah lama berada di sini, bisa dikatakan, dan seharusnya mulai bekerja sekarang,” kata Scholz kepada para anggota parlemen di Bundestag, majelis rendah parlemen Jerman, lansir Daily Sabah pada Rabu (04/12/2024).Jerman harus memastikan bahwa sebanyak mungkin orang Ukraina dan pengungsi lainnya mencari pekerjaan setelah belajar bahasa Jerman dan langkah-langkah integrasi lainnya.Scholz menyebut program “job turbo” pemerintah saja tidaklah cukup menangani masalah tersebut. Dia telah menegaskan isu ini kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy saat melakukan kunjungan ke Kyiv.Zelenskyy, imbuh Scholz, ingin “membantu membentuk otoritas Ukraina di Jerman dan Polandia untuk mendukung warga Ukraina” untuk mendapatkan pekerjaan atau kembali ke negara asalnya.Pihak berwenang di Kyiv telah mengganti nama kementerian reintegrasi – yang bertanggung jawab untuk membantu warga Ukraina yang kembali – menjadi kementerian persatuan nasional.Ukraina telah mempertahankan diri dari invasi Rusia selama lebih dari dua setengah tahun dengan bantuan Barat.Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, hampir tujuh juta warga Ukraina telah melarikan diri ke luar negeri.Lebih dari satu juta di antaranya, terutama wanita dengan anak-anak, berada di Jerman. Lebih dari 260.000 pengungsi Ukraina memiliki pekerjaan.*

Ribuan Pekerja Volkswagen Mogok Kerja

Hidayatullah.com– Para pekerja Volkswagen hari Senin (2/12/2024) mulai melaksanakan aksi mogok kerja, setelah pihak perusahaan mengumumkan akan menutup tiga pabrik dan memberhentikan ribuan karyawan.“Mogok peringatan akan dimulai hari Senin di semua pabrik,” kata Thorsten Groeger, yang memimpin negosiasi serikat pekerja dengan raksasa otomotif Jerman itu, lansir DW.“Bila perlu, ini akan menjadi perselisihan upah terberat yang pernah dialami Volkswagen,” imbuhnya.Puluhan ribu karyawan anggota serikat pekerja IG Metall akan menjadi bagian dari aksi mogok di seluruh Jerman yang dimulai pada pukul 9:30 pagi (0830 GMT).Aksi mogok ini merupakan respons terhadap pemotongan anggaran sebesar €18 miliar ($19 miliar) yang dilakukan oleh Volkswagen yang berdampak pada skema pensiun karyawan dan penutupan tiga pabriknya.Groeger menuduh bahwa “Volkswagen membakar perjanjian tawar-menawar kolektif kami” dan bahwa dewan direksi perusahaan sekarang justru “melemparkan drum berisi bensin ke atasnya.”“Yang terjadi sekarang adalah konflik yang dipicu oleh Volkswagen — kami tidak menginginkannya, tetapi kami akan melakukannya dengan komitmen sebagaimana mestinya!” tegas Groeger.Krisis yang dialami Volkswagen mencerminkan kesulitan yang sedang dialami negara-negara Eropa.VW mengalami penurunan penjualan kendaraan di pasar China yang selama ini merupakan mesin uangnya, karena kalah bersaing di sektor kendaraan listrik dengan rival-rival lokal. Terlebih, kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Uni Eropa terhadap mobil-mobil listrik China menimbulkan kekhawatiran akan terjadi perang tarif dengan Beijing.Pada bulan Oktober, VW melaporkan penurunan laba sebesar 64% pada kuartal ketiga. Produsen-produsen mobil Jerman lainnya seperti BMW dan Mercedes-Benz juga melaporkan kerugian besar.*

Jerman Cari Pria Turki Terduga Mata-mata Ankara

Hidayatullah.com– Kejaksaan Federal Jerman, hari Jumat (29/11/2024), mengatakan bahwa mereka sedang mencari-cari untuk ditangkap seorang warga Turki yang tinggal di negara bagian Nordrhein-Westfalen.“Tersangka diduga kuat terlibat dalam kegiatan intelijen asing,” kata pihak kejaksaan.Kata “diduga kuat” menunjukkan aparat hukum Jerman masih belum benar-benar yakin akan kebenaran tuduhan tersebut.Pria tersebut, yang diidentifikasi hanya sebagai warga Turki bernama Mehmet K, menurut pihak berwenang saat ini masih buron, lansir DW.Pihak berwenang Jerman menduga dia membantu polisi dan badan intelijen Turki untuk melacak para pendukung Fethullah Gulen.“Mehmet K. menghubungi polisi dan badan intelijen Turki beberapa kali melalui surat anonim antara September 2018 dan Agustus 2021,” tulis jaksa. Di dalamnya, dia menyampaikan rincian kontak dan informasi lebih lanjut mengenai orang-orang dari lingkungannya di daerah Düren, yang dia tugaskan untuk menyusup ke lingkungan gerakan Hizmet yang dibentuk Gulen.Düren merupakan sebuah kota berpenduduk sekitar 93.000 jiwa yang terletak di sebelah barat Cologne, tidak jauh dari perbatasan Belanda.Fethullah Gulen merupakan tokoh Muslim terkemuka Turki yang lama mengasingkan diri di Amerika Serikat dan bulan lalu meninggal dunia pada usia 83 tahun di AS.Gulen dulu dikenal sebagai tokoh yang membimbing dan menaikkan pamor Recep Tayyip Erdogan saat baru memasuki dunia politik. Namun, seiring dengan waktu hubungannya dan Erdogan berubah getir. Erdogan menuduh Gulen sebagai otak di balik percobaan kudeta tahun 2016. Sejak itu aparat Turki menangkap puluhan ribu orang pendukung Gulen. Penangkapan itu masih berlangsung sampai sekarang.*

Iran Protes Jerman Tutup Semua Konsulatnya

Hidayatullah.com– Iran memprotes keputusan Jerman yang menutup semua konsulatnya, menyebut tindakan itu sebagai “sanksi” terhadap orang Iran yang tinggal di Jerman.Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock pada hari Kamis (31/10/2024) mengumumkan bahwa tiga konsulat Iran akan ditutup di Jerman sebagai tanggapan atas eksekusi warga negara ganda Jerman-Iran Jamshid Sharmahd.“Penutupan Konsulat Iran di Jerman merupakan sanksi terhadap warga negara Iran yang tinggal di negara tersebut — yang sebagian besar juga memiliki kewarganegaraan Jerman,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, hari Jumat (1/11/2024), memprotes tindakan Jerman itu lewat media sosial.Pada hari Kamis, Jerman memerintahkan penutupan konsulat Iran di Frankfurt, Hamburg, dan Munich, tetapi mengatakan kedutaan besar di Berlin akan tetap buka.“Kami sudah berulang kali dan dengan tegas menjelaskan kepada Teheran bahwa eksekusi seorang warga negara Jerman akan menimbulkan konsekuensi serius,” kata Menteri Luar Negeri Baerbock saat mengumumkan penutupan tersebut.Pada hari Senin, Iran mengatakan telah mengeksekusi Sharmahd setelah ia divonis hukuman mati pada tahun 2023 atas tuduhan “kerusakan di Bumi” terkait dengan serangan tahun 2008 terhadap sebuah masjid dan sejumlah insiden lainnya.Pemerintah Jerman, keluarga, dan aktivis hak asasi manusia menolak tuduhan terhadapnya dan menganggap persidangan Sharmahd tidak adil.Baerbock juga mengatakan Jerman akan meminta sanksi Uni Eropa terhadap mereka yang terlibat dalam eksekusi Sharmahd, termasuk terhadap Korps Garda Revolusi Iran.Sementara itu, warga Jerman diimbau untuk tidak melakukan perjalanan dan segera meninggalkan Iran.“Kami ingin menyelamatkan warga Jerman lainnya dari nasib yang sama [seperti Jamshid Sharmahd,” kata jubir Kementerian Luar Negeri Sebastian Fischer hari Jumat, seperti dilansir DW.*

Kompensasi Bagi Narapidana Jerman Timur yang Dipaksa Kerja Garap Furnitur IKEA

Hidayatullah.com– IKEA cabang Jerman berjanji akan memberikan kompensasi kepada korban kerja paksa di era Jerman Timur, yang disuruh menggarap komponen-komponen furnitur yang dijual toko perlengkapan rumah tangga itu.Parlemen Jerman Bundestag dan IKEA Deutschland, hari Selasa (29/10/2024), mengumumkan bahwa perusahaan raksasa itu akan memberikan €6 juta kepada sebuah dana yang dibentuk pemerintah Jerman untuk memberikan kompensasi kepada para korban kekejaman rezim diktator Jerman Timur dahulu.Perwakilan khusus Bundestag untuk korban rezim Jerman Timur tersebut, Evelyn Zupke, mengkonfirmasi bahwa IKEA bermaksud membayar kompensasi lewat mekanisme baru itu. Dana tersebut belum disetujui parlemen, tetapi hal ini dipandang sebagai formalitas.Kontribusi IKEA itu bersifat sukarela, tidak ada kewajiban hukum baginya untuk bertindak dalam kasus ini.IKEA adalah salah satu dari beberapa perusahaan di Jerman Barat yang mensubkontrakkan sebagian produksinya ke Jerman Timur selama era Perang Dingin.Dalam beberapa kasus, rezim Jerman Timur memaksa para narapidana untuk bekerja di bagian produksi. Bukti yang menghubungkan fenomena ini dengan IKEA mulai muncul sekitar tahun 2011 dan 2012.Perusahaan tersebut bergegas menugaskan auditor Ernst & Young untuk melakukan investigasi, yang menemukan bahwa tuduhan tersebut berdasar dan bahwa sebagian manajemen IKEA pada saat itu mengetahui adanya pelanggaran berupa kerja paksa yang dilakukan narapidana.“Kami sangat menyesalkan terjadinya hal ini,” kata CEO dan CSO IKEA Jerman, Walter Kadnar, hari Selasa seperti dilansir DW.“Sejak diketahui bahwa produk IKEA juga dibuat oleh tahanan politik di Jerman Timur, IKEA secara konsisten berupaya untuk menuntaskan masalah ini.”Toko IKEA pertama di Jerman dibuka pada tahun 1974 di dekat kota Munich. Sekarang IKEA mempekerjakan hampir 20.000 orang di toko ritelnya di Jerman.Dieter Dombrowski, ketua UOKG (organisasi para korban rezim diktator komunis), memuji pendekatan yang dilakukan IKEA beberapa tahun terakhir.“IKEA menerima undangan kami untuk berdialog setelah diketahui bahwa perusahaan itu terlibat kerja paksa narapidana. Bersama, kami mencari jalan keluar dan IKEA bertemu langsung dengan para korban. Keputusan hari ini tersebut merupakan terobosan baru. Kami berharap perusahaan-perusahaan lain mengikuti contoh yang ditunjukkan IKEA,” kata Dombrowski.Dombrowski dulu pernah menjadi tahanan politik rezim komunis Jerman Timur. Dia dijebloskan ke penjara karena masuk ke wilayah Jerman Barat secara ilegal. Dia kemudian menjadi politisi Partai Kristen Demokrat (CDU) setelah pindah ke Berlin Barat pada tahun 1970-an.Dia terpilih sebagai anggota Bundestag pada 1994, setelah reunifikasi Jerman, untuk dapil Bradenburg yang dulu termasuk wilayah Jerman Timur. Dia aktif dalam isu-isu seputar kerja paksa.“Ketiga saudara perempuan saya berada di penjara wanita di Hoheneck [di Saxony],” kata Dombrowski dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Bild pada tahun 2012. “Mereka membuat sprei untuk Quelle dan layanan pengiriman lainnya. Saya sendiri membeli kebebasan pada tahun 1976 dan kemudian melihat semua hal yang telah kami buat di penjara di Barat.”Dombrowski mengatakan bahwa selama 20 bulan di penjara Cottbus, ia dipaksa bekerja membuat tempat kamera.Dia menceritakan bahwa para napi dipekerjakan enam hari dalam sepekan dalam tiga shift. Mereka diberi upah 18-25 mark Jerman Timur setiap pekan, jumlah yang sangat kecil bahkan menurut standar Jerman Timur yang dulu jauh lebih miskin dibandingkan Jerman Barat.“Bagi perusahaan-perusahaan di Barat kala itu, margin keuntungannya pasti lebih tinggi daripada mereka [yang menggarap produk IKEA] di China saat ini,” katanya.IKEA didirikan pada tahun 1943 oleh Ingvar Kamprad di Swedia, dan saat ini kantor pusatnya secara hukum berada di Belanda. Sejak 2008 IKEA menjadi peritel furnitur terbesar di dunia.*

Jerman Investasikan Rp 133 M untuk “Menghijaukan” Masjid di Maroko

Hidayatullah.com – Pemerintah Jerman menginvestasikan 8,5 juta dolar AS atau setara Rp 133 miliar kepada sebuah proyek untuk meningkatkan efisiensi energi dan energi ramah lingkungan atau energi hijau di masjid-masjid seluruh Maroko.Proyek yang berjudul “Mempromosikan Lapangan Kerja melalui Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan di Masjid,” ini didanai oleh Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) Jerman. Proyek tersebut sudah dijalankan oleh Masyarakat untuk Kerja Sama Internasional (GIZ) dari tahun 2015 hingga 2021.Menurut Morocco World News pada Ahad (27/10/2024), sekitar Rp 98,8 miliar dari total anggaran digunakan mempekerjakan tenaga ahli untuk memberikan saran, perencanaan dan langkah implementasi.Sementara, Rp 6,6 miliar digunakan untuk bahan-bahan seperti lampu LED, pemanas air tenaga surya, dan panel fotovoltaik. Sedangkan Rp 17 miliar sisanya dipergunakan untuk biaya administrasi dan pajak.Proyek ini melibatkan pelatihan bagi perusahaan lokal, pekerja terampil, dan guru-guru masjid, termasuk para imam, untuk menjelaskan manfaat efisiensi energi dan energi terbarukan. BMZ mencatat bahwa model-model untuk memasang dan memelihara sistem energi ini juga dikembangkan.Pemerintah Jerman juga menegaskan upaya kesetaraan gender dalam proyek ini, dengan mencatat bahwa pada bulan Agustus 2019, enam dari sembilan karyawan adalah perempuan.“Proyek ini telah mencapai tujuannya untuk mempromosikan peluang bisnis dan lapangan kerja di bidang efisiensi energi dan energi terbarukan,” kata pemerintah Jerman.Mereka mengklaim proyek ini telah ‘diterima dengan baik’ oleh penduduk setempat.Negara di Afrika Utara ini memiliki sekitar 52.000 masjid, dengan 15.000 diantaranya dikelola dan ditanggung oleh Kementerian Urusan Haji dan Islam.Kementerian Maroko tersebut, yang membangun sekitar 150 masjid baru setiap tahunnya, ingin menurunkan biaya secara signifikan dengan rencana untuk menghasilkan 52 persen listrik Maroko dari sumber energi terbarukan pada tahun 2030.*