Tag:

islamofobia

5 Pria India Menabrak Keluarga Sadique Shaikh hingga Terseret Sejauh 5 KM

Hidayatullah.com—Sebuah insiden kebencian terhadap Islam kembali terjadi di di Latur, Maharashtra, India, dimana sebuah keluarga Muslim ditabrak 5 pria, menyebabkan korban terseret sejauh 5 KM.Dalam sebuah kejadian hari Ahad, (29/9/2024) sebanyak lima pria di dalam mobil diduga mengejar sebuah keluarga Muslim yang tengah bersepeda. Pelaku menabrak korban hingga terserat sejauh lima kilometer, kutip Indian Express. Korban diidentifikasi bernama Sadique Shaikh (35 tahun), istrinya Iqra, dan dua putra-putrinya, Nadia dan Ahad. Dalam kejadian menyedihkan ini, Iqra dan putrinya Nadia harus kehilangan nyawa mereka. “Sadique Shaikh, istrinya Iqra dan putrinya Nadia sedang mengendarai sepeda motor. Sebuah mobil yang melaju kencang menabrak kendaraan roda dua mereka, menewaskan Iqra dan Nadia. Kami telah menangkap empat penumpang mobil tersebut. Penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan,” kata seorang pejabat kantor polisi Ausa dikutip laman PTINews. Insiden itu bermula pada malam tanggal 29 September ketika keluarga itu kembali dari tempat tinggal kerabat mereka di Ausa, 20 km dari Latur. Menurut pengadu, ketika itu, mobil pelaku diduga terhalang sepeda motor korban, yang menyebabkan pertengkaran di antara mereka. Tak lama, mobil pelaku diduga mengejar sepeda motor korban dan kemudian menabrak mereka di dekat desa Budhana, demikian dilansir Indian Express. Pengacara Sadique Shaikh menuduh, terdakwa kala itu melontarkan hinaan berbau SARA, dengan mengatakan bahwa umat Islam perlu diberi pelajaran sebelum kemudian mobil kelima rombongan itu ditabrakan ke korban. Kelima terdakwa – diidentifikasi sebagai Digambhar Pandole, Krishna Wagh, Basvaraj Dhotre, Manoj Mane, dan Mudame – kini telah ditahan pihak aparat kepolisian. Sayangnya, laporan yang diajukan kepada pihak kepolisian tidak menyebutkan adanya dugaan penghinaan agama. Sebuah video dari salah satu terdakwa di rumah sakit yang viral menunjukkan dirinya mengakui bahwa mereka secara sengaja menabrak keluarga Muslim tersebut.An alleged case of #HateCrime (according to victim) that aggravated to road rage. A woman Shaikh Iqra (23), daughter Nadiya (3) were killed, while her husband Sadiq,son Ahad (6) sustained serious injuries after 4 inebriated men ran their car over the bike-borne family. In a… pic.twitter.com/96LLA5whQB— Mohammed Zubair (@zoo_bear) October 3, 2024“Kami sempat bertengkar dengan pria itu, dan setelah dia pergi, sopir kami, Digambar Pandole, membuntuti dan menabraknya dengan sengaja,” ungkapnya dalam video. Latur SP Somay Mundhe, pejabat kepolisian mengatakan, bahwa penyelidikan tersebut menunjukkan bahwa itu adalah kasus aksi kemarahan di jalan. Perlu diketahui, insiden kemarahan di jalananan India telah menjadi berita utama nasional tahun ini, terutama setelah dua profesional TI tewas setelah mereka diduga ditabrak oleh seorang remaja berusia 17 tahun di dalam mobil Porsche pada bulan Mei. Pada bulan Juli, sebuah kasus telah menjadi sorotan publik, ketika Mihir Shah (25), putra pemimpin Shiv Sena Rajesh Shah diduga menabrakkan BMW-nya ke sebuah kendaraan roda dua, dan menewaskan seorang wanita.*

Riset: 60 Persen Siswa Muslim di New York Alami Perundungan Pasca Taufan Al-Aqsha

Hidayatullah.com – Sebuah riset terbaru menemukan bahwa hampir 60% siswa Muslim di New York, Amerika Serikat mengalami perundungan di sekolah oleh teman sebayanya, terutama setelah operasi Taufan Al-Aqsha dan serangan ‘Israel’ di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.Mengutip Anadolu pada Jumat (13/09/2024), riset “Feeling The Hate In Our Schools” atau berarti “Merasakan Kebencian di Sekolah Kita” dilakukan oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) di New York, dan mengungkapkan bahwa ”58,2% melaporkan bahwa mereka diintimidasi di sekolah oleh siswa lain karena mereka Muslim.” “Hampir separuh (44,7%) siswa berhijab melaporkan bahwa hijab mereka ditarik, dijambak, atau disentuh secara ofensif oleh siswa lain, baik secara jarang, kadang-kadang, sering, maupun sangat sering,” menurut hasil temuan tersebut. Riset tersebut juga mengungkapkan bahwa “64% siswa telah menyaksikan seorang siswa Muslim di sekolah diintimidasi oleh siswa lain,” dan hampir 65% siswa telah melihat “sekolah mereka membuat komentar atau postingan yang menyinggung tentang Islam atau Muslim secara online.” Menurut riset tersebut, banyak siswa (43,6%) tidak merasa perlu untuk melaporkan hal tersebut, karena mereka percaya bahwa hal itu tidak akan membuat perbedaan. Riset juga mencatat bahwa ”74,6% siswa mengatakan bahwa mereka tidak melapor kepada orang dewasa di sekolah mereka tentang diintimidasi oleh siswa lain karena mereka adalah Muslim.” Riset CAIR juga menyertakan catatan khusus tentang Palestina, menekankan lonjakan “sentimen anti-Muslim, anti-Arab, dan anti-Palestina di dalam masyarakat Kota New York” ketika konflik di Gaza meningkat pada Oktober 2023. “Pada tahun 2023 saja, CAIR-NY menerima 555 permintaan bantuan hukum, dengan 43% di antaranya terkait langsung dengan solidaritas Palestina, yang menyoroti urgensi masalah ini,” tambahnya. Selain itu, riset turut mengungkap bahwa 32% siswa melaporkan pembungkaman di sekolah karena menyuarakan pendapat tentang Palestina, sementara 13% menghadapi perhatian yang tidak diinginkan dari staf, 11% dari pihak berwenang, 10% mengalami pelecehan online atau doxing, dan 9,5% melaporkan pengasingan sosial. Laporan ini didasarkan pada survei terhadap 500 siswa Muslim, 91,7% di antaranya bersekolah di sekolah negeri, 4,6% bersekolah di sekolah swasta, dan 3,8% bersekolah di sekolah swasta non-Islam.*

Banyak Hindu Menjadi Mualaf karena Dakwahnya, Ulama India Ini Dipenjara Seumur Hidup

Hidayatullah.com – Seorang ulama ternama dihukum penjara seumur hidup oleh pemerintah India karena dakwahnya membuat banyak penganut Hindu menjadi mualaf dan masuk Islam.Pengadilan khusus Badan Investasi Nasional dan Pasukan Anti-Terorisme di Lucknow menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Maulana Kaleem Siddiqui dan sebelas orang lainnya pada Rabu (11/09/2024). Pihak berwenang India menuduh ulama tersebut melakukan aktivitas perpindahan agama secara ilegal sejak 2021. Vonis tersebut dijatuhkan oleh Hakim Vivekanand Sharan Tripathi, yang menyatakan bahwa para terdakwa bersalah di bawah beberapa pasal dalam KUHP India, termasuk tuduhan terkait konspirasi melawan negara. Dakwaan utama yang menyebabkan hukuman penjara seumur hidup berkaitan dengan dakwaan konspirasi melakukan pelanggaran terhadap negara. Selain Maulana Kaleem Siddiqui, terpidana lainnya termasuk Maulana Umar Gautam, Arshan Mustafa, Abdul Mannan, Adam, Mohd Atif, Mufti Qazi Jahangir Qasmi, Kaushar Alam, Faraz Babullah Shah, Irfan Syekh, Salahuddin Zainuddin Syekh, Dheeraj Govind, Rahul Bola, Sarfaraz Ali Jafari, Abdullah Umar, dan Mohd Kaleem Siddiqu Selain itu, Maulana Umar Gautam dan Abdullah Umar menerima tambahan lima tahun “hukuman penjara isolasi”, dan juga didenda. Selain itu, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara sepuluh tahun kepada 16 Muslim lainnya, termasuk tiga tahun penjara isolasi, di bawah Undang-Undang Larangan Konversi Agama yang Melanggar Hukum Uttar Pradesh, 2021. Denda juga dijatuhkan kepada masing-masing dari 16 terpidana. Baca juga: Kehidupan Mualaf Lil Durk, Rapper Penuh Kontroversi Secara khusus kriminalisasi Maulana Kaleem Siddiqui dan Maulana Umar Gautam telah menarik banyak perhatian pada kasus ini karena keduanya merupakan tokoh yang sangat dihormati di kalangan Muslim karena dakwah mereka. Keduanya ditangkap pada tahun 2021 sebagai bagian dari tindakan keras yang lebih luas terhadap dugaan perpindahan agama secara ilegal di Uttar Pradesh, India. Organisasi-organisasi Muslim di seluruh India mengutuk kriminalisasi tersebut. Mereka berpendapat bahwa penangkapan kedua tokoh merupakan bagian dari diskriminasi pemerintah yang mengincar para ulama dan lembaga agama. Di Uttar Pradesh, Undang-Undang Larangan Konversi Agama yang Melanggar Hukum, yang disahkan pada tahun 2021, melarang perpindahan agama yang dilakukan dengan paksaan, penipuan, atau bujukan dan dianggap berdampak tidak proporsional terhadap komunitas Muslim. Namun, kelompok-kelompok Muslim di India percaya bahwa kasus-kasus tersebut kemungkinan besar akan diajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi, dengan alasan bahwa dakwaan tersebut bermotif politik. Namun demikian, hukuman tersebut telah memicu perdebatan luas, terutama di kalangan Muslim, mengenai tindakan keras negara terhadap perpindahan agama. Meskipun pihak berwenang India mengklaim bahwa mereka mencegah pemindahan agama secara paksa, para kritikus menyatakan bahwa hukum tersebut disalahgunakan untuk menyasar para pemuka agama minoritas. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa negara bagian di India telah mengesahkan undang-undang anti mualaf yang melarang konversi dengan paksaan atau bujukan. Tetapi cara undang-undang ini disalahgunakan, terutama di negara-negara bagian di bawah pemerintahan nasionalis BJP yang berkuasa saat ini, telah menimbulkan kekhawatiran bahwa undang-undang ini dapat semakin melemahkan hak-hak agama minoritas di India.* Baca juga: Kisah Mualaf Petinju Muda Berbakat Inggris Jake Henty

Insiden Anti-Islam di AS Melonjak hingga 70 Persen

Hidayatullah.com—Amerika Serikat (AS) memproyeksikan lonjakan insiden anti-Muslim sebesar 70 persen pada tahun 2024 di tengah genosida ‘Israel’ di Gaza.Negara ini menunjukkan lonjakan diskriminasi dan serangan sebesar 70 persen terhadap Muslim dan Palestina pada paruh pertama tahun 2024, kata kelompok advokasi tersebut pada Selasa seperti dikutip Daily Sabah. Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) menyalahkan serangan genosida rezim ‘Israel’ di Gaza sebagai penyebab meningkatnya Islamofobia. Para aktivis hak asasi manusia melaporkan peningkatan global dalam Islamofobia, bias anti-Palestina, dan anti-Semitisme sejak pecahnya perang pada Oktober lalu. Dalam enam bulan pertama tahun 2024, CAIR mengatakan pihaknya menerima 4.951 pengaduan mengenai insiden anti-Muslim dan anti-Palestina, meningkat hampir 70 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Sebagian besar pengaduan masuk dalam kategori imigrasi dan suaka, diskriminasi pekerjaan, diskriminasi pendidikan dan kejahatan rasial, kata CAIR. Pada tahun 2023, CAIR mencatat 8.061 pengaduan, termasuk sekitar 3.600 pengaduan dalam tiga bulan terakhir setelah pecahnya perang. Insiden mendadak di AS dalam sembilan bulan terakhir, termasuk penikaman fatal pada bulan Oktober lalu terhadap seorang anak Palestina-Amerika berusia 6 tahun di Illinois, insiden penikaman pada bulan Februari yang melibatkan seorang pria Palestina-Amerika di Texas, insiden penembakan terhadap tiga pelajar Palestina di Vermont pada bulan November dan upaya menenggelamkan seorang gadis Palestina-Amerika berusia 3 tahun pada bulan Mei. Banyak aksi protes yang dilakukan AS, yang merupakan sekutu utama ‘Israel’, terkait perang di Gaza sejak Oktober. CAIR juga melaporkan tindakan keras yang dilakukan kepolisian dan otoritas universitas terhadap pengunjuk rasa pro-Palestina dan protes perkemahan mereka di kampus. CAIR mengatakan pihaknya mengumpulkan penghitungan tersebut dengan meninjau pernyataan publik dan video serta laporan dari panggilan masyarakat, email dan sistem pengaduan online serta menghubungi individu yang insidennya dilaporkan oleh media.*

Insiden Anti-Muslim Naik 70 Persen pada Semester Pertama 2024

Hidayatullah.com – Diskriminasi terhadap Muslim dan Palestina meningkat sekitar 70 persen di AS pada paruh pertama tahun 2024 di tengah meningkatnya Islamofobia akibat perang Israel di Gaza, menurut kelompok advokasi Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) pada Selasa (30/07/2024).Para pegiat hak asasi manusia telah melaporkan adanya peningkatan global dalam Islamofobia, bias anti-Palestina, dan antisemitisme sejak meletusnya perang Israel-Gaza pada bulan Oktober yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan. Dalam enam bulan pertama tahun 2024, CAIR mengatakan telah menerima 4.951 pengaduan insiden anti-Muslim dan anti-Palestina, meningkat hampir 70 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023. Sebagian besar pengaduan tersebut termasuk dalam kategori imigrasi dan suaka, diskriminasi pekerjaan, diskriminasi pendidikan, dan kejahatan berdasarkan kebencian, kata CAIR. Pada tahun 2023, CAIR mendokumentasikan 8.061 pengaduan semacam itu sepanjang tahun, termasuk sekitar 3.600 pengaduan dalam tiga bulan terakhir setelah perang pecah. Insiden-insiden yang mengkhawatirkan di AS dalam sembilan bulan terakhir termasuk penikaman fatal pada bulan Oktober terhadap seorang anak Palestina-Amerika berusia 6 tahun di Illinois, penikaman seorang pria Palestina-Amerika di Texas pada bulan Februari, penembakan tiga siswa keturunan Palestina di Vermont pada bulan November, dan percobaan penenggelaman seorang gadis Palestina-Amerika pada bulan Mei. Di Amerika Serikat (AS), sejumlah protes menentang perang di Gaza telah terjadi sejak Oktober tahun lalu. Laporan CAIR mencatat tindakan keras yang dilakukan oleh polisi dan pihak berwenang universitas terhadap protes pro-Palestina dan perkemahan di kampus-kampus. Pertumpahan darah terbaru dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun dipicu pada 7 Oktober ketika kelompok Islamis Palestina, Hamas, menyerang Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, menurut perhitungan Israel. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa sejak saat itu serangan militer ‘Israel’ ke daerah kantong yang dikuasai Hamas tersebut telah menewaskan hampir 40.000 warga Palestina dan juga membuat hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 2,3 juta jiwa mengungsi, menyebabkan krisis kelaparan dan menimbulkan tuduhan genosida yang disangkal oleh ‘Israel’. CAIR mengatakan bahwa mereka mengumpulkan angka-angka dengan meninjau pernyataan publik dan video serta laporan dari telepon publik, email dan sistem pengaduan online. CAIR juga menghubungi orang-orang yang insidennya dilaporkan oleh media.*

Islamofobia Belanda Bunuh Tetangga Muslim setelah Unggahan Rasisnya di Medsos

Hidayatullah.com—Seorang pria Muslim berusia 25 tahun bernama Hamza el-Baghdadi ditembak mati beberapa kali di depan rumahnya di Belanda oleh tetangganya Gerben van Vlimmeren, hanya beberapa jam setelah dia mengunggah serangkaian tweet rasis di media sosial. Menurut laporan, pada hari penembakan, Gerben van V, 55 tahun, mengunggah serangkaian postingan rasis yang menargetkan komunitas Muslim. Tak lama setelah postingan tersebut, dia menghadapi El-Baghdadi di luar kediamannya dan menembaknya beberapa kali. Hamzah ditembak dari belakang saat istri dan bayinya yang berusia 2 bulan bersembunyi di kamar mandi karena khawatir akan nyawa mereka. Selanjutnya, Gerben yang marah diduga menggedor pintu kamar mandi, meneriakkan ancaman terhadap istri dan bayi El Baghdadi. “Kalian berdua berikutnya,” tulisnya. Di sisi lain, berbagai pemberitaan media Belanda menyebutkan pembunuhan tersebut bermula dari perselisihan parkir yang berkepanjangan. Namun, profil X Gerben memperlihatkan sisi gelap, menunjukkan kebencian yang mendalam terhadap Muslim dan fantasi kekerasan. Dalam postingannya, ia bergembira atas kematian anak-anak Palestina dalam pembantaian ‘Israel’ dan melontarkan tuduhan tidak berdasar mengenai pelecehan anak yang terjadi di masjid-masjid. Postingannya juga memicu kekerasan terhadap Muslim dan Islam secara umum. Menurut pernyataan pihak berwenang, Gerben diketahui memiliki ketertarikan terhadap persenjataan Perang Dunia II, sebuah obsesi yang telah didokumentasikan sebelumnya. Polisi menangkap Geren dan mendakwanya dengan tuduhan pembunuhan Hamza el Baghdadi dan percobaan pembunuhan terhadap istri dan anaknya. *

Penggusuran Diskriminatif India, Hanya Target Rumah Warga Muslim

Hidayatullah.com – Hampir 8.000 Muslim di desa Silbhanga, distrik Morigaon, Assam, kehilangan tempat tinggal mereka yang dihancurkan secara sewenang-wenang dengan alasan rumah mereka dibangun di atas lahan rel kereta api. Pada tanggal 24 Juni, di tengah-tengah hujan lebat, pihak berwenang meratakan ratusan rumah dan menggusur sekitar 8.000 orang, sebagian besar Muslim yang berasal dari Bengal, yang telah tinggal di pemukiman tersebut selama hampir empat dekade, menurut Scroll. Silbhanga terletak di dekat jalur kereta api yang sudah tidak berfungsi. Daerah ini telah menjadi rumah bagi banyak keluarga Muslim asal Benggala yang bermigrasi dari distrik-distrik terdekat setelah kehilangan tempat tinggal akibat bencana alam seperti banjir dan erosi.Penutupan industri-industri seperti tambang batu dan pabrik kertas semakin mendorong penurunan ekonomi di daerah tersebut, mendorong penduduk ke pemukiman informal di lahan yang tersedia, termasuk lahan milik kereta api. “Kami telah tinggal di sini selama tiga generasi,” kata Mamoni Begum, seorang siswa kelas 10 kepada Scroll. “Kakek dari pihak ibu saya tinggal di sini. Ibu saya lahir di rumah ini. Saya dan saudara-saudara saya tinggal di sini. Tetapi sekarang kami tidak memiliki tanah atau tempat untuk tinggal.” “Itu adalah tempat tinggal keluarga Hindu. Tetapi mereka masih berdiri,” katanya kepada situs berita. “Kuil dan ashram juga berada di atas tanah rel kereta api. Mengapa mereka tidak dibongkar?” Sentimen Mamoni juga disampaikan oleh warga lain yang sedih lantaran kehilangan rumah dan harta benda mereka. Mereka mengklaim bahwa rumah-rumah Muslim asal Bengal secara khusus menjadi sasaran penggusuran. Hampir semua rumah yang dibongkar adalah milik keluarga Muslim. Pemerintah distrik Morigaon membenarkan bahwa mereka melakukan penggusuran rumah para penduduk yang mereka sebut sebagai penyerobot lahan rel kereta api. Mereka juga membenarkan bahwa pembongkaran diperlukan untuk kegiatan pembangunan yang akan datang di daerah tersebut. Namun, sejumlah laporan menyebut penggusuran itu diskriminatif dan hanya menargetkan Muslim. Terutama karena tempat tinggal orang Hindu, kuil dan ashram yang juga berada di lahan rel kereta api. Penduduk setempat menuding diskriminasi ini sebagai bukti adanya bias agama dalam proses penggusuran. “Mereka meratakan madrasah yang telah berusia puluhan tahun dan menghancurkan dinding masjid tetapi tidak menyentuh Kali Mandir dan ashram,” ujar Abul Kashem, 52 tahun, dikutip oleh Scroll. Sesuai laporan Scroll, para pejabat setempat membela tindakan mereka, dengan menegaskan bahwa penggusuran tersebut dilakukan secara ketat sesuai dengan hukum dan setelah mengeluarkan pemberitahuan sebelumnya untuk mengosongkan tempat tersebut. Namun, waktu pembongkaran menimbulkan pertanyaan ketika pembongkaran terus berlanjut meskipun ada perintah penangguhan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Gauhati pada pagi harinya. Warga mengklaim bahwa pembongkaran terus berlanjut setelah adanya intervensi dari pengadilan. Wakil Komisaris Devashish Sharma, sesuai dengan laporan tersebut, mengakui adanya ‘miskomunikasi’ mengenai perintah pengadilan tetapi menekankan bahwa pemerintah menghentikan penggusuran segera setelah salinan perintah diberikan. Pengakuan ini tidak banyak meredakan kekhawatiran warga dan kritik yang melihat insiden tersebut sebagai pengabaian terang-terangan terhadap prosedur hukum dan hak asasi manusia. Para pemimpin oposisi, termasuk Pradyut Bordoloi dari partai Kongres, mengutuk penggusuran tersebut sebagai bentuk pembalasan politik. Mereka menuduh Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa menargetkan Muslim yang tidak memilih partai tersebut dalam pemilihan Lok Sabha. Menanggapi hal ini, para pemimpin BJP membantah adanya motif politik di balik penggusuran tersebut, dan menekankan bahwa penggusuran tersebut semata-mata didasarkan pada alasan hukum atas pendudukan lahan rel kereta api yang tidak sah. Mereka menyatakan bahwa tindakan pemerintah ditujukan untuk mendapatkan kembali properti publik dan mempromosikan proyek-proyek pembangunan yang bermanfaat bagi semua masyarakat.*

Anggota Parlemen Inggris dari Kalangan Muslim Meningkat

Jakarta (MediaIslam.id) – Politisi Muslim yang memenangi kursi dalam pemilihan parlemen Inggris mencapai rekor. Kenaikan jumlah kursi dari kalangan Muslim itu terjadi di tengah gerakan Islamofobia yang masif. Kini, seperti dilaporkan Muslim Network, 25 warga Muslim di Inggris terpilih menjadi anggota Dewan Rakyat, yang merupakan Majelis Rendah di Parlemen Inggris. Angka tersebut merupakan rekor terbaru dibandingkan jumlah sebelumnya, yakni 19 orang. Di antara mereka yang terpilih, 18 di antaranya berasal dari Partai Buruh, empat anggota independen, dua dari Partai Konservatif, dan satu dari partai Demokrat Liberal. Media tersebut menyoroti bahwa dukungan para pemilih Muslim terhadap Gaza secara signifikan mempengaruhi pemilihan, dengan lima kandidat independen, termasuk empat Muslim, memenangkan kursi. Selain mencatat ada 3,4 juta warga Muslim yang tinggal di negara itu, media itu menyebutkan bahwa pemilihan tersebut menandai tonggak penting dalam lanskap politik Inggris, yang mencerminkan meningkatnya keberagaman dan dampak komunitas Muslim terhadap politik Inggris. [Anadolu]