Tag:
Iman
Hidayatullah.com
Iman dan Amal, Modal Utama Muslim
Iman adalah petunjuk sekaligus cahaya bagi hati, perekat kebahagiaan dan tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhiratHidayatullah.com | IMAN merupakan perkara penting dalam kehidupan manusia . Tanpa adanya iman manusia akan terombang ambing tak tentu arah dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Iman adalah petunjuk sekaligus cahaya bagi hati, perekat kebahagiaan dan tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhirat.
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرَّاشِدُوْنَۙ (٧)
“Dan ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS: Al-Hujurat [49]: 7)
يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (١٧)
“Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Jangan kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (QS: Al-Hujurat [49]: 17).
“Katakanlah (hai orang-orang yang beriman), “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS: Al-Baqarah [2]: 136)
Iman adalah cahaya terang yang menerangi hati dan memberikan inspirasi positif bagi seseorang. Ia akan mewarnai jiwa manusia sehingga jelaslah tujuan hidup dan jalan yang ditempuhnya.
Berubah tingkah laku, pandangan hidup, dan membangkitkan jiwa seseorang untuk hijrah dari gelapnya dunia jahiliyah menuju terangnya dunia keimanan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَاٰمِنُوْا بِرَسُوْلِهٖ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَّحْمَتِهٖ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهٖ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ (٢٨)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepada dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS: Al-Hadid [57]: 28)
Iman itu cahaya. Cahaya itu menerangi hati, akal, dan ruh seorang mukmin.
Oleh karena itu, hati seorang mukmin terang benderang. Dia dengan mudah dapat membedakan antara yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan yang tidak berguna, untuk urusan dunia terlebih urusan akhirat.
Begitu juga akal seorang mukmin. Dengan akal yang diterangi dengan cahaya iman, akalnya tidak akan digunakan untuk memanfaatkan orang lain. Seperti menipu, memperdaya, membuat konspirasi, dan agitasi sehingga muncul friksi dan konflik.
Sebaliknya, akal seorang mukmin kerap memberi solusi bagi berbagai persoalan yang berkelindan dalam kehidupan.
Jiwa tanpa iman selalu berada dalam kegelisahan, kegoncangan, kebingungan, dan ketakutan. Ia laksana kapal yang diombang-ambingkan badai di tengah lautan.
Ia bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri searah dengan deru angin. Dan yang dapat menghapus kegelisahan dan kegundahan ini dari jiwa manusia hanyalah iman.
Karena itu tidak ada jalan lain untuk menuju ketenangan pribadi dan masyarakat kecuali dengan iman dan ketundukan kepada Allah SwT.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96).
Seseorang boleh berbangga dan merasa bahagia pada saat memiliki kekayaan, harta berlimpah, rumah mewah, tanah yang luas, jabatan yang tinggi atau umur yang panjang namun harus disadari itu semua merupakan kebahagiaan nisbi yang terbatas pada kehidupan duniawi belaka, apalagi jika tidak dilandasi dengan iman maka segala kenikmatan tersebut akan berbuah malapetaka.
Tanpa iman hidup manusia akan hampa, tidak memiliki nilai dan jati diri di sisi Allah dan bahkan tidak berbeda dengan makhluk lain seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS:Ali-Imran [3]: 178)
Iman bukanlah semata-mata perkataan “saya beriman”. Banyak orang yang mengaku beriman tapi hatinya tidak percaya. Iman bukan pula mengerjakan amal dan syariat yang biasa dikerjakan oleh orang-orang beriman.
Banyak orang mengaku beriman tapi hatinya tidak percaya, juga banyak orang yang lahirnya mengerjakan ibadah tapi hatinya kosong dari kebaikan dan keikhlasan.
Iman sesungguhnya adalah gabungan dari keyakinan dalam hati yang diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ (١٥)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS:Al-Hujurat [49]: 15)
Yang dimaksud pengucapan dengan lisan adalah kesaksian bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan hak kecuali Allah SwT dan bahwasannya Muhammad ﷺ adalah utusan Allah. Juga meyakini hal itu di dalam hati.
Sedangkan yang dimaksud mengamalkan dengan anggota badan melaksanakan perintah-perintah-Nya baik yang sunnah maupun yang wajib dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ (١٧٧)
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat- malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang- orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Baqarah [2]: 177).
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang atau enam puluh sekian cabang. Yang tertinggi adalah ucapan Laa ilaaha illallah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Bukhari-Muslim).
Hadits tersebut mengindikasikan keyakinan kepada Allah merupakan derajat iman yang tertinggi. Ucapan Laa ilaaha illallah, tak sekadar pekerjaan lisan semata; tetapi keyakinan hati yang mengejawantah di dalam amal perbuatan.
Apabila tidak ada pembenaran di dalam hati, maka ikrar dan amalnya akan sia-sia. Apabila ada keyakinan di dalam hati, namun tidak disertai dengan amal anggota badan maka iman pun akan hilang.
Iman bukanlah sekedar keyakinan, melainkan sejatinya iman adalah keyakinan yang berkonsekwensi pada ketaatan dan ketundukan.
Iman adalah meyakini Allah SwT sebagai Tuhan alam semesta dan membenarkan semua yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ dengan disertai penerimaan yang tulus dan penuh ketundukan.
Hanya meyakini kebenaran Rasulullah ﷺ saja tidak cukup menjadi keselamatan bagi seorang hamba dan dikategorikan sebagai seorang mukmin. Orang-orang Yahudi telah meyakini kebenaran Rasulullah ﷺ dan menyaksikan mukjizat beliau.
Mereka telah membuktikan adanya sifat-sifat beliau yang telah Allah terangkan di dalam Taurat. Namun, dengan semua itu tetaplah mereka bukan orang-orang yang beriman.
Oleh karena iman meliputi keyakinan di dalam hati, ucapan dan perbuatan maka iman tidak akan mendatangkan kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan keimanan tersebut dalam amal nyata yang berupa amal shalih.
Demikian sebaliknya seseorang yang bersungguh-sungguh dalam beramal shalih namun dia tidak mempunyai iman, maka dia tidak akan mendapatkan kebaikan dalam hidupnya. Allah SwT berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ (٩٧)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl [16]: 97)
Ayat di atas merupakan janji Allah SwT bagi siapapun yang beriman serta beramal saleh, bahwa ia akan mendapat karunia dari Allah SwT berupa hidup bahagia.
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan janji Allah bagi mereka yang mengerjakan amal shalih disertai iman, yakni meraih kehidupan yang baik di dunia dan kelak memperoleh pahala yang berlimpah di akhirat.
Dalam ayat ini pula Allah SwT menegaskan makna dan arah hidup seorang muslim, yakni meraih kehidupan yang baik dan pahala yang baik.
Dalam ayat tersebut Allah SwT menjanjikan kehidupan yang baik dan pahala bagi orang beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan yang didasarkan atas iman.
Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang nyaman dan sejahtera tidak diliputi kesedihan dan kecemasan. Namun perlu diketahui bahwa kehidupan yang baik bukan berarti kehidupan mewah tanpa ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang diliputi rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima cobaan dan rasa syukur ketika menerima nikmat dari Allah SwT.
Dengan demikian tidak ada rasa takut dan kesedihan hati karena dia meyakini bahwa dibalik ketentuan-Nya adalah pahala yang menanti.
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa hidup yang baik hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Berkaitan dengan hal ini, dalam Surat Al-Baqarah ayat 62 dinyatakan bahwa orang yang beriman dan beramal shalih mendapatkan tiga perolehan: pahala dari Tuhan mereka, tidak mengalami ketakutan, dan tidak bersedih hati.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ (٦٢)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah [2]: 62)
Dalam segmentasi lain, Allah juga menegaskan stigma hidup bahagia (tidak merugi) adalah hidup yang berdasar keimanan dan amal saleh. Allah SwT berfirman dalam QS. Al-Ashr ayat 1-3,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Seorang mukmin yang ingin hidupnya baik haruslah beriman dan beramal shalih. Amal shalih adalah amal yang sesuai dengan perintah Allah SwT dan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ.
Karena amal ibadah tidak akan diterima melainkan sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasulullah ﷺ. Bahkan amalan-amalan yang dikerjakan tanpa adanya petunjuk dari Rasulullah ﷺ akan membuat pelakunya semakin jauh dari Allah.
Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan; ‘’Sebagaimana halnya bahwa setiap amal yang tidak diniatkan karena wajah Allah SwT maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula setiap amalan yang bukan perintah Allah dan Rasul-Nya adalah tertolak atas pelakunya, dan setiap orang yang mengada-ada dalam urusan agama yang tidak diperkenankan Allah dan Rasul-Nya maka itu bukan termasuk agama sedikit pun.”
“Beriman dan mengerjakan kebajikan, iman dan amal shaleh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipasahkan karena apabila salah satu dari keduanya tiada maka kesempurnaan dari salah satunya akan berkurang.”
“Iman tanpa amal itu hampa sedangkan amal tanpa iman itu percuma. Iman adalah fondasi sedangkan amal adalah implementasi.”
وَاَ مَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَيُوَفِّيْهِمْ اُجُوْرَهُمْ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan adapun orang yang beriman dan melakukan kebajikan, maka Dia akan memberikan pahala kepada mereka dengan sempurna. Dan Allah tidak menyukai orang dzalim.” (QS: Ali ‘Imran [3]: 57)
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ يَهْدِيْهِمْ رَبُّهُمْ بِاِ يْمَا نِهِمْ ۚ تَجْرِ يْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْاَ نْهٰرُ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS: Yunus [10]: 9)
Iman dan amal shalih merupakan syarat pokok untuk mewujudkan kehidupan yang baik, dan keduanya menjadi modal utama bagi setiap muslim.
Iman bukan sekedar meyakini adanya Allah SwT dengan segala keesaan-Nya, tetapi iman juga berkaitan dengan segala kebajikan yang ada di muka bumi ini, seperti berbakti kepada kedua orang tua, mendidik anak, menyelamatkan kehidupan umat manusia dari kerusakan, bahkan mencintai sesama muslim pun termasuk iman. Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikianlah iman dan amal shalih, dengan keduanya kehidupan seorang mukmin akan senantiasa tuma’ninah lahir dan batin, yang diliputi kelapangan hati dan kebahagiaan hakiki.
Karena itu seorang mukmin sejati tidak akan cemas, resah, dan diliputi ketakutan karena semua yang dilakukannya senantiasa dilandasi iman yang kuat dan jiwa yang ikhlas.
Ketika berhasil apa yang dilakukan akan disyukuri sebagai nikmat dari Allah. Kalaupun gagal akan dihadapi dengan sabar sebagai ujian dari Allah, yang akan Allah ganti dengan yang lebih baik di akhirat.
Inilah kunci kebahagiaan seorang muslim dalam menjalani hidup di dunia, dan di akhirat kelak mendapatkan kebahagiaan sejati berupa kehidupan surgawi tempat segala kenikmatan. Wallahu A’lam.*/ Suko Wahyudi
Suaraislam.id
Pengaruh Iman dalam Kehidupan
Iman kepada Allah dan Hari Akhir menempati posisi yang penting dalam Islam. Iman kepada Allah membuat hidup kita selalu optimis apapun yang terjadi. Membuat kita bersyukur apapun yang kita terima dalam hidup ini. Karena kita yakin bahwa Allah memberi yang terbaik pada kita. Allah tahu kelebihan dan kelemahan kita.Boleh jadi doa yang kita panjatkan kadang tidak dikabulkan. Tapi permintaan kita itu diganti dengan sesuatu yang lebih baik.Dalam hidup kadang kita menghadapi masalah yang besar. Kita hampir putus asa. Dengan keyakinan bahwa Allah Maha Mengabulkan kita terus optimis berdoa dan doa kita suatu ketika dikabulkan. Maka dalam kehidupan seorang Muslim tidak ada frustasi kemudian bunuh diri. Karena bunuh diri dilarang keras dalam Islam dan bisa masuk neraka.Bagaimana membuktikan adanya Allah atau Tuhan ini? Sebenanrya gampang. Dunia yang begitu indah ini, manusia yang alat inderanya mengagumkan, binatang yang baraneka ragam dan tanaman yang berwarna warni tidak mungkin tidak ada yang menciptakan. Bila kita melihat kue di meja aja pasti ada yang menciptakan, apalagi alam raya yang indah ini.Tentu ada menciptakan, yaitu Allah namanya. Terus siapa yang menciptakan Allah? Allah itu pencipta, tidak ada yang menciptakan. Berhenti sampai di situ. Semua bilangan dimulai dari satu. Satu atau esa itulah Allah. Allah itu berbeda dengan makhluk. Allah berdiri sendiri, berbeda dalam makhluk dalam segala hal. Makhluk perlu tempat dan waktu, Allah tidak. Allah tidak mempunyai tempat, kalau punya tempat, makhluk namanya. Allah tidak tergantung waktu. Bagi Allah hari ini, kemarin dan besok sama saja. Allah Maha Mengetahui. Waktu dan tempat Allah yang ciptakan.Al-Qur’an mendorong kita menggunakan akal untuk mengetahui keberadaan Allah ini. Renungkanlah ayat-ayat berikut ini,اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخٰلِقُوْنَ نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزّٰرِعُوْنَ لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَۙ اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ“Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu pancarkan (sperma)? Apakah kamu yang menciptakannya atau Kami Penciptanya? Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami tidak lemah untuk mengubah bentukmu (di hari Kiamat) dan menciptakanmu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.Sungguh, kamu benar-benar telah mengetahui penciptaan yang pertama. Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Apakah kamu memperhatikan benih yang kamu tanam? Apakah kamu yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkan?Seandainya Kami berkehendak, Kami benar-benar menjadikannya hancur sehingga kamu menjadi heran tercengang, (sambil berkata,) “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian. Bahkan, kami tidak mendapat hasil apa pun.”Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Apakah kamu yang menurunkannya dari awan atau Kami yang menurunkan? Seandainya Kami berkehendak, Kami menjadikannya asin. Mengapa kamu tidak bersyukur?” (QS. Al-Waqiah 58-70)Kok kita tahu nama Tuhan kita Allah dari mana? Buka Al-Qur’an. Dalam surah Thaha 14, Allah berfirman,إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Mediaislam.id
Memperbanyak Zikrullah
SEORANG mukmin yang ingin terus menjaga kualitas imannya, harus terus memperbanyak zikir kepada Allah SWT. Rasulullah Saw bersabda:
مَا عَمِلَ ابْنُ أَدَمَ عَمَلا لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِن ذِكْرِ اللَّهِ
“Tidak ada amalan yang dikerjakan seorang anak Adam yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah, melebihi zikir kepada Allah.” (HR. Imam Ahmad)
Selain menjadi cara efektif untuk menjaga kestabilan iman, zikir juga menjadi upaya untuk membersihkan hati dan mengobatinya tatkala ia sakit serta merupakan ruh amal saleh.
Allah SWT telah memerintahkan: “Hai orang-orang yang beriman, (dengan menyebut nama Allah), zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 41)
“Dan, sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 4)
Zikrullah, kata Syekh Muhammad Sholih Al-Munajjid dalam kitab “Zhahiratu Dhu’ful Iman”, merupakan sesuatu yang diridhai-Nya, aktivitas yang dapat menjauhkan setan, menyingkirkan kesusahan, mendatangkan rezeki, membuka pintu ma’rifah, merupakan tanaman sorga, bisa mengenyahkan perkataan yang tergelincir, hiburan bagi orang-orang fakir yang menderita karena tidak mendapatkan sedekah, lalu Allah menggantinya dengan zikir, dan sekaligus merupakan cermin ketaatan seseorang. Sedangkan keengganan berzikir mengingat Allah bisa menimbulkan kekerasan hati.
Dikatakan dalam sebuah syair:
Melalaikan zikrullah adalah kematian hati. Tubuh mereka adalah kuburan sebelum terbujur di kubur. Roh mereka berada di bilik-bilik badan. Namun tiada tempat kembali tatkala untuk kembali.
Maka orang yang hendak mengobati imannya yang melemah, dia harus banyak zikrullah, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT: “Dan, ingatlan Rabbmu jika kamu lupa.” (QS. Al-Kahfi: 24)
AllahSWT juga berfirman seraya menjelaskan pengaruh zikir terhadap hati: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)
More pages: 1 2 3
Mediaislam.id
Banyak Mengingat Kematian
MEMPERBANYAK mengingat kematian merupakan salah satu cara ampuh untuk meningkatkan keimanan seorang hamba. Hal ini disampaikan oleh Rasulullah Saw melalui sabdanya: “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (HR At-Tirmidzi).
Mengingat mati juga dapat mendorong seseorang untuk menghindari berbagai kedurhakaan dan hatinya yang keras pun bisa menjadi lunak.
“Tidaklah seseorang mengingat mati tatkala dia dalam kehidupan yang sempit melainkan akan membuatnya menjadi lapang, dan dia tidak mengingat kematian tatkala hidupnya lapang melainkan justru membuatnya menjadi sempit,” tulis Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam kitabnya “Zhahiratu Dhu’ful Iman”.
Sedangkan cara yang paling ampuh bagi seorang beriman untuk mengingatkan kematian adalah dengan melakukan ziarah kubur. Rasulullah Saw bersabda:
“Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah, sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakkan hati, membuat mata menangis, mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (HR Al-Hakim).
Bahkan, kata Syekh Shalih, seorang Muslim boleh menziarahi kuburan orang-orang kafir, agar ia bisa mengambil i’tibar.
Ziarah kubur merupakan sarana yang paling nyata untuk melunakkan hati. Orang yang melakukannya bisa mengambil manfaat secara langsung untuk mengingat kematian. Dan orang yang sudah mati pun bisa mengambil manfaat dari doa bagi mereka.
Di antara doa yang disebutkan di dalam sunah ziarah: “Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada kamu sekalian wahai penghuni rumah dari orang-orang Mukmin dan Muslim, semoga Allah merahmati orng-orang yang dahulu dari kita dan orang-orang yang mendatang, sesungguhnya kami juga akan bersua denganmu sekalian insyaallah.” (HR Muslim).
Seseorang yang berhajat melakukan ziarah kubur harus memperhatikan adab ziarah kubur, menghadirkan hatinya dan ziarahnya itu dilakukan karena semata untuk mencari ridha Allah, memperbaiki hatinya yang rusak, kemudian mengambil pelajaran dari orang-orang yang sudah terbujur di tanah, yang terputus sama sekali dari keluarga orang-orang yang pernah dicintainya.
Hendaklah dia juga mengamati keadaan saudara-saudaranya yang telah meninggal dan meninggalkan teman-teman sejawatnya, yang dulunya mereka pernah meraih harapan dan menumpuk harta benda, namun ternyata semua itu tidak dibutuhkan lagi, dan keelokan wajahnya sudah terhapus sama sekali karena dimakan tanah. Kini mereka sudah terkubur di liang lahat, meninggalkan istrinya menjanda dan anak-anak menjadi yatim.
Hendaklah dia selalu ingat bencana tipu daya dan memperhatikan kesehatan serta masa mudanya agar tidak terseret kepada permainan dan canda. Nanti pun mereka akan mengalami apa yang mereka alami. Hendaklah dia memikirkan keadaan orang yang sudah mati, bagaimana kedua kakinya menjadi rusak, tubuhnya membusuk, ulat memakan lidahnya dan tanah menghancurkan gigi-giginya.
More pages: 1 2
Mediaislam.id
Mengikuti Majelis Zikir
PADA realitanya, iman yang telah terpatri pada diri seorang mukmin, tidak selalu stabil kondisinya. Iman itu kadang naik, kadang turun. Seseorang dalam kondisi penuh ketaatan, keimanannya akan terus naik. Sebaliknya jika terus menerus melakukan kemasiatan maka kadar keimanannya akan menurun.
Salah satu cara untuk menjaga dan meningkatkan kadar keimanan dalam diri seseorang adalah dengan terus menerus mengikuti halaqah (majelis) zikir.
Rasulullah Saw bersabda, “Jika anda melewati taman-taman surga ikatlah binatangmu di dalamnya. Mereka bertanya: Apa taman-taman surga itu, Ya Rasulullah? Beliau menjawab: halaqah-halaqah zikir. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai malaikat yang berkeliling mencari halaqah-halaqah zikir, apabila mereka mendatangi orang-orang yang berzikir tersebut akan (berhenti dan) melingkari mereka”. (HR Tirmidzi)
Ibnu Mas’ud r.a., jika mengucapkan hadits ini, berkata, “Aku tidak memaksudkan itu halaqah yang membahas kisah-kisah, melainkan halaqah-halaqah yang membahas fiqih”. Diriwayatkan dari Anas r.a bahwa maknanya begitu juga.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab Az Zuhud sebagai berikut: Adalah Abu Suwar Al Adawy sedang berada dalam suatu halaqah dimana mereka sedang mempelajari ilmu. Di antara mereka ada seorang pemuda yang berkata kepada mereka: katakanlah Subhannallaah, alhamdulillah, maka Abu Suwar marah dan berkata: “Celaka kamu, kita ini sedang apa sekarang? Majelis ilmu lebih mulia daripada majelis-majelis tasbih, tahmid dan takbir. Sebab, majelis ilmu berkisar pada hukum fardhu ain atau fardhu kifayah sedangkan zikir itu hanya tathawu’ (sunnah) saja”.
Syekh Muhammad Shalih Al-Munajid dalam kitabnya, “Zhahiratu Dhu’ful Iman”, mengatakan, mengikuti halaqah zikir bisa menambah bobot iman karena beberapa sebab yang bisa dihasilkannya, seperti zikrullah, datangnya rahmat, turunnya ketentraman hati, para malaikat yang datang mengelilingi orang-orang yang berzikir, kebanggaan para malaikat terhadap diri mereka, datangnya ampunan Allah bagi dosa-dosa mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai hadis sahih, di antaranya perkataan beliau:
“Tidaklah segolongan orang duduk seraya menyebut Allah melainkan para malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman hati turun kepada mereka dan Allah menyebut mereka termasuk dalam golongan yang berada di sisi-Nya.” (HR Muslim)
Dari Sahl bin Al-Hanzhaliyyah ra dia berkata, “Rasulullahu Saw berkata: “Tidaklah segolongan orang berkumpul untuk berzikir lalu mereka berpencar dari perkumpulan itu melainkan dikatakan mereka: ‘Berdirilah kamu sekalian dalam keadaan diampuni dosa bagimu.” (Shahihul Jami’ No. 5507)
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Istilah zikrullah dimaksudkan sebagai kontinyunitas melaksanakan hal-hal yang diwajibkan atau pun yang disunatkan, seperti membaca Al-Qur’an, membaca hadits dan mengkaji ilmu pengetahuan.”
Di antara hal yang menunjukkan bahwa majlis zikir dapat menambah bobot iman, sebagaimana yang ditakhrij Muslim dalam Shahih-nya, dari Hanzhalah Al-Usaidy, dia berkata, “Abu Bakar pernah menemuiku, lalu dia bertanya, “Bagaimanakah keadaanmu wahai Hanzhalah?” Aku berkata, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar berkata, “Subhanallah, apa yang kau katakan ini?”
More pages: 1 2
Mediaislam.id
Taat Syariat, Bukti Keimanan
MUSLIM secara bahasa artinya orang yang berserah diri. Ikhlas menyerahkan akal, jiwa dan raganya untuk menyembah Allah SWT. Merujuk hal tersebut taat syariat Allah adalah konsekuensi keimanan seorang muslim.
Taat syariatharus direalisasikan dalam kehidupan, dengan menjalankan semua perintahNya dan menjauhi laranganNya. Yang harus dipahami setiap ketaatan pada syariatatau sebaliknya berkonsekuensi pada balasan di akhirat (surga atau neraka).
Semua yang dilarang Allah yang menyebabkan bertambahnya dosa maka tinggalkan. Semua yang diwajibkan Allah yang membawa kemashlahatann maka kerjakan. Semua yang disunnahkan yang membawa kebaikan maka maksimalkan tunaikan. Semua yang dimubahkan menjadi pilihan. Semua yang dimakruhkan maka perhatikan agar tak tergelincir pada apa yang kurang Allah sukai. Ya begitulah perbuatan seorang muslim seyogyanya.
Allah SWT berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Al Zalzalah. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Al Zalzalah ayat 7-8).
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An Nisa ayat 65)
Perintah dan larangan Allah yang termaktub dalam Al Quran dan hadist menjadi pedoman setiap muslim. Pelaksanaannya haruslah menyeluruh (QS al Baqarah ayat 208). Tak boleh sepenggal, sesuai selera hawa nafsu dan mengikuti langkah setan (QS. Al Baqarah ayat 85). Pun jika ada perbedaan hukum fiqih dalam syari’at, saling menghargai karena hal tersebut termasuk pendapat Islami.
Taat syariat dalam setiap amalan hati dan perbuatan adalah tanda cinta pada Allah. Kepastian bahwa taat syariatakan mendatangkan keberkahan bagi diri hatta semua makhluk di bumi. Sebaliknya ingkar dan mendustakan ayat-ayat Allah dengan berpaling pada syariatNya akan mendapatkan kehinaan dunia dan akhirat.
Hal ini dialami oleh kaum nabi Nuh yang didatangkan banjir besar yang menenggelamkan mereka. Kaum nabi Luth pelaku sodom yang dihujani hujan batu dan dibalikkan ke bumi. Kaum ‘Ad disiksa dengan angin puting beliung hingga semua mati bagaikan pelepah kurma yang kering berterangan. Kaum nabi Musa yang mengikuti Firaun ditenggelamkan di dasar laut. Kaum Tsamud disiksa dengan guntur dahsyat yang menghancurkan mereka.
Allah SWT berfiman :
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al A’raf ayat 96).
Semua ini adalah pelajaran bagi kaum muslim. Harus tumbuh kesadaran untuk mengambil hikmah dari kaum terdahulu, untuk tak mengikuti jejak mereka yang ingkar. Ya sudah saatnya muslim kembali menerapkan syariatIslam kaffah dalam aspek kehidupan untuk meraih ridhaNya semata. Wallahu a’lam bish-shawab. []
(Ummu Neysa)
Suaraislam.id
Menguji Keimanan pada Al-Qur’an
Telah berlalu Ramadhan dan sampailah kita di bulan Syawal. Kita berdoa semoga semua amal saleh yang telah dilakukan diterima Allah ﷻ dan mendapat pahala besar di sisi-Nya.Dengan segala kemuliaannya, tidak salah kiranya kita sedikit bernostalgia. Bulan Ramadhan adalah bulannya Al-Qur’an. Bulan mulia diturunkannya pedoman hidup, buku panduan hidup manusia, Al-Qur’anul kariim. Kumpulan firman Tuhan yang menjadi perspektif dan standar baru untuk manusia dan menjamin keselamatannya di dunia dan akhirat.Dalam kitab Nizhamul Islam, pada bab pertama “Jalan Menuju Iman” Syeikh Taqiyyuddin An-Nabhani menjelaskan tentang bagaimana jalan keimanan kepada Al-Qur’an itu dibangun. Kata beliau, terdapat tiga kemungkinan terkait kebenaran Al-Qur’an.Kemungkinan pertama, apakah Al-Qur’an buatan orang Arab? Sebab nyatanya ia berbahasa Arab, dan yang paling memungkinkan menguasai dan ahli di dalamnya adalah orang Arab. Sehingga terdapat kemungkinan orang Arab yang membuatnya. Kemungkinan ini jelas bathil sebab Allah sendiri yang sudah menantang dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an untuk membuat surat yang serupa, tapi dari detik ayat itu turun hingga hari ini tidak ada orang Arab dan siapapun di dunia ini yang bisa menjawab tantangan itu. Bahkan banyak diceritakan pula bahwa para penyair Arab yang terbiasa dengan gubahan-gubahan syairnya yang indah mengakui bahwa ini bukan perkataan manusia.Kemungkinan yang kedua, apakah ini buatannya Muhammad? Kemungkinan ini juga jelas batil sebab Muhammad ﷺ adalah seorang individu dari Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetap ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad ﷺ—yang juga termasuk salah seorang dari bangsa arab— tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Di samping itu, bukti kongkret menunjukkan bahwa ketika Rasulullah ﷺ meyampaikan Al-Qur’an, tidak jarang bersamaan dengan beliau mengeluarkan hadits, bahkan sebagiannya mencapi derajat mutawatir. Ternyata tidak ada satupun dari hadits-hadits itu yang gaya bahasanya menyeruapi Al-Qur’an, sama sekali berbeda. Jadi jelas, ini bukan berasal dari Muhammad ﷺ.Maka tinggallah kemungkinan yang ketiga bahwa ini adalah Kalamullah, firman Allah ﷻ, benar-benar perkataan Tuhan untuk umat manusia. Tidak ada kemungkinan lainnya.Kita semua mengimani kebenaran Al-Qur’an sebagai kalamullah. Namun demikian, yang harus direnungi adalah jika kita meyakini ini datang dari Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia, sebagai buku panduan kehidupan manusia, sebagai aturan yang membedakan mana yang benar dan salah, bukankah berari setiap ayat, setiap kalimat didalamnya wajib diimani dan wajib diterapkan ketika berbentuk amaliah praktis? Bukankah tidak boleh bagi kita melewatkan barang satu ayat saja untuk tidak diterapkan?Bukankah setiap ayat yang senantiasa kita baca dan kita ulang-ulang serta berlomba mengkhatamkannya harus diambil seluruhnnya? Setiap aturan yang lahir darinya wajib diterapkan secara total?Tapi mengapa hari ini justru banyak kita temui realitas yang tidak sama dengan yang Allah perintahkan? Sebut saja beberapa ayat berikut:“Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana,” (QS. Al-Maidah: 38).“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin,” (QS. An-Nur: 2).“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah mengikutinya dengan cara yang patut dan hendaklah menunaikan kepadanya dengan cara yang baik. Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Siapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih,” (QS. Al-Baqarah: 178).1 2Laman berikutnya
Islampos.com
Mari Kita Duduk untuk Beriman Sesaat
Juru dakwah yang beriman tidak akan pernah lepas dari dua tarikan. Yaitu, tarikan imannya, niatnya, semangatnya, dan rasa tanggungjawabnya. Karena itu, ia selalu berusaha mengerjakan amal shaleh dan bertekad mengerjakan kebaikan.
Dan tarikan setan dari sisi lain. Ditampakkannya indah sikap bermalas-malasan dan cinta dunia. Karena itu, ia sangat cinta kepada dunia, malas, panjang angan-angan, suka mengkhayal, dan enggan mempelajari apa yang tidak diketahuinya.
Keterombang-ambingan di antara dua jenis tarikan itu merupakan sesuatu yang abadi, senantiasa ada sejak dulu.
Karena itulah, orang-orang Mukmin harus mewajibkan dirinya untuk selalu memikirkan, merenungkan, dan saling memberi nasihat, dengan senantiasa melakukan koreksi terhadap jiwanya.
Jangan-jangan dihinggapi perasaan sombong atau congkak.
Mengoreksi hatinya. Jangan-jangan dihinggapi kecendrungan yang tidak baik.
Merenungkan ilmu dan imannya, jangan-jangan terkontaminasi oleh berbagai bidah, atau mengabaikan perintah dan petunjuk.
Muadz bin Jabal menerjemahkan sensitivitas ini dengan perkataannya yang kelak menjadi materi pedoman segenap generasi beriman.
Ia berkata kepada sahabatnya ketika ia memberi peringatan kepadanya, “Marilah kita duduk untuk beriman sesaat.”
BACA JUGA: Takdir-Nya dalam Liputan Asmaul Husna
Kalimat ini kemudian dipakai oleh Ibnu Rawahah, maka berkatalah ia kepada Abu Darda sambil memegang tangannya, “Marilah kita beriman sesaat, sesungguhnya hati itu berbolak balik lebih cepat daripada berbolak baliknya air mendidih di dalam periuk.”
Maka kita juga mengambil kalimat ini dari kedua mereka itu, sehingga menjadi nasihat dan pelajaran dalam memahami dakwah.
BACA JUGA: Fenomena Rakyat Palestina
Dengannya kami menyeru juru dakwah untuk duduk sesaat mengambil pelajaran dan perenungan, beriman dan mengoreksi dirinya, ilmunya, dan semangatnya. []
Sumber: Muhammad Ahmad Ar-Rasyid, Titik Tolak, Robbani Press
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: [email protected], dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.