Tag:

HIV

Ungkap Identitas Pelacur Pengidap HIV Otoritas Yunani Dikecam Pengadilan HAM Eropa

Hidayatullah.com– Pengadilan HAM Eropa, hari Selasa (23/1/2024), menyatakan pihak berwenang di Yunani telah melanggar hak privasi sekelompok wanita yang ditangkap dan identitasnya dipublikasikan pada tahun 2012 sebagai pelacur pengidap HIV yang dianggap membahayakan kesehatan masyarakat. Beberapa di antara wanita itu sudah wafat sejak kasus tersebut dibawa pertama kali ke pengadilan pada 2012. Gugatan hukum diajukan ke Pengadilan HAM Eropa yang berada di Strasbourg, Prancis, oleh 11 wanita Yunani. Sepuluh di antara mereka ditangkap dan dijerat pasal pidana dengan sengaja berusaha menimbulkan cedera fisik terhadap orang lain dengan melakukan hubungan seksual tanpa pelindung (kondom) dengan para pelanggannya. Wanita ke-11 bukan seorang pelacur, tetapi dia secara keliru disangka sebagai saudara perempuannya yang bekerja sebagai penjaja seks, lansir Euronews. Sejak kasus itu diajukan ke pengadilan, lima penggugat sudah meninggal dunia. Pengadilan menyatakan pihak berwenang Yunani melanggar privasi dua wanita di antara penggugat dengan cara memaksa mereka melakukan tes darah. Empat wanita dilanggar privasinya oleh pihak berwenang dengan cara identitas mereka diungkap ke publik. Para penggugat dinyatakan berhak mendapatkan ganti rugi total €70.000. Status penggugat sebagai pengidap HIV yang diungkap ke publik secara langsung berdampak besar bagi kehidupan pribadi dan keluarga mereka, demikian pula situasi sosial dan ekonomi (pekerjaan) mereka, kata pengadilan. Pihak kejaksaan yang memerintahkan publikasi identitas para wanita itu, menurut Pengadilan HAM Eropa, tidak mengambil atau mempertimbangkan cara-cara lain yang sekiranya lebih patut guna meredam penyebaran informasi pribadi itu. Pada masa pemilu 2012 di Yunani, menteri kesehatan kala itu Andreas Loverdos mendapatkan penilaian kinerja positif karena berani mengambil tindakan tegas terhadap rumah-rumah pelacuran ilegal di tengah melonjaknya kasus infeksi HIV.  Dia kala itu memperingatkan peningkatan kasus di mana pelanggan melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pelacur dengan imbalan tambahan duit. Prostitusi merupakan aktivitas legal di Yunani, di mana rumah-rumah pelacuran diharuskan memiliki izin dan para pelacur diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan rutin.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Dalam operasi penggeledahan rumah-rumah pelacuran ilegal dan pelacur jalanan, para wanita penjaja seks biasanya disuruh menjalani pemeriksaan HIV di kantor kepolisian. Dalam suatu operasi tahun 2012, petugas menjerat 30 wanita dengan pasal pidana berupa tuduhan secara sengaja membahayakan pelanggan dengan melakukan hubungan seks tanpa kondom. Petugas mempublikasikan identitas mereka berikut foto dan status HIV yang mereka idap. Sejak itu, beberapa wanita tersebut dilaporkan telah wafat, termasuk satu di antaranya dikabarkan mati akibat bunuh diri.*

Banyak Penderita HIV di Bengkulu selama Tahun 2023 Akibat Perilaku LGBT

Hidayatullah.com—Sebanyak 53 penderita kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Bengkulu selama tahun 2023 akibat penularan hubungan sesama jenis laki-laki atau dikenal sebagai perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Pernyataan ini disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Sri Martiana belum lama di RRI. Menurut Sri Martiana, data itu diketahui setelah Dinas Kesehatan Bengkulu rutin melakukan skrining riwayat kepada para penderita HIV, dan didapati puluhan usia muda tertular akibat salah pergaulan menyukai sesama jenis. “Dalam kurun waktu tahun 2023, kami mencatat 133 orang terinfeksi HIV di Kota Bengkulu, dan yang mencolok adalah 53 orang di antaranya memiliki riwayat hubungan sesama jenis laki-laki (LSL),” ujar Sri Martiana, Selasa (9/1/2024). Sri Martiana menekankan bahwa virus HIV dapat menyebar melalui berbagai cara, termasuk hubungan seks bebas, penggunaan jarum suntik bekas, dan lain sebagainya. Virus ini dapat menyerang sistem kekebalan tubuh, melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. “Kasus HIV yang tinggi ini mengharuskan kita bersama-sama meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga kesehatan sangat penting untuk memberikan edukasi dan mengatasi penyebaran HIV, serta meningkatkan kesehatan masyarakat,” tambahnya. Sri Martiana juga memberikan himbauan khusus kepada ibu-ibu untuk terus mengawasi serta memberi motivasi kepada suami dan anak laki-lakinya agar tidak terjerumus ke dalam hubungan sesama jenis laki-laki. “Saya berharap ibu-ibu rumah tangga memberikan edukasi yang baik kepada suami dan anaknya serta orang terdekatnya, sehingga dapat terhindar dari dampak negatif kelompok LSL yang mungkin tidak tampak secara langsung,” tutup Sri Martiana dengan harapan agar langkah-langkah preventif dapat diambil untuk meredam penyebaran kasus HIV di Kota Bengkulu.*

Kasus HIV/AIDS di Jambi Meningkat, Mayoritas karena Perilaku Menyimpang LGBT

Hidayatullah.com— Sepanjang tahun 2023 ada sebanyak 126 kasus HIV dan 25 kasus AIDS di Kota Jambi. Demikian data dari Asosiasi Dinas Kesehatan Risilent and Sustainable System for Health AIDS Tuberculosis Malaria (RSSH ATM) Provinsi Jambi. Data terkini menunjukkan bahwa jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) akibat perilaku seks menyimpang mengalami peningkatan yang signifikan seperti disampaikan Didik Sunaryadi selaku Program Koordinator RSSH Jambi. “Faktor resiko penularan tertinggi saat ini yakni hubungan seks antar sesama lelaki,” ujar Didik dikutip RRI Kamis (14/12/2023). Didik menambahkan perlu kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat, untuk meningkatkan pemahaman tentang HIV, mengurangi stigma, serta memberikan edukasi yang akurat dan dapat dipercaya kepada seluruh masyarakat. Hanya dengan pendekatan ini, kita dapat mencapai kemajuan dalam mengatasi penyebaran HIV dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.*

Dokter Pengungkap Praktik Jual Darah dan AIDS di Pedesaan China Wafat di New York

Hidayatullah.com– Gao Yaojie, seorang dokter wanita China yang menjadi terkenal setelah mengungkap praktik jual-beli darah dan wabah AIDS di pedesaan Tiongkok, meninggal dunia pada usia 95 tahun. Dr. Gao meninggal dunia karena faktor alami disebabkan usianya yang sudah lanjut di New York, di mana dia mengasingkan diri sejak 2009, kata seorang temannya kepada BBC Senin (11/12/2023). Dilahirkan di Provinsi Shandong pada tahun 1927, ia dan keluarganya melarikan diri ke provinsi bagian tengah Henan selama Perang Dunia Kedua. Berlatar pendidikan dokter spesialis kandungan, dia menemukan pasien pengidap AIDS pertamanya di Henan pada 1996. Dia berada di garis depan aktivisme AIDS di Tiongkok dan melakukan perjalanan ke seluruh pelosok negeri untuk merawat pasien, seringkali dengan biaya sendiri. Dikenal sebagai “Nenek Gao”, dia mengunjungi desa-desa di Henan untuk menyelidiki seberapa besar kasus AIDS di sana. Dia kabarnya mengunjungi lebih dari 100 “desa AIDS” dan bertemu lebih dari 1.000 keluarga. Dia sering membagikan makanan, pakaian bertuliskan pesan kepedulian AIDS – sebagian besar atas biayanya sendiri. Pada saat itu, pihak berwenang Tiongkok mengira bahwa HIV hanya ditularkan melalui dua cara – melalui hubungan seks atau dari ibu ke anak selama kehamilan. Dr Gao mendapat pencerahan ketika dia mengetahui bahwa salah satu pasiennya tidak termasuk dalam kategori tersebut, tetapi memiliki riwayat transfusi darah. Dari pekerjaannya ia mengungkap bagaimana bisnis penjualan darah menyebabkan penyebaran HIV di daerah pedesaan. Pada tahun 1980-an dan 1990-an, penjualan darah merupakan hal biasa di daerah pedesaan seperti Henan. Terbatasnya peluang ekonomi di kalangan komunitas petani membuat mereka tidak mempunyai pilihan lain untuk mencari nafkah – dan mencari nafkah dengan cara menjual darah sering kali didukung oleh pemerintah daerah.  Namun, dengan sedikitnya kasus HIV yang didiagnosis di pedesaan Tiongkok pada saat itu, dan rendahnya kesadaran terhadap AIDS, darah juga dikumpulkan dari pasien HIV+, yang menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit. Aparat Henan awalnya menyembunyikan praktik penjualan darah tersebut, tetapi akhirnya menutup bisnis itu pada pertengahan tahun 1990-an. Sementara itu, Dr. Gao terus berbicara tentang penyebaran HIV di negaranya. “Ini lebih besar. Ini berskala nasional, di mana-mana. Saya sudah melihat semuanya dengan mata kepala sendiri. Penjualan darah itu ilegal. Dulu terbuka dan diketahui umum. Sekarang dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” katanya dalam wawancara dengan BBC pada tahun 2010. Dr. Gao mengklaim bahwa 10 juta orang terinfeksi HIV di Tiongkok, jauh lebih besar dari angka resmi yang disebutkan Beijing 740.000. Namun, pernyataan dokter itu dibantah oleh para pejabat Tiongkok. Meskipun dia bukan dokter China pertama yang mengungkap adanya epidemi AIDS di negeri itu, tetapi upaya-upaya yang dilakukannya membuat situasi itu diketahui masyarakat luas baik di dalam maupun di luar negeri. “Setelah Dr. Gao gagal menyampaikan masalah AIDS yang menular melalui tempat-tempat pembelian darah kepada pemerintah provinsi Henan, dia menyampaikan kisah tersebut kepada reporter New York Times,” kata Professor Andrew Nathan di  Columbia University, yang membantunya bermukim di New York. “Kisah tentang epidemi AIDS dan hubungannya dengan penjualan darah di Henan (dulu) dimuat di halaman depan surat kabar, dan menjadi skandal internasional, yang kemudian mempengaruhi pemerintah Tiongkok untuk bertindak.” Hal itu menggiring perhatian media kepada hasil temuan Dr. Gao di awal tahun 2000-an. Dia juga kemudian mendapatkan berbagai penghargaan dari dalam maupun luar negeri. Mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan Dr Gao adalah “salah satu orang paling berani yang saya kenal”. Awalnya, otoritas China bersikap lunak terhadap Dr. Gao yang giat mengkampanyekan kepedulian terhadap kasus AIDS di negerinya. Stasiun penyiaran milik pemerintah CCTV memujinya sebagai salah satu “tokoh yang menggerakkan Tiongkok” pada tahun 2003, dan memuji “pengetahuannya yang mendalam dan pemikiran rasional yang menghilangkan prasangka dan ketakutan masyarakat akan HIV/AIDS, dan kasih sayang keibuannya serta antusiasme tanpa pamrihnya yang memberikan kehangatan bagi kaum yang rentan”. Namun, pihak berwenang Henan kemudian merasa tidak nyaman dengan kritik-kritik pedasnya terhadap para pejabat.  Dr. Gao lantas angkat kaki dari China pada tahun 2009, karena pengawasan dan tekanan yang meningkat dari pemerintah setempat. Dia pindah ke New York dan tinggal di sana sampai kematiannya. Suaminya Guo Mingjiu meninggal pada tahun 2006. Wanita itu meninggalkan dua putri dan seorang putra. Meskipun mendapatkan curahan puja dan puji atas pekerjaannya sebagai dokter, Dr. Gao memiliki hubungan yang tidak erat dengan anak-anaknya. Putri sulungnya pernah berkata bahwa ibu kami “menyelamatkan nyawa orang lain tetapi menghancurkan keluarga kami,” menurut Shiyu Lin, penulis “The Oral History of Gao Yaojie”. “Bahkan Nenek Gao sendiri pernah mengatakan kepada saya: Saya adalah seorang dokter yang baik, tetapi bukan seorang ibu yang baik,” kenang Lin. Meskipun dia sudah lama tidak berkunjung ke China, kematiannya diratapi oleh sebagian warganet negeri panda. “Generasi pekerja media atau pembaca media mengenalnya dan mengingatnya. [Berita] itu juga mengingatkan saya pada nama dokter Tiongkok lainnya seperti Jiang Yanyong dan Li Wenliang,” kata jurnalis Li Weiao di media sosial Weibo, merujuk pada dokter yang mengungkap wabah Sars pada tahun 2003 dan pandemi Covid-19.*

Lebih 1000 Orang Terjangkit HIV di Surabaya Hingga Oktober 2023

Hidayatullah.com—Sepanjang 2023 hingga Oktober, 1.122 orang di Surabaya terjangkit HIV. Jumlah ini meningkat 27 persen dibandingkan tahun lalu. Nanik Sukristina Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyebut, dari keseluruhan jumlah itu hanya separuh yang merupakan warga Surabaya, sisanya luar kota. “Berdasarkan status kependudukan, total kasus tersebut bukan semuanya warga Kota Surabaya. Kasus yang ber-KTP Surabaya sebesar 53,47 persen dan KTP Non Surabaya sebesar 46,53 persen,” kata Nanik dikutio suarasurabaya.net, Ahad (3/12/2023). Meski secara presentase keseluruhan kasus meningkat dibandingkan tahun lalu, namun penderita ber-KTP Surabaya menurun. “Tahun 2022 827 kasus. Penemuan kasus HIV dengan KTP Surabaya pada tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 17,39 persen, dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” jelas Nanik. Nanik menyebut, peningkatan jumlah kasus HIV tidak bisa dihindari imbas tingginya mobilitas masyarakat.  “Di mana Surabaya merupakan kota besar dengan berbagai tantangan sebagai pusat rujukan terbesar di wilayah Indonesia bagian timur,” tambahnya. Sejauh ini untuk mengendalikan dan mencegah kasus HIV, lanjutnya, dinkes melakukan tiga upaya, promotif, preventif, dan kuratif. “(Promotif) kampanye penyebarluasan informasi pencegahan, penularan HIV di sekolah SMP dan SMA di wilayah kerja puskesmas se-Kota Surabaya. Pemberian edukasi tentang pencegahan HIV pada calon pengantin. Memberikan edukasi yang benar mengenai cara penularan, pencegahan dan pengobatan kepada kelompok beresiko (WPS, LSL, Waria, IDU),” paparnya. Sementara preventif, dengan skrinning pada kelompok berisiko sasaran wanita pria (waria), lelaki berhubungan seks dengan sesama lelaki, pengguna narkoba suntik, pekerja RHU, juga di layanan kesehatan, termasuk yang berperilaku risiko menularkan HIV, dan sebagainya. “Pemeriksaan Early Infant Diagnose bagi bayi usia minimal 6 minggu,” jelasnya lagi. Cara kuratif, sambungnya, dengan pemberian pengobatan, pembentukan pendamping dari komunitas, pendampingan konseling, dan sebagainya.*

Pasien HIV Ini Akui Tularkan Penyakitnya pada Banyak Pria yang Menidurinya  selama 7 Bulan

Hidayatullah.com—Seorang wanita Thailand membuat pengakuan di media sosial bahwa dia telah tidur dengan banyak pria selama tujuh bulan terakhir. Yang mengejutkan, perempuan berstatus pelajar tersebut ternyata adalah penderita HIV. Melalui pengakuannya, wanita tersebut mengaku tidak pernah membeberkan penyakitnya kepada pria mana pun yang ditemuinya. Wanita itu mengatakan kepada publik bahwa dia merasa bersalah atas apa yang telah dia lakukan dengan menjebak banyak pria agar menidurinya selama waktu itu. Karena itulah ia menyarankan semua yang pernah bersamanya untuk segera memeriksakan kesehatan. Awalnya ia ragu muncul ke publik untuk menceritakan hal ini semua. Akhirnya dia memberanikan diri untuk berbicara dan menjelaskan kenapa ia berbuat demikian. Ia mengatakan saat ini dia di semester kedua kuliah. Dan mengakui telah melakukan hal keji ini sejak bulan April tahun ini akibat kegalauan dalam dirinya. “Saya mulai berpesta dan tidur dengan banyak pria sejak bulan April. Saya berpesta karena ingin menyembuhkan patah hati saya. Yang menghantui saya adalah saya mengidap HIV positif sejak lahir,” ujarnya dikutip laman Thethaiger, Selasa (7/11/2023). “Aku kasihan pada pria yang pernah berhubungan intim denganku. Maafkan aku. Seandainya aku tidak ada di dunia ini,” kata ujarnya penuh sesal. Wanita tersebut menambahkan, ia juga berharap agar semua pria yang menidurinya tetap sehat dan tidak tertular HIV seperti dirinya.  “Maafkan saya. Saya ingin melarikan diri dari suatu tempat yang jauh. Saya ingin menjadi seorang bhikkhu. Saya ingin menarik diri dari dunia,” ujarnya.  Wanita itu pun menjelaskan bahwa pria -pria ini, bagaimanapun, akan memiliki istri dan anak -anak di masa depan. Dia tidak ingin terus menularkan HIV kepada mereka. Dia mengakui sebenarnya sedang dalam masa pengobatan HIV nya. Sayangnya ia tetap tidak bisa berhenti banyak minuman beralkohol, yang mengakibatkan terus memperburuk penyakitnya.   Beberapa netizen menemukan cerita ini sangat menakutkan. Seorang pengacara Thailand yang terkenal, Ronnarong Kaewphet, mengatakan dia tidak tahu apakah cerita itu benar atau palsu, tetapi dia dapat merekomendasikan bahwa siapa pun yang telah menjadi korban kejadian ini dapat mengajukan gugatan terhadapnya. Menurut pengacara, pasien dengan HIV atau penyakit menular lainnya yang dengan sengaja menyebarkan penyakit kepada orang lain dapat didakwa dengan percobaan pembunuhan. Sayangnya, kasus seperti itu tidak pernah diajukan ke pengadilan Thailand.*

Kasus Cacar Monyet di Jakarta Sudah Positif HIV

Hidayatullah.com—Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengatakan bahwa mayoritas kasus aktif cacar monyet atau mpox sudah positif terjangkit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan infeksi penyakit seksual. “Ada 24 kasus aktif hingga saat ini mayoritas dengan HIV positif, ada tiga yang tidak memiliki komorbid sama sekali, ada yang HIV negatif, namun dengan sifilis,” kata Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama, dalam webinar soal cacar monyet di Jakarta, Kamis (2/11/2023) dikutip laman Antara. Dia mengatakan bahwa pasien di Jakarta yang mengetahui terjangkit HIV karena terdiagnosis mpox. Salah satu yang penting setelah terdiagnosis, kata dia, proses tracing atau penelusuran sebanyak-banyaknya, khususnya pada kontak seksual pasien selama 21 hari ke belakang sebelum terdiagnosis, menjadi salah satu kunci tidak meluasnya penyebaran cacar monyet. “Karena pada saat terkena mpox positif secara pararel, Dinkes DKI melakukan pemeriksaan HIV dan infeksi menular seksual lain,” kata dia. Di DKI total terdeteksi 25 kasus cacar monyet hingga saat ini. Dan semuanya berjenis kelamin laki-laki yang didominasi bergejala ringan. “Kasus total 25 orang, semua bergejala ringan, semua tertular dari kontak seksual, semua laki-laki berusia 25-50 tahun, hanya dua kasus 45-70 tahun,” ujarnya. Dari 25 kasus tersebut, satu orang sudah dinyatakan sembuh, sedangkan 24 kasus lainnya merupakan kasus positif aktif yang saat ini masih menjalani perawatan intensif dan isolasi di rumah sakit. Gejala cacar monyet biasanya diawali nyeri kepala kemudian diikuti demam lebih dari 38 derajat celsius dan nyeri tenggorokan dan pembesaran kelenjar getah bening, diikuti munculnya ruam setelah satu atau tiga hari. Penampakan ruam berupa ruam merah yang jumlahnya sedikit, tersebar secara regional, misalnya di area lengan, kemudian ada di area genital, tungkai dan lainnya. Gejala ini berbeda dengan cacar air yang biasanya ditandai demam hingga 39 derajat Celcius, lalu ruam yang muncul dalam satu waktu bisa bermanifestasi banyak sekali yaitu bisa berupa kemerahan, bintil, lenting, dan ini ada di berbagai fase. Adapun ruam pada cacar air umumnya diikuti oleh rasa subjektif gatal. Angka kematian akibat penyakit ini sangat jarang terutama pada anak-anak.*