Tag:
Hidcompedia
Hidayatullah.com
Asal Usul Kata “Tarhib Ramadhan”
Para salaf shaleh, selama enam bulan sebelum memasuki Ramadhan, sudah melakukan tarhib, memohon pada Allah agar berada di bulan yang dikeberkahi
Hidayatullah.com | DI INDONESIA beberapa tahun terakhir kita dengar istilah baru ketika fajar Ramadhan akan datang bertandang yaitu “Tarhib Ramadhan”. Tarhib berasal dari bahasa Arab, seperti kata shaum dan shalat.
Tarhib (ترحيب). Artinya penyambutan. Bila ditilik lebih jauh, kata ini dari Rahiba-Yarhabu-Rahaban (رحبا) bermakna Ittasa’a (melebarkan, meluaskan, melapangkan).
Kata ini dalam bahasa Arab digunakan untuk sambutan, sambutan apa saja. Bukan diperuntukkan untuk Ramadhan saja. Seperti kalamat al-Tarhib (kata sambutan), menyambut mudir, presiden, dan lainnya.
Atau mudahnya, kata tarhib adalah ungkapan selamat datang atas kedatangan seseorang, atau kehadiran sesuatu yang indah. Sama dengan ungkapan “Marhaban”, yaitu “Aku sambut engkau dengan penuh kelapangan hati dan pikiran, juga aku sambut engkau dengan seluruh jiwa dan ragaku”.
Ada pula yang masih terkait dengan kata ini, yaitu rihab (رحاب), ruhbah (رحبة), tarhab (ترحاب.) dan beberapa kata lainnya, yang artinya tidak jauh berbeda; tanah lapang, luas, tempat yang luasa, ramah, senang, bahagia, dengan tangan terbuka.
Tarhib Ramadhan. Adalah menyambut bulan Ramadhan dengan senang hati, dengan tangan terbuka, dengan penuh kebahagiaan baik jiwa dan raga.
Bagaimana tarhib Ramadhan di Indonesia?. Sesuai dengan kreasi masyarakat yang menyambutnya. Ada dengan kajian-kajian fiqih puasa. Ada pula dengan halaqah-halaqah seputar bulan Ramadhan, dan lainnya.
Di Indonesia, kata tarhibnya mungkin baru. Tetapi tradisi sambutan sudah lama, walau kegiatannya berbeda-beda, dengan istilah yang berbeda-beda pula.
Ada megengan, tradisi Jawa, yang dimulai dari ziarah kubur kemudian mengundang makan bersama dengan makanan tertentu yang dipenuhi dengan filosofis.
Megengan, menahan. Menahan dari hal-hal yang mengurangi pahala puasa, atau yang membatalkan puasa.
Dalam masyarakat Sunda juga dikenal dengan istilah munggahan. Munggah, naik.
Maksudnya naik pada derajat berikutnya. Naik ke bulan suci. Bentuk kegiatannya juga bervareasi.
Dan demikian pula dalam masyarakat lainnya di wilayah Indonesia. Kaya tradisi. Berbagai sambutan untuk bukan suci.
Menyambut Ramadhan bukan untuk leha-leha, atau berhura-hura, atau bersorak-sarai, atau gagap gembita seperti menyambut artis.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Ia datang untuk disyukuri. Ia datang untuk disambut dengan berbagai keindahan yang dicintai oleh Pemilik Semesta.
Bagaimana kita menyambutnya? Nabi menganjurkan untuk kita menyambutnya dengan banyak berpuasa sebelum bulan ini tiba.
Caranya bertaubat, memperbaiki ibadah kita. Dan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya.
Doa-doa di bulan Rajab dan Sya’ban dilantunkan, agar kita berada di dalam bulan suci. Salaf shaleh, enam bulan sebelum memasuki Ramadhan, sudah memohon kepada Allah agar dapat berada di bulan yang dipenuhi dengan keberkahan ini.
كان السلف الصالح يسألون الله ستة أشهر أن يبلغهم رمضان، ثم يسألونه ستة أشهر أن يتقبله منهم.
Ya Rabb, ballighna Ramadhan.*/ Dr. Halimi Zuhdy
Hidayatullah.com
Istilah Makar dalam Al-Quran
Para ulama membagi makar menjadi dua; makar buruk dan makar baik, hal ini sudah banyak diungkap dalam al-Quran
Hidayatullah.com | MAKAR secara bahasa adalah tipu daya. Adapun secara istilah terdapat beberapa pengertian, di antaranya:
Pertama, makar Allah kepada manusia adalah dengan memberikan kelapangan kepadanya, padahal kelapangan tersebut akan menyebabkan dia sengsara di dunia dan di akhirat.
Kedua, makar Allah kepada manusia adalah ketika mereka bermaksiat, justru Allah memberi mereka suatu kenikmatan, tetapi kenikmatan tersebut menjerumuskan mereka kepada kesengsaraan.
Allah berfirman,
ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتّٰى عَفَوْا وَّقَالُوْا قَدْ مَسَّ اٰبَاۤءَنَا الضَّرَّاۤءُ وَالسَّرَّاۤءُ فَاَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ
“Kemudian Kami ganti penderitaan itu dengan kesenangan (sehingga keturunan dan harta mereka) bertambah banyak, lalu mereka berkata, ‘Sungguh, nenek moyang kami telah merasakan penderitaan dan kesenangan,’ maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan tiba-tiba tanpa mereka sadari.” (QS: al-A’raf: 95)
Allah juga berfirman,
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ قَرْنٍ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَّكُمْ وَاَرْسَلْنَا السَّمَاۤءَ عَلَيْهِمْ مِّدْرَارًا ۖوَّجَعَلْنَا الْاَنْهٰرَ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمْ فَاَهْلَكْنٰهُمْ بِذُنُوْبِهِمْ وَاَنْشَأْنَا مِنْۢ بَعْدِهِمْ قَرْنًا اٰخَرِيْنَ
“Tidakkah mereka memperhatikan berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukannya di bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu. Kami curahkan hujan yang lebat untuk mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain setelah generasi mereka.” (QS: al-An’am: 6)
Ketiga, makar Allah kepada manusia adalah Allah membalas serupa dengan perbuatan tipu daya mereka. Ini mirip dengan firman Allah,
اَللّٰهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
“Allah akan memperolok-olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.” (QS: al-Baqarah: 15)
Allah juga berfirman,
مُّذَبْذَبِيْنَ بَيْنَ ذٰلِكَۖ لَآ اِلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ وَلَآ اِلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ ۗ وَمَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهٗ سَبِيْلًا
“Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir), tidak termasuk kepada golongan ini (orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir). Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (QS: an-Nisa’: 143).
Jenis Makar
Sebagian ulama membagi makar menjadi dua; makar buruk dan makar baik. Makar yang baik biasa dipakai dalam ungkapan-ungkapan al-Quran ataupun dalam bahasa Arab secara umum.
Makar Buruk
Allah berfirman,
اسْتِكْبَارًا فِى الْاَرْضِ وَمَكْرَ السَّيِّئِۗ وَلَا يَحِيْقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ اِلَّا بِاَهْلِهٖ ۗفَهَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّا سُنَّتَ الْاَوَّلِيْنَۚ فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللّٰهِ تَبْدِيْلًا ەۚ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللّٰهِ تَحْوِيْلًا
“Karena kesombongan (mereka) di bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu.” (QS: Fathir: 43)
Makar Baik
Makar baik adalah makar yang dilakukan oleh Allah bertujuan untuk menyelamatkan Nabi dan Rasul-Nya dan membalas makar jahat dari orang-orang kafir. Allah berfirman,
وَقَدْ مَكَرَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلِلّٰهِ الْمَكْرُ جَمِيْعًا ۗيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُ كُلُّ
نَفْسٍۗ وَسَيَعْلَمُ الْكُفّٰرُ لِمَنْ عُقْبَى الدَّارِ
“Dan sungguh, orang sebelum mereka (kafir Mekkah) telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya itu dalam kekuasaan Allah. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh setiap orang, dan orang yang ingkar kepada Tuhan akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik).” (QS: ar-Ra’d: 42)
Salah satu makar Allah kepada orang-orang kafir adalah apa yang terjadi pada peristiwa pengangkatan Nabi Isa. Paling tidak ada tiga kerugian yang menimpa orang kafir dengan makar Allah tersebut, yaitu;Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/(a) Mereka mengira telah menangkap Nabi Isa dan menyalibnya, ternyata yang mereka tangkap dan mereka salib bukan Nabi Isa.
(b) Menurut sebagian pendapat, justru yang mereka tangkap dan salib adalah teman mereka sendiri.
(c) Mereka berselisih pendapat tentang orang yang ditangkap dan disalib, sehingga menimbulkan perselisihan diantara mereka, bahkan berakhir dengan saling membunuh di antara mereka sendiri.
Dalam hal ini Allah berfirman,
وَّقَوْلِهِمْ اِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللّٰهِۚ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۗوَاِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِيْهِ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ ۗمَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًاۢ ۙ
“Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya.” (Qs. an-Nisa’: 157).*/Dr. Ahmad Zain An Najah, M.A, Pusat Kajian Fikih Indonesia (PUSKAFI)
Hidayatullah.com
Sarir dan Rahasia Ranjang
Mengapa ranjang dalam bahasa Arab dinamakan sarir? Rahasia apa yang ada di dalamnya?
Hidayatullah | SEKITAR 3000 SM, Mesir Kuno menemukan berbagai teknologi di antaranya adalah ranjang tempat tidur dengan dua kaki seperti kaki binatang. Dulu, manusia tidur di atas alas sederhana, seperti dedaunan, tumpukan rumput yang dikeringkan, bebatuan yang disusun rapi.
Dan berjalannya waktu, ranjang atau dipan menjadi salah satu tempat tidur manusia. Tempat tidur mempunyai sejarah panjang, dan memiliki banyak makna dan falsafah dalam kehidupan, ia tidak hanya sebuah dipan/ranjang dengan berbagai jenis dan bentuknya.
Yang menarik, kata ranjang/dipan/tempat tidur dalam bahasa Arab adalah sarir (سرير). Kalau ditilik dari ilmu fiqh al-lughah dalam istiqaq lughah (derivasi bahasa), maka kata sarir dekat dengan kata sir (rahasia), surur (bahagia), sarirah (perasaan, niat, batin), sarir (singgasana), sarir (pasir di atas bukit), dan kata-kata lainnya.
Mengapa sarir (ranjang) dinamakan sarir? Ada beberapa pendapat, di antaranya adalah “La tatakallam ‘ani sarir, lianna fihi sir! (Jangan berbicara tentang apa yang terjadi di ranjang, karena di dalamnya penuh rahasia).
Dalam Islam, bagi suami istri dilarang keras berbicara tentang hubungan ranjang. “Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah seorang laki-laki yang mengetahui rahasia istrinya atau seorang istri yang mengetahui rahasia suaminya kemudian menceritakan rasa itu kepada orang lain.” (HR Muslim dan Ahmad).
Sabda Nabi di atas dari Abu Sa’id RA. Dalam hadis lain, keduanya diumpamakan syaitan laki-laki dan perempuan di mana salah satu dari mereka bertemu pasangannya di tengah jalan lalu buang air besar di sana, sedangkan orang-orang tengah melihat kepadanya.” (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Keasyikan di atas ranjang tidak boleh diumbar atau dibicarakan pada orang lain, cukuplah kenikmatannya dirasakan berdua dan menjadi rahasia keindahannya.
Selain berdosa, akan menimbulkan aib atau syahwat untuk orang lain. Maka, ranjang dinamakan sarir, karena di dalamnya ada sir (rahasia) berdua, yang tidak boleh disiarkan pada khalayak.
Sayangnua, beberapa tahun terakhir, tidak hanya dibicarakan, tetapi menjadi konsumsi umum dengan berbagai bentuknya bahkan telah menjadi konten media. Na’udzubillah.
Ada pula yang berpendapat, bahwa sarir dari kata surur yaitu kegembiraan dan kebahagiaan.
قيل سمي(السرير) بهذا الاسم ﻷنه يجلب لمن يستعمله أسباب السرور
Ranjang di antara sebab kebahagiaan seseorang setelah menikmatinya. Dan membuat seseorang bahagia setelah berada di atas ranjang. Atau dari kata masarrah (kebahagiaan), yaitu menjadikan senang orang lain, atau ketenangan dalam hidup.
Ada juga pendapat lainnya, tentang sarir (ranjang), bahwa sarir pada awalnya adalah dua ranjang yang berada di kamar tidur, dengan bentuk dan ukuran yang berbeda, kemudian dijadikan satu, maka kemudian disebut dengan sarir.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green {
border: 2px solid #28a745; /* Green border color */
background-color: #d4edda; /* Light green background color */
padding: 15px;
margin: 20px;
border-radius: 8px;
font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */
text-align: center; /* Center the text */
}Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Ada tiga hal pokok, mengapa dinamaka sarir;
(1). Kata سرير berasal dari akar kata س ر ر (s-r-r), yang memiliki arti “rahasia”. Kata ini kemudian digunakan untuk menyebut ranjang karena ranjang merupakan tempat untuk beristirahat dan tidur, yang merupakan kegiatan yang dilakukan secara pribadi dan rahasia.
(2). Kata سرير memiliki arti “tempat tidur” dan “tempat untuk beristirahat”. Kata ini juga dapat digunakan untuk menyebut tempat untuk menyimpan sesuatu yang berharga, seperti harta karun.
(3). Kata سرير memiliki arti “tempat tidur” dan “tempat untuk beristirahat”. Kata ini juga dapat digunakan untuk menyebut tempat untuk menyimpan sesuatu yang rahasia, seperti pikiran dan perasaan. Allahu’alam bishawab.*/ Dr, Halimi Zuhdy, artikel diambil di laman pribadinya
Hidayatullah.com
Memahami Kalimat Takwa
Takwa adalah menaati apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, bukan sebaliknya
Hidayatullah.com | TAKWA (atau taqwa), adalah kata yang selalu kita dengarkan di setiap khutbah Jumat, saking penting nya takwa, Allah perintahkan untuk mewasiatkan bertakwa disetiap khutbah Jumat yang biasa disampaikan dengan kalimat marilah kita tingkatkan iman dan takwa.
Takwa dalam artian menjalankan segala perintah nya dan menjauhi segala larangan nya. Bahkan menjadi rukun di dalam khutbah yang dimana ketika salah satu rukun tidak di kerjakan maka batal lah suatu ibadah tersebut.
Jadi takwa adalah menaati apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Bukan malah sebaliknya menjalankan larangan nya dan menjauhi perintahnya, nyatanya sekarang ada orang yang mengharapkan rizki dari permainan judi-judi online.
Bekerja siang malam sampai melupakan sholat, bekerja siang malam untuk mencari rezeki dengan cara meninggalkan sang pemberi rezeki? Sepertinya itu adalah hal yang tidak mungkin.
Maka seharusnya kita sebagai mahluk selalu butuh kepada Khaliq ( sang pencipta ), Dialah yang memberikan rizki dan hanya kepadaNyalah kita akan kembali, jadi disetiap ikhtiar atau usaha kita ingatlah selalu untuk membersamainya dengan do’a dan tawakkal kepada Allah, karena usaha tanpa doa sombong, doa tanpa usaha bohong.
Karena dengan takwa itu sendiri akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat, karena apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang Allah semuanya baik dan bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia maupun di akhirat.
Tidak ada satupun larangan ataupun perintah yang tidak ada manfaatnya ataupun hikmah didalamnya. Sebagaimana firman Allah SWT yang terdapat pada surat Ali-Imron ayat 102 :
قال تعالى : يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِه وَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَاَنۡـتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”
Kosa Kata dan Makna Takwa
Kata اٰمَنُوۡا berasal dariآمَنَ – يُؤْمِنُ – إِيْمَانًا yang memiliki arti beriman atau percaya, dikarenakan fi’il tersebut terdapat dhomir هُمْ maka jadilah اٰمَنُوۡا. Iman memiliki arti membenarkan dengan hati, mengakui/menetapkan dengan lisan dan mengamalkannya dengan anggota tubuh. (Abu Al-Qasim Muhammad ibn ar-Raghib al Asfahani, al-Mufrodat fi Ghoribul Qur’an (Dar Ma’rifah, Beuirut) jilid 1, H. 26).
Kata اٰمَنُوۡا aamanuu merupakan sebuah fi’il madhi atau kata kerja lampau.
Kata اتَّقُوا merupakan sebuah fi’il amr (kata perintah), kata اتَّقُوا berasal dari kata اتّقَى – يَتَّقِى – اِتِّقاَءً yang memiliki arti bertakwa, yang mengikuti wazan اِفْتَعَلَ – يَفتَعِلُ -اِفْتِعاَلاً . takwa merupakan menjaga diri dari sesuatu yang merugikan ataupun membahayakannya, serta menjaga dari azab allah SWT dengan taat kepadanya. (Muhammad Ali Ash-shobuni, Shofwatut Tafaasiir, Darul Qur-an Al-karim, Beirut, h. 31).
Kata مُّسۡلِمُوۡنَ muslimuun merupakan sebuah bentuk isim fa’il, kata tersebut adalah bentuk jamak sedangkan untuk bentuk mufrod (tunggal) nya adalah musliim مُسْلِمٌ kata tersebut besaral dari أَسْلَمَ – يُسْلِمُ – اِسْلاَماً (isalama – yuslimu- aslama) yang memiliki arti berserah diri, yang mengikuti wazan أَفْعَلَ – يُفْعِلُ – اِفْعاَلاً. (Muhammad Ma’sum bin Ali, Amtsilaatu at-Tashrifiyyah, Pustaka Alawiyah, Semarang, h. 16).
Adapun uraian tafsir dari ayat di atas dalam Tafsir Al-wasith terkait dengan firman allah SWT :
قَوْلُهُ تَعاَلىَ : : يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِه
Ibnu mas’ud berkata, maksud dari حَقَّ تُقٰتِه adalah taat dan tidak membangkang, mengingat dan tidak melupakan, bersyukur serta tidak kufur. Dan kalbi berkata dari ibnu abbas : ketika diturunkannya ayat ini kaum muslim mengalami penderitaan yang sangat dahsyat dan mereka tidak tahan akan hal tersebut.
Dan maksud kalimat حَقَّ تُقٰتِه adalah taat dan tidak membangkang, mengingat dan tidak melupakan, bersyukur serta tidak kufur. Seseorang tidak mampu/kuasa akan perihal tersebut maka allah SWT menurunkan ayat فاتقوا اللهَ ماستطعتم, tidaklah seorang hamba dibebani ketaatan serta ibadah kepadanya kecuali dengan semampunya. Maka ayat ini menaskh ayat sebelumnya. (Abu Hasan Ali Ahmad al-Wahidi al-Nisaburi, Tafsir al-Wasith, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut) jilid 1, h. 472)
Adapun Dr Ali Ash-Shobuni mengatakan dalam tafsirnya bahwa maksud dari حَقَّ تُقٰتِه adalah dengan takwa yang sebenar-benarnya yaitu dengan meninggalkan segala kemaksiatan kepadanya.
Abu Ja’far berkata; “Wahai kalian yang telah percaya (membenarkan) bahwa Allah adalah Tuhan dan nabi muhammad adalah utusannya, ( اتَّقُوا اللّٰهَ ) takutlah kepada allah SWT dengan ketaatan kepadanya serta meninggalkan seluruh kemaksiatan.”
Muhammad bin Misyar menceritakan kepada kami, ia berkata; “Abdur Rahman menceritakan kepada kami, ia berkata: “dan Hasan bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata; Abdur Razak mengabarkan kepada kami, ia berkata : Tsauri mengabarkan kepada kami, dari Zubaid dari Murrah dari Abdullah : اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِه , ia berkata taat dan tidak membangkang, mengingat dan tidak melupakan, bersyukur serta tidak kufur . (Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, Maktabah ibnu Taimiyah, Qohirah, jilid 5, h. 65).
Saking penting nya takwa, Allah perintahkan untuk mewasiatkan bertakwa di setiap khutbah Jumat, yang biasa disampaikan dengan kalimat “marilah kita tingkatkan iman dan takwa, takwa” dalam artian menjalankan segala perintah nya dan menjauhi segala larangan nya.
Jadi takwa adalah menaati apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Bukan malah sebaliknya menjalankan larangan nya dan menjauhi perintahnya, nyatanya sekarang ada orang yang mengharapkan rizki dari permainan judi-judi online.
Bekerja siang malam sampai melupakan shalat. Bekerja siang malam untuk mencari rezeki dengan cara meninggalkan sang pemberi rezeki? Sepertinya itu adalah hal yang tidak mungkin. Wallahu a’lam bishowab.*/ Ikrar Rafi Hakiki, pengajar di Pondok Pesantren Daar El-Haq Rangkasbitung, Lebak, Banten
Hidayatullah.com
Layla-Majnun, Roman Fiktif?
Berbagai sumber yang disebutkan Abu al-Faraj al-Ashfihani dalam menulis kisah al-Majnun rata-rata mengaku pernah bertemu langsung dengan al-Majnun
Hidayatullah.com | KEBERADAAN Qays al-Majnun ternyata masih belum disepakati seluruhnya oleh para sejarawan dan pemerhati sastra Arab. Ada dua kecenderungan betolak belakang di kalangan mereka dalam menanggapi keberadaan Qays al-Majnun.
Dalam sebuah penelitian disebutkan, Qays tokoh fiktif. Ada yang meyakini Qays al-Majnun betul-betul ada.
Sastrawan dan pemerhati garis keturunan Arab asal Madinah, Ibnu Da’ab meyakini Qays al-Majnun adalah tokoh fiktif. Ia pernah bertanya kepada seorang Bani `Amir (kabilah al-Majnun dalam kisahnya yang masyhur) tentang Qays al-Majnun.
“Apa engkau tahu perihal al-Majnun (si gila) dan hafal beberapa sajak cintanya?” tanya Abu Da’ab.
“Apa kita sudah kehabisan sajak orang waras, hingga harus menghafal sajak orang gila! Orang gila, kan banyak!” jawab lelaki Bani Amir itu.
“Bukan mereka yang ku maksud. Maksudku Si Gila (Majnun) Bani Amir yang mati karena cinta.”
“Tidak mungkin. Hati Bani Amir jauh lebih tegar. Mati karena cinta hanya pantas untuk orang-orang Yaman yang berhati lemah, tak berotak dan berkepala lembut. Sedang Nazar (afiliasi Bani Amir), tidak!”
Ibnu al-Kalbi pernah bilang: “Aku pernah dengar bahwa kisah dan sajak-sajak al-Majnun dibuat oleh pemuda Bani Umayyah. Ia jatuh cinta kepada sepupunya sendiri.
Tapi, tidak ingin cintanya ketahuan orang. Ia kemudian membuat kisah cinta al-Majnun juga menggubah sajak-sajak yang ia nisbah-kan kepada al-Majnun.”
Al-Ashmu’i pernah berkata: “Ada dua orang di dunia ini yang hanya diketahui namanya: Si Gila (Majnun) Bani Amir dan Ibn al-Qirriyah. Mereka hanya tokoh buatan.”
Memang banyak para sejarawan dan pemerhati sastra Arab yang tidak begitu yakin dengan keberadaan Qays al-Majnun. Tapi, yang meyakini bahwa Si Gila Bani Amir itu betul-betul tokoh nyata juga tidak sedikit.
Berbagai sumber yang disebutkan oleh Abu al-Faraj al-Ashfihani dalam menulis kisah al-Majnun rata-rata mengaku pernah bertemu langsung dengan al-Majnun.
Yang jelas, kabilah Bani Amir sendiri—seperti tergambar dalam cerita Abu Da’ab di atas—banyak yang tidak begitu suka disebut-sebut sebagai kabilah al-Majnun.
Mereka tidak suka penisbatan kisah itu pada Bani Amir, karena bagi mereka gila atau mati karena cinta bukan sesuatu yang membanggakan. Atau malah sangat memalukan.
Tidak tahan tantangan, seperti ketegaran Bani Amir yang mereka banggakan.* (laman sidogiri, bahan diambil dari Ibnu Manzhur, Al-Aghani Vol.2)
Hidayatullah.com
Zionis: Dari Bukit ke Gerakan Ekstrem
Shion atau Zion, adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem
Hidayatullah.com | KATA ini membuat darah mendidih, entah kenapa. Setiap mendengar Zionis, ada amarah yang memuncak.
Saya coba mencari tahu dari berbagai mu’jam (kamus) berbahasa Arab, apa sih makna Zionis?
Dalam bahasa Arab, kata Zionis adalah shihyauniyah. Ia berasal dari kata “Shion”, yang berasal dari bahasa Suryani ܨܶܗܝܽܘܢ صِهيَون sebuah nama yang merujuk pada suatu tempat di Yerusalem (Baitul Maqdis).
Ada juga yang menyebutkan dari bahasa Ibrani. Shion atau Zion, adalah nama bukit yang berada di Yerusalem. Shion (Arab/Ibrani) atau Zion (Latin), adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem.
Mengapa nama bukit ini yang digunakan? Banyak sekali pendapat dalam hal ini, ada yang berpendapat karena zion (bukit) itu tempat suci.
Zionisme merupakan gerakan politik ekstrem yang bermaksud mendirikan negara Yahudi di Palestina, dan ini sudah terjadi. Dan Zionis ingin menguasai dunia secara keseluruhan.
Salah satu tujuan utama gerakan ini adalah membangun Bait Suci Salomo di Yerusalem untuk mendirikan kerajaan Yahudi di sana, serta mendorong imigrasi Yahudi ke Palestina dan pembelian tanah untuk mendirikan pemukiman-pemukiman Yahudi, ini sudah terjadi.
Bisa dilihat di peta, betapa gerakan esktrem ini terus menggerus Palestina. Apalagi hari ini, ada pembunuhan massal di Gaza.
Sejarah gagasan ini sangat kuno dan muncul terutama di Babel, di mana ia diwujudkan dalam janji tuhan yang mereka yakini, dan untuk mempertahankan identitas Yahudi sebagai etnis yang terpisah.
Gerakan ini diorganisir sebagai entitas semi-militer yang sulit diintegrasikan dengan budaya lain. Betapa, negara yang baru lahir sudah memiliki persenjataan lengkap, dan kemungkinan mereka juga mempunyai nuklir, tapi, masih malu-malu mengakui.
Dalam Al-Aukan, bahwa Alkitab dan Talmud adalah dua sumber utama yang membentuk gerakan ini sepanjang sejarah. Gerakan ini bergantung pada konsep-konsep agama dan ras yang tertutup serta berbagai periode sejarah untuk membentuk visinya.
Gerakan ini tidak pernah enggan untuk mengungkapkan kebenciannya dan konspirasinya terhadap umat manusia secara terang-terangan. Dari ini, kita dapat memahami bahwa Zionisme adalah gerakan dengan akar yang dalam dan pengaruh sejarah yang rumit, dengan dampak besar pada sejarah dan situasi di Timur-Tengah.
Istilah “Zionis” digunakan untuk merujuk kepada para pendukung gerakan ini, yang bertujuan untuk membangun dan mempertahankan negara Yahudi di tanah ‘‘Israel’’. Nama “Zionis” digunakan untuk menggambarkan keyakinan dan tujuan gerakan politik-kebangsaan ini, yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan dan pemulihan nasional Yahudi.
Sampai kapan gerakan ini selesai? Sampai tidak terbatas.
Dan sudah sangat jelas, bahwa mereka datang untuk sebuah penjajahan, membangun negara di atas tanah negara orang. Kalau membangun negara, pastilah mereka merebut sebuah negara yang pernah hadir di muka bumi, yaitu Palestina.
Jadi sebenarnya mereka merampas dan menjajah.*/ Dr Halimi Zuhdy