Tag:
Gus Miftah
Hidayatullah.com
Mendudukkan Gelar ‘Gus’
Gelar “Gus” bukanlah sesuatu yang pantas dibanggakan secara pribadi, sebaliknya, panggilan tersebut seharusnya menjadi pengingat kebesaran orang tua, bukan prestasi sendiriOleh: Kholid A.HarrasHidayatullah.com | PANGGILAN “Gus” kembali menjadi bahan perbincangan setelah video viral yang menunjukkan tindakan Miftah Maulana Habiburrahman, dianggap “menghina” seorang pedagang es teh.Insiden ini memunculkan kritik tajam karena tindakan tersebut dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai yang melekat pada gelar “Gus.”Sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, tindakan Miftah seharusnya mencerminkan akhlak yang baik dan penghormatan terhadap sesama, terutama mengingat statusnya sebagai seorang penceramah yang dikenal publik.Gelar “Gus” memiliki makna yang mendalam dalam tradisi pesantren, khususnya di Jawa Timur. Dalam wawancara yang dimuat oleh NU Online, Gus Kautsar, putra dari KH Abdurrahman Al-Kautsar, Pengasuh Pesantren Al Falah Ploso, menjelaskan bahwa panggilan “Gus” diberikan sebagai bentuk penghormatan masyarakat, bukan kepada si anak, melainkan kepada orang tuanya.“Gelar ini sama sekali bukan untuk membanggakan dirinya, tetapi menghormati jasa-jasa orang tuanya,” tegas Gus Kautsar.Dengan demikian, yang luar biasa dan dihormati bukanlah si “Gus,” melainkan orang tua mereka, yakni para kiai yang telah memberikan kontribusi besar dalam ilmu dan pembinaan umat.“Gus” dalam Tradisi PesantrenDi lingkungan pesantren, panggilan “Gus” biasanya diberikan kepada putra seorang kiai. Ini bukan sekadar gelar kehormatan, tetapi juga sebuah amanah besar yang membawa tanggung jawab moral untuk menjaga martabat keluarga, pesantren, dan masyarakat yang memberikan penghormatan tersebut.Gelar ini mengisyaratkan harapan bahwa si anak mampu meneruskan tradisi keilmuan, akhlak, dan kepemimpinan yang telah dirintis oleh orang tuanya.Namun, Gus Kautsar mengingatkan bahwa gelar “Gus” bukanlah sesuatu yang pantas dibanggakan secara pribadi. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa panggilan tersebut seharusnya menjadi pengingat akan kebesaran orang tua, bukan prestasi anak itu sendiri.Jika seorang “Gus” gagal menjaga amanah ini, ia tidak hanya mencoreng nama keluarganya tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap makna luhur gelar tersebut.Insiden yang melibatkan Miftah menjadi contoh nyata bagaimana gelar “Gus” dapat kehilangan makna ketika tidak disertai perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur.Sebagai seorang tokoh agama sekaligus pejabat negara, tindakannya yang menghina pedagang kecil di depan publik menunjukkan ketidakpekaan terhadap martabat manusia dan tidak mencerminkan akhlak mulia yang seharusnya melekat pada seorang yang bergelar “Gus.”Panggilan “Gus” mengandung ekspektasi besar dari masyarakat, bahwa penyandangnya akan menunjukkan keteladanan dalam setiap tindakan.Ketika gelar tersebut digunakan tanpa memahami tanggung jawab moral yang menyertainya, maka gelar itu kehilangan nilainya dan hanya menjadi simbol kosong yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat.Sebagai bentuk penghormatan masyarakat, gelar “Gus” seharusnya dipahami sebagai amanah besar yang mengharuskan pemiliknya menjaga sikap dan perilaku.Dalam tradisi pesantren, kehebatan bukan terletak pada si anak yang bergelar “Gus,” tetapi pada keilmuan, akhlak, dan jasa besar orang tuanya yang dihormati. Oleh karena itu, gelar ini bukan untuk dibanggakan atau dijadikan alasan merasa lebih tinggi dari orang lain.Sebaliknya, gelar “Gus” adalah pengingat bahwa pemiliknya harus menjaga martabat orang tuanya. Jika tindakan seorang “Gus” bertentangan dengan nilai-nilai agama dan tradisi pesantren, ia tidak hanya mencoreng nama baik keluarga, tetapi juga mengkhianati amanah yang diberikan oleh masyarakat.Menyelamatkan Makna “Gus”Kasus Miftah memberikan pelajaran penting tentang pentingnya mendudukkan kembali makna gelar “Gus” sesuai dengan tradisinya.Gelar ini bukan untuk menonjolkan diri, melainkan untuk melanjutkan tradisi keilmuan dan kepemimpinan moral yang diwariskan oleh para ulama.Setiap penyandang gelar “Gus” memiliki tanggung jawab untuk menjaga nama baik keluarga dan lembaga yang mereka wakili, serta menjadi teladan bagi masyarakat.Dalam konteks ini, tindakan Miftah seharusnya menjadi pengingat bahwa gelar “Gus” bukanlah sekadar simbol, melainkan panggilan untuk menjaga akhlak dan martabat dalam kehidupan sehari-hari.Gelar ini hanya akan bernilai ketika pemiliknya mampu mencerminkan nilai-nilai luhur yang diharapkan oleh masyarakat.Mendudukkan gelar “Gus” dengan benar berarti memahami bahwa penghormatan ini tidak diberikan untuk kebanggaan pribadi, tetapi sebagai penghargaan atas kebesaran orang tua dan tanggung jawab besar yang harus dijalankan.Dalam setiap langkah dan tindakannya, seorang “Gus” diharapkan menjadi cerminan dari tradisi keilmuan dan akhlak yang luhur, bukan sekadar nama tanpa makna.**Penulis dosen UPI, Bandung
Islampos.com
Minta Maaf ke Gus Miftah Sambil Menangis, Sujiwo Tejo: Dia Mungkin Wali
RAMAI orang-orang menghujat Gus Miftah, seniman Sujiwo Tejo justru meminta maaf karena sudah berburuk sangka kepada Gus Miftah. Sujiwo bahkan menyebut Gus Miftah adalah seorang wali, sehingga penjual es teh yang dihinanya bisa mendapat banyak rezeki setelah diolok-olok.“Aku mau minta maaf pada Gus Miftah, karena telah suudzon, berburuk sangka ternyata Gus Miftah itu seorang wali,” kata Sujiwo Tejo dilansir dari Instagram @president_jancukers, Jumat (6/12/2024).Sujiwo Tejo juga menyebut Gus Miftah adalah seorang wali, karena memberikan banyak rezeki kepada penjual es teh tersebut tetapi tak ingin mendapat pujian.https://www.instagram.com/reel/DDOZ_sKyfOe/?utm_source=ig_embed&ig_rid=d17f9b6f-8619-40c9-b46e-6cd96644d278BACA JUGA: Seorang Netizen Bandingkan Hinaan Gus Miftah dengan Rocky Gerung ke Jokowi“Kelihatannya saja Gus Miftah itu mengolok-olok, padahal dia mungkin adalah seorang wali yang tidak ingin dipuji. Dia ingin memberangkatkan bapak Sunhaji umrah dengan cara mengolok-olok, supaya bapak Subhaji tidak berutang budi,” ujarnya.Sujiwo Tejo mengatakan demikian, karena banyak kisah para wali yang suka memberi rezeki pada orang lain dengan cara tak lazim, karena tak ingin orang tersebut berutang budi.“Banyak kisah-kisah wali yang memberi duit dengan cara membuang duit ke muka orang, supaya orang itu tidak merasa berutang paksa,” katanya.Tak hanya pada Gus Miftah, budayawan 62 tahun itu juga meminta maaf pada Sunhaji, penjual es teh yang diolok-olok Gus Miftah karena berpura-pura senang mendapatkan banyak rezeki tersebut, salah satunyaa umrah.“Aku juga mohon maaf kepada bapak Sunhaji yang pura-pura senang ketika diberangkatkan umroh, baik oleh Gus Miftah atau siapa pun,” ujar Sujiwo Tejo.Seniman sekaligus budayawan Indonesia itu beranggapan penjual es teh tersebut berpura-pura bahagia diberangkatkan umrah, karena dirinya sudah mendapat gelar haji tanpa berangkat ibadah haji maupun umrah.Selain itu, Sujiwo Tejo juga menganggap netizen yang menghujat Gus Miftah dan kasihan pada Sunhaji adalah seorang wali, karena tak ingin terlihat memuji di balik komentar negatifnya.“Aku juga minta maaf kepada netizen yang seolah-olah memakai dan menghujat Gus Miftah, padahal mereka tahu Gus Miftah wali. Berarti netizen juga wali, pura-pura memaki dan menghujat padahal di dalam hati memuji agar supaya tidak kelihatan memuji,” bebernya.Sujiwo Tejo juga menyinggung Prabowo Subianto yang tak langsung memecat Gus Miftah setelah video tersebut viral.BACA JUGA: Ditanya soal Kasus Gus Miftah, Begini Tanggapan Gus Baha“Aku juga minta maaf kepada penguasa, yang tidak memecat Gus Miftah supaya tidak kelihatan menuruti kehendak rakyat, supaya kelihatan punya pendirian, supaya tidak peuji, supaya tidak dijilat oleh masyarakat,” jelasnya.Terakhir, Sujiwo Tejo menyinggung Indonesia adalah negara wali karena ulama, pemimpin negara dan masyarakatnya adalah seorang wali.“Aku minta maaf ternyata Indonesia adalah negara para wali, netizennya wali, Sunhajinya wali, Gus Miftah dan gus gus lain adalah wali, penguasanya wali pura-pura tidak memecat Gus Miftah,” katanya sambil pura-pura menangis. []SUMBER: SUARA.COM
Islampos.com
Seorang Netizen Bandingkan Hinaan Gus Miftah dengan Rocky Gerung ke Jokowi
NAMA Gus Miftah belakangan ini tengah menjadi topik hangat pembicaraan warganet di media sosial setelah videonya yang mengolok-olok seorang penjual minuman viral dan mendapat kritik keras dari publik.Hal ini berujung pada pengunduran diri Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden. Namun, penghinaan yang dilakukan Miftah rupanya dibandingkan dengan hal serupa yang dilakukan Rocky Gerung kepada Jokowi. Warganet dengan akun X @xquitavee mempertanyakan etika keduanya.BACA JUGA: Ditanya soal Kasus Gus Miftah, Begini Tanggapan Gus Baha“Si Miftah goblok-goblokin orang, semua jadi mendadak beretika. Gilihan si @rockygerung dungu-dunguin, bajingan-bajingan pada presiden @jokowi malah ditepuk tangan, disorakin, malah dikutip makiannya. Kalau pegang etika itu harus konsisten,” cuit pemilik akun tersebut.Unggahan yang mendapat jumlah suka sebanyak 1.500 kali itu sontak menuai atensi dari pengguna X lainnya. Sejumlah warganet menilai bahwa hal yang dilakukan keduanya tidak serupa. Pasalnya, orang yang dihina oleh Miftah merupakan rakyat kecil yang berusaha mencari nafkah. Sementara itu, netizen menilai jika hal yang dilakukan Rocky Gerung berusaha untuk mengkritik pemerintah sebagai penguasa negara.“Rocky bacotnya ke atas, Miftah bacotnya ke Bawah itu bedanya. Rocky cuma ngebacotin Jokowi sebagai presiden yang mana fair dalam berdemokrasi, sedangkan Miftah bacotin rakyat kecil padahal dia pejabat negara. Ah elah masa gini aja nggak paham,” komentar @KemenperinRI.Sanggahan tersebut kini mendapat atensi sebanyak 37.000 likes dan menuai beragam respons serupa dari pengguna X.“Rocky kritik berdasarkan bukti yang valid dan posisi Rocky kritik pejabat publik, bukan ngehina. Ngebadain kritik sama ngehina aja nggak bisa, buzzer ini ngerusak pola piker masyarakat. Masa gitu aja nggak paham,” tambah @hii********BACA JUGA: Farhat Abbas Bela Gus Miftah, Sebut Kata “Goblok” Adalah Bentuk Keakraban“Rocky ke Jokowi itu ‘dungu’ kata sifat, mengkritik kebijakan. Miftah ke Bu Yati itu menghina fisik, ke penjual es teh menghina usaha. Plis deh yang samain wkwkw,” sahut @msm*********“Lagian yang dikatain sama Rocky itu jabatan, pola pikir, pemahaman, bukan pribadi,” timpal @hen*******“Buzzer mulai dikerahkan sepertinya dengan narasi Rocky Gerung dungu-dunguin Jokowi, beberapa akun X tweetnya sama,” tulis @lyl********* []SUMBER: SUARA.COM
Arrahmah.id
Media Singapura Juga Ikut Soroti Aksi Viral Gus Miftah Hina Penjual Es Teh
JAKARTA (Arrahmah.id) – Setelah mencuri perhatian Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Utusan khusus Prabowo, Gus Miftah kini jadi sorotan media Singapura. Channel News Asia (CNA) yang dikutip Sabtu (7/12/2024) menyorot aksi utusan khusus Prabowo, Gus Miftah mengundurkan diri setelah geger karena ia menyebut pedagang kaki lima ‘bodoh’. “Seorang utusan khusus presiden dan penceramah selebriti yang […]
Arrahmah.id
Buntut Ucapan Gus Miftah, Presiden Prabowo Bakal Minta Pendapat MUI Soal Desakan Sertifikasi Juru Dakwah
JAKARTA (Arrahmah.id) – Presiden Prabowo Subianto merespon desakan dari DPR agar Kementerian Agama (Kemenag) meluarkan kebijakan sertifikasi juru dakwah. Usulan sertifikasi dakwah tersebut buntut ucapan Miftah Maulana Habiburrahman yang menghina penjual es teh dalam acara pengajian. “Ya nanti kita lihat kalangan yang mengerti masalah ini semua,” ujar Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat, 6 […]
Mediaislam.id
Es Teh dan Etika
Dalam sebuah momen yang membuat publik terkejut dan geram, Gus Miftah, seorang tokoh agama dan publik, mengucapkan perkataan yang kontroversial. Ia mengolok-olok penjual es teh di tengah kerumunan jamaah, yang kemudian menjadi sorotan luas.
Mengingat perannya sebagai Utusan Khusus Presiden dalam Bidang Kerukunan Beragama, seorang figur publik, serta pemuka agama, seharusnya lebih berhati-hati dalam berucap. Perkataan tersebut tidak mencerminkan sifat seorang pemuka agama.
Hadis Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga ucapan: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari). Hadis ini mengajarkan bahwa setiap kata yang diucapkan oleh seorang Muslim harus membawa kebaikan atau tidak diucapkan sama sekali jika tidak bermanfaat.
Dalam konteks pernyataan Miftah, prinsip ini sangat relevan, mengingat pernyataan yang mengolok-olok penjual es teh tersebut melukai perasaan orang lain. Seharusnya, ucapan seorang tokoh mencerminkan kebijaksanaan dan perhatian pada dampak yang ditimbulkan.
Sebagai tambahan, penting pula untuk mencermati surah Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi:
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الْسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ”
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.
Ayat ini mengingatkan kita agar tidak saling mengejek, menghina, atau merendahkan sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok.
Sebagai tokoh agama, Miftah seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat dalam mengedepankan adab dan sopan santun. Ucapan yang tidak bijak bisa menurunkan kredibilitas dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kepribadiannya. Meskipun niat awalnya mungkin hanya bercanda, sebagai figur publik, ia harus mempertimbangkan efek dari setiap kata yang diucapkan.
Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar selalu berbicara dengan penuh pertimbangan dan menjaga kehormatan sesama. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari), marilah kita jadikan prinsip ini sebagai pedoman dalam setiap interaksi kita.
Mesia AbdullahMahasiswa Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Kota Bogor
Mediaislam.id
Miftah Mundur dari Jabatan Utusan Khusus Presiden
Sleman (Mediaislam.id) – Penceramah Miftah Maulana Habiburrahman yang dikenal dengan nama Gus Miftah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus untuk bidang Kerukunan Umat Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
“Hari ini, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, dan dengan penuh kesadaran, saya ingin sampaikan sebuah keputusan yang telah saya renungkan dengan sangat mendalam. Setelah berdoa, bermuhasabah, dan istighfar, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tugas saya sebagai Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan,” ucap Miftah saat konferensi pers di Ponpes Ora Aji, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (6/12/2024).
Miftah dengan suara bergetar menuturkan bahwa keputusan itu bukan karena tekanan maupun permintaan siapa pun, akan tetapi didasari rasa cinta, hormat, dan tanggung jawab mendalam kepada Presiden Prabowo Subianto serta seluruh masyarakat.
“Keputusan ini bukanlah sebuah akhir ataupun langkah mundur, melainkan langkah awal untuk terus berkontribusi kepada bangsa dan negara dengan cara yang lebih luas dan beragama,” ujar dia.
Sebagai seorang pendakwah dan pelayan umat, Miftah menyebut pengabdian kepada bangsa dan negara tidak terbatas pada satu jabatan dan kedudukan semata tetapi mencakup berbagai upaya dimana bisa memberikan manfaat.
“Seorang berjiwa kesatria pernah berkata kalau jabatan itu hanyalah titipan, sementara karena itu adalah satu sarana untuk berbuat kebaikan,” ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Miftah mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo secara tulus atas amanah dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya.
“Saya seorang anak yang berlatar belakang dari jalanan yang bergaul dengan dunia marjinal, dunia premarisme dan kebetulan telah diangkat derajat setinggi-tingginya oleh Bapak Presiden. Ini adalah anugerah yang luar biasa yang telah diberikan kepada saya melalui perantara Bapak Presiden Prabowo Subianto,” kata dia sembari terisak.
Dia pun memohon maaf kepada Presiden Prabowo lantaran belum bisa sesuai yang diharapkan. “Saya belajar menjadi seorang kesatria dari Bapak Presiden,” ucap dia.
Permohonan maaf juga dia sampaikan kepada seluruh hayat Indonesia sekaligus berterima kasih atas dukungan, doa, dan kepercayaan yang telah diberikan.
“Sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kekurangan, kekhilafan, atau kesalahan yang saya perbuat baik yang disengaja maupun tidak. Saya mohon maaf dari lubuk hati yang paling dalam karena saya yakin kebenaran hanyalah milik Allah SWT,” ujar Miftah Maulana.
Sebelumnya, sosok Miftah menjadi perhatian publik setelah video yang memperlihatkan dirinya mengolok-olok seorang penjual es viral di media sosial. Video tersebut diambil saat Miftah mengisi acara pengajian di Magelang pada Senin (25/11).
sumber: antara
Mediaislam.id
Miftah Maulana Mundur dari Jabatan Utusan Khusus Presiden
Sleman (Mediaislam.id) – Penceramah Miftah Maulana Habiburrahman yang dikenal dengan nama Gus Miftah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus untuk bidang Kerukunan Umat Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
“Hari ini, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, dan dengan penuh kesadaran, saya ingin sampaikan sebuah keputusan yang telah saya renungkan dengan sangat mendalam. Setelah berdoa, bermuhasabah, dan istighfar, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tugas saya sebagai Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan,” ucap Miftah saat konferensi pers di Ponpes Ora Aji, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (6/12/2024).
Miftah dengan suara bergetar menuturkan bahwa keputusan itu bukan karena tekanan maupun permintaan siapa pun, akan tetapi didasari rasa cinta, hormat, dan tanggung jawab mendalam kepada Presiden Prabowo Subianto serta seluruh masyarakat.
“Keputusan ini bukanlah sebuah akhir ataupun langkah mundur, melainkan langkah awal untuk terus berkontribusi kepada bangsa dan negara dengan cara yang lebih luas dan beragama,” ujar dia.
Sebagai seorang pendakwah dan pelayan umat, Miftah menyebut pengabdian kepada bangsa dan negara tidak terbatas pada satu jabatan dan kedudukan semata tetapi mencakup berbagai upaya dimana bisa memberikan manfaat.
“Seorang berjiwa kesatria pernah berkata kalau jabatan itu hanyalah titipan, sementara karena itu adalah satu sarana untuk berbuat kebaikan,” ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Miftah mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo secara tulus atas amanah dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya.
“Saya seorang anak yang berlatar belakang dari jalanan yang bergaul dengan dunia marjinal, dunia premarisme dan kebetulan telah diangkat derajat setinggi-tingginya oleh Bapak Presiden. Ini adalah anugerah yang luar biasa yang telah diberikan kepada saya melalui perantara Bapak Presiden Prabowo Subianto,” kata dia sembari terisak.
Dia pun memohon maaf kepada Presiden Prabowo lantaran belum bisa sesuai yang diharapkan. “Saya belajar menjadi seorang kesatria dari Bapak Presiden,” ucap dia.
Permohonan maaf juga dia sampaikan kepada seluruh hayat Indonesia sekaligus berterima kasih atas dukungan, doa, dan kepercayaan yang telah diberikan.
“Sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kekurangan, kekhilafan, atau kesalahan yang saya perbuat baik yang disengaja maupun tidak. Saya mohon maaf dari lubuk hati yang paling dalam karena saya yakin kebenaran hanyalah milik Allah SWT,” ujar Miftah Maulana.
Sebelumnya, sosok Miftah menjadi perhatian publik setelah video yang memperlihatkan dirinya mengolok-olok seorang penjual es viral di media sosial. Video tersebut diambil saat Miftah mengisi acara pengajian di Magelang pada Senin (25/11).
sumber: antara