Tag:

Gibran Rakabuming Raka

Ustadz Abu Bakar Ba’asyir datangi Balai Kota Solo titip surat untuk para Capres

SOLO (Arrahmah.id) – Pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir mendatangi Balai Kota Solo pada Senin (20/11/2023). Ustadz Abu Bakar Ba’asyir datang ke Balai Kota Solo untuk bisa bertemu dengan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Namun karena tidak dapat bersua, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir kemudian menyampaikan […]

Pakar: Pencawapresan Gibran Cacat secara Hukum 

Hidayatullah.com— Putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi landasan kandidasi putra sulung Presiden Joko Widodo,  Gibran Rakabuming Raka cacat legalitas. Demikian disampaikan Bivitri Susanti Pakar Hukum Tata Negara (HTN).  Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera itu mengatakan, Prabowo Subianto akan merugi karena tidak memiliki legitimasi dalam pencalonannya sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Menurutnya, pencalonan Gibran sudah mengobrak-abrik konstitusi, mencederai hukum, dan Anwar Usman Hakim Konstitusi yang ikut menyidangkan perkara itu sudah terbukti melakukan pelanggaran etik berat. “Sudah ada masalah dalam legitimasi pencalonan Gibran, karena ada masalah etik yang sudah terbukti di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Itu kan terlihat jelas konstitusi dimainkan untuk politik,” ucapnya di Jakarta, Selasa (14/11/2023). Dia menjelaskan, putusan MK atas perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 cacat secara legalitas karena menabrak Undang-undang Kehakiman Pasal 17 yang menerangkan hakim yang punya benturan kepentingan terhadap perkara harus mundur. Ayat berikutnya, jika hakim tidak mundur, maka putusan batal. Kenyataannya, lanjut Bivitri, Hakim Anwar Usman tidak mundur. Lalu, Gibran tetap melenggang dan ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai cawapres pendamping Prabowo. “Kita lihat konteks besar, ada seseorang yang mau maju, ada hukum menghalangi. Normalnya kalau orang taat hukum, peduli pada hukum, tunggu sajalah. Tapi, ini tidak. Malah hukumnya yang diganti dengan menggunakan kekuasaan, itu yang terjadi di negara kita,” ungkapnyam Pascapenetapan pasangan capres-cawapres oleh KPU, Bivitri mengajak pemilih untuk melihat logika moral dari para calon. “Pegangan kita adalah kompas moral kita. Saya heran kenapa bisa ada intelektual melihat suatu kesalahan tapi diam saja. Itu pertanda demokrasi kita sudah di ambang bahaya. Legitimasi sesuatu yang sangat penting dalam pilpres, dan ke depannya berpotensi mengganggu prosesnya. Menurut saya, orang Indonesia semuanya bernalar dan bisa melihat dengan kasat mata ada benturan kepentingan, ada masalah. Sehingga, sebenarnya legitimasinya cacat,” jelas Vitri. Sementara itu, Nyarwi Ahmad Dosen Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti pencalonan Gibran yang dianggap memenuhi syarat pencalonan berdasarkan keputusan MK. Padahal, ada pelanggaran etik berat dalam proses putusan tersebut. “Proses-proses itu yang kemudian bicara moralitas. Dalam konteks itu, Gibran legal secara hukum menurut putusan MK. Tapi, secara proses dianggap bermasalah, cacat,” katanya. Kemudian, legitimasi elektoral disandarkan pada tingkat keterpilihan. Menurut Nyarwi, kalau nanti Gibran memenangi pertarungan, maka hanya ada legitimasi elektoral. “Legitimasi ketiga dari pemilu. Seberapa besar pemilih melihat krisis moralitas itu? Kalau seandainya terpilih, ya bearti dia mendapatkan legitimasi politik. Tapi, itu hanya legitimasi elektoral,” imbuhnya. Nyarwi menambahkan, idealnya pemimpin harus mendapatkan legitimasi komprehensif untuk menjamin kehidupan demokrasi yang lebih baik. “Seorang pemimpin mendapatkan legitimasi politik itu harus komprehensif. Masyarakat juga harus paham,” pungkasnya.* ss