Tag:

FOKUS MUSLIMAH

Membasuh Duka Hawa di Gaza

Saat kaum Muslim bersuka cita menyambut Ramadan, duka belumlah hilang dari Bumi Palestina, tak terkecuali duka kaum perempuan di Palestina. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat hampir 9.000 perempuan Palestina terbunuh oleh tentara Israel dalam serangan ke wilayah kantong tersebut.Di tengah momen Hari Perempuan Sedunia, Juru Bicara Kemenkes, Ashraf al-Qudra, mengatakan bahwa bungkamnya komunitas internasional telah ikut andil dalam genosida terhadap perempuan Palestina. Ia pun menyebutkan 60.000 ibu hamil di Gaza menderita malnutrisi, dehidrasi, dan kekurangan layanan kesehatan yang layak.Menurut Al-Qudra, perempuan Palestina, khususnya di Gaza, tengah menghadapi bencana kemanusiaan terparah seperti pembunuhan, pengungsian, penangkapan, keguguran, epidemi serta kematian yang disebabkan kelaparan sebagai akibat agresi Israel. (antaranews.com, 08/03/2024).Sungguh kaum perempuan di Gaza mengalami penderitaan yang begitu memilukan dan mengerikan karena penjajahan Israel. Mirisnya, derita ini telah mereka kecap lebih dari 70 tahun lamanya. Derita ini pun nyata dimulai sejak sistem sekularisme-kapitalisme menjadi penggawa atas kaum Muslim.Penderitaan kaum hawa di Gaza sejatinya ditandai sejak Perjanjian Balfour yang dikeluarkan oleh Inggris yang menjadi cikal bakal invasi Israel ke Palestina. Perjanjian Balfour dipandang menjadi salah satu peristiwa yang mempercepat terjadinya peristiwa Nakba, yakni pembersihan kaum Muslim Palestina pada tahun 1948 dan penjajahan yang dilakukan oleh Zionis.Saat itu, kelompok Zionis yang dilatih oleh Inggris, mengusir 750.000 lebih Muslim Palestina dari tanah airnya secara paksa. Tidak dapat dimungkiri, kaum perempuan Palestina pun menjadi korban dalam pengusiran ini. Ironisnya, hingga saat ini entitas Zionis terus dijaga dan dilindungi keberadaannya oleh Amerika.Di sisi lain, sekalipun gelombang seruan untuk menghentikan genosida di Palestina terus mengalir dari warga sipil di berbagai negara, tetapi faktanya resolusi yang dikeluarkan oleh PBB gagal menghentikan penjajahan Zionis atas Palestina. Empati PBB terhadap derita Palestina pun hanya omong kosong dan pencitraaan belaka. Menyeret Zionis ke meja hijau Mahkamah Internasional hingga saat ini pun belum menunjukkan hasil yang berarti.Ironisnya, sekat nasionalisme sukses mengikis rasa peduli dan memiliki para pemimpin-pemimpin Muslim atas Palestina. Buktinya, mereka masih saja bergeming di balik kokohnya tembok besar Rafah yang memisahkan antara Gaza dan Mesir.Konferensi CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) yang diklaim untuk melindungi perempuan pun nyatanya tidak berarti. Duka perempuan di Gaza terus saja terjadi, seolah tak bertepi.Inilah buah getir dari penerapan sistem sekularisme-kapitalisme di tengah umat manusia. Sistem ini hanyalah membawa keburukan bagi manusia. Rusak dan merusak. Nyata tak mampu menjadi perisai dan penjaga bagi umat Islam di Gaza, Palestina, termasuk kaum perempuannya. Sistem ini terbukti melahirkan kehinaan dan kesengsaraan bagi umat manusia, tidak terkecuali kaum perempuan.Sungguh bertolak belakang andai sistem Islam diterapkan secara komprehensif di tengah umat manusia. Paradigma Islam mendudukan kaum perempuan di tempat yang mulia sebagai ibu generasi, pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Perempuan dalam bingkai Islam nyata memiliki andil besar dalam membangun dan melahirkan para pemimpin peradaban. Tidak heran, jika kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan begitu dilindungi dan dijaga dalan naungan sistem Islam.Perlindungan dan penjagaan ini pun tercatat dengan tintas emas sejarah, yakni bagaimana Al-Mu’tashim, Sang Khalifah, menyambut panggilan seorang Muslimah yang dilecehkan penduduk Ammuria (Turki). Sehingga membuat Sang Khalifah mengirimkan pasukan dalam jumlah besar, bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat, panjangnya barisan pasukan ini tidak putus dari gerbang istana Sang Khalifah yang berada di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki). Pasukan besar tersebut diturunkan semata-mata demi memenuhi jeritan panggilan satu Muslimah saja.Apa yang dilakukan oleh Sang Khalifah, Al-Mu’tashim, jelas sangat kontras dengan sikap para pemimpin Muslim hari ini. Mereka hanya berani melontarkan kecaman dan kuntukan, tetapi tak satu pun yang berani mengirimkan pasukan militernya untuk menyambut panggilan pilu ribuan Muslimah dari Gaza, Palestina hingga Rohingya. Alhasil, membasuh duka perempuan di Gaza hanya dapat dilakukan jika sistem Islam kembali diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu’alam bishshawab.[]Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan

Women’s Day: Perempuan dan Investasi Masa Depan Hakiki

“Be the light that brings hope and that accelerates progress towards an equal, sustainable, and peaceful future,” inilah sepenggal pidato pembukaan yang disampaikan direktur eksekutif UN Women dalam perhelatan International Women’s Day pada 8 Maret lalu.Betapa, perempuan hari ini masih berada di bawah bayang ketidak adilan dan ketidak sejahteraan. Tak terhitung nyawa ibu dan ibu masa depan melayang di berbagai belahan dunia. Ibu para syuhada di Palestina, Sudan, Myanmar, Afghanistan, dan di seluruh penjuru bumi.Pun kondisi wanita  yang terus menghadapi bayang kekerasan seksual dan kemiskinan di banyak negera berkembang hingga negara maju sekalipun. Besar harapan puan sedunia tuk perbaikan kondisi mereka. Kini, perempuan menyuarakan suara mereka.‘Invest in Women : Accelerate progress’ menjadi salah satu upaya perempuan dunia menyuarakan haknya, fokus utamanya adalah percepatan kemajuan perempuan. Negara dan seluruh sektor didorong untuk berinvestasi pada pemberdaayan perempuan agar wanita mampu belajar dan berkarya, khusunya menyediakan dana untuk mewujudkan kesetaraan gender.Wanita berdaya, title yang didambakan oleh wanita masa kini. Investasi pada wanita dianggap menjadi jalan keluar dari bayang kemiskinan yang mengancam perempuan. UN Nation menyebut pandemi COVID-19, konflik geopolitik, bencana iklim, dan gejolak ekonomi telah mendorong 75 juta orang ke dalam kemiskinan parah sejak tahun 2020. Hal ini dapat menyebabkan lebih dari 342 juta perempuan dan anak perempuan hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2030, sehingga tindakan segera menjadi penting.Kemiskinan pada Perempuan menjadi perhatian khusus sebab kondisi  ini menghasilkan efek domino karena bersifat lintas generasi. Namun, benarkah dengan investasi pada pemberdayaan perempuan akan mampu menyelesaikan problematika perempuan hari ini?Bila kita melihat dengan sudut pandang yang lebih luas, penyebab kemiskinan tidak dapat dikaitkan hanya pada kondisi wanita yang tidak berdaya, atau sulitnya  akses sektor formal dan ketidakadilan ekonomi yang menimpa mereka. Persoalan kemiskinan jelas bersifat lebih kompleks, melibatkan faktor individu, masyarakat  dan utamanya negara sebagau penentu kebijakan ekonomi politik.Perbaikan ekonomi tentu tak cukup hanya dengan menggantungkan beban pada perempuan.Miris sekali bila wanita seolah bertanggung jawab, diperas tenga, serta potensinya dalam kerja paksa berwujud pemberdayaan ekonomi perempuan, sedang negara tetap abai dalam penjaminan kesejahteraan ekonomi keluarga. Perempuan hanya dijadikan alat pemutar roda produksi demi keuntungan negara dalam memenuhi tuntutan para pemilik modal, tak lebih untuk keuntungan finansial mereka semata. Hal ini tak lepas dari paradigma kehidupan saat ini, yaitu kapitalisme dengan semua nilai turunannya yang mengangagungkan materi sebgaai tujuan tertinggi.Di sisi lain, pemberdayaan perempuan nyatanya malah membuat perempuan kehilangan identitas riilnya sebagai wanita pendidik generasi. Luka pengasuhan harus didapat generasi yang terpaksa menghadapi stress fisik dan mental para ibu yang Lelah bekerja. Para penerus peradaban itu minim merasakan kasih sayang seorang ibu.Ditambah kehidupan bebas dunia kerja yang membuat perselingkuhan begitu mudah terjadi, hingga berujung kekerasan dalam rumah tangga dan rusaknya tatanan keluarga. Wanita kini telah terwarnai dengan pola pikir materialis dan liberal yang membuat mereka enggan menikah, memilih childfree,  namun tetap memenuhi kebutuhan seksual lewat jalur seks bebas, FWB, dan sebagainya. Sungguh tampak nyata borok sistem kapitalis yang rusak dan merusak seluruh tatanan kehidupan.Kondisi ini jauh sekali berbeda dari peradaban emas yang pernah tercatat dalam sejarah dunia. Seorang sejarawan Inggris, Julia Pardoe, menulis mengenai status ibu di era Kekhalifahan Utsmani tahun 1836: “Fitur yang sama-sama indah dalam karakter orang Turki adalah penghargaan dan penghormatan mereka terhadap ibu, dia tempat berkonsultasi dan menuangkan isi hati, yang didengarkan dengan penghormatan dan penghargaan, dimuliakan hingga akhir hayatnya, diingat dengan penuh kasih sayang dan penyesalan setelah pemakamannya.”Itulah gambaran perempuan yang memiliki kedudukan mulia dalam Islam, perempuan yang dihormati karena  peran muliannya sebagai ummu warobatul bait.1 2Laman berikutnya

Penderitaan Perempuan Meningkat di Balik Indeks Pembangunan

Isu gender memang menarik untuk dibahas terlebih capaian kaum perempuan yang berdaya di berbagai sektor publik. Keterlibatan perempuan di bidang politik, menempati jabatan struktural hingga membantu menopang ekonomi keluarga dinilai perempuan memiliki value. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N Rosalin (republika.co.id, 6/1/2024).Ini merupakan kabar baik bagi para pegiat gender namun kita tidak boleh menutup mata akan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak perempuan yang sepanjang tahun 2023 lalu tercatat ada 21.768. KemenPPPA pun membenarkan bahwa telah terjadi peningkatan yang drastis sebesar 30% dari tahun-tahun sebelumnya.Perempuan dan Permasalahan HidupPerempuan merupakan pilar dari sebuah peradaban. Ketika perempuan baik maka baiklah negara atau peradaban itu. Namun apa jadinya perempuan yang “berdaya” justru sangat minim mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari negara.Sebagaimana pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa baru menangani 30% dari kasus 21.768 kasus terhadap perempuan dan anak tersebut. Kita tidak hanya melihat satu aspek baik saja namun justru mengabaikan aspek lain yakni sudahkah perempuan berdaya tadi lantas mendapatkan rasa aman di dalam keluarga, lingkungan publik termasuk dunia kerja?Dalam dunia kerja pun perempuan kerap mendapatkan pelecehan seksual, juga dilingkungan kampus dan juga tempat umum. Tak lupa perempuan turut dieksploitasi melalui jaringan human trafficking. Tingginya angka gugat cerai oleh perempuan kepada suaminya, KDRT. Masih banyak lagi permasalahan yang dialami oleh kaum perempuan hari ini. Hal ini menunjukkan kondisi wanita memang bukan diukur dari indeks pembangunan secara ekonomi saja.Pemberdayaan perempuan terus digalakkan sedangkan segala persoalan terkait dengan memberikan rasa aman dan perlindungan atas jiwa dan harta mereka masih butuh perhatian serius terlebih bagi pemegang kekuasaan dan pemilik kebijakan. Memang benar perempuan membutuhkan “wadah” untuk mengekspresikan dirinya namun harus dilihat dari faktor lain yang seringkali diabaikan bahwa hari ini perempuan hidup dan realitas sistem yang rusak. Bagaimana perempuan dipandang bernilai manakala ia memiliki kecantikan fisik dan kebermanfaatan diri.Penulis dan tokoh pendidikan asal Yordania Majid al-Kilani bahwa ketika pembangunan berporos pada materi, maka manusia menjadi unsur yang paling tidak berharga. Yang kita lihat hari ini adalah keterlibatan perempuan hanya bertumpu pada aktivitas ekonomi saja namun tidak berimplikasi terhadap ketahanan keluarga juga negara.Semuai ni terjadi karena ada kesalahan paradigma sistem tempat hidup kita, sistem kapitalisme sekulerisme bahwa perempuan dianggap berharga tersebab materi yang melekat padanya seperti kemapanan finansial, karir melejit, prestasi dan popularitas. Maka untuk mencapai semua itu tak sedikit perempuan harus rela keluar dari fitrahnya dan akibatnya hancurnya dirinya termasuk keluarganya.Asas pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) juga memperkuat segala ambisi perempuan. Akibatnya banyak perempuan, jika ia Muslim tidak lagi mengenakan pakaian identitas kemuslimahannya karena menganggap bahwa hijab menghalangi ia untuk berekspresi.Perempuan Sejahtera dan Mulia dalam IslamDalam Islam perempuan dipandang bukan sebagai roda penggerak ekonomi namun perempuan dianggap satu poin penting sebuah peradaban. Bahwa perempuan memiliki nilai yang terhormat manakala ia mampu mendidik anak-anaknya dalam rangka menyiapkan sebuah peradaban masa depan.  Al madrasatul ‘ula (madrasah pertama bagi anak-anaknya) adalah sebaik-baik tanggung jawab kepada perempuan.Jika ditinjau dari aspek ekonomi maka perempuan tidak diharuskan untuk dieksploitasi sebab tanggung jawabnya ada kepada laki-laki. Bisa ia berupa ayahnya, saudara laki-lakinya, pamannya ataupun suaminya. Maka wanita tidak lagi dipusingkan oleh urusan publik yang cukup menguras pikiran dan dan energinya.Sebagaimana sistem kapitalisme membuat perempuan berdaya di aspek ekonomi hingga mengabaikan kewajiban didalam keluarganya. Maka pemberdayaan perempuan tak lebih dari bias isu kesetaraan gender. Sebab dalam Islam, Allah tidak diskriminatif antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (Qs. Al-Mu’min: 40).[]Nurhayati, S.S.T.

Para Ibu Gaza Dibidik, Ini Alasan Mereka Ditakuti!

Dilansir dari ReliefWeb, laporan situasi UNWRA di Gaza menyebutkan hingga 22 Desember 2023, korban genosida zionis Israel yang terbunuh mencapai 20.057 orang. Sekitar 70% korban yang terbunuh merupakan perempuan dan anak-anak. Selain itu sekitar 53.320 orang terluka.Barangkali sebagian dari kita akan bertanya, mengapa mayoritas korban kebiadaban zionis Israel adalah perempuan dan anak-anak?Islam datang dengan membawa perubahan revolusioner di tengah-tengah masyarakat jahiliyah kala itu. Manusia mendapat tugas dari Allah untuk mengelola bumi. Baik laki-laki maupun perempuan, masing-masing telah mendapat bagiannya untuk berkontribusi pada pengelolaan tersebut. Pembagian peran tersebut tidak dilandasi oleh asas kesetaraan maupun kompetisi, melainkan harmoni.Islam telah memberikan peran agung pada setiap ibu untuk menjadi ummu ajyal (ibu generasi). Di tangan merekalah, peradaban di masa selanjutnya dibentuk.Ibu di Tanah Para NabiIbnu Athiyah berpendapat, ribath merupakan sebuah aktivitas berjaga-jaga di jalan Allah. Imam Ahmad mengistilahkan ribath sebagai pangkal dan cabang dari jihad.Singkatnya, murabith (orang yang melakukan ribath) mendedikasikan dirinya, waktunya, dan hartanya untuk menjaga dan melindungi wilayah umat Islam—khususnya daerah perbatasan— dari serangan musuh.Inilah aktivitas yang tengah dilakukan oleh kaum muslimin di Palestina, tanah para Nabi. Mereka tidak sekadar mempertahankan tanah leluhur, apalagi berperang atas dasar fanatisme (ashabiyah) kesukuan dan kebangsaan. Mereka tengah melakukan aktivitas agung nan mulia, menjaga dan melindungi salah satu tanah suci umat Islam.Sebagaimana dalam hadits Rasulullah, “Pokok amal adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya (dzirwatu sanam) adalah jihad”. (HR Tirmidzi no. 2616)Lahirnya mujahidin tangguh yang siap melanjutkan estafet perjuangan para syuhada, tidak terlepas dari kontribusi besar para ibu di sana. Kaum ibu di Palestina merasakan sendiri bagaimana riuhnya medan jihad sehari-hari. Namun kondisi itu tidak membuat mereka lemah.Sebaliknya, tsaqafah yang mereka miliki mengenai keberkahan tanah ribath membuat mereka bertahan di sana. Bahkan tsaqafah mengenai kewajiban mendidik generasi dan kewajiban berjihad di tanah ribath menjadi motor penggerak untuk mendidik buah hatinya.Mereka berusaha mendidik anak-anaknya menjadi seorang muslim yang teguh dengan keimanannya, mencetak penjaga-penjaga Al-Qur’an (hafizh) sekaligus penjaga Al-Aqsa. Hingga terbentuklah di Tanah Para Nabi generasi pejuang tangguh yang siap mengorbankan segala hal demi menjaga tanah sucinya.Anak-anak yang ikut melawan kebiadaban Zionis Israel dengan segenggam batu, seorang ibu yang bergembira menyambut kabar syahid putra dan suaminya, ataupun seorang anak yang bangga dengan kesyahidan ayahnya, merupakan fenomena yang mudah didapati di sana. Inilah kekuatan ibu di Gaza yang ditakuti dan membuat tentara Zionis kewalahan.1 2Laman berikutnya

Jihad Ilmu Jadi Bekal Utama untuk Pembebasan Masjidil Aqsa

Bogor (SI Online) – Rumah Qur’an Alila menyelenggarakan grand launching Tahrir Al Aqsa Indonesia sekaligus kajian tentang Masjidil Aqsa yang disampaikan oleh Dena Haura dan Bella Maghfoor.Tahrir Al Aqsa Indonesia yang disingkat menjadi Taqi adalah sebuah kelas yang bertujuan untuk merealisasikan pembebasan Baitul Maqdis melalui tahapan edukasi, acara ini diselenggarakan di Lantai 2 ruko Hijab Alila Bogor pada Ahad (10/12).Dalam acara ini Dena Haura menyampaikan tentang Roadmap Baitul Maqdis. Dena mengatakan bahwa kita sudah dijajah dari berbagai sisi terutama soal food, fun, dan lifestyle.“Betul ya, kita sepakat bahwa kita sudah dijajah oleh bangsa Barat dari mulai food, fun, dan lifestyle“, ucap Dena.Ia juga menjelaskan bahwa Negeri Syam adalah barometer umat seperti yang tertulis dalam hadist riwayat At-Tirmidzi.“Seperti yang telah kita ketahui juga bahwa Masjidil Aqsa ini juga menjadi barometer umat Muslim, jadi jika negeri Syam sekarang sedang tidak baik-baik saja, maka mungkin kitapun sebagai umat Muslim seperti itu”, sambung Dena.Ia juga memberikan gambaran tentang hubungan Aqsa dengan muslim bahwa strong Aqsa – strong Muslim, ocupide Aqsa – sleeping Muslim.Setelah menjelaskan beberapa keutamaan Masjidil Aqsa, Dena memberikan beberapa tahapan untuk melakukan pembebasan Masjidil Aqsa.“Cara untuk melakukan pembebasan Masjidil Aqsa pertama dengan jihad ilmu, kedua dengan jihad politik, lalu yang terakhir dengan jihad militer”, ujar istri Hawariyyun tersebut.Dena menjawab pertanyaan netizen tentang “kenapa ga langsung aja kita perang ke Palestina?”“Jadi untuk orang-orang yang terlalu bersemangat untuk jihad sampe ngomong, udah kita langsung aja pergi perang ke Palestina, kita itu belum pas untuk melakukan hal tersebut karena pemikiran kita sendiri pun masih dalam keadaan terjajah, maka dari itu liberation of mind before liberation of land“, pungkasnya.rep: adya

Didampingi Syaikhah Ahlam Naji Al Yamaniyyah, Rumah Tahsin As Sayyidah Aisyah Galakkan Program Tahsin dan Talaqqy Al-Qur’an

Bogor (SI Online) – Rumah Tahsin As Sayyidah Aisyah (RTAA) mengadakan Rihlah Ruhiyah Kajian Motivasi Al-Qur’an pada Ahad 29 Oktober 2023 di Masjid Al Muttaqin, Kota Bogor.Kajian Motivasi Al-Qur’an bertemakan “Urgensi Mempelajari Al-Qur’an dalam Menambah Keimanan, Kecintaan pada Allah SWT dan Rasulullah SAW” itu dihadiri sekitar 300 peserta dari kalangan Muslimah.Kajian tersebut tersebut menghadirkan narasumber Syaikhah Ahlam Naji Al Yamaniyyah, pemegang sanad ke-30 dan tergabung dalam Hai-ah Al’Alamiyah Litahfidzil Qur’an (lembaga tahfidz internasional).Ketua Pelaksana Acara Noviani mengatakan, kajian motivasi Al-Qur’an tersebut merupakan agenda rutin yang diadakan oleh RTAA. “Dengan kegiatan seperti ini harapannya semoga keberadaan Rumah Tahsin As Sayyidah Aisyah (RTAA) lebih terasa manfaatnya untuk masyarakat,” ujar Noviani.Baca juga: Rumah Tahsin As Sayyidah Aisyah Gelar Kajian Motivasi Al-Qur’an bersama Syaikhah Ahlam Naji Al YamaniyyahKajian Motivasi Al-Qur’an bersama Syaikhah Ahlam Naji Al YamaniyyahSelama ini, RTAA telah membuka kelas baik offline maupun online bagi muslimah yang ingin belajar Al-Qur’an. Kelas dibagi dua kategori, reguler dan intensif. Untuk kelas reguler materinya antara lain Kelas Pra Am, Kelas Aam, Kelas Muttawasith, Kelas Khos dan Kelas Tahfiz. Sementara untuk kelas intensif materinya antara lain Kuliah Perdana, Kajian Tadabbur Al-Qur’an, Dauroh Tajwid dan lainnya.“Alhamdulillah kita sudah ada 16 kelas offline dan 16 kelas online, kalau kelas offline itu sudah ada di enam masjid di Bogor. Sementara kelas online itu pesertanya dari berbagai wilayah di Indonesia,” kata Noviani.Ia mengatakan, para peserta kelas tahsin dari berbagai latar belakang profesi. “Macam-macam profesinya, dari mulai yang hanya fokus ibu rumah tangga sampai ada yang dari dokter spesialis. Kita berharap apapun profesinya, tetapi Al-Qur’an yang menjadi dasar hidupnya,” tuturnya.Saat ini, RTAA sudah memiliki 20 orang guru yang siap mengajarkan metode pembelajaran kepada seluruh peserta. “Dan alhamdulillah tahun ini kita merekrut empat orang guru yang dipilih dari peserta terbaik selama ini,” ungkap Noviani.Pihaknya berharap, dengan belajar Al-Qur’an, para wanita sebagai Madrosatul Ula (pendidik pertama bagi anak-anak) mampu mendidik anak-anak sebagai generasi Qur’ani.Noviani bersyukur para guru di RTAA mendapat bimbingan langsung dari Syaikhah Ahlam Naji Al Yamaniyyah. Selain aktif mengajar di RTAA, para guru juga aktif mengajar di lingkungan masing-masing, bahkan berdakwah melalui belajar Al-Qur’an hingga ke pelosok kampung-kampung di Bogor.“Syaikhah Ahlam membina para muridnya yang kebanyakan ibu rumah tangga dengan harapan menjadi pendidik terbaik bagi anak-anaknya, setelah selesai urusan di rumah maka kita juga bisa menunaikan kewajiban berdakwah di masyarakat,” tutur Noviani.Untuk RTAA nya sendiri, pihaknya berharap lembaga pendidikan Al-Qur’an tersebut ke depannya bisa lebih berkembang lagi. “Semoga RTAA lebih dikenal lagi sebagai salah satu wadah rumah Qur’an, dan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Kita berharap akan semakin banyak yang belajar Al-Qur’an sesuai yang Rasulullah ajarkan kepada para sahabatnya hingga sampai ke kita,” harap Noviani.Sementara itu, Ketua RTAA Renita Zulviani menambahkan terkait profil RTAA. Ia mengatakan, lembaga yang dipimpinnya sudah berdiri sejak dua tahun lalu. RTAA didirikan pada 4 Oktober 2021 yang tujuannya untuk mengajarkan dan menyebarluaskan cara membaca Al-Qur’an menggunakan metode tahsin dan talaqqy, dilakukan secara offline dan online.“Awal berdirinya RTAA beranggotakan 15 orang. Dengan tekad karena Allah untuk menebarkan kebaikan, alhamdulillah meski awalnya melewati pasang surut dengan berkurang dan bertambahnya anggota namun pada saat ini sudah mengalami perkembangan signifikan. Alhamdulillah saat ini jumlah gurunya sudah 20 orang dengan jumlah peserta yang belajar sebanyak 180 orang,” ujar Renita.Pengurus Rumah Tahsin As Sayyidah Aisyah (RTAA)Meski baru beru berdiri dua tahun, alhamdulillah RTAA sudah memiliki banyak kegiatan seperti kajian tematik tadabur Al-Qur’an, belajar Nahwu dan lainnya. “Untuk materi belajar Nahwu, kita bekerja sama dengan Yayasan Bakkata yang fokus tentang bahasa Arab Al-Qur’an, program materi ini kita selenggarakan secara gratis untuk guru-guru tahsin yang ada di Bogor. Alhamdulillah Yayasan Bakkata memilih RTA sebagai relasi untuk mengembangkan metodenya di guru-guru tahsin,” tuturnya.Bahkan, untuk lebih mempermudah dalam mempelajari materi tersebut, diadakan juga kelas pra nahwu. Hal itu dalam rangka memfasilitasi peserta yang masih kesulitan memahami materi nahwu.Selama ini, RTAA juga bekerjasama dengan sejumlah masjid yang ingin mengembangkan materi tahsin untuk jemaah perempuannya. “Awalnya kita membina, setelah itu mereka bisa menjalani sendiri setelah para peserta sudah memiliki kemampuan untuk membina peserta yang baru belajar. Dengan metode regenerasi pembinaan ini, kita jadi tidak mendominasi, sehingga jemaah masjid tersebut bisa berkembang secara mandiri,” tuturnya.Untuk acara RTAA sendiri, salah satunya mengadakan Kajian Motivasi Al-Qur’an untuk mengumpulkan jemaah sekaligus momen meluaskan syiar Islam terkait Al-Qur’an juga mengenalkan keberadaan RTAA kepada masyarakat. “Kami masih terlalu muda sehingga perlu untuk mengenalkan diri kepada masyarakat,” tutur Renita.Sementara ini RTAA beralamatkan di Jalan Puspa Langka, blok W12 no 4, Taman Cimanggu, Kota Bogor. Para pengurus dan jemaahnya saat ini sedang berupaya agar ke depan RTAA memiliki gedung sendiri yang akan dijadikan markas untuk pusat pembelajaran Al-Qur’an.red: adhila