Tag:
Darfur
Hidayatullah.com
Dua Kelompok Pemberontak Darfur Gabung Militer Sudan Melawan RSF
Hidayatullah.com– Dua kelompok pemberontak dari wilayah Darfur memgatakan mereka akan bertempur bersama militer Sudan untuk melawan RSF.
Pernyataan itu dikemukakan setelah pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) berhasil menguasai banyak daerah di Darfur.
Gibril Ibrahim, salah satu pemimpin pemberontak Darfur, mengatakan kepada BBC Newsday bahwa kelompoknya ingin membela dan melindungi penduduk sipil setempat dari RSF, di mana kabarnya pasukan paramiliter itu melakukan pembantaian dan mengubur warga hidup-hidup.
Dia mengatakan keputusan untuk bergabung dengan militer Sudan tidak mudah.
Pemimpin kelompok Justice and Equality Movement (JEM) itu mengatakan perlu waktu tujuh bulan untuk mencapai kesepakatan, lapor BBC Jumat (17/11/2023).
Hubungan antara JEM dan militer Sudan agak rumit. Saudara lelaki Ibrahim yang sebelumnya memimpin kelompok itu dibunuh oleh tentara.
JEM dan Sudanese Liberation Movement (SLM) mengangkat senjata di Darfur pada 2003, menuduh pemerintah pusat yang kala itu didominasi orang Sudan keturunan Arab-Afrika (berkulit lebih terang) memarjinalkan wilayah mereka – yang penduduknya didominasi orang kulit hitam Afrika – sehingga menjadi daerah tertinggal.
Pemerintah kala itu kemudian memobilisasi milisi-milisi Arab untuk memerangi mereka, sehingga terjadi pembantaian Darfur yang dikenal dunia sebagai genosida pertama di abad ke-21.
Milisi-milisi Arab tersebut kemudian berubah menjadi RSF, pasukan paramiliter yang di masa Presiden Omar al-Bashir menyokong dan disokong tentara pemerintah. Namun, menyusul perebutan kekuasaan setelah kudeta yang menggulingkan al-Bashir, RSF sejak April mengokang senjata melawan militer Sudan.
RSF berhasil menguasai beberapa daerah penting di Darfur kurun beberapa waktu terakhir, termasuk kota terbesar kedua di Sudan, Nyala.
Pekan lalu, muncul kabar RSF melakukan pembantaian ratusan orang di ibukota Darfur Barat, El Geneina.
RSF membantah tuduhan itu, mengatakan kematian tersebut disebabkan konflik antarkelompok etnis setempat.
Dalam pernyataan bersama JEM dan SLM mengatakan, “Kami mengumumkan berakhirnya netralitas dan kami sekarang bergabung dengan operasi militer di semua garis depan tanpa keraguan.”
JEM dan SLM yang sekarang tidak sekuat dulu. Namun, keterlibatan mereka dalam perang saudara di Sudan saat ini signifikan.
Pemimpin kedua kelompok pemberontak di Darfur itu menandatangani kesepakatan damai pada 2020, dan sejak itu mereka mulai merapat ke militer Sudan, langkah yang sebelumnya tampak tidak mungkin.
Ada kemungkinan JEM dan SLM akan menambah personel mereka, sehingga eksistensi mereka dalam arena politik Sudan semakin nyata.
Dengan bergabungnya JEM dan SLM ke dalam kubu yang sama dengan militer Sudan, mereka tampak berusaha menyelamatkan kelompok suku mereka, etnis Zaghawa.
Kemenangan RSF (yang dikenal sebagai milisi etnis Arab) di Darfur tentunya akan menyakitkan bagi etnis Zaghawa yang sejak lama menetap di Darfur.
Ibrahim mengaku khawatir kejayaan RSF di Darfur akan memecah-belah Sudan dan mendirikan pemerintahan sendiri di sana.
Dinamika politik regional juga berpengaruh terhadap situasi di kawasan itu.
Etnis semi-nomaden Zaghawa juga ada di Chad, tetangga Sudan, dan mendominasi politik di negara itu. Ibrahim dan sejumlah pihak lain menuduh Chad mendukung RSF.
Ibrahim berharap dapat menggunakan koneksinya – termasuk dengan pemimpin Chad Jenderal Mahamat Deby – untuk memutus ikatan apapun antara Chad dengan RSF.*