Tag:
bencana
Islampos.com
Ada Begitu Banyak Orang Tewas Akibat Bencana, Kenapa Allah Menakdirkannya?
DUA hal yang pasti dalam hidup ini adalah perubahan dan kematian (bencana). Setiap makhluk bernyawa termasuk kita akan mati suatu hari nanti. Kematian adalah mutlak terjadi dan hanya Allah SWT yang mengetahuinya.
Berbeda dengan kehidupan. Hidup tidak akan pernah berakhir, sekalipun kita telah mati. Hidup itu abadi, baik dalam kebahagiaan atau dalam kesengsaraan. Keduanya tergantung pada niat dan amal shaleh kita selama hidup di dunia.
BACA JUGA: Bencana dalam Islam
Adapun adzab yang menimpa suatu kaum sehingga banyak merenggut banyak nyawa, sekalipun mereka orang-orang shaleh, bukan berarti bahwa Allah SWT benci terhadap semua orang yang terkena dampaknya.
Mereka tetap akan diadili sesuai dengan niat dan amalan mereka pada hari kiamat kelak, seperti yang telah disabdakan oleh Nabi ﷺ.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah berkata: “Pernah ada sebuah tentara yang akan menyerang Ka’bah dan ketika penjajah mencapai wilayah Al-Baida, tiba-tiba tanah menenggelamkan seluruh tentara. Saya berkata,’Wahai Rasulullah! Bagaimana mereka (bala tentara) tenggelam ke dalam tanah sedangkan di wilayah itu ada banyak pedagang di pasar yang tak bersalah dan bukan bagian dari tentara penyerang Ka’bah? ‘ Nabi menjawab, ‘semua orang akan tenggelam tapi mereka akan dibangkitkan kembali dan dinilai sesuai dengan amalan mereka.’” (HR. Al-Bukhari No 329).
Banyak orang menganggap jika seseorang meninggal di usia muda, dia tidak telah banyak melakukan dosa selama hidupnya. Padahal bisa saja jiwa muda ini sebenarnya berada dalam kebahagiaan di sisi Allah, karena Allah Allah sayang kepadanya.
Kita ambil salah satu contoh bencana terbesar abad ini yakni bencana Tsunami di Aceh tahun 2006 lalu. Tercatat lebih dari 200 ribu orang tewas dalam bencana ini. Namun kita jangan lupa bahwa lebih dari satu juta orang telah meninggal dalam perang Irak akibat invasi AS. Belum lagi konflik Suriah saat ini telah merenggut nyawa lebih dari 470 ribu orang. Jumlah ini jelas lebih banyak dari korban bencana Tsunami, bukan?
Foto: Unsplash
Bahkan jika kita menghitung kerugian yang dialami dunia sejak dari perang dunia pertama dan kedua, jumlahnya bisa lebih tinggi lagi.
BACA JUGA: Sedekah untuk Mencegah Bencana
Allah SWT berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Ruum: 41).
Tafsiran ayat di atas menjelaskan bahwa bencana kehancuran di dunia ini akibat perang yang terjadi antara dua negara adidaya saat itu, Bizantium (Romawi Timur) dan Sassaniyah (Persia).
Bisa disimpulkan bahwa bencana kehancuran dan kematian massal yang terjadi di dunia bukan karena tidak adanya Tuhan, melainkan akibat kejahatan yang dibuat manusia itu sendiri, entah melalui peperangan, polusi, atau kehancuran moral. Wallahualam. []
Hidayatullah.com
Ketika Musibah menjadi Berkah
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh), bahkan bisa menjadi berkah
Hidayatullah.com | DIRIWARAYATKAN dari Anas bin Malik RA yang telah menceritakan bahwa anak Abu Thalhah RA menderita sakit keras. Ketika Abu Thalhah keluar rumah, anaknya itu meninggal dunia. Ketika Abu Thalhah pulang, ia bertanya kepada istrinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anakku?” Ummu Sulaim, ibu si anak tersebut menjawab, “Keadaannya sekarang sangat tenang.”
Selanjutnya, Ummu Sulaim menyajikan makan malam kepada suaminya, dan suaminya menyantapnya. Sesudah itu, ia melakukan hubungan suami istri dengannya.
Setelah segalanya usai, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, “Anak kita sudah dikebumikan.”
Singkatnya, pada pagi harinya, Abu Thalhah datang kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan hal itu kepadanya, maka Rasulullah bertanya, “Apakah tadi malam kalian bersetubuh?” Abu Thalhah menjawab, “Ya.” Rasulullah berdoa, “Ya Allah, berkatilah keduanya.”
Beberapa waktu kemudian, Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki dan Abu Thalhah berkata kepadanya, “Aku akan membawanya kepada Nabi ﷺ.” Dan Abu Thalhah membawa beberapa buah biji kurma. Nabi ﷺ bertanya, “Adakah dibawakan sesuatu untuknya?” Abu Thalhah menjawab, “Ya, beberapa butir kurma.”
Nabi ﷺ pun mengambil kurma itu dan mengunyahnya. Sesudah itu, Nabi ﷺ mengeluarkan lagi kurma tersebut dari mulutnya dan memasukkannya ke dalam mulut bayi untuk mentahniahnya dan memberinya nama Abdullah.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah) kepada kita kaum Muslimin. Musibah yang menimpa apabila disikapi dengan bijaksana dan ikhlas maka mendatangkan keberkahan dan kebahagiaan hidup di dunia, dan di akhirat masuk surga. Karena ridha Allah kepada kita yang senantiasa ridha dan ikhlas menerima setiap ujian yang ditimpakan kepada kita.
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala bergantung besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridha maka mereka akan mendapatkan keridhaan Allah. Dan siapa yang murka (tidak ridha) maka akan mendapatkan murka Allah.” (HR: Ibnu Majah).
Selain diberikan keberkahan hidup, bagi yang ridha dan ikhlas menerima ujian maka akan ditinggikan derajatnya, serta dihapuskan dosa-dosanya.
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً
“Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim berupa duri atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahannya.” (HR: Muslim).
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Kita harus rela menerima segala ketentuan Allah dan menyadari bahwa apapun yang terjadi sudah ditetapkan Allah dalam Lauhul Mahfuzh. Kita wajib menerima segala ketentuan Allah dengan penuh keikhlasan.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS: Al-Hadid [57]: 22).
Semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita menerima musibah yang terjadi, diberikan solusi dan jalan keluar. Sehingga, dibalik musibah itu ada keberkahan dalam hidup. Amin.*/ Imam Nur Suharno, Pembina Majelis Taklim Ibu-Ibu di Kuningan, Jawa Barat