Tag:

Baitul Maqdis

Peran Kekhalifahan Abbasiyah dalam Pembebasan Baitul Maqdis

Secara historis, pembebasan Baitul Maqdis dianggap di antara sebab keberadaan khilafah, termasuk era Umar Bin Khatab hingga kekhalifahan AbbasiyahOleh: Ali Mustofa Akbar Hidayatullah.com | KETIKA membahas tentang pembebasan Baitul Maqdis pada era Shalahuddin Al-Ayyubi, maka tidak sedikit pihak yang mengenyampingkan peran dari kekhalifahan Abbasiyah waktu itu. Padahal peran kekhalifahan Abbasiyah sangat signifikan. Shalahuddin Al-Ayyubi dikenal sebagai orang yang sangat taat kepada khalifah Abbasiyah. Penghormatan ini berasal dari keyakinannya akan kewajiban untuk menaati para khalifah Abbasiyah, dan hal ini terlihat jelas dalam salah satu surat dari Al-Qadhi Al-Fadhil kepada Khalifah Ahmad An-Nasr Lidinillah setelah Shalahuddin berhasil menguasai Aleppo (Halab). Dalam surat tersebut disebutkan: "Tiga tujuan utama ini; berjihad di jalan Allah, menahan diri dari mendzalimi hamba-hamba Allah, dan menaati khalifah Allah. Adalah maksud utama dari tindakan sang pelayan (Shalahuddin al Ayyubi) terhadap negeri-negeri yang dibukanya, serta kemuliaan dunia yang diberikan Allah. Allah Maha Mengetahui bahwa ia tidak berperang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih nyaman, melainkan hanya untuk mencapai tujuan-tujuan yang dianggap wajib." Maka terjadilah simbiosis mutualisme antara Dinasti Ayyubiyah (pemerintahan daerah) dengan Kekhalifahan Abbasiyah (pemerintahan pusat) kala itu. Pada akhir abad keenam Hijriyah dan awal abad ketujuh Hijriyah, Dinasti Ayyubiyah berhasil menghidupkan kembali pengaruh politik Abbasiyah di sebagian besar wilayah Timur dunia Islam. Setelah Dinasti Ayyubiyah berhasil mengakhiri Dinasti Fatimiyah di Mesir pada tahun 567 H / 1171 M, mereka berhasil menaklukkan Yaman pada tahun 569 H / 1173 M, yang merupakan salah satu benteng tertua dan terkuat bagi dakwah Fatimiyah. Mereka berhasil menyingkirkan pemimpin dakwah Fatimiyah di Yaman, Abdun Nabiy bin Mahdi, dan menyampaikan khutbah untuk Abbasiyah di mimbar-mimbar Yaman. Dari Yaman, mereka memperluas pengaruhnya hingga ke Tanah Suci (Makkah dan Madinah), dan menyampaikan khutbah untuk khalifah Abbasiyah di Baghdad di mimbar-mimbar Tanah Suci. Hal ini memperkuat pengaruh spiritual Khalifah Abbasiyah di dunia Islam, karena ia menjadi pelindung dua kota suci, setelah Fatimiyah memonopoli peran ini dalam waktu yang cukup lama. Di samping itu, Dinasti Ayyubiyah juga mencoba untuk menggabungkan wilayah Barat dunia Islam dan merebutnya dari Dinasti Muwahidun demi Abbasiyah. Shalahuddin sangat menjaga hubungan baik dengan khalifah Abbasiyah, dan pendekatannya merupakan kelanjutan dari pendekatan kepemimpinan Nuruddin Zanki. Hubungan Shalahuddin Al-Ayyubi dengan Abbasiyah tidak pernah buruk atau mencapai tingkat permusuhan. Meskipun terkadang sempat meredup, hubungan tersebut tidak pernah mencapai kebencian atau permusuhan. Ketika Shalahuddin menjabat sebagai wazir (menteri) dari Khalifah Fatimiyah Al-Adid pada tahun 567 H/1171 M. Setelah, Nuruddin Mahmud Zanki wafat, Tentara Salib memanfaatkan situasi kacau di Syam dan menyerangnya. Shalahuddin mengirim surat kepada Khalifah Abbasiyah yang menggambarkan situasi politik di Syam serta serangan Tentara Salib terhadap wilayah Muslim. Ia juga menjelaskan upayanya dalam mengakhiri Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir, mengembalikan khutbah untuk Abbasiyah, dan usahanya melawan Tentara Salib yang menyerang Alexandria di Mesir, serta alasan ia menggabungkan Yaman ke dalam kekuasaannya. Setelah surat panjang ini diterima, di mana ia merinci pencapaiannya yang menegaskan kesetiaannya kepada khalifah, ia meminta agar mendapat legitimasi kekuasaannya. Khalifah Abbasiyah yang ke-34, Ahmad An-Nasir Lidinillah, yang memberinya kemudian memberinya dukungan finansial, perlengkapan, dan tentara yang dikirim dari pusat kekhalifahan. Selain itu, ia juga memberinya jaringan mata-mata yang dimiliki kekhalifahan, yang berperan besar dalam mengumpulkan informasi tentang pasukan Salib, serta dalam menghentikan pengaruh kaum Hasyashin yang bersekutu dengan pasukan Salib. Hasyasyin atau dalam bahasa Ingris disebut Assasin adalah sempalan dari sekte Syiah Ismailiyah Nizariyah yang memisahkan diri dari Dinasti Fatimiyah pada akhir abad ke-5 Hijriyah. Mereka adalah detasemen khusus untuk melakukan operasi perlawanan khususnya para penguasa Sunni. Markas mereka tersebar di Iran, Iraq, Suriah dan Lebanon, dibawah pimpinan Hasanas-Sabbah. Mereka melakukan penyusupan secara rahasia dan berani mati. Penyusupan mereka pun berhasil membunuh beberapa tokoh Penguasa Sunni diantaranya seperti Khalifah Al-Mustarsyid dan putranya ar-Rasyid Billah dari Abbasiyah, Perdana Menteri Dinasti Seljuk, Nizhamul Mulk, pendiri Madrasah Nizhamiyah, dan lain-lain. Khatimah Artikel ini bukan sebagai romantisme sejarah, namun sebagai khazanah keislaman yakni akan pentingnya perjuangan Islam secara kaffah, berikhtiyar mengembalikan institusi pemersatu umat dan pelaksana syariah Islam, yakni sitem warisan Nabi bernama khilafah Islamiyyah. Pertama, secara normatif, hal itu adalah kewajiban bagi kaum muslim. Bahkan Syaikh Abdul Qadir Audah, Pembesar Ikhwanul Muslimin, Mengatakan dalam kitabnya “Al-Islamu wa audho’una as-siyasiyah” mengatakan: “Khilafah hukumnya adalah fardhu kifayah seperti jihad dan peradilan. Jika telah dilaksanakan oleh orang yang memenuhi syarat, kewajiban itu gugur dari seluruh umat. Namun, jika belum terlaksana, seluruh umat Islam berdosa hingga tegaknya urusan khilafah dan memenuhinya”. Kedua, secara historis, pembebasan Baitul Maqdis biidznillah juga di antara sebab keberadaan khilafah. Pembebasan pertama pada masa Umar Bin Khatab, kemudian pembebasan kedua pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Ketiga, secara faktual, melihat fakta konstelasi politik internasional maka dibutuhkan kekuatan politik sebanding dengan Amerika dan sekutunya yang menjadi Bidan sekaligus pelindung Negri Zionis tersebut. Maka umat Islam membutuhkan persatuan hakiki dalam bingkai Khilafah Islamiyyah. Sedangkan nasionalisme dan nation-state sistem warisan Barat nyata-nyata memecah belah umat Islam dan mengkerangkeng mereka untuk menolong saudaranya di Palestina. Tentu, sambil berproses kesana usaha menolong saudara-saudara di Palestina harus terus digelorakan seperti halnya jihad defensif sesuai kemampuan, seruan kepada penguasa muslim, seruan pengiriman tentara muslim, berdoa, bantuan sosial, dan lain sebagainya. Mungkin ada yang berkata, itu kan masih lama. Keengganan anda untuk berjuang atau bahkan menghalang-halangi bisa membuat semakin lama. Indahnya nasehat Syaikh Muhammad Ghazali berikut ini: لا تُشغلوا أنفسكم بموعد النصر ، فإنه فوق الرؤوس ينتظر كلمة من الله “كن فيكون” ، بل أشغلوا أنفسكم أين موقعكم بين الحق والباطل “Janganlah sibukkan dirimu dengan kapan waktu datang pertolongan, karena sesungguhnya pertolongan itu sudah berada di atas kepala (kita), tinggal menunggu satu kata dari Allah: “Kun Fayakun” (Jadilah, maka terjadilah). Sebaliknya, sibukkan dirimu dengan di mana posisimu antara kebenaran dan kebatilan.” Wallahu A’lam.* Dosen dan pembelajar sejarah

Hari Ini, 837 Tahun Shalahuddin Al-Ayyubi Membebaskan Baitul Maqdis

Lebih 800 tahun selepas Panglima Shalahuddin al- Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis, nama beliau terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dan membuktikan akhlak muslim menjadi rahmat seluruh alamHidayatullah.com | TANGGAL 2 Oktober menandai peringatan pembebasan Baitul Maqdis atau Al-Quds dari penjajahan asing dan pengembaliannya ke tangan bangsa Arab oleh Panglima Shalahuddin al-Ayyubi (pada 2 Oktober 1187). Kemenangan tentara Islam dipimpin oleh Sultan Shalahudidn atau Panglima Shalahuddin al-Ayyubi mengalahkan Tentara Salib dalam Perang Hittin di perbatasan Laut Mati pada bulan Juli 1187 menandai jatuhnya Kerajaan Kristen Yerusalem (Kingdom of Jerusalem). Kingdom of Jerusalem, juga dikenal sebagai Kerajaan Tentara Salib, adalah negara Tentara Salib yang didirikan di Syam segera setelah Perang Salib Pertama. Untuk diketahui, pembukaan Kota Baitul Maqdis pertama pada tahun 637 pada masa pemerintahan Sayyidina Umar al-Khattab r.a. Sejak saat itu Baitul Maqdis berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam selama 462 tahun hingga direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1099. Baca: Sebab-sebab Keberhasilan dalam Pembebasan al-Quds pada Masa Perang Salib Selama penaklukan Tentara Salib ini, seluruh penduduk Muslim dan Yahudi, termasuk anak-anak dan wanita, yang diperkirakan berjumlah 10.000 orang, dibunuh secara brutal. Catatan sejarah menuliskan, darah umat Islam mengalir di setiap jalan dan gang hingga mata kaki. Kekuasaan Tentara Salib hanya bertahan selama 88 tahun. Dalam Pertempuran Hittin pada bulan Juli 1187, pasukan Muslim berjumlah 30.000 orang berhasil mengalahkan Tentara Salib. Kemenangan ini melemahkan Tentara Salib dan membuka jalan bagi pembebasan Bailtul Maqdis. Pengepungan Baitul Maqdis Pertempuran Hattin dianggap sebagai salah satu kemenangan terbesar bagi kaum Muslim dalam Penaklukan Baitul Maqdis. Kal aitu Panglima Shalahuddin mengirim para penasihatnya ke sekitar wilayahnya dan akhirnya mengumpulkan 20.000 hingga 30.000 pasukan. Pasukan Muslim mengepung kota Tentara Salib yang disebut Tiberias dan menetap di sana. Pasukan tersebut terus-menerus dipasok oleh Danau Tiberias di dekatnya. Tentara Salib menanggapi dengan mengirimkan pasukan mereka sendiri dan berusaha untuk menetap di dekat Mata Air Hattin, tetapi pasukan Muslim memblokir akses ke sumber air apa pun di daerah tersebut. Cuaca panas sangat merugikan pasukan Tentara Salib. Pengepungan Yerusalem dimulai pada tanggal 20 September 1187. Enam hari pertama, pertempuran kecil terjadi tanpa hasil yang berarti. Baca: Rekam Jejak Penaklukan Salahudin Al Ayyubi atas Baitul Maqdis Palestina Serangan awalnya dilakukan dari arah barat. Pada malam tanggal 25 September, pasukan Panglima Shalahuddin mulai mundur dari perbatasan barat kota. Melihat mundurnya pasukan Panglima Shalahuddin, masyarakat Baitul Maqdis mulai bergembira dan merayakan kemenangan, memasuki gereja untuk mengucap syukur dan meninggalkan benteng. Rupanya Panglima Shalahuddin baru saja berganti posisi. Pada pagi hari tanggal 26 September, pasukan Panglima Shalahuddin berada di sebelah timur kota. Panglima Shalahuddin memindahkan kampnya ke bagian kota yang lain, di Bukit Zaitun, di mana tidak ada gerbang utama tempat para Tentara Salib dapat melakukan serangan balik. Sementara tembok-tembok pertahanan Pasukan Salib terus-menerus dihantam oleh mesin pengepungan, ketapel, mangonel, petraries, api Yunani, busur silang, dan anak panah. Sebagian tembok itu ditambang dan runtuh pada tanggal 29 September. Tentara Salib tidak mampu memukul mundur pasukan Shalahuddin Al Ayyubi dari tembok yang jebol itu, tetapi pada saat yang sama, kaum Muslim masih belum dapat memasuki kota itu. Mereka tampak mengibarkan bendera dari puncak Bukit Zaitun. 2 pukulan ‘mangonel’ (mesin lempar batu besar) sudah siap. Para insinyur perang, dilindungi oleh sekelompok pemanah, mendekati kaki tembok kota dan berhasil memasang ranjau. Tentara Muslim telah bekerja sepanjang malam. 10.000 kavaleri siap menunggu di gerbang St. Petersburg. Stefanus dan Yosafat. Selama 2 hari ranjau darat diledakkan satu per satu dan api disulut dengan tumpukan kayu, akhirnya 30 hingga 40 lubang berhasil dibuka di sepanjang tembok kota. Selama 6 hari, Baitul Maqdis dihujani anak panah tanpa henti dan Menara Pengepungan digunakan untuk menembus tembok kota namun warga Baitul Maqdis masih mampu bertahan. Pasukan pertahanan kota tidak dapat lagi menahan gerak maju tentara Islam. Sekali lagi mereka lari dari pertahanan tapi kali ini kalah. Akibat serangan gencar pasukan Muslim membuat warga sipil mulai menyerah. Hanya sebagian tentara dan kaum bangsawan yang tersisa. Pemimpin kota Baitul Maqdis, Komandan Tentara Salib, Balian Ibelin menghampiri Panglima Shalahuddin untuk berunding. Balian berangkat bersama seorang utusan untuk menemui Panglima Shalahuddin, menawarkan penyerahan diri yang awalnya ditolaknya. Shalahuddin mengatakan kepada Balian bahwa ia telah bersumpah untuk merebut kota itu dengan paksa, dan hanya akan menerima penyerahan diri tanpa syarat. Untuk diketahui, sebelum pengepungan dimulai, Panglima Shalahuddin sudah memberi mereka kesempatan untuk bernegosiasi namun ditolak dengan arogan. Kali ini ketika mereka kalah, mereka meminta untuk bernegosiasi. Panglima Shalahuddin mencibir; “Mengapa saya harus bernegosiasi dengan kota yang telah saya rebut?” Perjanjian penyerahan diri akhirnya ditandatangani pada hari Jumaat, 2 Oktober 1187, bertepatan dengan 27 Rajab, malam berlakunya peristiwa Isra’ Mikraj Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Baitul Maqdis. Masuklah Shalahuddin ke Baitul Maqdis dengan linangan airmata dan laungan takbir. Tanda salib dan gambar-gambar rahib Kristen diturunkan dari tempat awam. Masjidil Aqsha dan semua masjid yang lain dibersihkan. Kesuntukan masa dan tempat yang perlu dibersihkan tidak mengizinkan shalat Jumat didirikan pada hari tersebut. Shalat Jumat yang pertama didirikan di Masjidil Aqsha selepas 88 tahun pada pada Jumat berikutnya, 9 Oktober 1187. Dihormati Musuh Shalahuddin Al-Ayyubi adalah pendiri Dinasti Ayyubiyah, sultan pertama Mesir dan Suriah, serta orang yang mempersatukan dunia Muslim melawan pasukan Tentara Salib Eropa. Nama lengkapnya Al-Nasir Salahuddin Yusuf ibn Ayyub, muslim Sunni, bersuku Kurdi. Lahir di Tikrit, Mesopotamia Hulu (sekarang Iraq) pada tahun 1137, dan dikenal nama kecilnya Yusuf, aa adalah putra Najmuddin Ayyūb, seorang Gubernur Baalbek. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi dan Shalawat Setelah Adzan Keluarganya berpindah-pindah, tinggal di Baalbek, kemudian Mosul selama masa muda Shalahuddin dan kemudian Damaskus saat ia memasuki masa remajanya. “Ayahnya, Ayyub, membawanya ke Baalbek di Lebanon saat ini untuk melarikan diri dari perseteruan keluarga. Ini adalah yang pertama dari banyak keberuntungan yang membentuk hidupnya. Baalbek — kuno, dengan udara segar yang beraroma kebun buah-buahan dan taman — berada di pusat dunia Muslim, yang membentang dari Spanyol hingga India dan mengilhami bangunan-bangunan megah, literatur yang kaya, dan ilmu pengetahuan kelas satu,” tulis John Man, sejarawan dan penulis ” Shalahuddin : The Life, the Legend and the Islamic Empire ” (Random House, 2013) dalam “Shalahuddin : The First Sultan” untuk majalah All About History edisi 102. Panglima Shalahuddin al-Ayyubi dikenang sebagai pemimpin militer hebat yang warisannya sebagai tokoh pemersatu berbagai kelompok Islam menjadikannya tokoh terkemuka dalam sejumlah budaya. Sejarawan AR Azzam meriwayatkan kisah pasukan Shaluhuddin Al-Ayyubi sebagai berikut: “Ia memutuskan untuk mengirim komandannya, 'seperti semut yang menutupi seluruh permukaan negara dari Tirus hingga Yerusalem', ke sudut-sudut kerajaan. Nazareth jatuh ke tangan Keukburi (Gokbori), dan Nablus ke tangan Husam al-Din. Badr al-Din Dildrim merebut Haifa, Arsuf, dan Kaisarea , sementara al-Adil merebut Jaffa. Shalahuddin kemudian mengirim Taqiuddin, komandannya yang paling cakap untuk merebut Tirus dan Tibnin… (185). Ia juga memiliki reputasi positif di Barat, meskipun telah berperang melawan Tentara Salib, berkat persepsi tentang sikah kasih sayang dan sikap adilnya. Ia dikenal kemurahan hati terhadap musuh-musuhnya. Meskipun berhasil merebut kembali Yerusalem dari tangan Pasukan Salib, Sultan Shalahuddin menunjukkan sikap yang adil dan penuh kasih sayang terhadap penduduk non-Muslim. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi Pimpin Jihad Para Ulama Ia mengizinkan mereka untuk meninggalkan kota dengan aman dan membawa harta benda mereka, serta memberikan perlindungan kepada mereka yang memilih tinggal di bawah kekuasaan Islam. Kepemimpinannya juga ditandai dengan sikap rendah hati dan kesederhanaan. Meskipun telah meraih banyak kesuksesan dan dihormati oleh banyak orang, ia tetap hidup dengan gaya sederhana dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi. Sikap rendah hati beliau memenangkan hati rakyatnya dan memperkuat legitimasi kepemimpinannya di mata umat Islam. Usai Tentara Salib menyerah tanpa perlawanan. Panglima Shalahuddin mengatakan harta yang paling berharga dari semuanya tidak lain adalah Al-Quds atau Baitul Maqdis (Kota Suci). “Kami meyakini Baitul Maqdis adalah kota suci, sebagaimana kalian juga meyakininya. Dan saya tidak ingin mengepung kota suci ini apalagi menyerangnya,” ujar Shalahuddin al Ayyubi. Lebih 800 tahun selepas Sultan Shalahuddin al- Ayyubi memerdekakan kota Baitul Maqdis. Nama beliau tetap terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dunia, mengembalikan hak yang dirampas tetapi pada masa yang sama membuktikan akhlak muslim yang mencintai, memayungi seluruh insan dan menjadi rahmat kepada alam.*

837 Tahun Shalahuddin Al-Ayyubi Membebaskan Baitul Maqdis

Lebih 800 tahun selepas Panglima Shalahuddin al- Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis, nama beliau terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dan membuktikan akhlak muslim menjadi rahmat seluruh alamHidayatullah.com | TANGGAL 2 Oktober menandai peringatan pembebasan Baitul Maqdis atau Al-Quds dari penjajahan asing dan pengembaliannya ke tangan bangsa Arab oleh Panglima Shalahuddin al-Ayyubi (pada 2 Oktober 1187). Kemenangan tentara Islam dipimpin oleh Sultan Shalahudidn atau Panglima Shalahuddin al-Ayyubi mengalahkan Tentara Salib dalam Perang Hittin di perbatasan Laut Mati pada bulan Juli 1187 menandai jatuhnya Kerajaan Kristen Yerusalem (Kingdom of Jerusalem). Kingdom of Jerusalem, juga dikenal sebagai Kerajaan Tentara Salib, adalah negara Tentara Salib yang didirikan di Syam segera setelah Perang Salib Pertama. Untuk diketahui, pembukaan Kota Baitul Maqdis pertama pada tahun 637 pada masa pemerintahan Sayyidina Umar al-Khattab r.a. Sejak saat itu Baitul Maqdis berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam selama 462 tahun hingga direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1099. Baca: Sebab-sebab Keberhasilan dalam Pembebasan al-Quds pada Masa Perang Salib Selama penaklukan Tentara Salib ini, seluruh penduduk Muslim dan Yahudi, termasuk anak-anak dan wanita, yang diperkirakan berjumlah 10.000 orang, dibunuh secara brutal. Catatan sejarah menuliskan, darah umat Islam mengalir di setiap jalan dan gang hingga mata kaki. Kekuasaan Tentara Salib hanya bertahan selama 88 tahun. Dalam Pertempuran Hittin pada bulan Juli 1187, pasukan Muslim berjumlah 30.000 orang berhasil mengalahkan Tentara Salib. Kemenangan ini melemahkan Tentara Salib dan membuka jalan bagi pembebasan Bailtul Maqdis. Pengepungan Baitul Maqdis Pertempuran Hattin dianggap sebagai salah satu kemenangan terbesar bagi kaum Muslim dalam Penaklukan Baitul Maqdis. Kal aitu Panglima Shalahuddin mengirim para penasihatnya ke sekitar wilayahnya dan akhirnya mengumpulkan 20.000 hingga 30.000 pasukan. Pasukan Muslim mengepung kota Tentara Salib yang disebut Tiberias dan menetap di sana. Pasukan tersebut terus-menerus dipasok oleh Danau Tiberias di dekatnya. Tentara Salib menanggapi dengan mengirimkan pasukan mereka sendiri dan berusaha untuk menetap di dekat Mata Air Hattin, tetapi pasukan Muslim memblokir akses ke sumber air apa pun di daerah tersebut. Cuaca panas sangat merugikan pasukan Tentara Salib. Pengepungan Yerusalem dimulai pada tanggal 20 September 1187. Enam hari pertama, pertempuran kecil terjadi tanpa hasil yang berarti. Baca: Rekam Jejak Penaklukan Salahudin Al Ayyubi atas Baitul Maqdis Palestina Serangan awalnya dilakukan dari arah barat. Pada malam tanggal 25 September, pasukan Panglima Shalahuddin mulai mundur dari perbatasan barat kota. Melihat mundurnya pasukan Panglima Shalahuddin, masyarakat Baitul Maqdis mulai bergembira dan merayakan kemenangan, memasuki gereja untuk mengucap syukur dan meninggalkan benteng. Rupanya Panglima Shalahuddin baru saja berganti posisi. Pada pagi hari tanggal 26 September, pasukan Panglima Shalahuddin berada di sebelah timur kota. Panglima Shalahuddin memindahkan kampnya ke bagian kota yang lain, di Bukit Zaitun, di mana tidak ada gerbang utama tempat para Tentara Salib dapat melakukan serangan balik. Sementara tembok-tembok pertahanan Pasukan Salib terus-menerus dihantam oleh mesin pengepungan, ketapel, mangonel, petraries, api Yunani, busur silang, dan anak panah. Sebagian tembok itu ditambang dan runtuh pada tanggal 29 September. Tentara Salib tidak mampu memukul mundur pasukan Shalahuddin Al Ayyubi dari tembok yang jebol itu, tetapi pada saat yang sama, kaum Muslim masih belum dapat memasuki kota itu. Mereka tampak mengibarkan bendera dari puncak Bukit Zaitun. 2 pukulan ‘mangonel’ (mesin lempar batu besar) sudah siap. Para insinyur perang, dilindungi oleh sekelompok pemanah, mendekati kaki tembok kota dan berhasil memasang ranjau. Tentara Muslim telah bekerja sepanjang malam. 10.000 kavaleri siap menunggu di gerbang St. Petersburg. Stefanus dan Yosafat. Selama 2 hari ranjau darat diledakkan satu per satu dan api disulut dengan tumpukan kayu, akhirnya 30 hingga 40 lubang berhasil dibuka di sepanjang tembok kota. Selama 6 hari, Baitul Maqdis dihujani anak panah tanpa henti dan Menara Pengepungan digunakan untuk menembus tembok kota namun warga Baitul Maqdis masih mampu bertahan. Pasukan pertahanan kota tidak dapat lagi menahan gerak maju tentara Islam. Sekali lagi mereka lari dari pertahanan tapi kali ini kalah. Akibat serangan gencar pasukan Muslim membuat warga sipil mulai menyerah. Hanya sebagian tentara dan kaum bangsawan yang tersisa. Pemimpin kota Baitul Maqdis, Komandan Tentara Salib, Balian Ibelin menghampiri Panglima Shalahuddin untuk berunding. Balian berangkat bersama seorang utusan untuk menemui Panglima Shalahuddin, menawarkan penyerahan diri yang awalnya ditolaknya. Shalahuddin mengatakan kepada Balian bahwa ia telah bersumpah untuk merebut kota itu dengan paksa, dan hanya akan menerima penyerahan diri tanpa syarat. Untuk diketahui, sebelum pengepungan dimulai, Panglima Shalahuddin sudah memberi mereka kesempatan untuk bernegosiasi namun ditolak dengan arogan. Kali ini ketika mereka kalah, mereka meminta untuk bernegosiasi. Panglima Shalahuddin mencibir; “Mengapa saya harus bernegosiasi dengan kota yang telah saya rebut?” Perjanjian penyerahan diri akhirnya ditandatangani pada hari Jumaat, 2 Oktober 1187, bertepatan dengan 27 Rajab, malam berlakunya peristiwa Isra’ Mikraj Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Baitul Maqdis. Masuklah Shalahuddin ke Baitul Maqdis dengan linangan airmata dan laungan takbir. Tanda salib dan gambar-gambar rahib Kristen diturunkan dari tempat awam. Masjidil Aqsha dan semua masjid yang lain dibersihkan. Kesuntukan masa dan tempat yang perlu dibersihkan tidak mengizinkan shalat Jumat didirikan pada hari tersebut. Shalat Jumat yang pertama didirikan di Masjidil Aqsha selepas 88 tahun pada pada Jumat berikutnya, 9 Oktober 1187. Dihormati Musuh Shalahuddin Al-Ayyubi adalah pendiri Dinasti Ayyubiyah, sultan pertama Mesir dan Suriah, serta orang yang mempersatukan dunia Muslim melawan pasukan Tentara Salib Eropa. Nama lengkapnya Al-Nasir Salahuddin Yusuf ibn Ayyub, muslim Sunni, bersuku Kurdi. Lahir di Tikrit, Mesopotamia Hulu (sekarang Iraq) pada tahun 1137, dan dikenal nama kecilnya Yusuf, aa adalah putra Najmuddin Ayyūb, seorang Gubernur Baalbek. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi dan Shalawat Setelah Adzan Keluarganya berpindah-pindah, tinggal di Baalbek, kemudian Mosul selama masa muda Shalahuddin dan kemudian Damaskus saat ia memasuki masa remajanya. "Ayahnya, Ayyub, membawanya ke Baalbek di Lebanon saat ini untuk melarikan diri dari perseteruan keluarga. Ini adalah yang pertama dari banyak keberuntungan yang membentuk hidupnya. Baalbek — kuno, dengan udara segar yang beraroma kebun buah-buahan dan taman — berada di pusat dunia Muslim, yang membentang dari Spanyol hingga India dan mengilhami bangunan-bangunan megah, literatur yang kaya, dan ilmu pengetahuan kelas satu," tulis John Man, sejarawan dan penulis " Shalahuddin : The Life, the Legend and the Islamic Empire " (Random House, 2013) dalam "Shalahuddin : The First Sultan" untuk majalah All About History edisi 102. Panglima Shalahuddin al-Ayyubi dikenang sebagai pemimpin militer hebat yang warisannya sebagai tokoh pemersatu berbagai kelompok Islam menjadikannya tokoh terkemuka dalam sejumlah budaya. Sejarawan AR Azzam meriwayatkan kisah pasukan Shaluhuddin Al-Ayyubi sebagai berikut: “Ia memutuskan untuk mengirim komandannya, 'seperti semut yang menutupi seluruh permukaan negara dari Tirus hingga Yerusalem', ke sudut-sudut kerajaan. Nazareth jatuh ke tangan Keukburi (Gokbori), dan Nablus ke tangan Husam al-Din. Badr al-Din Dildrim merebut Haifa, Arsuf, dan Kaisarea , sementara al-Adil merebut Jaffa. Shalahuddin kemudian mengirim Taqiuddin, komandannya yang paling cakap untuk merebut Tirus dan Tibnin… (185). Ia juga memiliki reputasi positif di Barat, meskipun telah berperang melawan Tentara Salib, berkat persepsi tentang sikah kasih sayang dan sikap adilnya. Ia dikenal kemurahan hati terhadap musuh-musuhnya. Meskipun berhasil merebut kembali Yerusalem dari tangan Pasukan Salib, Sultan Shalahuddin menunjukkan sikap yang adil dan penuh kasih sayang terhadap penduduk non-Muslim. Baca: Shalahuddin Al Ayyubi Pimpin Jihad Para Ulama Ia mengizinkan mereka untuk meninggalkan kota dengan aman dan membawa harta benda mereka, serta memberikan perlindungan kepada mereka yang memilih tinggal di bawah kekuasaan Islam. Kepemimpinannya juga ditandai dengan sikap rendah hati dan kesederhanaan. Meskipun telah meraih banyak kesuksesan dan dihormati oleh banyak orang, ia tetap hidup dengan gaya sederhana dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi. Sikap rendah hati beliau memenangkan hati rakyatnya dan memperkuat legitimasi kepemimpinannya di mata umat Islam. Usai Tentara Salib menyerah tanpa perlawanan. Panglima Shalahuddin mengatakan harta yang paling berharga dari semuanya tidak lain adalah Al-Quds atau Baitul Maqdis (Kota Suci). “Kami meyakini Baitul Maqdis adalah kota suci, sebagaimana kalian juga meyakininya. Dan saya tidak ingin mengepung kota suci ini apalagi menyerangnya,” ujar Shalahuddin al Ayyubi. Lebih 800 tahun selepas Sultan Shalahuddin al- Ayyubi memerdekakan kota Baitul Maqdis. Nama beliau tetap terpahat sebagai simbol kekuatan umat Islam dunia, mengembalikan hak yang dirampas tetapi pada masa yang sama membuktikan akhlak muslim yang mencintai, memayungi seluruh insan dan menjadi rahmat kepada alam.*

Zionis ‘Israel’ Menangkap Imam Masjid Al-Aqsha Syeikh Ikrimah Sabri

Hidayatullah.com—Imam Masjid Al-Aqsha ditangkap oleh pasukan Zionis ‘Israel’ dalam penggerebekan di rumahnya di Yerusalem (Baitul Maqdis) pada hari Jumat.Menurut laporan internasional, Syeikh Ikrima Sabri ditahan oleh pasukan intelijen ‘Israel’ setelah dia berdoa selama khotbah Jumat untuk mendiang Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyah, yang syahid di Teheran pada hari Rabu.Israel’s intelligence have arrested Sheikh Ikrima Sabri, imam of the Al Aqsa Mosque in a raid on his home in Jerusalem after he prayed for the Israeli-assassinated Ismail Haniyeh during a Friday sermon. pic.twitter.com/8XWEZ04r2A— Eye on Palestine (@EyeonPalestine) August 2, 2024Dalam khotbahnya, Syeikh Ikrimah mengatakan: “Masyarakat Yerusalem dan sekitarnya, dari mimbar Masjid Al-Aqsha yang diberkati, berduka atas meninggalnya Ismail Haniyah yang syahid.” Setelah itu, polisi ‘Israel’ mengatakan mereka sedang menyelidiki apakah pernyataan tersebut merupakan “hasutan” dan akan mengambil tindakan yang sesuai. Namun diketahui dia dibebaskan dengan syarat tidak mendekati area masjid hingga 8 Agustus mendatang. Khatib berusia 85 tahun itu telah beberapa kali ditahan oleh tentara penajajah ‘Israel’ dan dilarang memasuki Masjid Al-Aqsha. Syeikh Ikrima adalah pengkritik keras pendudukan ilegal ‘Israel’ di wilayah Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Ia sebelumnya menjabat sebagai Mufti Baitul Maqdis dan Wilayah Palestina pada tahun 1994 hingga 2006.*

Runtuhkan Zionis, Rebut Baitul Maqdis

Buku karya cendekiawan muda Fahmi Salim ini tepat waktunya. Di saat zionis Yahudi memborbardir Rafah saat ini, buku ini hadir untuk memberikan semangat pada rakyat Indonesia agar ikut andil dalam membantu Palestina. Kebiadaban Israel memang sudah keterlaluan, lebih dari 34 ribu kaum Muslim saat ini jadi korban.Buku ini memberi gambaran cukup komperehensif tentang sejarah Yahudi Israel, Perangai Yahudi dalam Al-Qur’an, Strategi melawan zionis Israel, Agar Anak Mencintai Baitul Maqdis, Resep al Ghazali dalam Pembebasan Baitul Maqdis, Solusi Mujarab Konflik Baitul Maqdis dan Nilai Strategis Pertempuran Badai al Aqsha.Buku setebal 473 halaman ini diawali dengan pemaparan kisah penyimpangan Bani Israel seperti disebut dalam Al-Qur’an. Kaum terlaknat ini melakukan penyimpangan:Pertama, mereka mengatakan dirinya sebagai putra Allah dan kekasih Allah. Mereka mengaku punya hak eksklusif atau monopoli sehingga tidak bisa disalahkan. Dengan pongah mereka berkata, ”Neraka tidak akan menyentuh kami, kecuali beberapa hari saja.” (lihat surat al Baqarah 80).Kedua, mereka meyakini Nabi Uzair putra Allah, sebagaimana Nabi Isa adalah putra Allah dalam keyakinan Nasrani. “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS at Taubah 30)Ketiga, mereka memalsukan Taurat. Termasuk pengertian memalsukan disini adalah beriman kepada sebagian isinya tapi mengingkari sebagian yang lain. “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (QS al Baqarah 79)Keempat, mereka mengatakan bahwa Allah itu fakir. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: “Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya”. Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu azab yang membakar”. (QS Ali Imran 181)Kelima, mereka memerangi dan membunuh para Nabi. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (QS al Maidah 70)Nabi Muhammad Saw tidak lepas dari gangguan dan konspirasi Yahudi. Mereka sangat berniat untuk membunuh beliau, diantaranya dengan meracuni makanan dan melakukan tindakan kekerasan secara diam-diam.Berdasarkan rekam jejak penyimpangannya sepanjang sejarah, bukan hal yang aneh bila Yahudi warga zionis Israel memiliki tabiat dan perangai serupa. Adalah kebodohan bagi umat Islam manakala kita begitu mudah dikelabui oleh niat ‘baik’ yang mereka tawarkan, seperti dalam penjajahan Palestina yang berlangsung hingga kini.Diantara pengelabuan Yahudi adalah mereka berbagi tugas dengan Amerika Serikat, yakni berupaya sedemikian rupa mengajukan dan meyakinkan pendirian negara Palestina merdeka kepada negara-negara Arab sebagai tawaran normalisasi politik dengan Israel. Padahal, saat yang bersamaan, penjajah Israel justru tidak pernah mengakui dan selalu menihilkan negara Palestina dalam setiap perundingan damai.Mereka tanpa henti memperlihatkan kesombongan dan kecongkakan di hadapan negara-negara Islam sedunia. Tak ayal sikap mereka mengusik para ahli ilmu yang tak ingin harga diri agama Tauhid ini diinjak-injak oleh Yahudi. Ulama duniapun menfatwakan beberapa hal terkait perjuangan perlawanan atas penjajahan Yahudi Zionis Israel:

Al Jazeera Kecam Zionis  Menutup Kantor Beritanya di Baitul Maqdis

Hidayatullah.com—Tindakan penjajah ‘Israel’ yang menggerebek dan menutup kantor berita Al Jazeera di Baitul Maqdis (Yerusalem) mendapat kecaman kepala badan media tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ). Penutupan ini diyakini kali pertama dalam sejarah ‘Israel’ memaksa penutupan kantor media asing. Walid Omari, pimpinan Al Jazeera di wilayah pendudukan dan Palestina menggambarkan tindakan Zionis sebagai upaya memblokir informasi mengenai kejahatan ‘Israel’ di Gaza dari dunia luar, katanya kepada Reuters. Al Jazeera menambahkan, hal ini jelas merupakan upaya ‘Israel’ untuk mencegah masyarakat mengetahui apa yang terjadi di Gaza, Tepi Barat atau di ‘Israel’ sendiri. Kabinet Perdana Menteri Netanyahu sebelumnya menyatakan menutup operasi Al Jazeera karena mengklaim stasiun tersebut bertindak sebagai ‘corong’ Hamas dan mengancam keamanan nasional ‘Israel’.Dakwah Media BCA - GreenYuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Kemudian, mereka dengan suara bulat memilih untuk menutup jaringan berita tersebut selama perang di Gaza terus berlanjut. Al Jazeera, yang meliput agresi ‘Israel’ sepanjang waktu, dengan berita-berita eklusif yang tidak dimiliki media lain. Hal ini menjadikan penjaah gerah dan melakukan aksi pemblokiran.*

Buya Hamka dan Rahasia Merebut Al-Aqsha

Ahli-ahli fikir Islam modern berkesimpulan bahwasanya Palestina dan Tanah Suci Baitul Maqdis, tidaklah akan dapat diambil kembali dari Zionis sebelum orang Arab dan orang-orang Islam seluruh dunia mengembalikan pangkalan fikirannya pada Islam Oleh: Qosim Nurseha Dzulhadi Hidayatullah.com | BUYA Hamka adalah salah satu dari ulama dunia yang memiliki perhatian khusus kepada masalah Palestina dan al-Aqsha. Perhatiannya ini banyak beliau tuangkan dalam banyak tulisannya. Dalam Sejarah Umat Islam beliau mengulas tentang Negeri Syam, Perang Salib, dan kerajaan-kerajaan Islam di Syam. (Buya Hamka, Sejarah Umat Islam (Singapura: Pustaka Nasional, cet. Vl, 2006), 349-369). Kisah kepahlawanan Shalahuddin al-Ayyubi tampaknya amat menarik perhatian Buya Hamka. Maka, beliau ulas lagi dalam Dari Hati ke Hati. Dalam tajuk “Shalahuddin al-Ayyubi: Pahlawan Perang Salib yang Berjihad menurut Jalan Nabi” beliau menyebutkan demikian: “Bila Anda menyebut nama itu, tidak akan terpisah dari kenangan Anda bahwa pada akhir abad ke-Xl Masehi atau akhir abad ke-V Hijriyah (?) telah terjadi peperangan yang hebat diantara raja-raja dari Kerajaan Islam dengan Kerajaan Nasrani dari Benua Eropa yang merebut tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin dan menduduki negeri itu hampir dua abad lamanya sehingga berdirilah beberapa Kerajaan Kristen di tanah air Kaum Muslimin. (Buya Hamka, Dari Hati ke Hati (Depok: Gema Insani, cet. I, 1437 H/2016), 86. Dan dengan iman sebagai “senjata” dalam Perang Hittin (1877) benteng al-Kark direbut. 20.000 tentara Salib tewas dan tertawan. Reginald ikut tertawan, termasuk Guy de Lusignan, Raja Jerusalem. Tapi Reginald dipancung kepalanya, karena pengkhianat. Dari benteng al-Kark masuk ke Akra, Nablus, Ramlah, Kisariyah, Jafa dan Beirut. Akhirnya, Jerusalem dikepung dan Baitul Maqdis dibebaskandibebaskan, setelah 88 tahun di tangan kaum Nasrani atau 90 tahun dalam hitungan Hijriyah. (Buya Hamka, Dari Hati ke Hati, 95, 96). Dan tentunya, hari ini Baitul Maqdis dalam  keadaan “tertawan” bahkan terjajah. Sejak 1948 hingga 2024 negeri yang di dalamnya ada Kiblat Pertama Umat IsIam ini ditawan dan dijajah kaum Zionis-Yahudi. Umat ini tengah menanti sosok seteguh Shalahuddin al-Ayyubi. Pahlawan Islam yang menjadikan iman sebagai “senjata” dalam menaklukkan penjajahan sadis Zionis-Yahudi. Selain itu, kemurnian akidah seperti yang ditampilkan Shalahuddin al-Ayyubi dibutuhkan umat ini untuk mengakhiri kebiadaban peradaban Barat yang materialis dan bengis di sana. Kembali ke Pangkalan Islam Terkait dengan gagahnya Shalahuddin al-Ayyubi dalam membebaskan Baitul Maqdis dari tangan kaum Salibis, agaknya refleksi sekarang perlu kita lakukan. Dan ini yang diingatkan oleh Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar-nya yang legendaris itu. Kata Buya Hamka, di saat ini kaum Bani Israil itu telah dapat mendirikan kembali Kerajaannya di tengah-tengah Tanah Arab, di Palestina yang telah dipunyai oleh orang Arab Islam sejak 1.400 tahun, dan beratus-ratus tahun sebelum itu telah dikuasai negeri itu oleh orang Romawi dan Yunani. Sudah lebih 2.000 tahun tidak lagi orang Yahudi mempunyai negeri itu. Tetapi dengan uang dan pengaruh, mereka menguasai pendapat dunia untuk tidak mengakui negeri Islam itu. Tujuh Negara Arab, hanya satu yang tidak resmi negara Islam, yaitu Negara Lebanon. Ketujuh Negara Islam itu kalah berperang dengan mereka (1948), dan langsung juga negeri Israel berdiri. Maka setelah ditanyai orang kepada Presiden Mesir, (ketika itu Republik Arab Persatuan), Jamal Abdel Nasser, apa sebab tujuh Negara Arab dapat dikalahkan oleh satu Negara Israel, Nasser menjawab: “Kami kalah karena kami pecah jadi tujuh, sedang mereka hanya satu.” Pada tahun 1948, peperangan hebat diantara orang Islam Arab dengan Yahudi itu, yang menyebabkan kekalahan Arab, negara-negara Arab baru tujuh buah. Kemudian, tengah buku “Tafsir Al-Azhar” ini masih dalam cetakan yang pertama (Juni 1967), Negara Arab tidak lagi tujuh, melainkan telah menjadi tiga belas. Waktu itu sekali lagi Israel mengadakan serbuan besar-besaran. Sehingga dalam enam hari saja lumpuhlah kekuatan Arab Islam, hancur segenap kekuatannya. Beratus buah pesawat terbang kepunyaan Republik Arab Mesir dihancurkan sebelum sempat naik ke udara. Belum pernah negeri-negeri Arab khususnya dan ummat Islam umumnya menderita kekalahan sebesar ini, walaupun dibandingkan dengan masuknya tentara kaum Salib dan Eropa, sampai dapat mendirikan Kerajaan Palestina Kristen selama 92 tahun, sepuluh abad yang lalu. Maka dikaji orang lah apa sebab sampai demikian? Setengah orang mengatakan karena persenjataan Israel lebih lengkap, dan lebih modern. Setengah orang mengatakan bahwa bantuan dari negara-negara Barat terlalu besar kepada Israel, sedang Republik Arab Mesir sangat mengharap bantuan Rusia. Tetapi di saat datangnya penyerangan besar Israel itu, tidak datang bantuan Rusia itu. Setengahnya mengatakan bahwa Amerika dan Rusia menasihati Republik Arab Mesir agar jangan menyerang lebih dahulu; kalau sudah diserang baru membalas. Tetapi Israellah yang memang menyerang lebih dahulu, sedangkan pihak Arab telah taat kepada anjuran Rusia dan Amerika. Tetapi segala abalisa ini tidaklah kena mengena akan jadi sebab musabab kekalahan. Kalau dikatakan persenjataan Israel lebih lengkap, senjata Republik Arab Mesir tidak kurang lengkapnya. Kalau bukan lengkap persenjataan Mesir, tentu Presiden Jamal Abdel Nasser dan terompet-terompetnya di radio tidak akan berani mengatakan bahwa kalau mereka telah menyerang Isarel pagi-pagi, sore harinya mereka sudah bisa menduduki Tel Aviv. Kalau dikatakan bahwa orang Yahudi Israel itu lebih cerdas dan pintar, maka sejarah dunia sejak zaman Romawi sampai zaman Arab menunjukkan bahwa bangsa yang lebih cerdas kerapkali dapat dikalahkan oleh yang masih belum cerdas. Bangsa Jerman yang waktu itu masih biadab, telah dapat mengalahkan Romawi. Bangsa Arab yang dikatakan belum cerdas waktu itu, telah dapat menaklukkan Kerajaan Romawi dan Persia. Sebab yang utama bukan itu. Yang terang ialah karena orang Arab khususnya dan Islam umumnya telah lama meninggalkan senjata batin yang jadi sumber dari kekuatannya. Orang-orang Arab yang berperang menangkis serangan Israel atau ingin merebut Palestina sebelum tahun 1967 itu, tidak lagi menyebut-nyebut Islam. Islam telah mereka tukar dengan Nasionalisme Jahiliyah, atau Sosialisme ilmiah ala Marx. Bagaimana akan menang orang Arab yang sumber kekuatannya ialah imannya, lalu meninggalkan iman itu, malahan barangsiapa yang masih mempertahankan ideologi Islam, dituduh reaksioner. Nama Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan pembangun dari bangsa Arab telah lama ditinggalkan, lalu ditonjolkan nama Karl Marx, seorang Yahudi. Jadi, untuk melawan Yahudi mereka buangkan pemimpin mereka sendiri, dan mereka kemukakan pemimpin Yahudi. Dalam pada itu kesatuan akidah kaum Muslimin telah dikucar-kacirkan oleh ideologi-ideologi lain, terutama mementingkan bangsa sendiri. Sehingga dengan tidak bertimbang rasa, di Indonesia sendiri, di saat orang Arab bersedih karena kekalahan, Negara Republik Indonesia yang penduduknya 90 % pemeluk Islam, tidaklah mengirimkan utusan pemerintah buat mengobati hati negara-negara itu, melainkan mengundang Kaisar Haile Selassie, seorang Kaisar Kristen yang berjuang dengan gigihnya menghapuskan Islam dari negaranya.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Ahli-ahli fikir Islam modern telah sampai pada kesimpulan bahwasanya Palestina dan Tanah Suci Baitul Maqdis, tidaklah akan dapat diambil kembali dari rampasan Yahudi (Zionis) itu, sebelum orang Arab khususnya dan orang-orang Islam seluruh dunia umumnya, mengembalikan pangkalan fikirannya kepada Islam. Sebab, baik Yahudi dengan Zionisnya, atau negara-negara Kapitalis dengan Christianismenya, yang membantu dengan moril dan materiel berdirinya Negara Israel itu, keduanya bergabung jadi satu melanjutkan Perang Salib secara modern, bukan untuk menantang Arab karena dia Arab, melainkan menantang Arab karena dia Islam. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1082): 2/220-221). Maka, jelaslah sudah problem utama umat ini. Yaitu akidah. Ya, keyakinan sudah lama berganti (atau sengaja diganti) dengan ideologi-ideologi lain yang bertentangan dengan pandangan alam (worldview) Islam. Padahal, umat ini kuat dan ditakuti lawan karena akidahnya. Bukan yang lainnya. Dan apa yang kita saksikan saat ini di Palestina dan Baitul Maqdis menguatkan hal ini. Negara sekecil Afrika Selatan sejatinya telah mempermalukan negara-negara Arab yang konon “tetangga” dekat Palestina. Mereka hanya menonton. Mirip tajuk sebuah sinetron: “Tetangga kok gitu?” Apa benar kondisi negara-negara Arab itu sama seperti tahun 1948, 1956, dan 1967? Apakah ini menguatkan pandangan Buya Hamka bahwa negara-negara itu semua belum kembali ke pangkalan Islamnya? Yang jelas Khalifah Umar pernah ingatkan kita dengan satu pernyataannya yang amat terkenal: “Ketika kami mencari kemuliaan di luar Islam kami semakin dihinakan oleh Allah. Dan ketika kami mencari kemuliaan dalam Islam kami dimuliakan Allah.” Karena hanya dengan kembali ke pangkalan Islam umat ini akan kembali jaya, kuat dan ditakuti oleh musuh. Jika tidak, maka perjuangan akan semakin panjang dan pengorbanan akan semakin besar. Semoga kita segera sadar. * Dosen dan Guru di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah dan Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan

Sudahkah Isra Mi’raj Memperjankan Cinta Kita ke Baitul Maqdis?

Isra dan Mi’raj memperjalankan cinta kita ke Masjidil Aqsha dalam ikhtiar melakukan sesuatu untuk kemuliaan Al-Ardhul Muqaddasah dan Al-Ardhul Mubarakah Oleh: Azka Madihah, MA Hidayatullah.com | KEPEDULIAN hati dari penduduk Baitul Maqdis ditinggal orang-orang tercinta, dialami pula oleh Rasulullah ﷺ kala itu, saat istri tercinta Khadijah radhiallau ‘anha dan pamannya Abi Thalib wafat. Kesulitan rakyat Gaza akibat blokade yang mengakibatkan kelaparan dan merebaknya penyakit, dirasakan juga oleh Nabi kita tercinta shallallahu ‘akayhi wa sallam ketika itu, semasa diboikot oleh kaum kafir Quraisy. Ketidakberdayaan karena seluruh dunia seolah memalingkan wajah dari penduduk Syam yang terdzalimi, itu pula yang Nabi Muhammad adukan kepada Allah, di kala ia ditolak dan diusir dari Thaif. Di situasi yang seolah terkungkung dan titik terendah hidup ini, manusia paling mulia ini pun melangitkan doa, “Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli.” Maka setelah itu, Allah pun menghibur kekasih-Nya. Ke sebuah tempat yang suci, pusat keberkahan. Ke tempat yang selama ini senantiasa menjadi kiblat dalam sujud-sujudnya. Ke tempat yang menjadi tujuan hijrah dan jihad para Nabi sebelumnya. Asraa (أَسْرَىٰ), memperjalankan. Di situasi yang seolah tidak bisa bergerak ke mana-mana, Allah-lah yang memperjalankan Rasulullah ﷺ. Ke mana? Ke tempat yang istimewa. Tempat yang akan melipur kesedihan hatinya. Ke tempat yang Allah berkahi sekelilingnya (إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ), yang bermakna Masjidil Aqsha adalah pusat keberkahan tersebut. Ke tempat yang selama ini Rasulullah ﷺ rindukan dalam shalatnya, karena inilah kiblat pertama sebelum turunnya ayat pengubahan arah kiblat ke Ka’bah. Bahkan selama hidup Rasulullah ﷺlebih lama periode waktu shalat menghadap kiblat ke Masjidil Aqsha dibandingkan periode waktu shalat dengan kiblat ke Ka’bah. Ke tempat yang menjadi lokasi lahirnya para Nabi-nabi yang risalahnya sedang ia teruskan. Ke tempat yang menjadi tujuan para Nabi sebelumnya untuk hijrah mencari harapan dan semangat, sebelum Kembali meneruskan misi dakwah mereka. Lalu bukankah kita tahu, apa penghiburan atas penolakan yang dialami Nabi Muhammad ﷺ di Makkah hingga lapar perih perutnya dan di Thaif hingga berdarah-darah kakinya kala itu? Penduduk langit menyambutnya dengan penuh suka cita; “مَرْحَبًا”. Ya, “Marhaban!” Diucapkan oleh para Nabi dan malaikat, di setiap lapis langit.  Dengan kata-kata yang demikian indahnya, مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ. “Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang.” Selamat datang wahai manusia terbaik! Bayangkan, saat ini ahlu Gaza, ahlu Syam, ahlu Baitul Maqdis sedang berada di kondisi yang serupa dengan Rasulullah ﷺ. Mereka sedang melangitkan doa yang sama, ”Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku?” “Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?” Apakah kepada umat Islam yang mengacuhkan mereka? Kepada wajah Barat yang kini terbuka jelas topengnya? Atau kepada penjajah yang menari congkak di atas darah para syuhada? Maka dengan menghikmahi perjalanan Isra Mi’raj ini, kita tahu jawabannya. Sekali-kali tidak! Sebagaimana surat Ar-Ruum mengajarkan kita bahwa Allah memerintahkan kita untuk memerhatikan geopolitik di wilayah Baitul Maqdis, di mana Allah berjanji bahwa orang-orang beriman itu akan bergembira. Akan menang! Karena apa? بِنَصْرِ ٱللَّهِ Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. وَعْدَ ٱللَّهِ “(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 5-6). Peristiwa Isra Mi’raj ini pula yang merupakan titik balik dalam sejarah pembebasan Baitul Maqdis. Setelah Isra Mi’raj, setelah Rasulullah ﷺ menjadi imam bagi seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya, hadirlah semangat baru. Rasulullah ﷺ pun memulai strategi pembebasan Baitul Maqdis yang terus diwariskan kepada para sahabat yang mulia. Dengan tahapan ilmu, diplomasi/politik, lalu jihad militer untuk menumpaskan kezhaliman yang saat itu pun sedang berlangsung di Baitul Maqdis, di bawah penjajahan Romawi.Dakwah Media BCA - Green.notice-box-green { border: 2px solid #28a745; /* Green border color */ background-color: #d4edda; /* Light green background color */ padding: 15px; margin: 20px; border-radius: 8px; font-family: inherit; /* Use the theme font from WordPress */ text-align: center; /* Center the text */ }Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/Maka, jika saat ini kita melihat kondisi umat Islam sedang berada di titik terendah, Baitul Maqdis sedang dijajah dan dinistakan, ingatlah janji Allah ini. Janji akan pertolongan dari Yang Maha Perkasa Lagi Maha Penyayang. Sebagaimana pada masa dan titik terendah dalam hidup baginda Rasulullah ﷺ semasa itu, Allah pun kemudian mengangkatnya ke tempat paling tinggi yaitu sidratul muntaha. Tempat yang bahkan Malaikat Jibril pun tidak dapat memasukinya. Dari situasi yang terhimpit tidak bisa ke mana-mana, Allah-lah yang kemudian memperjalankan. Dari titik terendah, Allah-lah yang kemudian mengangkat, setinggi-tingginya. Maka, dalam sujud kita, dalam shalat kita, yang juga merupakan hadiah dari Isra Mi’raj ini, kita langitkan doa yang sama, kita adukan hal yang sama, tentang lemahnya daya dan upaya kita di hadapan manusia. Maka dalam ikhtiar kita untuk “asraa” -memperjalankan cinta kita ke Masjidil Aqsha-; dalam ikhtiar melakukan sesuatu untuk kemuliaan Al-Ardhul Muqaddasah dan Al-Ardhul Mubarakah ini; lalu mendapat cibiran, penolakan, hinaan, kesulitan, ketidakmungkinan, kita juga bisa mengucapkan tekad yang sama, “aku tidak peduli, asalkan Engkau ya Allah, tidak murka kepadaku. Maka sungguh aku tidak peduli.” Peneliti Institut Al-Aqsa untuk Riset Perdamaian